Aamiin Allahumma Aamiinn..Ibuku adalah Rajaku

Aamiin Allahumma Aamiinn..Ibuku adalah Rajaku Ridho ibu adalah Ridho Allah....
Ea Allah,,..berilah kesehatan kepada ke dua Orang Tua kami...dan jagalah keduanya di manapun mereka berada,,aamiin ya Rabb
(1)

Tentang Lupv
@ Cinta Allah Swt
@ Cinta Rosulullah SAW
@ Cinta Ibu
@ Cinta Ayah
@ Cinta Suami/Istri
@ Cinta Pada Muslimin/Muslima

# Yang Punya Cinta silahkan Gabung yuukkkkkkk

Apakah kalian saya ibu
04/05/2024

Apakah kalian saya ibu

07/12/2023

Aƙυɳ ιɳι BERESIKO DI HAPUS....ANJAAAYYY

Mak......Sudah dua tahun ini emak ikut tinggal di rumahku, emak yang sudah sepuh dan berusia tujuh puluh tahun lebih. Du...
30/11/2023

Mak......

Sudah dua tahun ini emak ikut tinggal di rumahku, emak yang sudah sepuh dan berusia tujuh puluh tahun lebih. Dulu emak tinggal berdua dengan bapak di desa, tapi semenjak bapak pergi mendahului emak, aku gak tega meninggalkannya sendirian, kuajak emak ke rumahku di kota.

Awalnya mas Ardi, kakak tertuaku sempat mengajak emak tinggal bersamanya tapi gak lama karena istrinya keberatan dengan emak yang makin hari makin rewel dan banyak maunya.

"Mbakmu kadang sudah nahan hati dengan kelakuan emak, Dik, cerewetnya minta ampun," keluh mas Ardi ketika mengantar emak ke rumahku.

Semakin senja tingkah emak seolah melampiaskan rasa ketika muda dulu. Emak dahulu terlalu menurut pada bapak dan gak pernah ada maunya, sekarang ketika tua rasa yang dahulu ia tahan dengan mudah ia ungkapkan.

"Nasi goreng pakai bumbu instan kayak gini gak enak."

"Pakaian jangan di-laundry, gak bersih, enak nyuci sendiri."

"Anakmu itu jajan terus, gak sehat entar batuk."

"Untuk apa beli hiasan dinding, buang-buang uang."

"Kalau hari Minggu jangan kesiangan, jangan pemalas."

Setiap hari, selalu saja omelan emak mewarnai hari-hariku. Ketiga anakku kadang kena sasaran ocehan emak, ada-ada saja yang salah di matanya.

"Dengarkan saja, Dik, gak usah diladeni, wajar orang tua," nasehat suamiku ketika aku mengeluhkan sikap emak yang kadang menjengkelkan.

"Kadang aku emosi juga, mas, kalau lama-lama kayak gini."

Suamiku tersenyum dan mencubit pipiku. "Alhamdulillah kita masih diberi nikmat merawat orang tua, jangan sampai kelak kita menyesal ketika dia sudah tiada."

Aku bergeming, benar juga.

***

Hari Senin pagi, suamiku masih dinas di luar kota, kebetulan yang bantu di rumah terlambat datang. Anak-anak rewel, mandi pun harus ribut, sarapan mesti berantem dan pakai seragam lambatnya setengah mati.

"Ayo, Nak, buruan entar mama terlambat," ucapku gusar. Jam delapan pagi ini ada rapat di kantor.

Semalam aku gak enak badan, batuk dan pilek mungkin kecapekan karena sudah tiga hari begadang mengerjakan laporan.

"Nak, cangkul kita dimana ya?" tanya emak ketika aku sedang memakaikan sepatu si bungsu.

"Gak tahu, Mak, tanya Bi Inah saja di belakang," jawabku. Ada-ada saja emak ini, dikala orang sibuk pagi-pagi dia sibuk nanyain cangkul.

"Kata Bi Inah dia gak tahu," ucap emak lagi.

"Cari di belakang, Mak," jawabku kesal. Apa mendesaknya coba mencari cangkul di jam genting seperti ini.

"Aisyah ayo nak buruan." Aku memanggil putriku yang dari tadi tak keluar kamar. Waktu semakin bergerak meninggalkan angka tujuh, aku semakin gelisah.

"Bentar, Ma, masih nyari buku PR semalam, gak ketemu," jawab Aisyah.

"Mama tunggu lima menit, adikmu sudah di mobil semua. Kalau kamu belum keluar kami tinggal."

"Nak, kamu cari dulu cangkul, toh kamu belum pergi," ucap emak gusar.

Aku bergeming, malas menanggapi emak.

"Nak, ingat dulu dimana kamu naruh cangkulnya." Emak mendesak, raut wajahnya pun terlihat kesal.

Aisyah putriku berlari keluar rumah, ia segera masuk ke mobil.

"Aku dan anak-anak berangkat ya, Mak." Aku mengambil punggung tangan emak dan menciumnya cepat.

Emak menarik lenganku, "cari dulu cangkulnya," ucap emak.

