Dee Dee

Dee Dee membantu pemula mengenal dan menggunakan canva untuk design konten jualan & hiburan di media sosial.

Bagaimana menurut Anda?Pe*******on Test aja butuh 113 M. apalagi yg serius ngebajak. aneh gak sih? apa mungkin ini cuma ...
03/07/2024

Bagaimana menurut Anda?

Pe*******on Test aja butuh 113 M. apalagi yg serius ngebajak. aneh gak sih? apa mungkin ini cuma akal-akalan agar data yang dibajak tidak bisa kembali dan dinyatakan hilang karena ada sesuatu yg harus dihilangkan?

mau gak suudzon, tapi wakanda. 😏😏😏😏

29/02/2024

Bismillahirohmannirohhim

Assalamualaikum wrwb

Hari ini rencananya mau nerusin cerita kemarin, tetapi ada inbox masuk. ada yang sudah aku jawab langsung ada yang belum. mungkin banyak yang mempunyai pertanyaan yang sama tentang ceritaku kemarin

Jadi hari ini aku akan spill beberapa pertanyaan yang ada di inbox semalam.

Pertanyaan yang panjang aku ringkas, ya, Mak.

1. Apakah Mbak sudah tabayun dengan pihak pondok? apakah masalah yang ada tidak berawal dari anak sendiri? biasanya santri putri tidak akan bereaksi jika tidak ada yang mengawali.

Jawabanku: Aku tidak bisa bertemu langsung dengan pihak pengurus pondok, wali kelas, dan guru pengawasnya karena posisiku ada di Taiwan. tapi, aku selalu berkomunikasi intens dengan semua pihak yang terkait. dari penjelasan mereka, aku merasa semua kesalahan ditimpakan kepada anakku dengan menyebut anakku manja, ngalem, tidak mandiri. Anak bungsuku aku tinggal sejak umur tiga tahun. selama ini tidak pernah punya masalah dengan siapa pun baik di sekolah maupun lingkungan rumah. anakku ini ceria, lincah, dan ekstrovert. beda dengan dua kakaknya yg introvert dan tidak begitu terbuka. setiap teleponan dia akan bercerita apa saja dg bebas tanpa sungkan. setiap punya keinginan dia akan spontan bicara dan tidak ragu mengutarakan apa yg dipikirkannya. tapi selama di pondok hampir 3 tahun, anakku ini berubah drastis. aku kehilangan keceriaan dan spontanitasnya yang selalu membuat kami tertawa jika sedang telponan bareng2. aku sempat berpikir hal yg sama. mungkin anakku yg tidak bisa beradaptasi, tetapi setelah aku tanya sana sini aku baru tahu kalau teman-teman dia juga banyak yg mengalami hal serupa. dari 100an santri putri di awal tahun, hanya tersisa kurang dari 60 santri di akhir tahun. pastinya bukan tanpa sebab kalau jumlah santri angkatan anakku berkurang cukup besar. berkali-kali anakku minta pindah, tapi bapaknya memaksanya utk bertahan karena beberapa pertimbangan. aku yg tidak di rumah, terpaksa manut dg keputusan suami.

2. Anaknya enggak punya teman ya, Mbak? apa anaknya pelit dan perhitungan? biasanya yg begini dijauhin teman di pondok.

Maaf, ya, Kak. tiga anakku bukan tipe anak yg perhitungan sama teman2nya. anakku rela enggak jajan demi bantu teman yg enggak punya peralatan sekolah. anakku rela sepatunya dipakai gantian sama sepupunya yang enggak bisa beli sepatu. setiap beli apa pun selalu ingat teman. di pondok, biaya jajan anakku gila-gilaan. enggak cukup seminggu buat jajan 500rb. Anakku punya teman banyak kalau dia masih punya jajan atau sesuatu yg dibutuhkan teman-temannya. kalau jajan habis, bubar semua. hampir 3 tahun anakku dimanfaatkan. dia enggak pernah ngadu, enggak pernah bilang ke bapaknya yg selalu nyambangi. anakku sering pulang krn sakit dan sering banget ketika balik ke pondok ada aja peralatan mandi, peralatan sekolahnya hilang semua. bayangin, peralatan mandi termasuk ember bisa raib tak berbekas dan setiap tanya malah dibentak2 sama pengurus dan seniornya. puncaknya yg buat aku emosi, waktu kasur dia yang entah keberapa aku beli, hilang. kata temannya kasur anakku sengaja dibuang oleh si tukang bully. aku protes ke wali kelasnya. anaknya mengaku membuang kasur krn kasur anakku ketumpahan mie rebus. padahal kasur anakku tidak pernah dipakai. dilipat dimasukkan ke dalam tas pelindung. lagi2 pengurus pondok menyalahkan anakku yg teledor menaruh kasurnya.

