Rubrik Sinema

Rubrik Sinema Contact information, map and directions, contact form, opening hours, services, ratings, photos, videos and announcements from Rubrik Sinema, Media/News Company, Jakarta.

16/01/2024
 Watch on:  Created by:  Cast:                 “An empire that would span the cosmos. An empire not of conquerors, but o...
10/01/2024


Watch on:
Created by:
Cast:

“An empire that would span the cosmos. An empire not of conquerors, but of liberators. Liberators whose campaign across the universe would forever prove even the darkest of hearts can come to know peace.” – The Watcher.

Kesuksesan musim pertama ini, membuat Marvel Studios tak ragu-ragu untuk memberikan greenlight musim ke-2 dan 3. Masih ditangani A.C. Bradley sebagai showrunner-nya, deretan cast pengisi suara yang digunakan pun juga telah banyak menggaet aktor besar versi live-action-nya. Sebut saja Elizabeth Olsen yang baru bergabung, Cate Blanchett, Jude Law, Tessa Thompson, John Slattery dan Idris Elba yang menyulih suarakan karakter mereka masing-masing. Sedangkan untuk yang tidak kembali untuk karakter Tony Stark, Steve Rogers dan Natasha Romanoff, pengganti mereka; Mick Wingert, Lake Bell dan Josh Keaton benar-benar menyuarakan karakter mereka, sangat mirip seperti live-action-nya.

Nebula yang lari dari cengkraman Ronan The Accuser, bergabung bersama Nova Corps untuk melindungi planet Nova. Peter Quill yang Yondu culik dari Bumi, ia serahkan ke ayah biologisnya, Ego. Sehingga Peter dipengaruhi Ego dan menyerang bumi di tahun 80-an. Avengers-pun di-inisiasi lebih awal dengan beberapa anggota seperti Winter Soldier, Hank Pym, Goliath, King T’Chaka dan Wendy Lawson. Di lain dunia, Tony Stark tidak berhasil kembali setelah event Loki dan Chitauri menyerang New York. Menyebabkan ia jatuh di planet Sakaar dibawah pimpinan Grand Master yang mengepalai game kematian a la Death Race.

Pada hari Natal di Avengers Tower, Happy Hogan tak sengaja tersuntik serum DNA Hulk, yang membuatnya menjadi monster yang disebut the Freak. Lalu kisah sequel Captain Carter dari musim pertama berlanjut. Kali ini, dia menghadapi Hydra Stomper a.k.a Steve Rogers yang telah dikendalikan Red Room (musuh dari Black Widow). Setelah selesai dengan masalah di universe-nya, ia diundang oleh Wanda Merlin untuk menuntaskan misi baru disebuah dunia, dimana ia harus menemukan anomali, ketika para Avengers hidup pada masa tahun 1602.

Karakter orisinil pertama dan terbaru di series What If…?; Kahhori mendapatkan kekuatan setelah tenggelam kedalam danau dari serpihan Tesseract. Invasi Spanyol terhadap kependudukan suku Indian/Mohawk membuatnya menjadi pahlawan yang melindungi keluarga dan rakyatnya dari kekejaman penjajahan. Sementara itu di universe lain, alih-alih menjatuhkannya ke Helheim, Odin memutuskan untuk menghukum Hela ke Midgard dan melepas mahkota-nya, hingga hati Hela memiliki belas kasih. Hela yang powerless kemudian bertemu dengan The Ten Rings dan suku desa Ta Lo yang menyadarkannya dari kebengisan.

Pada episode final, Captain Carter dihadapkan pada teman lamanya, Strange Supreme yang kini berdalih melindungi berbagai universe dengan mengurung para villain dalam penjara-nya. Nyatanya, yang ia kurung bukan hanya para makhluk jahat, namun juga para hero kuat seperti Kahhori. Carter dan Kahhori kemudian bekerjasama untuk membebaskan para tahanan, kembali ke universe mereka masing-masing, dan berkonfrontasi dengan Strange Supreme yang ternyata memiliki niat membangun kembali dunia-nya dengan mengorbankan makhluk-makhluk super tersebut.

Tidak seperti musim pertama yang mengumpulkan para main character pada satu final fight, setiap episode What If…? Season 2 lebih variatif dan standalone. Puncak akhirnya hanya menyisakan beberapa elemen easter egg yang menyambungkannya dengan episode-episode sebelumnya. Selain memiliki karakter baru yang origin story-nya terasa emosional, Marvel mencoba lebih liar terhadap ragam kemungkinan yang bisa terjadi, para karakter pahlawan yang main story-nya sudah penonton tahu, dicampur-adukkan dengan origin story karakter lainnya. Seperti menggabungkan Hela dengan Ten Rings, dan konflik Carter vs Hydra Stomper ala film Captain America: The Winter Soldier (2014) dan Black Widow (2021).