"Entar sore ya, Mak. " Aku tersenyum, berusaha sabar.

"Emak mau sekarang!" Emak membentak.

"Mak, aku ini sudah terlambat, hari ini ada rapat, kalau persentasiku gagal bisa gawat. Emak jangan buat masalah d**g, untuk apa coba nanya cangkul sekarang? Wajar saja kalau istri mas Ardi gak betah sama emak kalau rewel kayak gini." Aku beranjak meninggalkan emak, masuk mobil dan membanting pintunya. Kesal.

Sekilas kulihat emak terdiam dengan mata yang berkaca.

Jantungku berdetak cepat seolah ada yang mengejar, napasku terasa sesak dan kedua mataku memanas. Baru kali ini aku membentak emak, sebelumnya aku berhasil menahan diri dari kerewelan emak namun kesabaran ada batasnya. Meledak sudah amarah ini.

"Mama jangan kasar gitu d**g sama nenek," ucap Aisyah putriku.

Aku diam.

"Biasanya kan mama sabar," Yusuf putra keduaku menimpali.

"Nenek bilang dulu waktu kecil mama orangnya rewel, kalau nanya gak bisa stop, tapi nenek s**a. Itu artinya mama pintar kata nenek. Terus mama juga orangnya kalau ada mau gak bisa ditunda dan nenek bilang itu bagus artinya mama orangnya gigih." Aisyah berkata pelan.

Aku bergeming kehilangan kata-kata. Anakku benar, bukankah sifat emak dan aku kini sama? Kami sama-sama rewel, banyak maunya, selalu gigih bila ada keinginan tapi hanya ada satu yang membedakan. Emak menganggap sikapku ini sebagai sebuah anugrah dan dengan senang hati menerimanya, tapi aku? Dengan mudah aku menganggap emak sebagai beban.

Tak ada pembicaraan lagi di mobil hingga ketiga anakku turun dan masuk ke gerbang sekolah, ketiganya melambaikan tangan dengan mata yang juga berkaca. Emak yang bagiku rewel itu adalah kesayangan bagi putra putriku.

Aku menepuk setir mobil berkali-kali, sepuluh menit lagi pukul delapan, bila memacu kendaraan dengan cepat maka aku masih bisa ke kantor tepat waktu. Tapi ada yang mengganjal di hati, sebuah rasa berjudul penyesalan.

Baru dua tahun emak di rumah, emak pun tak sakit-sakitan, masih bisa makan, minum dan membersihkan diri sendiri, hanya sedikit rewel saja. Tapi aku, anak yang telah sembilan bulan dikandungnya, dua tahun disusui, belasan tahun dirawat dan disekolahkan hingga akhirnya menikah pun masih tetap menyusahkan. Begitu mudah aku menganggap emak sebagai beban.

Tubuhku bergetar dengan napas yang tersendat, tumpah sudah air mata ini. Emak.

***

Aku segera memarkirkan mobil di garasi dan berlari ke kamar emak. Persetan dengan rapat dan persentasi, aku harus segera memohon maaf emak. Paling-paling pekerjaanku akan diambil alih oleh teman kantor dan tahun ini gak dapat bonus. Itu gak penting, hati emak lebih berharga dari apapun, tak kan kubiarkan retak dan hancur.

Kedua mataku menyisir kamar emak yang kosong. Kemana emak? Aku berlari ke dapur.

"Mana emak, Bi?" tanyaku pada Bi Inah yang sedang mencuci piring.

"Di halaman belakang, Bu, entah lagi apa tapi kayaknya dari tadi ngucek-ngucek mata terus kayak nahan nangis gitu."

Segera aku ke halaman belakang rumah dimana banyak tanaman emak tumbuh subur. Emak sedang menggali sesuatu dengan pisau kecil ketika aku menghampirinya.

"Lagi apa, Mak?" tanyaku.

Emak menoleh dan tersenyum. "Gak ngantor?"

Aku menggeleng, "gak enak badan," bohongku.

"Emak tadi mau minta cangkul buru-buru karena mau gali jahe merah ini. Semalam emak dengar kamu batuk gak berhenti jadi emak mau buat wedang jahe biar bisa kamu minum sebelum berangkat kerja makanya tadi emak buru-buru." Emak masih menggali tanah dengan pisau kecil.

Aku bergeming.

"Mak gak berani pakai pisau dapur kamu, kan pisau mahal nanti rusak kalau kena tanah makanya tadi cari cangkul."

Ah bodoh, apa ini, dadaku kian sesak.

"Untung ketemu pisau kecil ini, peninggalan bapakmu dulu, ini emak sudah dapat banyak jahenya." Emak menunjukkan lima ruas jahe merah di telapak tangannya. Ia beranjak dan tersenyum. "Kamu istirahatlah, nanti wedang jahenya emak antar ke kamarmu. "

Ya Allah, ya Allah, berkali aku menyebut nama-Nya. Duhai hati alangkah mudah syetan merasuki diri, betapa rapuh pertahanan diri, durhakalah aku yang telah melukai hati wanita baik ini.

