11/10/2024
Me : "Ma, dia pingsan!!!"
Mama : "Pingsan ya gampang! Tinggal buka b***nya, balurkan minyak kayu putih ke seluruh t****nya! Setelah itu lakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh suami kepada istrinya!"
What's?!!!!
Part 2. Maksudnya, apa?
POV. Arsenio
"Dia adalah salah satu anak yang dibesarkan di panti asuhan ini, sedari bayi."
Mendengar ucapan Mama, tiba-tiba saja kepalaku terasa pening tidak karuan. Pandanganku mendadak menjadi seperti berputar-putar. Aku benar-benar merasa seperti ingin pingsan.
"Jadi, Mama mau menjodohkan aku dengan gadis yang hanya berasal dari panti asuhan?" Sekali lagi, aku bertanya ingin memastikan.
"Memangnya, kenapa kalau dia gadis dari panti asuhan? Kamu tidak s**a?"
"Ya jelas tidak s**a lah, Ma. Kita itu berasal dari keluarga yang terpandang. Kaya raya. Punya perusahaan di mana-mana. Aku calon CEO, masak iya, istriku--"
Tidak kuteruskan ucapanku. Rasa kesal ini benar-benar menguasaiku.
"Kamu pikir gadis yang hidupnya di panti asuhan itu, hina, iya? Tidak pantas bersanding dengan kamu yang merasa kaya raya, iya?! Ingat, Arsen! Harta itu hanya titipan. Titipan! Kapan pun bisa diambil oleh pemiliknya. Seharusnya kamu itu merasa malu, berbicara seperti baru saja. Bilang terpandang, kaya raya, punya perusahaan, kamu tidak tahu, semua itu milik siapa?" Mama menjeda kalimatnya. Beliau menatapku dengan mata yang tampak menyala nyala.
"Itu belum menjadi milikmu. Itu semua, kakekmu yang dulu merintisnya. Dan papamu yang mengembangkannya hingga menjadi besar seperti sekarang. Dan kontribusimu, apa? Kamu belum punya kontribusi apa-apa. Kamu baru saja lulus kuliah. Sok sokan mau mengaku punya perusahaan di mana-mana! Mengaku calon CEO p**a!" Sambil berbicara, Mama sambil menekan jidatku dengan satu jari telunjuknya.
"Ya tapi kan, meskipun Arsen belum terjun ke perusahaan, tetap saja, Arsen adalah pewaris tunggal. Mau diberikan kepada siapa lagi, perusahaan itu, jika bukan kepadaku? Bahkan Papa juga sudah bilang, bahwa mulai besok, aku sudah harus masuk ke kantor, untuk mulai belajar mengelola perusahaan?"
"Kamu hanya akan diberikan kesempatan untuk mengelola perusahaan, jika kamu sudah menikah. Jika kamu belum menikah, maka tidak akan ada kesempatan."
"Tapi tetap saja, Ma. Aku tidak mau menikah dengan gadis yang hanya gadis biasa saja. Aku maunya menikah dengan gadis yang setara dengan keluarga kita!"
"Arsen ... Mama beritahu, ya? Menikah itu bukan soal harta. Bukan soal rupa. Nantinya, yang akan menemani kita, yang akan menghadirkan kenyamanan dan ketentraman di hati kita, itu bukan karena hartanya. Tapi akhlaknya. Jiwanya. Perilaku baiknya." Kali ini Mama berbicara dengan lebih pelan daripada sebelumnya.
"Bagaimanapun juga, harta itu bukan sumber kebahagiaan," ucap Mama selanjutnya.
"Tapi tetap saja, harta itu penting, Ma. Apa-apa yang ada di dunia ini, harus memakai u4ng. Naik haji, pakai u4ng. Bersedekah, pakai u4ng. Menyantuni anak yatim, pakai uang. Membangun masjid, pakai u4ng. Harta memang bukan sumber kebahagiaan. Tapi, tanpa harta, itu merupakan sumber malapetaka, Ma."
"Iya, kata-katamu memang benar. Harta itu penting. Dan kita sudah memilikinya. Harta kita sudah lebih dari cukup, untuk semua itu. Jadi kamu tidak perlu mencari pasangan yang berasal dari keluarga yang kaya raya. Kamu cuma perlu gadis yang cantik, cerdas dan salihah. Cerdas dan salihah itulah, harta yang sesungguhnya. Paham, kan?" Kali ini, Mama mengusap pucuk kepalaku dengan sayang.
"Yuk, kita turun." Mama meraih tanganku, mengajakku turun dari kendaraan besi yang kami tumpangi.
"Tidak, Ma, Arsen mau di sini saja." Kutolak dengan halus, ajakan Mama.
"Ayolah, Arsen ...."
Mama masih berusaha membujukku. Namun aku tetap kukuh dengan penolakanku.
Hingga akhirnya, tiba-tiba saja mata wanita itu nampak begitu berbinar, ketika melihat ada seorang gadis yang keluar dari panti asuhan.
"Itu Kylie. Kylie, Sayang. Dia mau ke mana?"
Mama langsung turun begitu saja, diikut oleh sopirnya.
Pandanganku, seketika langsung tertuju pada gadis yang kini sedang disapa oleh mamaku itu.
Gadis yang terlihat kusam, menggend**g dua anak kecil di bagian depan dan belakang. Dia memakai baju warna hitam, dan nampak kedodoran. Kakinya hanya beralaskan sandal jepit yang juga kebesaran.
