11/10/2024
Me : "Ma, dia pingsan!"
Mama : "Pingsan, ya gampang! Tinggal buka b***nya, balurkan minyak kayu putih ke seluruh t***nya! Setelah itu, lakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh suami kepada istrinya!"
Whaaaaattttsss????!!!!
******
"Status kita memang adalah suami istri! Tapi jangan banyak berharap dari pernikahan ini! Aku sama sekali tidak tertarik terhadapmu! Kamu lebih pantas menjadi pembantuku! Bukan! Bukan pembantuku! Tapi ... bu--dak--ku!" Kuberikan senyum seringai kepada perempuan yang beberapa jam lalu, baru saja kunikahi itu.
Perempuan yang tidak memiliki daya tarik sama sekali. Bahkan pakaiannya saja, lebih pantas disebut sebagai karung goni.
Bagaimana tidak mirip dengan karung goni? Warnanya kecoklatan, sedangkan ukurannya juga kebesaran. Persis seperti pakaian orang lokal ketika jaman penjajahan.
Apalagi, itu!
Penutup kepalanya!
Semakin menegaskan, bahwa dia adalah perempuan yang kolot dan ketinggalan jaman. Ini sudah jaman maju, tapi dia seperti perempuan yang hidup di jaman batu!
Tidak bisa kubayangkan bagaimana bentuk rambutnya. Pasti kaku seperti sapu lantai, dan pastinya juga menjadi sarang milyaran ketombe.
Apalagi bau kepalanya. Pasti seperti bau comberan yang ada di perkampungan. Pastinya, juga ada banyak kutu yang kawin dan beranak pinak, dan berkembang biak di dalamnya. Sangat menjijikkan!
Ck!
Bisa-bisanya orangtuaku tiba-tiba menjodohkan putranya yang tampan rupawan ini, dengan gadis antah berantah yang sama sekali tidak kuminati.
Tega, memang!
******
Satu Minggu yang lalu ....
"Arsen, satu Minggu lagi, kamu akan kami nikahkan dengan gadis pilihan Mama!"
Uhuk! Uhuk!
Seketika aku langsung tersedak. Air putih yang hampir saja masuk ke kerongkongan, menyembur, muncrat keluar, mengenai wajah mamaku yang bicaranya terdengar di luar nalar.
Menikah?
Dengan gadis pilihan Mama?
Beliau pikir ini jaman Siti Nurbaya? Main jodoh-jodohan seenaknya?
"Nggak, Ma! Arsen nggak mau. Apaan, jodoh-jodohan. Kayak nggak laku saja!" Kuletakkan gelas dengan sedikit keras, ke atas meja.
"Memang kamu nggak laku, kan? Selama ini, mana ada, kamu membawa pacar?" Mama menyanggah ucapanku, sambil tangannya sibuk membersihkan wajahnya dengan selembar tisu.
"Tidak membawa pacar, bukannya tidak laku, Ma. Bahkan kalau Mama mau, saat ini juga, Arsen bakal bawakan untuk Mama, seorang calon menantu! Atau, jika Mama mau, bahkan bukan hanya satu orang. Dua, tiga, atau empat, Arsen juga bisa!" Gelas yang masih berisi setengahnya, kuambil lagi, dan kuteguk isinya dengan tergesa-gesa.
"Jangan ngaco, kalau bicara. Satu saja tidak punya, malah mau sok sokan sampai empat segala!"
"Serius, Ma. Kalau memang Mama sudah ngebet pingin Arsen menikah, hari ini juga, Arsen bakal bawa p**ang calon istri."
"Tidak bisa, Arsen! Mama sudah terlanjur melamar gadis itu!" Perempuan yang telah melahirkan aku itu, terdengar melembutkan intonasi suaranya.
"Astaga ... kenapa bisa seperti itu, Maaaaa?" Sekuat tenaga aku berusaha menahan geramnya rasa. Sementara, Mama justru santai, dengan wajahnya yang nampak begitu tenang seolah tiada dosa.
"Pernikahan itu untuk seumur hidup, Maaaa ...." Aku bicara dengan nada putus asa.
Ya, baru dua hari aku p**ang dari luar negeri. Dan tiba-tiba sudah mendapatkan berita seperti ini. Tentu saja, aku merasa syok setengah mati.
"Ya, Mama tahu. Sangat, tahu. Pernikahan itu memang untuk seumur hidup. Makanya, Mama langsung, yang pilihkan calon untuk kamu. Mama pilihkan gadis yang terbaik di antara semua yang terbaik."
"Baik menurut Mama, belum tentu baik menurut Arsen!"
"Bukan seperti itu! Yang benar, baik menurut Mama, insyaallah baik untuk kamu. Tapi baik menurut kamu, belum tentu baik untuk masa depanmu!" Dengan mudahnya, Mama menyanggah ucapanku.
"Mama sudah hidup jauh lebih lama daripada kamu. Sudah kenyang makan asam garam kehidupan. Nanti sore, kita akan datangi gadis itu. Kamu bisa melihatnya, bisa mengenalnya. Kalian bisa ta'aruf, terlebih dahulu." Mama melenggang begitu saja, tanpa mempedulikan aku yang semakin ternganga.
Beliau berjalan menaiki satu demi satu anak tangga, menuju ke kamarnya.
"Ma!" Kususul langkahnya.
"Apakah dia cantik?"
"Tentu saja cantik. Bahkan bukan hanya wajahnya yang cantik. Hatinya bahkan jauh lebih cantik."
"Kalau dibandingkan dengan Amanda, siapa yang lebih cantik?"
"Amanda, siapa Amanda?"
"Itu pemain film best seller itu. Yang Mama tonton dua Minggu yang lalu, yang Mama bikin status di media sosial itu."
"Oh, dia? Memang dia siapanya kamu, sampai mau kamu bandingkan sama calon istri kamu?" Mata itu, menelisik ke arahku.
"Ya kalau Mama mau, saat ini juga, Arsen bisa membawa p**ang Amanda ke sini, sebagai calon menantunya Mama. Mama mau nggak, punya menantu bintang film?"
Ya, Amanda adalah salah satu gadis yang selama ini begitu gencar mendekatiku. Salah satu, di antara beberapa gadis yang berharap bisa menjadi pacarku. Hampir setiap hari dia meneleponku. Berbasa-basi menanyakan kabarku, dan akhirnya dia akan bilang bahwa dia akan setia menun