Aku segera berlari dan memeluk tubuh kurus emak. "Maafkan aku, Mak, maafkan, aku salah sudah membentak emak. "

Emak memegang pundakku dan tersenyum. "Gak apa." Emak kembali memelukku dan menepuk pundakku. "Istirahat lah, kamu lelah," bisik emak.

Setiap orang tua akan sangat bahagia menghabiskan waktu merawat anaknya namun sebaliknya tak semua anak memiliki ketulusan dalam merawat orang tuanya walau hanya hitungan tahun.

Itulah ibuku ibumu ibu kita

Ingat mak,karena belum sempat membahagiakan beliau😭😭😭

"MAK"Oleh : REKSO PATI⚰️Selaput mata itu kian menciut buramKulit yang dahulu kencang, perlahan terlihat keriputRambut ya...
21/11/2023

"MAK"
Oleh : REKSO PATI⚰️

Selaput mata itu kian menciut buram
Kulit yang dahulu kencang, perlahan terlihat keriput
Rambut yang dulu hitam, perlahan memutih
Tubuh yang dulu tegap memeluk ku, perlahan terlihat membungkuk.

Mak...
Dari segumpal darah aku dalam rahim_mu
Engkau jaga penuh kasih sayang,

Mak...
Sembilan bulan lebih engkau menahan gelisah tidur yang tak bisa lena.

Mak...
Tak pernah lupa engkau selalu selipkan nama anak-anak mu dalam setiap pintalan Do'a_mu.

Mak...
Sungguh iba dalam diri mendengar tutur mu yang penuh pengorbanan,
Rasa sakit tatkala engkau melahirkan ku, laksana 49 tulang yang dipatahkan bersama'an,
Jerit sakit yang engkau rasa, setiap tetes keringat, darah, juga nyawa engkau pertaruhkan demi anak mu untuk melihat dunia.

Mak...
Tatkalah anak mu terlahir, tepat ditengah_tengah selangkanganmu, kelamin mu robek 45 derajat
Darah membanjiri ku, bau amis membalut tubuh mungil anak mu.
Tapi mak.....!
Dengan penuh kasih sayang engkau peluk, engkau beri kehangatan tanpa perdulikan semua itu.

Mak...
Engkaulah kitab berjalan yang nyata
Engkaulah jalan tangga yang di naiki nabi Muhhammad menuju Siddratul munthoha
Engkaulah pedang milik Ali bin Abi Tholib
Engkaulah istana milik Sulaiman
Engkaulah gudang dari segala gudang kasih sayang.

Mak...
Waktu telah berlalu
Hari, bulan, tahun telah berganti masa
Kini izinkan anak-anak mu membalas semua itu
Meskipun tak ada sebutir debu balasan kami untuk mu.

RINTIHAN AKHIR ZAMANBaginda Nabi Muhammad Shallallahu alaihiwa sallam bersabda : (mafhumnya)Akan tiba masanya atas ummat...
07/11/2023

RINTIHAN AKHIR ZAMAN

Baginda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi
wa sallam bersabda : (mafhumnya)

Akan tiba masanya atas ummat ku di mana
ke khusyu'kan dalam shalat akan hilang.

Akan tiba masanya atas ummat ku dimana
banyaknya kematian secara mendadak.

Akan tiba masanya atas ummat ku dimana
banyaknya gempa bumi terjadi.

Akan tiba masanya atas ummat ku dimana
orang jujur didustakan, orang tepercaya
dituduh khianat, dan pengkhianat
dipercayai

Akan tiba masanya atas ummat ku dimana
Jika urusan umat di limpahkan kepada
pemimpin yang bukan ahlinya

Akan tiba masanya atas ummat ku dimana
seseorang muslim itu tidak akan
mengucapkan salam kecuali kepada orang
yang ia kenal saja.

Akan tiba masanya atas ummat ku dimana
banyaknya terjadi pembunuhan sesama
sendiri.

Akan tiba masanya atas ummat ku dimana
banyaknya masjid di bangun megah namun
sepi jamaah nya,

Akan tiba masanya atas ummat ku dimana
banyaknya setiap orang tanpa kecuali akan
makan riba, orang yang tidak makan
langsung, pasti terkena debu debunya.

Akan tiba masanya atas ummat ku dimana
banyaknya seseorang tidak peduli dari
mana hartanya didapat, apakah dari yang
halal atau yang haram.

Akan tiba masanya atas ummat ku dimana
banyaknya manusia saling berbangga-
bangga dengan perbuatan maksiat mereka.
Para sahabat bertanya " kapan hal itu akan
terjadi wahai Rasulullah ?
Rasulullah saw menjawab "Semua itu akan
terjadi di akhir zaman, maka apabila hal itu
sudah terjadi maka tunggulah saat
kedatangan hari kiamat".

Lihat lah Hampir semua yg disebut di atas
itu telah berlaku di zaman kita sekarang ini.