Summary
Antologi realita alternatif dari Marvel Cinematic Universe yang semakin liar, unik, dan variatif dari segi pencampuran karakterisasi dan plot cerita yang sudah penonton ketahui. Tak hanya memodifikasi, musim kali ini juga menyambut kedatangan karakter orisinil baru yang kisah-nya terasa cukup estetik dan emosional. Ragam opsi kreatifitas penurunan alur kisah yang terasa sangat cocok dan melebur dengan tema multiverse-nya. Menjadikan sajian-nya terlihat inovatif, meskipun dengan gaya animasi antar episode yang monoton.

Perform: 7
Visual: 7
Sound: 7
Story: 8
Engaging: 8

Overall: 7.4

Watch on: TheatreDirected by: Cast:       ._1  “Malam ini akan menjadi mimpi buruk bagi kekuasaan, dan akhir dari sistem...
03/01/2024


Watch on: Theatre
Directed by:
Cast: ._1

“Malam ini akan menjadi mimpi buruk bagi kekuasaan, dan akhir dari sistem yang korup.” – Arok.

Setelah menelurkan dua film drama dari jagat NKCTHI (Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini) tahun ini, Angga Dwimas Sasongko kembali menggelar kebolehannya dalam membuat film aksi. Kesuksesan Ben & Jody (2022) dan Mencuri Raden Saleh (2022) membuat sutradara ini semakin gencar mengangkat isu yang berhubungan dengan dunia kriminal dan kesetaraan sosial. Dengan judul heboh yang membawa elemen Bom didalamnya, ia juga menggaet kembali deretan aktor yang sudah jadi ‘langganan’ di karya-karya-nya sebelumnya. Sebut saja Rio Dewanto, Arhdhito Pramono, Lutesha, Ganindra Bimo dan Muhammad Khan.

Seorang teroris mencuri perhatian Intelijen Jakarta karena mengancam akan meledakkan 13 Bom jika tidak mentransfer Bitcoin ke rekening mereka. Oscar (Chicco Kurniawan) dan William (Ardhito Pramono) terseret dalam kasus tersebut karena start-up yang mereka bangun, akan digunakan untuk transaksi Bitcoin. Namun naas-nya, setelah transaksi, pihak teroris yang dipimpin Arok (Rio Dewanto) malah memulai sekuens peledakan di tempat-tempat publik. Sedangkan dipihak intelijen, mengutus dua divisi agen terbaik untuk menangkap Arok. Emil (Ganindra Bimo) melalui pendekatan lapangan, dan Karin (Putri Ayudya) melalui investigasi siber.

13 Bom di Jakarta memiliki premis cerita dengan adegan pembuka yang cukup menjanjikan. Aksi teroris bak Robin Hood yang sekilas memperlihatkan ketidakadilan dalam konsep perputaran uang yang korup dan terlalu memihak pada kalangan atas. Aksi meruntuhkan sistem finansial yang terkonsep baik untuk menarik perhatian penonton di paruh awal film. Perkenalan karakter beserta peran-nya dalam garis besar padanan cerita, disajikan dengan gamblang, namun menyimpan beberapa puzzle twist yang akan digunakan untuk konklusi film.

Dari pengemasan drama, setiap aktor yang bermain terasa memberikan effort yang cukup besar untuk menyelami cerita yang terasa idealis ini. Chemistry antar karakter yang sebenarnya sudah cukup baik, namun kurang berkontribusi lebih ketika konsepnya melenceng dari yang sekedar ingin membuat masyarakat warga Jakarta bisa hidup lebih baik, menjadi aksi pengeboman tak terarah yang dikemas dengan dendam belaka. Alur semakin buyar ketika tujuan karakter antagonis semakin jelas. Menggantikan sistem uang dengan cryptocurrency, meninggalkan kesan bahwa film ini masih kurang menggali lebih dalam terkait block-chain yang digadang akan merubah sistem pertukaran dan perekonomian lokal.