3. Pasti ada sebabnya, mbak. Mbak enggak coba tanya kenapa teman2nya membully anaknya mbak.

Memang ada sebab. dari cerita anakku dan teman yang pernah jadi korban juga dan sudah keluar dari pondok lebih dulu. si tukang bully ini memang dasarnya sudah tdk beres dari sebelum masuk pondok. dia sering bolos dan kabur. kenapa pondok enggak memberi sangsi? sudah. tapi ya enggak ngefek. anaknya termasuk pintar dan sering jadi wakil pondok untuk tampil di luar pondok. jadi itu salah satu alasan kenapa pihak pondok terus2an melindungi si tukang bully.
jadi ada kejadian ketika anakku sakit dan si tukang bully ini kabur dari pondok mau ketemu sm pacarnya. anakku izin 2 dua hari, minggu sore diantar ke pondok lagi sama bapaknya. ternyata si tukang bulli ini belum balik ke pondok. entah siapa yg mengadu, pengurus tahu kalau ada yg kabur. anakku yg enggak tahu kalau si tukang bulli ini kabur, jadi sasaran kemarahan waktu dia kena hukuman. sejak itu anakku jadi bulan2an gengnya.

4. MAsa bu nyainya seperti itu? saya agak ragu kalau yg ini. Bu nyai itu biasanya lembut dan mengayomi santri. kalau galak pasti anaknya yg gak beres.

Saat suami dan anakku menghadap bu nyai, HP tersambung denganku. aku mendengar jelas semua percakapan. termasuk tuduhan yg katanya anakku menghasut beberapa santri utk ikut pulang dan kabur. saat anakku terakhir izin pulang krn sakit dan badannya panas, ada teman yg memaksa ikut pulang. waktu ditanya anakku, temannya bilang kalau sudah dapat izin dari pengurus dan wali kelas. ternyata anak ini kabur dan enggak dapat izin. pihak pondok menghubungi keluarganya dan meminta si anak ini segera balik ke pondok. MInggu pagi dia diantar bapaknya ke pondok, sedangkan anakku tidak mau balik ke pondok dan terus nangis. Anakku baru tahu kalau ternyata temannya itu memfitnah anakku dg bilang kalau dia dipaksa ikut pulang sama anakku. suami dan anakku berusaha menjelaskan dan membela diri, tapi si nyai ini sama sekali enggak mau dengar penjelasan dari pihakku. suamiku emosi juga pada akhirnya dan memutuskan mengajak pulang anakku.

5. Kok anaknya masih dipondokin, apa enggak kasihan?

Aku enggak pernah memaksa anak untuk masuk pondok. Dua anakku sangat ingin masuk pondok. aku berusaha membujuk anakku tapi mereka sendiri yg ngeyel. sebagai ortu kami cuma bisa mendukung dan mendoakan yg terbaik.
Ada kekhawatiran hal yg sama terulang lagi, Tapi anakku yg nomor dua, meyakinkan aku kalau dia akan menjaga adiknya. Alhamdulillah, sekarang anakku sudah ceria lagi meskipun tiga bulan pertama masih ada dram tapi tidak separah di pondok sebelumnya.

6. anaknya enggak ikut ujian, enggak punya ijazah ya mbak? enggak eman to mbak? apa enggak bisa dibicarakan sebelum mengambil anak dari pondok? kalau begitu, anak yg jadi korban.

Tidak kurang-kurang kami berusaha bicara. bahkan pemilik pondoknya telepon anakku tapi menolak bicara dg aku atau suami. kan lucu. kami ortunya, tapi pemilik pondok tidak mau bicara dan enggan mendengar keberatan kami. dia mengancam anakku (saat itu HP kami terhubung dan aku bisa mendengar suara pemilik pondok ini yg mengintimidasi anakku) Dia bilang kalau hari itu anakku tidak balik ke pondok, anakku tidak akan bisa sekolah di mana pun. tidak bisa diterima di pondok mana pun sekitar blitar. kalau anakku mau balik ke pondok, cuma dihukum satu tahun mengulang di kelas 9. (WTF?) anakku bilang, "tidak apa-apa saya tidak sekolah, saya enggak akan mau balik ke pondok lagi".
SElesai? Tidak!! si kyai ini terus mengatai-ngatai anakku dg sebutan manja, ngalem, enggak bisa dididik, perempuan nakal, dll, dsb.

ada beberapa pertanyaan yg sudah aku jawab di inbox. kurleb hampir sama inti pertanyaannya. semoga ini menjawab beberapa orang yg ingin bertanya tentang ceritaku kemarin.

lanjutan Part 2-nya. aku posting nanti, ya, Mak 🙏🏻

28/02/2024

Bismillahirohmannirohim

assalamualaikum wrwb

Sedih banget dengan berita tentang santri Bintang yang harus kehilangan nyawa karena dibully seniornya di pesantren tempat dia menuntut ilmu.