Adalah Hari-hari yang sangat Ganjil.
Ibu-ibu & bapak-bapak hanya
mementingkan makanan yg sedap dan
pakaian yg cantik2 saja terhadap anak-anak
mereka.
Namun mereka lupa menanam ajaran
agama dan akhlak kepada anak-anak
mereka.

Hari-hari yang Ganjil.
Para pekerja tidak ikhlas bekerja dengan
alasan gaji yg diberi tidak mencukupi /
sedikit.
Namun mereka lupa sesungguh nya Allah
memberkahi rezeki yang halal dan
menghilangkan dari rezeki yang haram.

Hari-hari yang Ganjil
Pemuda dan pemudi berjam-jam
menghabiskan waktu mereka jalan-jalan
dan berplesiran di Mall atau di Pasaraya.
Namun mereka merasa letih dan berat
untuk mengerjakan shalat walau hanya dua
rakaat.

Hari-hari yang Ganjil.
Pemuda dan pemudi asik mendengar lagu-
lagu dengan hati yang girang gembira.
Namun jika untuk mendengar firman-firman
Allah, hati mereka menjadi sesak, seolah-
olah mereka hendak naik ke langit sedang
mereka tidak tahu bahwa perkara yang halal
tidak boleh bercampur dengan perkara
yang haram.

Hari-hari sangat Ganjil.
Kita bersungguh2 berusaha sehingga
mampu membeli apa yang kita s**a, yg
enak-enak dan yang bagus-bagus, murah
atau mahal, kita sanggup membayar nya
walaupun dengan berapa harga sekalipun,
namun ketika kita ingin menderma ke dalam
kotak masjid, kita akan memilih uang kita yg
paling kecil sekali untuk di masukkan ke
dalam kotak amal.

Hari-hari yang Ganjil.
Kita set alarm sebelum tidur takut terlambat
bangun untuk pergi kerja. Namun kita lupa
untuk set kan alarm untuk bangun
menghadap Allah ketika shalat subuh.

Hari-hari sangat Ganjil
Kita saling caci dan membicarakan
keburukan makhluk-makhluk Allah, Namun
kita lupa akan firman Allah "Tiada suatu
ucapan pun yang di ucapkannya melainkan
ada di datangi malaikat pengawas yang
selalu hadir" .

Hari-Hari yang Ganjil.
Kita mengeluh dari banyak nya musibah dan
bencana, namun kita lupa akan firman Allah
" Maha Suci Allah yang telah menggerakkan
kendaraan ini untuk kami padahal kami
tiada kuasa menggerakkannya"

Hari-hari yang Ganjil.
Ibu-ibu & bapak-bapak membiarkan saja
istri dan anak perempuan mereka memakai
pakaian dengan menampakkan aurat
bahkan menimbulkan fitnah kepada orang
lain tanpa ada rasa bersalah dan tidak
berani untuk mencegahnya dengan alasan
itu adalah hak asasi manusia, kubur
masing2 dll....

Hari-hari yang Ganjil.
Pada saat pesan ini sampai kepada mu,
maka dengan engkau telah menjadi salah
seorang yang membantu dalam
memberikan peringatan tentang peraturan
serta syariat Allah dan sunnah-sunnah Nabi
Muhammad sollallaahu alaihi wa sallam.

Apa yang kami harapkan darimu adalah
turut serta menghidupkan sebahagian dari
sunnah Nabi saw ini walau hanya dengan
satu perbuatan sunnah saja.

Memelihara Hadis yang mulia dengan
demikian Anda telah bersama2 dengan kami
dalam menyebarkan sunnah-sunnah
Rasulullah sollallaahu alaihi wa sallam.

Jadilah anda salah seorang yang mengajak
kepada kebaikan.

Agar semakin bertambah ganjaran pahala
kita dapat karena sudi berdakwah

Insyaa Allah.
Bumi ini sudah tua soal kapan kiamat tidak
ada yang tau termasuk Rasulullah,Tapi
mengenai umur umat islam Rasulullah
pernah membocorkan bahwa umur umat
islam tidak sampai 1500 hijriah
sedangkan kita sekarang sudah 1440
hijriah, kapan lagi waktu kita untuk berbuat
baik, kapan lagi kita mau memperbanyak
amal jika waktu hidup kita tidak ada yang
tau.

Mudah-mudahan kita selamat hidup di dunia yang sebentar ini...
Menuju Akhirat yang kekal abadi

Saudaraku bila lidahmu tak sanggup menyebarkan kebaikan maka biarkanlah jari jarimu melakukannya.