Dalam membangun latar set-nya, Visinema beserta tim sebenarnya sudah cukup baik dalam memberikan gambaran kondisi Jakarta yang sangat kelam layaknya kota Gotham. Namun ketika yang disorot terlalu menjurus pada sisi kemiskinannya, unsur ketidakadilan dalam sistem perputaran uang malah terasa hilang. Jika ada yang miskin, seharusnya ada wilayah yang disajikan mewah untuk menggambarkan ketidaksetaraan-nya. Palet warnanya terlalu gelap dan usang, namun memiliki karakteristik film yang ternyata tidak se ‘keji’ visual color-nya.

Untuk mengemas adegan aksi, hanya ledakan pembuka film yang terasa besar dan membahana. Itupun karena tim produksi memakai real set dan property ketika meledakkan mobil pengantar uang. Sedangkan Bom lainnya, diledakkan dengan pengemasan visual effect yang cenderung masih terlihat tempelan dan terlalu kotor. Sayang sekali jika ke-13 Bom nya malah tidak terasa mengancam ketika salah satunya hanya diperlihatkan meledak, tanpa memperlihatkan detail kerusakan dan korban jiwa-nya. Untuk sisi koreografi, aksi tembak menembak dalam cakupan yang luas, terasa seperti kehilangan arah. Namun untuk adegan fight-nya, 13 Bom di Jakarta memiliki adu perkelahian yang cukup intens dan seru.

Muatan story yang idealis dalam menuturkan ke-korup-an konsep finansial, dirasa terlalu memihak pada cryptocurrency yang sebenarnya juga memiliki kesamaan propaganda elit global di mata dunia. Membuat aksi 'robin hood' nya ter'tanggal'kan begitu saja di paruh awal film. Meskipun secara pengemasan film sudah cukup bagus, namun komposisi effort aksi ledakan nyata yang hanya di usung pada awal film, ternyata tidak membuat film ini "meledak-ledak" seperti apa yang di tawarkan pada promosi film-nya. Namun 13 Bom di Jakarta, nyatanya telah membuat gebrakan yang positif dalam perkembangan film aksi tanah air. Sebuah sajian film aksi lokal yang mulai naik level dan berani bertaruh dalam menampilkan action yang bersuspensi.

Summary
Gubahan aksi paruh awal film yang menarik. Perubahan motivasi yang tadinya idealis, menjadi aksi balas-dendam, meruntuhkan pondasi keunikan cerita-nya. Kemegahan ledakan yang minim fokusnya pada detail dari akibat peledakan bom itu sendiri, menjadikan visual effect bom nya terasa seperti tempelan, dan juga membuat penonton sulit merasa iba pada karakter antagonis-nya. Namun kualitas akting dan koreografi di bagian akhir, masih dapat menopang kualitas film. Terutama untuk twist-nya.

Perform: 7
Visual: 6
Sound: 7
Story: 6
Engaging: 6

Overall: 6.5

 Watch on: TheatreDirected by:  Cast:              “Here we are together! We’re on an adventure. Seeing what else life h...
29/12/2023


Watch on: Theatre
Directed by:
Cast:

“Here we are together! We’re on an adventure. Seeing what else life has to offer.” – Pam.

Dikenal dengan produk Minion nya yang mendunia, setelah kerjasama mereka dengan Nintendo membuahkan hasil gemilang lewat The Super Mario Bros Movie (2023) awal tahun ini, 2023 akan ditutup dengan migrasi keluarga bebek dalam Migration. Film ini juga menjadi debut direktorial film box office animasi panjang pertama bagi Benjamin Renner, dengan Guylo Homsy sebagai co-director. Untuk deretan penyulih-suaranya, ada Kumail Nanjiani, Elizabeth Banks, Keegan-Michael Key, dan tentu saja, Awkwafina untuk kesekian kali-nya mengisi suara karakter ‘burung’.

Lebih menyukai zona nyaman berada di lingkungan tempat tinggalnya, seekor bebek, Mack (Kumail Nanjiani) akhirnya memberanikan diri memimpin keluarga-nya untuk bermigrasi ke Jamaika, setelah sedikit cek-cok dengan istrinya, Pam (Elizabeth Banks). Bersama dengan kedua anak-nya dan Paman Dan (Danny DeVito), Mack sekeluarga mengarungi petualangan, hingga bertemu dengan Bangau, tersesat di Central Park, dan melarikan diri dari koki di sebuah restoran. Mack yang sebelumnya seorang penakut, berubah menjadi kepala keluarga yang pemberani karena dorongan anggota keluarga tercinta-nya.