Sungguh memprihatinkan. Bukan, bukan nasibnya yang memprihatinkan. Melainkan nasibku. Bisa-bisanya aku dijodohkan dengan gadis seperti itu.
"Arsen! Ayo, turun." Mama menghampiri mobilku.
Namun dengan secepat kilat, aku langsung berpindah ke kursi kemudi. Dan untungnya, kunci mobil tidak dicabut dari tempatnya, oleh sang sopir.
Tanpa berfikir panjang, langsung saja aku menstater mesinnya, dan kuinjak gasnya dengan sekuatnya. Mobil melesat dengan cepat, meninggalkan halaman panti begitu saja. Tidak kupedulikan Mama yang berteriak-teriak meminta untuk berhenti. Biar saja mereka berdua p**ang dengan berjalan kaki.
*****
Sesampainya di rumah, aku langsung menghempaskan tubuhku di atas r.njang. Semakin membayangkan wajah si gadis kusam, kepalaku semakin terasa berdenyut nyeri tidak karuan.
Hingga akhirnya, ponsel yang ada di dalam saku celanaku terasa bergetar.
Amanda
Aku membulatkan mata, begitu melihat nama yang tertera. Sebuah ide pun mendadak muncul dari dalam cerukan kepala.
"Arsen, kamu p**ang kok nggak bilang-bilang dulu sama aku, sih? Kalau kamu bilang, kan aku bisa jemput kamu di bandara." Suaranya yang terdengar mendayu-dayu, pun langsung masuk melewati gendang telingaku.
"Aku buru-buru, waktu itu. Jadi memang nggak ngabarin siapa-siapa, kalau mau p**ang." Aku menjawab dengan suara datar, biasa-biasa saja. Ya memang aku bisanya seperti ini, tidak bisa mesra-mesra, meskipun sebenarnya aku juga sedang ada maunya.
"Bisa nggak, kita ketemuan. Kangen banget nih, aku sama kamu, Sayaaang ...." Kali ini dia berbicara dengan begitu manja, seperti seorang istri terhadap suaminya.
"Boleh. Kapan kamu senggang?"
"Nanti malam, bagaimana? Sekalian aku mau traktir kamu makan malam di restoran. Itung-itung merayakan filmku yang booming."
"Bagaimana jika kamu makan malam saja di rumahku? Sekalian, kamu kenalan sama mamaku. Bilang saja, kamu itu pacar aku."
"Apaaa? Coba ulangi lagi. Aku takut salah dengar."
"Tidak ada siaran ulang. Kalau kamu mau, nanti jam tujuh tepat, kamu harus datang. Kalau nggak mau, biar aku cari perempuan lain."
"Mau, mau, mau!"
Langsung saja aku menutup telponku, begitu dia bilang mau.
Ya, semudah itulah aku mendapatkan perempuan. Bahkan jika aku mau, dalam satu hari, lebih dari sepuluh perempuan, bisa aku dapatkan.
Harapanku, semoga saja nanti setelah Mama bertemu dengan Amanda, beliau akan berubah pikiran. Lebih memilih sang bintang, dan mau membatalkan lamarannya dengan si gadis panti asuhan.
*****
Menjelang waktu Maghrib, Mama p**ang dari panti. Beliau mengomel panjang lebar, tiada berhenti. Namun sama sekali aku tidak peduli. Masuk lewat kuping kanan, langsung keluar melewati kuping kiri.
Jam tujuh tepat, seusai sholat isya, seperti biasanya kami melakukan kegiatan makan malam. Sebuah meja berbentuk oval dengan ukuran sedang, sudah penuh dengan aneka hidangan.
Dan saat itulah, Amanda benar-benar datang. Semua mata langsung tertuju ke arahnya.
"Sayaaang ... aku belum terlambat, kan? Maaf, jika sedikit telat. Soalnya tadi harus ke salon dulu."
Dengan setengah berlari, gadis itu sudah langsung memelVkku. Bahkan dia hampir saja menciVm kedua p**iku, jika saja aku tidak segera mengelak dari b1bir itu.
"Om, Tante, pastinya sudah kenal saya, d**g? Saya Amanda, artis yang sedang naik daun. Om sama Tante, nonton filmnya, kan?"
Gadis itu berjalan ke arah mamaku. Telapak tangannya terulur, hendak memelVk wanita yang tengah berdiri di seberangnya itu. Dan tanpa kuduga, Mama pun menyambutnya, memelVk gadis itu. Papa pun juga menyalami gadis itu, dengan menunjukkan wajah ramahnya.
Lega, rasanya. Aku yakin, sebentar lagi, posisi gadis panti itu akan digantikan oleh Amanda.
"Tante, Arsen bahkan sudah melamar saya secara pribadi, loh. Dia bilang, tidak lama lagi, katanya dia akan segera menikahi saya." Amanda tersenyum manis di akhir kalimatnya. Mama pun membalas tersenyum juga.
"Selamat, ya? Jika memang benar seperti itu adanya. Itu artinya Arsen memang sudah siap untuk hidup mandiri tanpa sponsor dari kami."
"Maksud Tante, apa?"
Cerbung ini sudah ending di KBM SPP.
Judul : BERLIAN YANG NYARIS HILANG
Penulis :