"HIDUP TAPI MATI"*(tersindir juga saya membacanya..)Muh. Maulana_Bertamu, main HP…_```Ibadah, main HP…```_Terima tamu, m...
07/11/2023

"HIDUP TAPI MATI"*
(tersindir juga saya membacanya..)
Muh. Maulana

_Bertamu, main HP…_
```Ibadah, main HP…```
_Terima tamu, main HP…_
```Bekerja, main HP…```
_Belajar, main HP…_
```Sambil makan, main HP…```
_Di tengah keluarga, main HP…_
```Kiamatlah duniamu tanpa HP…```
Kadang terlihat dua orang saling duduk berhadapan, tidak berbicara sama sekali, karena salah satu atau keduanya sibuk main HP
```Kalaupun harus bicara akhirnya tidak nyambung dan muncul sikap tidak lagi peduli.```
_Punya masalahpun bukan lagi mendatangi keluarga yang dekat, tetapi membahas di sosmed rasanya lebih 'afdhal'._
```Manusia menjadi 'ada tapi tiada 'sahabat..```
_Jasad - jasad yang telah menjadi zombie berkeliaran._
```Hidupnya hanya seputar dunia dalam ponselnya.```
_Basahnya embun pagi…Hangatnya matahari pagi…_
```Jabat erat tangan sahabat telah hilang dan diganti dengan gambar - gambar mati pada ponsel…```
_Gerak petualangan akan hebatnya bumi juga sudah diganti hanya dengan gerakan telunjuk dan jempol.._
```Hidup dalam kem4t!an itu adalah keniscayaan, tapi mati dalam kehidupan itu pilihan.```
_Maka bangunlah, hiduplah sebagaimana manusia itu hidup._
```" Saat suami/istri datang, simpan HP mu " !!!!!!!!!!```
_Saat anak bercerita, simpan HPmu !_
```Saat ibu bapak bicara, simpan HPmu !```
_Saat tamu berkunjung, simpan HPmu !_
```Saat rumah bau berantakan, simpan HPmu```
*Perhatikan duniamu dengan seksama Sebab nikmat Alloh ada di sana. Hiduplah !!*
*Engkau belum mati,, tapi sudah bertingkah seperti m4yat.*
_semoga kita tidak seperti itu😢😢😢_

06/11/2023
̃ẽm̃ũã õr̃ãñg
04/11/2023

̃ẽm̃ũã õr̃ãñg

AKU HANYA MAKAN SETENGAH BUNGKUS MIE INSTAN SETIAP HARI(Gadis Miskin Sukses Jadi Sarjana)"Sudah belum, ya?"Arini meremas...
29/10/2023

AKU HANYA MAKAN SETENGAH BUNGKUS MIE INSTAN SETIAP HARI
(Gadis Miskin Sukses Jadi Sarjana)

"Sudah belum, ya?"

Arini meremas perutnya yang terasa melilit karena lapar. Hari ini dia lupa, apakah sudah makan atau belum. Kondisi membuatnya menjatah dirinya untuk makan satu kali sehari. Dalam satu Minggu terakhir, jatah itu hanya berupa setengah bungkus mie instan yang dimasak dengan kuah yang dibanyakkan.

Lima bulan yang lalu, Arini bersikeras untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Padahal dia tahu, resiko yang akan dihadapinya pasti seperti saat ini. Lapar dan kesusahan.

Kedua orang tua dan saudara-saudaranya sebenarnya sudah melarang dan menyerah, sebab kondisi ekonomi mereka yang memang tidak mampu. Jangankan biaya kuliah, saat Arini masih duduk di bangku SMA saja, mereka sejatinya sudah mengeluh. Akan tetapi, sebuah tragedi membuat Arini kukuh memaksakan kehendak.

"Tolong ijinkan Arini pergi, Bu." Malam itu Arini bersimpuh di kaki Arma, wanita yang telah melahirkannya.

"Arini sakit kalau terus di sini. Arini enggak kuat," isaknya pilu. Tak ubahnya Arini, Arma pun menangis tersedu.

Seharusnya Arini menikah setamatnya dia SMA. Gadis yang bercita-cita menjadi guru itu sudah bersedia mengubur impiannya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, lalu menikah dengan laki-laki yang melamarnya.

Adalah Dani, laki-laki berusia 27 tahun, lebih tua sembilan tahun darinya yang mengaku mencintainya.

Keluarga Arini setuju mereka menikah, sebab Dani dinilai memiliki masa depan yang cerah. Dia merupakan PNS di sebuah kantor pemerintahan di kota kecil tempat mereka tinggal.

Arini dan Dani tinggal di kelurahan yang sama. Sering bertemu membuat keduanya menambatkan hati. Setahun menjalin hubungan sudah cukup bagi mereka untuk memutuskan melangkah ke jenjang pernikahan.

Kedua pihak keluarga sudah saling temu rembug. Mereka telah sepakat untuk melanjutkan hubungan Arini dan Dani ke jenjang yang lebih serius.

Akan tetapi, seminggu setelah pengumuman kelulusan Arini dari SMA, dan empat bulan menjelang pernikahannya, tiba-tiba berita mengejutkan sekaligus menyakitkan itu dia terima.

"Aku hamil dan ayah dari anak ini Dani," ucap Yuni, teman dekat Arini yang juga merupakan sepupunya, "sudah tiga bulan."

Pengakuan yang benar-benar meluluhlantakkan hati Arini. Padahal selama ini, Yuni tampak begitu mendukung hubungannya dengan Dani. Arini kerap menceritakan tentang Dani pada Yuni, dan meminta pendapat sepupunya itu akan hubungan mereka.