Sebuah sajian animasi yang sangat tepat dirilis pada musim libur musim dingin. Migration secara metafora, mengajak penontonnya untuk mulai keluar dari zona nyaman, menghadapi berbagai masalah, dan mencari solusi terbaik untuk terus berkembang, hingga tidak meninggalkan penyesalan di masa tua nanti. Digambarkan lewat sebuah migrasi sederhana yang terkemas dengan tematik ‘liburan’, yang tentunya terasa sangat memorable bagi keluarga bebek Mallard ini. Mengarungi rawa, pedesaan, perkotaan, hingga menyeberangi lautan, untuk menuju ketempat yang belum pernah mereka tuju.

Setiap karakter-nya memiliki watak unik yang dibutuhkan dalam film-film keluarga mainstream. Keyakinan sang ayah, Mack yang takut untuk mencoba hal baru. Keoptimisan Ibu, Pam yang selalu yakin dan berprasangka baik terhadap siapapun yang ia temui. Dua karakter utama yang ternyata sangat berkembang seiring berjalannya kisah. Dihiasi p**a dengan supporting character dan antagonis yang sederhana, namun konfliknya cukup realis. Di sisipi kebetulan yang masih sejalan dengan tematik petualangannya. Third act yang konklusif dan menyadarkan karakternya akan pentingnya kebersamaan keluarga.

Dari segi animasi, film ini tidak membawakan hal baru. Kualitasnya masih sama dengan film-film Illumination lainnya. Jika The Super Mario Bros masih menawarkan elemen realis 3D versi game, Migration tidak terasa unjuk gigi jika ingin dibandingkan dengan sederet film animasi yang rilis tahun ini. Gaya rendering yang masih standar, pencampuran warna yang juga terlihat biasa saja, begitup**a dengan kombinasi latar palet warna 2D eksotisnya. Hal menariknya, mungkin hanya ada pada kreatifitas keindahan sayap Dax (Caspar Jennings) di akhir babak ke-4. Paduan warna mencolok yang cukup indah dibawah terang bulan.

Dari segi kualitas dan Engaging penonton dewasa, Migration bisa terlihat biasa saja. Namun untuk anak-anak yang haus akan petualangan, film ini bisa menjadi pilihan yang tepat untuk mengisi waktu luang berlibur keluarga. Ditambah lagi dengan dua karakter anak, Dax dan Gwen (Tresi Gazal) yang benar-benar polos menggemaskan. Keandilan mereka dalam menyemarakkan liburan berseling ‘migrasi’ ini ternyata menjadikan family vacation keluarga Mallard semakin berwarna.

Migration menyimpan banyak pesan moral yang cukup relate dengan kehidupan banyak orang diberbagai kalangan saat ini. Ia juga menyisipkan beberapa pesan mengenai lingkungan, sudut pandang lain perihal kekerasan dalam bekerja, serta bagaimana bonding yang baik antara ayah dan anak. Seperti konflik antara Mack dan Dax. Max yang sangat menyayangi keluarganya, justru secara tak sadar, terlalu mengekang hingga sang anak merasa terkucilkan dikeluarganya sendiri. Sebuah contoh yang pastinya relate untuk hubungan orang tua-anak dikala sang anak menginginkan sesuatu yang menurut orang tua adalah hal yang kurang bijak jika dituruti langsung.

Summary
Penuh petualangan dan suka-cita seputar family trip, Migration cukup berhasil menyampaikan pesan tentang apa artinya menjadi pemberani, dan keluar dari zona nyaman sebelum menyesal dikemudian hari. Hubungan orang tua-anak yang juga asik, serta konflik eksternal yang digarap rapih dan sederhana, membuat film ini layak menjadi tontonan keluarga di liburan akhir tahun. Sayangnya, kualitas animasi yang terlalu standar, background palet 2D nya juga tidak membuat film ini stand-out diantara film-film animasi lainnya.

Perform: 7
Visual: 7
Sound: 7
Story: 7
Engaging: 7

Overall: 7.0

 Watch on: TheatreDirected by:  Cast:                  “Sometimes to not giving up, is the most thing that you can do.” ...
24/12/2023


Watch on: Theatre
Directed by:
Cast:

“Sometimes to not giving up, is the most thing that you can do.” – Tom Curry.

DCEU telah mencapai babak akhir. Lewat film Aquaman and The Lost Kingdom, DC Extended Universe yang berawal dari Man of Steel (2013)-nya Zack Snyder, akhirnya ditutup oleh film karya James Wan ini. Terlepas dari petisi kontroversial para fans DC yang menginginkan Amber Heard didepak dari proyek ini, James Wan selaku sutradara mengonfirmasi bahwa sekuel Aquaman (2018) kali ini lebih berfokus pada bromance antara Arthur Curry (Jason Momoa) dan Orm (Patrick Wilson). Memiliki deretan cast yang tak jauh berbeda dari film pertamanya, Black Manta (Yahya Abdul-Mateen II) juga kembali sebagai Nemesis Aquaman di film ini.