Jujur itu membuat aku shock banget, apalagi membaca berita tentang luka-luka yang diderita almarhum. Menurutku itu sudah bukan bullying lagi. Itu Pembunuhan Berencana.

Aku juga sempat kecewa dengan beberapa opini yang menyalahkan orang tua yang mengirimkan anaknya mondok. Ada juga yang berpendapat kalau pondok tidak mempunyai perlindungan yang maksimal bagi para santrinya.

Di sini aku hanya ingin berbagi pengalaman rasanya jadi orang tua yang dua anaknya mondok.

Sebagai orang tua, aku dan suami tentu menginginkan yang terbaik bagi tiga anak kami. Kami tidak pernah memaksa anak untuk masuk pondok atau tidak. Anak pertamaku menolak ke pondok. Kami enggak masalah karena dia tetap belajar agama di masjid dekat rumah.

Anak ketiga, justru memaksa ingin masuk pondok saat hampir lulus SDI. Berkali-kali aku berusaha mencegah dengan dalih sekolah di MI dulu seperti kakaknya ( anak nomor 2). Namun, si bungsu tetap bersikeras ingin mondok. Akhirnya lulus SDI dia mondok di BLitar.
Bulan pertama masih aman, tetapi ternyata pondoknya tidak seindah seperti yang diceritakan teman-temannya.

Dari sini mulai muncul masalah. Anakku jadi sering sakit. Awalnya aku berpikir karena masalah adaptasi. Berhubung rumah kami dekat, jadi setiap kali dia minta dijemput, aku pasti segera meminta suami untuk menjemput. Setiap ada keluhan, sekecil apa pun itu, aku akan segera bertindak.

Puncak masalah terjadi saat tahun kedua. Anakku lebih sering sakit dan lebih sering pulang. Aku sama sekali tidak tahu kalau seringnya anakku bolak balik ke rumah membuat beberapa temannya yang tidak pernah dikunjungi keluarga menjadi iri. Anakku mengalami perundungan baik fisik mau pun mental. Meski mereka melakukannya tidak terang-terangan.

Pernah anakku minta dijemput karena kakinya bengkak hampir tidak bisa berjalan. Suami menjemput anakku dan membawanya ke dokter. Untungnya kakinya tidak parah. Saat di rumah aku telepon dan tanya kenapa kakinya bisa sampai bengkak. Awalnya anakku tidak mau mengaku. Setelah aku desak baru dia bercerita.

Waktu dia tidur, ada teman yang berjalan dan melewatinya dan menginjak kakinya. Anakku bangun dan menangis karena saat diinjak, si penginjak seperti sengaja menekan kakinya ke kaki anakku sampai anakku berteriak kesakitan. Dan dengan santainya, dia pergi sambil bilang, "eh, sorry gak sengaja". Padahal jelas-jelas dia sengaja berdiri di atas kaki anakku cukup lama. Teman yang lain cuma tertawa. Di lain hari kepala anakku agak benjol dan mengalami pusing. Katanya teman satu kamarnya berjalan di dekat dia duduk dan kelihatan sekali sengaja menghantamkan tasnya yang berisi kitab-kitab tebal ke kepala anakku. Setiap anakku mengadu ke pengawas, semua justru bilang kalau anakku manja dan ngalem.

Berkali-kali mengalami kejadian KETIDAKSENGAJAAN, membuat aku emosi berat. Aku berusaha menghubungi wali kelas dan pengurus kamarnya, tapi aku dilempar sana sini. kesabaranku habis!
Aku sengaja chat di WAG dengan huruf kapital, "ADA YANG BISA MEMBERITAHU SAYA BAGAIMANA CARANYA MENGELUARKAN ANAK DARI PONDOK INI? KALAU PIHAK PONDOK TIDAK BISA MELINDUNGI ANAK SAYA, TOLONG KELUARKAN ANAK SAYA SEKARANG JUGA." Saat itu juga semua ortu memberi reaksi.