Yuni selalu antusias mendengar cerita Arini. Siapa mengira, jika ternyata dia pun menjalin hubungan dengan lelaki yang sama bahkan lebih jauh, hingga menyebabkan dirinya berbadan dua.

Ibarat pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga. Seperti luka yang ditorehkan di atas luka, dikhianati orang terdekat yang disayangi dan dipercaya, sakitnya terasa berlipat-lipat.

"Maafkan aku Arini, sebenarnya aku tidak mencintai kamu. Aku memang mencintai Yuni sejak awal. Tapi, dia begitu susah untuk didekati. Jadi aku mendekati kamu, agar bisa mendekati dia."

Semakin terserak hati Arini mendengar penjelasan Dani. Bagaimana laki-laki itu bisa berpikir menjadikan dirinya batu loncatan atas perasaan pribadinya. Benar-benar tidak menimbang rasa, hanya memikirkan diri sendiri.

Setelah hari itu, hari-hari Arini diisi oleh pemandangan yang selalu mengiris hatinya. Dani dan Yuni yang kemudian menikah dalam waktu dekat, seolah tanpa sungkan menunjukkan kemesraan di depannya, sama sekali tidak peduli betapa sakit yang dia rasakan.

"Ibu merestui kamu, Arini. Pergilah, raih cita-citamu, obati lukamu." Arma mengusap kepala Arini sambil tergugu.

Arini adalah putri bungsunya. Berat rasanya dia untuk melepasnya pergi. Akan tetapi, berat p**a dia melihat gadis itu selalu menitikkan air mata setiap menatap kemesraan Dani dan Yuni. Sebagai ibu, Arma dapat merasakan begitu patahnya hati Arini.

Sebuah dompet kumal berlogo toko emas dia ulurkan kepada Arini.

"Ambil ini, Nak. Ibu hanya punya ini. Jual dan gunakan untuk keperluanmu. Kamu anak baik dan berbakti. Ibu yakin, Allah akan memudahkan langkahmu."

Maka hari itu, Arini melangkah dengan meninggalkan luka dan dendam, membasuh perih dengan air mata, menjadikannya batu loncatan untuk melompat lebih tinggi suatu hari nanti.

Arini melangkah dengan berbekal restu sang Ibu yang dia yakini selalu menembus langit. Dia mengambil seleksi masuk perguruan tinggi melalui jalur PMDK yang dulu dia ikuti diam-diam dan dinyatakan lulus.

Berbekal hasil penjualan perhiasan ibunya senilai Rp 500.000,00 dan tabungan beasiswanya selama SMA sebesar Rp 1.500.000,00, Arini memulai lembaran baru. Dia meninggalkan kampung halamannya di Kota Ngabang, menuju ibukota propinsi di mana Universitas Negeri satu-satunya di bumi Borneo itu berada.

***

"Rin, lagi makan?"

Arini gelagapan ketika Risa, teman satu kostnya tiba-tiba datang ke kamarnya. Ia segera meletakkan mangkuk mie instan yang dinikmati perlahan agar tidak cepat habis ke sudut tersembunyi. Kuah mie yang seharusnya berwarna, menyisakan bening karena kuahnya tidak sesuai takaran. Arini sengaja menambahkan banyak kuah, agar bisa lebih mengenyangkan.

Meskipun Arini cekatan menyembunyikan makanannya, Risa masih bisa menangkap isi mangkuk sahabatnya itu. Lebih banyak kuah, sementara mie hanya beberapa lembar.

Sebenarnya tadi dia sudah menawarkan nasi agar Arini lebih kenyang, tetapi gadis itu menolak. Risa tahu, Arini kerap mendapat cibiran dari teman kost yang lain karena selalu meminjam kompor miliknya jika hendak memasak. Arini tidak ingin dicibir lebih dalam, jadi dia menolak pemberiannya.

Arini tidak memiliki kompor. Tidak ada dana lebih untuknya membeli barang itu.

Jika keuangan masih lumayan, Arini lebih memilih untuk membeli nasi bungkus seharga lima ribu di warung sekitar kampus. Jika keuangan benar-benar menipis, dia hanya membeli mie instan dan menumpang kompor Risa untuk memasak. Tidak jarang, jika terlalu sungkan untuk meminjam kompor, Arini hanya merendam mie instannya dengan air putih.

"Eh, iya, Sa," sahut Arini setelah ia berhasil menyembunyikan mangkuknya, "ada apa, Sa?" Ia bertanya kikuk karena merasa terkejut atas kedatangan Risa yang tiba-tiba.

"Ada telepon dari orang tuamu, Rin." Risa mengulurkan ponselnya kepada Arini. Sontak mata Arini berbinar. Dia memang meminta ijin pada Risa untuk memberikan nomor ponselnya pada keluarganya. Dia sendiri tidak memiliki alat komunikasi itu. Begitu p**a keluarganya. Akan tetapi, keluarganya bisa menghubungi dengan meminjam ponsel tetangga atau menelepon melalui wartel.