Arthur telah menjalani hidup normal sebagai raja Atlantis dan seorang ayah dari anaknya yang masih bayi. Selama berperan sebagai Raja, Arthur merasa kesulitan berdebat dengan kongres Atlantis perihal ingin bergabung dengan Dewan Persatuan Dunia (PBB) dalam mencegah pemanasan global yang berakibat buruk bagi kota bawah air ini. Dilain tempat, Black Manta yang masih menyimpan dendam, menemukan legenda kota bawah air yang hilang dari sejarah. Ia dirasuki oleh trisula raja terdahulu, Kordax, yang kemudian berencana untuk membangkitkan kembali kota terkutuk tersebut dan kembali mencemari Bumi dengan Orichalcum.

Dari segi premisnya, Aquaman and The Lost Kingdom cukup terasa sederhana dan menyenangkan. Berfokus pada kehidupan Arthur Curry sebagai manusia dua dunia yang masih dibayangi dendam oleh salah satu musuh bebuyutannya, tanpa ia sadari. Membangun kembali jembatan persaudaraan dengan Orm setelah film pertama usai, adalah ide yang umum digunakan berbagai film yang menjunjung tema ‘saudara’. Seperti halnya trilogi Thor yang masih masih mengikutsertakan Loki diberbagai peristiwa, setelah menunjukkan bahwa Loki adalah karakter antagonis.

Untuk karakter Black Manta yang telah dibutakan dendam. Pendalaman karakter beserta twist-nya yang mendapatkan kekuatan Kordax, menjadi salah satu musuh bebuyutan yang patut diperhitungkan. Namun, kekuatan kekejian Kordax dalam diri Black Manta rupanya tidak diasah secara maksimal. Kekejamannya terasa bertele-tele dan tidak 100% serius ingin melukai sang raja Atlantis. Padahal, banyak sekali poin yang bisa digarap dramatis dan keji, seperti saat Black Manta menghabisi ayah Arthur, alasannya untuk membiarkannya hidup hingga Aquaman tiba, justru menghilangkan kesan dramatis.

Meskipun banyak fans yang ingin Amber Heard di-recast, namun penampilannya di film ini terlihat sekali cukup minim emosi. Dalam beberapa tempat, Amber sebagai Mera (ibu dari Arthur Jr.) memang dibutuhkan untuk mendalami kehidupan Arthur saat telah berkeluarga. Gosip Amber Heard merasa diasingkan saat shooting Aquaman ini dimulai, rasanya bisa dikonfirmasi lewat chemistry-nya yang tidak terbangun ketika berinteraksi kepada setiap karakter di film ini. Rasanya, Mera seperti benar-benar hanya tempelan CGI di tengah aksi-aksi dalam sepak terjang pertarungan bawah laut.

Dari sisi visual effects, Aquaman and the Lost Kingdom masih semegah film pertamanya. Jika Aquaman (2018) berfokus pada penggarapan kota Atlantis underwater, di sekuelnya kali ini, James Wan juga menghadirkan set gunung berapi yang tercemar oleh Orichalcum. Dimana makhluk-makhluk mutan dan lingkungan toxic yang indah, bermuara pada sebuah gunung berapi yang mengancam pencemaran pemanasan global. Isu lingkungan yang dibawa juga semakin kental dengan bencana alam yang kerap terjadi. Termasuk tujuan utamanya dalam mencairkan es kutub, yang ternyata adalah lokasi dimana The Lost Kingdom berada.

Meskipun tidak se’meriah’ film-film DCEU sebelumnya, Aquaman and The Lost Kingdom sepertinya sudah pasrah dengan kualitas pengemasan akhir yang terlalu standar. Sejak diumumkannya sebagai installment terakhir dari DCEU, Warner Bros rasanya sudah tidak terlalu menggembar-gemborkan promosi film ini. Para pemain, termasuk James Wan, rasanya hanya sekedar menyelesaikan apa yang mereka mulai. Berfokus pada bromance-nya yang terkadang jenaka, film penutup DCEU ini berakhir dengan cukup optimal dan standar, tanpa menghadirkan cameo karakter semesta DC lainnya. Hanya sebatas seperti film solo Aquaman yang a la kadarnya. Menghibur, but not too great.

