09/10/2023
Terkait Kepemilikan Lahan, Warga Sidoarjo Gugat Seorang Dokter ke Pengadilan Negeri
Umur 2 Tahun Sudah Bisa Bikin Akte Jual Hingga Keluar Sertifikat Tanah, Pemilik Lahan Menggugat ke PN Sidoarjo
Didampingi Pengacara Abdul Malik, SH, MH, Karto Kardi Gugat Dokter Yang Menguasai Lahan Dengan Sertifikat Tanpa Dasar
Sungguh Hebat, Seorang Dokter Kuasai Lahan Tanah dengan Akte Jual Beli Yang Tak Terdaftar di Kecamatan?
Dokter Athoillah Digugat Karto Kardi Ke PN Sidoarjo, Terkait Akta Jual Beli Tak Terdaftar Di Kecamatan Tapi Keluar Sertifikat
Surabaya - Seorang warga Desa Kedungpeluk kecamatan Candi Karto Kardi mengugat kepemilikan lahan seluas 5,7 hektar di Sidoarjo yang saat ini dimiliki oleh Dr. Mochmmad Athoillah. Dalam akta jual beli atas lahan yang diklaim milik Karto ini dinilai tidak sah dan cacat hukum, karena itulah ia melakukan gugatan.
Melalui pengacara penggugat, H. Abdul Malik, SH, MH menjelaskan, pihaknya sudah mendaftarkan perkara Perbuatan Melawan Hukum ke Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo, dengan registrasi nomor 315/Pdt.G/2023/PN Sda. Dimana yang menjadi tergugat Dr. Mohamad Athoillah dan Kepala Kecamatan Sidoarjo, serta Badan Pertanahan Kabupaten Sidoarjo yang ikut sebagai turut tergugat.
“Kami gugat karena dari pengakuan klien kami, dirinya tidak pernah menandatangani akta jual beli yang dibuat oleh camat dan terbit pada tahun 1978,” terang Abah Malik sapaan akrabnya kepada media, Senin, (9/10/2023) di Surabaya.
Kata Ketua DPD Kongres Advokat Indonesia (KAI) Jawa Timur ini, pihaknya pun mempertanyakan umur dari tergugat Athoillah yang tercantum dalam akta jual beli tidak sesuai dengan aslinya yakni umur 25 tahun, padahal jika dihitung dari tahun lahirnya 1976, maka umur Athoillah seharusnya 2 tahun sedangkan umur Karto Kardi selaku penggugat sudah sesuai aslinya.
Abah Malik menduga kejadian ini melibatkan mafia tanah dalam perkara, dengan menyusul terbitnya sertifikat tanah atas nama tergugat Athoillah.
“Asal mulanya ini sewa yang kemudian sudah berakhir. Tapi entah bagaimana terbit sertifikat pada tahun 2001 atas nama Muhamad Athoillah, kami menduga ada permainan mafia tanah,” lanjutnya.
Dugaan ini menyusul tidak adanya dasar untuk penerbitan sertifikat tanah, tidak ada kejelasan asal usul misalnya dari petok dengan nomer tertentu. Kata dia, kalau yang melakukan adalaj Mafia Tanah, pasti semua bisa dibuat dan diatur.
Pihak Karto Kardi sudah melaporkan dugaan perbuatan melawan hukum ini ke Polresta Sidoarjo pada bulan April 2023. Namun hingga saat ini, pihak penggugat belum menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP).
"Walau pernah ada pemeriksaan di bulan yang sama, April 2023. Informasinya para penyidik diduga sudah masuk angin, sehingga tidak melanjutkan kasus ini," ucap Abah Malik.
Sebelumnya juga pihak penggugat sudah pernah bersurat kepada Kecamatan Tahun 2022, terkait nomor akta jual beli tanah tahun 1978, yang menjadi salah satu dasar penerbitan sertifikat. Hasilnya Kecamatan menyatakan jika akta jual beli yang dimaksud Tidak Terdaftar di Kecamatan.
“Sudsh jelas keterangan camat bahwa tidak terdaftar akte jual beli tanah tersebut. Untuk itu kami meminta agar nantinya gugatan ini bisa dikabulkan, sehingga tanah kembali ke klien kami,” tegas Abah Malik
Sementara, pihak tergugat yakni dr. Athoillah mengaku tidak mempermasalahkan terkait gugatan tersebut. Sebab, lahan tambak sawah tersebut sudah dibeli berikut legalitasnya.
“Jika diperlukan, kami siap memberikan keterangan di Persidangan,” ujar dr. Athoillah saat ditemui di ruang kerjanya, sebagaimana dikutip dari media sidoarjo terkini.
Lebih lanjut, dr. Athoillah menjelaskan sejatinya persoalan tersebut pernah disidangkan di Pengadilan Negeri Sidoarjo beberapa puluh tahun yang lalu. Dan bahkan juga pernah mendapat keputusan inchrat dari Mahkamah Agung. Hanya saja, pada saat itu peninjauan kembali (PK) tidak dimanfaatkan oleh penggugat.
“Jadi, ini bukan gugatan yang pertama. Sebelum sekarang ini juga pernah digugat dengan kasus yang sama,” jelasnya.
Sebelum diperjual-belikan, lanjutnya, lahan tambak tersebut pernah disewa oleh orang tuanya, yakni H. Machfud. Selang beberapa tahun kemudian, pemilik berniat menjual lahan tambak seluas kurang lebih 5,7 hektar tersebut.
“Nah, pada saat itu Abah saya berniat membelikan lahan tambak tersebut untuk saya. Abah kemudian konsultasi dengan pihak kecamatan, katanya diperbolehkan jika diatasnamakan anaknya (saya). Sehingga terjadilah jual beli itu,” terangnya.
Selain digugat di Pengadilan Negeri Sidoarjo, Pihaknya juga mengaku pernah dipanggil pihak kepolisian Polresta Sidoarjo untuk dimintai keterangan terkait kepemilikan lahan tersebut.
“Ketika saya dimintai keterangan, ya saya datang, dan saya selesaikan. Saya bawa bukti-buktinya semua. termasuk ada Keputusan MA, dan sertifikat lahan tersebut,” tandasnya. (red)