"Benaran, Sa?"

"Iya." Risa mengangguk tidak kalah bahagia setelah melihat binar di mata Arini, "Kamu ngobrollah dengan orang tuamu. Aku kembali ke kamar," lanjutnya.

"Terima kasih, Sa."

"Sama-sama."

Bibir Arini bergetar ketika dia menyapa Arma di ujung telepon, wanita yang sangat dirindukannya. Air matanya begitu saja mengalir. Selama lima bulan ini, tidak pernah dia p**ang atau sekadar menelepon. Hanya sepucuk surat dia kirimkan melalui orang satu kampung yang tidak sengaja dia temui sedang berada di kota khatulistiwa ini. Nomor Risa ini pun dia kirimkan melalui surat itu.

"Ibu apa kabar? Baik 'kan?" ucapnya menahan serak. Dia tidak ingin tangisnya terdengar, meskipun hanya sekadar tangis kerinduan. Dia tidak ingin membuat wanita yang mulai lanjut usia itu bersedih.

"Baik, Nak. Alhamdulillah. Kamu sendiri bagaimana kabarnya?"

"Arini juga baik, Bu. Alhamdulillah."

"Alhamdulillah kalau begitu. Sekarang kamu lagi apa? Sudah makan?"

"Sekarang ini Arini lagi makan, Bu," terang Arini.

"Oh, pakai apa?"

"Ini ... Arini lagi makan mie."

"Makan mie?"

"Iya, Bu."

"Jangan makan mie terus, Nak. Enggak sehat."

"Lagi pengen, Bu. Sesekali 'kan enggak apa."

"Oh, iya. Kalau sesekali enggak apa. Jangan lupa pakai nasi."

"Iya, Bu."

Arini menggigit bibir. Tidak mungkin dia memberitahu Arma yang sebenarnya, bahwa hari-hari hanya mie instan yang mengganjal perutnya. Itu pun hanya separuh. Tidak ada nasi seperti yang beliau titahkan. Arma sama halnya dengan ibu-ibu se-Indonesia, bahwa makan apapun haruslah dengan nasi.

"Ya, sudah, Nak. Ibu hanya memberi tahu, ibu ada titip uang sama Eka, anaknya Pak Hadi. Dia ada p**ang, dan hari ini kembali ke Pontianak."

"Ibu kirim uang?"

"Iya."

"Berapa?"

"Enam ratus ribu."

"Banyak sekali. Seharusnya ibu tidak perlu kirim uang. Uang pemberian dari Kak Aisyah masih cukup."

Arini tidak munafik, dia sangat butuh uang yang dikirim Arma. Akan tetapi, dia tahu bagaimana sebagai petani, kedua orang tuanya yang sudah memasuki usia lebih dari setengah abad itu pasti membanting tulang untuk mendapatkan uang sejumlah itu.

Aisyah adalah kakak kedua Arini. Dia merupakan satu-satunya saudara Arini yang bernasib mujur. Aisyah saat sekolah merantau dan ikut tinggal bersama orang. Sifatnya yang penurut dan rajin membuat orang itu dengan senang hati membiayai sekolahnya hingga SPK. Sekarang Aisyah menjadi perawat PNS di rumah sakit daerah Ketapang.

Setelah mengetahui Arini melanjutkan kuliah, Aisyah mengirim uang sebesar Rp 300.000,00 setiap bulan. Jumlah yang tidak besar, tetapi sangat disyukuri Arini. Dia tidak bisa menuntut lebih, sebab Aisyah pun baru memulai hidup bersama keluarga kecilnya.

Rp 300.000,00 jauh dari kata cukup untuk Arini memenuhi kebutuhan hidup. Dia masih harus membayar urunan listrik dan PDAM kost sebesar Rp 70.000,00 setiap bulan.

Kuliah di jurusan Pendidikan MIPA program studi Pendidikan Biologi, tugas laporan praktikum seolah tidak pernah ada habisnya, yang tentu saja menguras biaya.

Sementara orang tua Arini, sejak lima bulan ini memang tidak pernah berkirim uang. Selain keterbatasan komunikasi dan transportasi, memang kondisi keuangan yang tidak memungkinkan.

"Enggak apa-apa, Rin. Ibu tahu, ini juga pasti sangat sedikit. Tapi, ibu hanya bisa kirim segini. Uang ini bukan dari Bapak dan ibu semua. Tapi juga dari kakak-kakakmu."

"Iya, Bu. Terima kasih." Arini nyaris tidak bisa menyembunyikan tangis harunya.

"Baik-baik di sana, ya, Rin. Ibu yakin kamu pasti sukses. Semoga di sana kamu bisa menemukan jodoh laki-laki yang shaleh, setia, dan mapan. Tentunya jauh lebih baik dari Dani. Ibu rindu kamu, Rin. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Arini terduduk sembari tergugu. Kata rindu dari Arma tidak sanggup dia balas. Begitu sesak rasa rindu itu di dadanya.

"Tunggulah, Bu, Pak, dan Kakak semua. Aku tidak akan mengecewakan kalian. Aku akan belajar dengan baik dan membuat kalian bangga," isaknya pelan.