Summary
Fokus utama cerita yang terlalu mengangkat tematik bromance antara Arthur dan Orm. Karakter antagonis yang motivasi dan watak-nya terasa cukup kuat, namun tidak diiringi dengan action yang kejam seperti intensitas ‘niat’nya. Pengemasan film yang tampil cukup menghibur, namun tidak memberikan kesan. Penutup DCEU yang terlalu standar dengan momen emosional dan dramatisasi yang kurang ter-deliver dengan baik. Terlalu banyak bercerita ketimbang berbicara dengan ‘aksi’-nya.

Perform: 6
Visual: 7
Sound: 6
Story: 7
Engaging: 7

Overall: 6.7

 Watch on:  Directed by:  Cast:                        “Mengorbankan sesuatu demi mendapatkan tenaga, itu bukanlah kekua...
23/12/2023


Watch on:
Directed by:
Cast:

“Mengorbankan sesuatu demi mendapatkan tenaga, itu bukanlah kekuatan. itu adalah kelemahan hati.” – Master Genkai.

Setelah populer 2 dekade lalu, manga yang membesarkan nama Yoshihiro Togashi ini akhirnya berhasil diadaptasi menjadi live-action. Masih diproduksi bersama dengan Netflix, tidak seperti One Piece yang tayang beberapa bulan yang lalu, Yu Yu Hakusho sepenuhnya dibuat oleh cast & crew dari negeri Jepang langsung, sama seperti adaptasi eksklusif Alice in Borderland. Kelima episode musim pertamanya sendiri disutradarai oleh Sho Tsukikawa. Mengambil paruh awal dari petualangan Yusuke yang dimulai sejak 1990 lalu, per episode series ini benar-benar dibuat padat dan optimal.

Yusuke Urameshi (Takumi Kitamura) dibangkitkan kembali dari kematiannya untuk menjadi detektif astral yang memecahkan kasus-kasus kriminal Yokai (Iblis) di dunia manusia. Ketika beberapa Yokai mengancam keselamatan orang-orang terdekatnya, kekuatan Yusuke-pun terus meningkat. Hingga berujung pada penculikan Keiko (Sei Shiraishi) yang membuatnya harus bekerja sama dengan beberapa ‘Yokai baik’ yang ia temui, demi menyelamatkan sahabatnya tersebut dari rencana ‘Yokai Jahat’ bernama Toguro (Go Ayano). Di tempat yang sama, pemimpin Yokai Jahat, Sakyo (Goro Inagaki) berniat membuka kembali gerbang antara dunia Yokai dan Manusia.
Yu Yu Hakusho benar-benar terasa seperti adaptasi Shonen yang kental dengan aksi pertarungannya yang habis-habisan. Koreografi menggiurkan dari Yusuke yang bertarung dengan tangan kosong, serta beberapa efek CGI yang meski kualitasnya masih dibawah film-film hollywood, namun nyatanya mampu memberikan animo yang cukup kuat dan memuaskan dahaga penontonnya. Bak menyaksikan pose dan adegan-adegan dalam komik menjadi nyata. Setiap karakter yang terbanting, arena yang hancur, dan emosi yang terbakar adalah bumbu-bumbu aksi khas komik-komik Jepang.

Begitup**a dengan keteguhan hati para karakternya yang berasal dari semangat untuk melindungi orang-orang yang mereka sayangi. Kental dengan elemen persahabatan khas manga-manga populer negeri Nippon ini, setiap titik balik masalah beserta resolusinya mungkin mudah tertebak, namun nyatanya, hal tersebut tidak mengurangi ke-epik-an adegan penyelesaian koreofighting-nya. Penyesuaian latar-nya yang dibangun kedalam setting masa kini juga terasa bercampur dengan baik dan logis, mengingat manga-nya sendiri sebenarnya memiliki latar yang cukup lawas untuk diadaptasi ke masa kini.

Dari segi alur cerita, Yu Yu Hakusho memiliki pace yang terasa begitu cepat. Terlihat sekali bahwa series ini sengaja memadatkan padanan kisahnya menjadi 5 episode, dengan terburu-buru menyelesaikan perkenalan ark pertamanya. Background karakter protagonis mungkin sudah dijelaskan cukup kuat di paruh awalnya, namun untuk antagonis, fokus utamanya terlalu cenderung ke karakter Young Toguro. Sedangkan asal-usul Sakyo, dan bagaimana ia memiliki motivasi untuk membuka kembali gerbang antara dunia manusia dan Yokai, dituturkan dengan sangat terbatas dan terlalu bermetafora. Sehingga kesan villain-nya tidak sekuat Toguro. Padahal, Sakyo lah sang mastermind-nya.