Dari situ baru pihak pondok mau diajak bicara. Singkat cerita, anakku akhirnya mau berdamai dan kembali ke pondok karena waktunya hanya tinggal beberapa bulan lagi ujian kelulusan MI. Apakah masalahnya selesai? TIDAK.

Dua bulan sebelum ujian kelulusan, anakku telepon kakaknya (anakku yg pertama) sambil nangis. dia bilang minta dijemput karena sudah tidak tahan lagi. Aku segera telepon dia dan berusaha menenangkan, tapi dia tetap minta pulang. Akhirnya suami menjemput. Setelah di rumah, dia sama sekali tidak mau balik ke pondok apa pun yg terjadi. Dia memilih putus sekolah ketimbang harus balik ke pondok.

Dari Taiwan, aku menghubungi semua pihak yang ada di pondok dan meminta penjelasan kenapa anakku seperti trauma untuk masuk pondok lagi. Jawaban dari wali kelasnya, justru membuat aku naik pitam. Dia lebih mendengar keterangan anak-anak yg membully anakku ketimbang penjelasan anakku yg jadi korban. Aku tidak terima dengan alasan yg diberikan pihak pondok dan memutuskan untuk tidak mengembalikan anakku di pondok.

Ada beberapa alasan kenapa aku akhirnya bersikeras tidak mengembalikan anak ke pondoknya.

Wali kelas dia sama sekali tidak menunjukkan empatinya, dia terus menyalahkan anakku yg tidak mau bercerita saat di pondok dan kenapa justru bercerita kepada aku. (WTF?) Aku ibunya, semua anakku biasa bercerita apa saja, makanya aku tahu kalau ada yg tidak beres dengan anakku meski aku ada di negara lain.

Saat suami dan anakku bertemu dengan Bu Nyai, istri pemilik pondok, (Saat itu HP sengaja tetap terhubung denganku dan dipegang anakku jadi aku bisa mendengar semua ucapan kasarnya kepada anakku) dia justru mengintimidasi anakku dengan ucapan yang kasar dan sama sekali tidak menunjukkan rasa keibuannya.) Aku berharap banyak saat wali kelas anakku bilang kalau Bu Nyai ingin bicara dengan suami dan anakku sebelum keputusan final. Nyatanya, anakku malah di serang dengan kalimat yang justru menjatuhkan mental. Aku yg mendengarnya langsung emosi dan sempat bicara (Teriak) dari ponsel, tapi suami mematikan ponsel karena enggak mau aku ngamuk lagi.

Selama hampir tiga tahun anakku di pondok, biaya hidup dia sangat tinggi. Kakaknya yg kuliah di Yogya saja enggak sebesar itu. Setelah dia di rumah baru dia mau cerita kenapa selama ini dia sangat boros. Hal sepele dan remeh tapi kalau keseringan, ya, bikin mumet yg cari duit. Anakku seringkali (Dan ini sangat sering terjadi) peralatan mandi yang baru dibeli, tiba-tiba sudah habis. Misal sampo, beli pagi sore mau mandi botolnya sudah kosong. Sabun cuci bubuk, yg 1 kg enggak sampai 3 hari sudah tinggal bungkusnya. Aku belikan yg sachetan kecil. Ditaruh di lemari pun percuma, setiap anakku mau cuci baju, semua udah ludes. Itu terjadi hampir di semua perlengkapan anakku. Peralatan sekolah, seragam, baju, mukena. Dalam tiga bulan, anakku bisa kehilangan mukena 2x, seragam, kerudung, baju dalam, dan banyak lagi yg lain. Semua barang sudah diberi nama, tetapi cara mereka lbh licik. Ada yg dikasih pemutih, ada yang ditindih namanya, ada yg sulamannya digunting. Anakku yg pertama sampai kehabisan akal mencari cara agar barang2 adiknya bisa awet.

Aku sempat protes dan mengatakan kalau ada yg salah dengan sistem di pondok mereka. Tapi wali kelasnya yang baru saja lulus pondok cm bilang, "maaf, ya, Bu."

Finally, sebulan sebelum ujian kelulusan MI, aku resmi mengambil anakku dari pondok. Tiga minggu kemudian anakku menyusul kakak keduanya ke POndok Lirboyo, Kediri.

Apakah masalah selesai? TIdak juga.

Bersambung Part 2.

Address

Songshan Distrik
Taipei

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Dee Dee posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Dee Dee:

Share