28/10/2023

M̃ĩr̃ĩs̃ j̃ũg̃ã ñĩc̃h̃...

26/10/2023

Halo semuanya! 🌟 Anda bisa mendukung saya dengan mengirim Bintang, itu membantu saya mendapatkan uang untuk terus membuat konten yang Anda s**ai.

Setiap kali Anda melihat Stars, Anda bisa mengirimi saya Stars!

26/10/2023

Saya ingin memberikan apresiasi besar kepada pengirim Stars teratas saya. Terima kasih atas semua dukungannya!

Polapa Rny

Wajib dibaca bapak2 yang punya istri guru..Sabar yaaa.. 😂😂😂😂😂Kekeh aq bacanya......Curhat Suami Punya Istri Guru -------...
25/10/2023

Wajib dibaca bapak2 yang punya istri guru..
Sabar yaaa.. 😂😂😂😂😂
Kekeh aq bacanya......

Curhat Suami Punya Istri Guru
-------------------------------
Oleh: Bapak Widjojoko (Dosen UPI Serang)

Dulu, saya memang sengaja pilih istri mahasiswa jurusan pendidikan, karena ujungnya jadi guru, bukan bidan, atau suster.

Hemat saya, guru itu punya waktu longgar. Seperti guru SD saya dulu. Biar bisa ngurusi anak di rumah.
Hidup damai, tentram, dan sejahtera.


Istri punya banyak waktu luang.
Sore-sore bisa ngobrol di amben depan rumah. Bersama anak.
Di kampung, guru itu dihormati.
Bayaran guru saat ini juga lumayan, jika guru negeri.
Jika guru luar negeri, tentu saja tergantung keberuntungannya.😊

Kenyataan, mimpi cuma mimpi.
Masak saja, bilangnya gak sempat.

Takut telat.
Lawuh nasi cuma beli.
Kadang penyet, kadang masakan bali.
Berangkat pagi sekali. Anak belum juga mandi.
Takut sama check clock.

Check Clock itu nama kepala sekolahkah?
Atau jangan-jangan itu pengawas?
Entahlah!

Pulang sekolah sampai sore. Bilangnya lelah .
Lelahnya melebihi kuli. Badan katanya capek semuanya, kepala Pusing....

Selesai mandi, langsung hidupkan laptop.
Ditanya, cukuuuup njawab semaunya
Iya-tidak. Iya-tidak.
Tapi jika kehilangan barang, satu rumah rusuh semua.
Disuruh berhenti dulu bilangnya "ini penting sungguh".
Katanya buat perangkat mengajar, Besok ada supervisi,
Buat RPP,
Prota, Prosem,
Kisi-kisi Soal,
Abis itu koreksi,
Buat nilai, Isi raport online.

🤔Apakah istri saya gabung ojek online?

Kadang istri juga s**a main kertas di rumah.
Ruang tamu sudah mirip fotocopy.
Kertas di mana-mana.
Anak mendekat, langsung disentak.
Disuruh pergi. Bikin bingung saja.
Bikin sumpek. Bikin pusing.
Saat saya tanya, katanya sedang pemberkasan.🤔

Makanan apa itu? Jangan-jangan pemberkasan itu nama orang. Semacam kepala dinas begitu.
Entahlah!

Malam-malam masih juga sibuk Tak juga tidur Bilangnya menunggu sinyal
Katanya mau upload data, Sertifikat dll. Kalau siang tak bisa karena Sinyal lelet.... Ah, hingga dini hari, tak juga ia selesai.

Saya ketiduran,😰

Dari ingin, jadi dingin.

Liburan.... saya pikir bisa diajak berkunjung ke orang tua. Nyatanya nggak... Tiap pagi masih ke sekolah. Katanya finger print. Jika telat bisa dipecat.

Sabtu Minggu juga. Ada diklat, seminar, juga diseminasi.
Ah, menyebalkan sekali.

Juni Juli.

Bilangnya jadi panitia PPDB zonasi.
Au ah, gelap...

Jika saya jadi menteri, liburannya saya tambahi. Setahun dua tahun. Biar bahagia para suami Yang istrinya jadi guru.
̃ẽm̃ũã orang

̃ẽm̃ũã õr̃ãñg̃
23/10/2023

̃ẽm̃ũã õr̃ãñg̃

ที่อยู่

Pättïmürä Jäkärtä
Bangkok

เบอร์โทรศัพท์

+6285242798549

เว็บไซต์

แจ้งเตือน

รับทราบข่าวสารและโปรโมชั่นของ Aamiin Allahumma Aamiinn..Ibuku adalah Rajakuผ่านทางอีเมล์ของคุณ เราจะเก็บข้อมูลของคุณเป็นความลับ คุณสามารถกดยกเลิกการติดตามได้ตลอดเวลา

วิดีโอทั้งหมด

แชร์


ครีเอเตอร์ดิจิทัล อื่นๆใน Bangkok

แสดงผลทั้งหมด