Untuk bagian paruh awalnya, perkenalan Yusuke, alam baka, dan pertempuran melawan Yokai (Parasit, Goki dan Kurama), memiliki detail dan pacing yang cukup oke. Namun masuk ke pelatihan Yusuke bersama Master Genkai, hingga ark turnamen di Kubikukuri, peningkatan melodrama-nya terasa begitu cepat. Bahkan motivasi yang didapat dari penculikan teman dekat Yusuke dan adik Hiei (Kanata Hongo) yang sudah disekap lebih dulu, terasa seperti tempelan belaka yang sedikit dipaksakan, agar para protagonis langsung bertemu dengan genk antagonis-nya ini.

Meskipun ada beberapa kendala dalam ‘pemadatan’ cerita-nya, Yu Yu Hakusho masih memiliki elemen-elemen keseruan lainnya yang biasanya menjadi ‘identitas’ adaptasi Shonen, dan berhasil menutup masalah kelemahan durasinya yang terbatas. Pertarungan epik yang tentu saja didamba-dambakan para penikmat manga/anime-nya, berhasil disalurkan dengan epik, sehingga ketika pertarungan berikut-nya dimulai, penonton semakin antusias dengan kejutan trik koreografi keren-nya. Meskipun dengan budget yang kelihatannya terbatas (terlihat dari kepadatan pace dan jumlah episode-nya), Yu Yu Hakusho nyatanya cukup berhasil memberikan sajian adaptasi manga yang lebih rapih dari segi CGI, dan epik dari koreofighting khas Shonen-nya.

Summary
Penantian adaptasi manga lawas yang teringkas sangat padat dan berisi. Koreofighting khas shonen yang dipadukan dengan visual effect yang optimal dengan budget yang tak terlalu besar. Paruh awal pace story yang cukup maksimal dari segi motivasi dan pengenalan karakter, namun menjadi terlalu cepat ketika dipaksakan memasuki babak turnamen. Background villain yang terasa berat sebelah karena lebih berfokus pada Young Toguro ketimbang Sakyo, membuat konklusi film, seperti kehilangan potensi kedramatis-annya.

Perform: 7
Visual: 7
Sound: 7
Story: 8
Engaging: 8

Overall: 7.4

 Watch on:  Directed by:  Cast:     Watch on: Disney+Created by:  Cast:   Watch on: TheatreDirected by:  Cast:    Watch ...
23/12/2023


Watch on:
Directed by:
Cast:


Watch on: Disney+
Created by:
Cast:


Watch on: Theatre
Directed by:
Cast:


Watch on: Theatre
Directed by:
Cast: .azriel
md
Watch on: Theatre
Directed by:
Cast:


Watch on:
Directed by:
Cast:


Watch on:
Directed by:
Cast:


Watch on: Netflix
Directed by:
Cast:


Watch on: Disney+
Created by:
Cast:

23/12/2023



 Watch on:  Directed by:  Cast:              “Nothing frightens me more than a person unwilling to learn, even at their ...
17/12/2023


Watch on:
Directed by:
Cast:

“Nothing frightens me more than a person unwilling to learn, even at their own expense. That's a darkness I will never understand.” – G.H. Scott.

Berangkat dari novel rekaan Rumaan Alam, Produser dan sutradara series Mr. Robot (2015), Sam Esmail menulis sekaligus menyutradarai film yang juga dibintangi oleh beberapa nama terkenal seperti Julia Roberts, Ethan Hawke dan Mahershala Ali ini. Sebelum rilis global di platform Netflix, Leave The World Behind juga telah tayang dibeberapa theater domestik Amerika, mulai dari screening pertama-nya dalam AFI Fest pada Oktober lalu. Selain menggaet aktor ternama, pengemasan-nya yang lebih bergaya ke arah film-film Festival yang terlalu segmented, membuat penilaian kritikus berbanding terbalik dengan penonton komersil.

Keluarga Sandford memutuskan mengambil libur musim panas lebih awal ke sebuah vila mahal dipelosok kota kecil yang juga dekat dengan pantai. Setelah insiden berlabuhnya kapal tanker minyak ke bibir pantai komersil, keluarga Sandford juga dikejutkan dengan kedatangan tiba-tiba dari pemilik vila yang ia sewa, Mr. G.H. Scott (Mahershala Ali) yang turut membawa anaknya, Ruth (Myha’la). Setelah itu, beberapa kejadian aneh-pun menyusul. Seperti lumpuhnya jaringan internet, noise yang memekakkan telinga, hingga kecelakaan pesawat misterius. Dua keluarga yang tanpa sengaja terisolasi ini kemudian mencari tahu, apa yang sebenarnya sedang terjadi pada dunia.

Premis yang membuat penonton menerka-nerka akan apa yang sebenarnya terjadi. Serangan siber? Alien? Bencana alam? Peperangan? Tidak ada yang benar-benar dijelaskan dengan gamblang hingga twist di akhir film. Sam Esmail benar-benar bermain pada tensi ketegangan yang kian memuncak di setiap fase film nya. Mulai dari detik-detik kapal tanker menghantam pantai, pesawat jatuh yang disambungkan p**a dengan misteri rumah kayu dan selebaran misterius, semuanya dibangun dengan komposisi musik dan tata adegan yang setiap detik misteri-nya membuat penonton berdebar-debar.

Salah satu poin dari elemen film yang terlihat sangat kontras, tentu saja ada pada komposisi gambar dan visualnya yang terasa artistik. Tak hanya menempatkan beragam properti seni pada latar rumah eksotisnya, layout set beserta teknis sinematografinya juga terasa asik. Mulai dari bermain-main dengan putaran kamera saat Amanda Sandford (Julia Robert) menaiki tangga rumah menuju ke lantai dua, hingga cara kameramen men-shot G.H. Scott yang menemukan arloji di pasir pantai, benar-benar memainkan rasa penasaran penonton dengan pengemasan visual film yang artistik.

Menaikkan tensi ketegangan dan rasa curiosity yang dialami setiap karakternya dengan membuat pemicu yang setiap langkahnya terasa fantastis. Setiap clue yang disebar, membawa film ini berujung pada twist yang sebenarnya terasa cerdas dalam perspektif yang unik. Namun karena absen-nya momen besar yang dramatis sebagai konklusi-nya, pengaruh kejutan besar yang disampaikan salah satu karakternya, tidak membawa efek dramatis ‘secara langsung’ kepada penonton. Satir yang disampaikan berujung pada kepuasan rasa dahaga penikmatnya yang berakhir lega, namun tidak terpuaskan secara maksimal.

Untuk penampilan aktornya sendiri, kualitas akting mereka sebenarnya sudah cukup membuat film ini terasa sangat hidup karena berhasil memancarkan ketegangan para aktornya. Julia Roberts sebagai seorang istri yang skeptis dan selalu berburuk sangka pada orang-orang yang baru ia temui, dipadukan dengan sang suami, Clay Sandford (Ethan Hawke) yang justru sangat chill dengan keadaan, berpikir lebih jernih dan bijak. Sedangkan lawan main mereka, Mahershala Ali sebagai pria kulit hitam sukses yang ramah, sopan dan baik hati, dan memiliki wawasan yang lebih luas sehingga membuatnya tidak mudah diperalat.

Leave The World Behind mungkin bukan film yang cocok jika anda menantikan pengungkapan twist dengan momen besar yang epik. Meski pembawaan drama-nya sebenarnya cenderung cukup membosankan, namun pengemasan detail visual beserta penggarapan clue, dan tensi ketegangan yang selalu dijaga, membuat rasa penasaran penonton semakin memuncak, sampai mereka mau mengikuti sepak terjang dua keluarga ini hingga akhir. Apocalypse movie yang sama sekali terasa ambigu karena tidak menceritakan apa yang sebenarnya terjadi, hingga mencapai penutup film yang terasa satir, sekaligus membuat penonton-nya menyimpulkan sendiri terkait naratif dan konklusi yang diberikan film ini.

Summary
Drama mencekam yang berhasil membuat penonton-nya selalu overthinking perihal apa yang sebenarnya terjadi. Dikemas perlahan dengan mengandalkan reaksi emosional karakternya terhadap keanehan situasi, yang dibangun dengan kepadatan intensitas misteri-nya. Memiliki shot adegan yang artistik dengan keunikan camera movement yang juga terasa sinematik. Namun memiliki penutup dan resolusi film yang kurang menegangkan seperti third-act-nya, membuat ke-epik-an naratif nya malah terasa kurang ‘nendang’.

Perform: 7
Visual: 7
Sound: 7
Story: 8
Engaging: 7

Overall: 7.2

Address

Jakarta

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Rubrik Sinema posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Rubrik Sinema:

Videos

Share


Other Media/News Companies in Jakarta

Show All