07/10/2022
DAYAK LUNDAYEH / LUNBAWANG
Mengenal Etnik Lundayeh atau juga yang disebut Lunbawang merupakan salah satu kelompok suku Bangsa Dayak yang menetap di wilayah Sabah , sarawak , Brunei Darussalam dan Kalimantan Utara.
Di Sarawak dan Brunei mereka dikenali sebagai Lun Bawang yang bermaksud Orang tempatan atau orang pribumi. Selain di Sarawak dikenal istilah Lun Bawang dan mereka juga dikenal sebagai masyarakat Orang Ulu.
Untuk di Sabah lebih dikenali sebagai Lun Dayeh yang bermaksud Orang hulu atau pedalaman (yg artinya tempat asal mereka yang tinggal di hulu sungai.) Sedangkan di Kalimantan Utara lebih dikenal sebagai Dayak Lundayeh.
Sekarang sebagian besar kaum ini masih tinggal di Kalimantan Utara 25,000 jiwa , di Sabah 2,000 , di Brunei lebih 300 (Crain 1978) dan lebih kurang 15,000 di Negeri Sarawak (Sarawak Statistic Dept. 1980). Di Negeri Sarawak, mereka tinggal di wilayah Limbang, terutama sekali di Daerah Lawas.
Sejarah asal penempatan awal suku Lun Bawang yaitu di tanah tinggi Kerayan Kelabit kawasan tengah utara Borneo. Mereka telah berhijrah ke Sabah, Sarawak dan Brunei sekitar abad ke-17 dan ke-18 akan tetepi kebanyakan mereka masih ada di Kalimantan.
Terdapat beberapa sebutan bagi suku ini diantaranya adalah seperti; Lun Dayeh , Lun Dayah , Lun Dayoh , Lun Daya , Lun Lod , Lun Na Ba' , Murut Lun Daya , Kelabit atau Lengilu.
Pada umumnya kaum Lundayeh/ Lun Bawang ini mayoritas beragama Kristiani yang telah disebarkan oleh mubaligh kristen sejak sekitar tahun 1928-1930an.
Masyarakat lundayeh selain terkenal dengan kulit mereka yang putih dan 'sumandak' yang cantik-cantik, kaum lundayeh ini juga terkenal dengan sikap peramah, baik kepada pelancong maupun masyarakat di sekeliling ditambah mereka mengenakan Pakaian Adat-istiadat sehingga tampak sangat luar biasa.
Pakaian Adat Wanitanya;
Perbedaan pada pakaian tradisional Lundayeh Dan Lunbawang bagi wanita adalah disebabkan oleh tempat dan asal kelompok suku ini berkembang.
โSebagai contoh pakaian tradisional Lun Bawang (baju hitam) yang menetap di Sarawak.
โSedangkan Pakaian tradisional Lundayeh (baju putih) yang menetap di sabah dan pakaian tradisional Dayak Lundayeh (baju hitam bercorak) yang seperti yang ada di Kalimantan Utara.
Pemilihan bagi warna pada pakaian tradisional bagi suku ini mempunyai sebab dan keunikannya yang tersendiri. Dengan adanya berbagai macam corak dan warna pada pakaian tradisional Lundayeh ini membuktikan bahawa Etnik Lundayeh ini merupakan sebuah etnik yang Unik dan Istimewa.
Pakaian Tradisional bagi laki-laki ;
Masyarakat Lun Bawang kaya dengan kerajinan tangannya. Dahulu kala, Pakaian untuk kaum laki-laki dibuat dari kulit kayu yang dipanggil kuyu talun. Kain yang dililit dikepala p**a dipanggil sigar sementara cawat yang dipakai dipanggil abpar. Parang panjang yang diikat dipinggang dibawa untuk pergi berperang dipanggil pelepet. Bagi kaum wanita p**a, mereka mengenakan pata dikepala, beret di pinggang, bane dileher dan gileng atau pakel di tangan serta lengan.
Untuk laki-laki Lundayeh memakai baju talun "bakad talun" , cawat "abpar" , sigar , pakel , telungan , pelepet , karit , bakang , kelupit , Eput , Bau tulang , utab.
Selain itu , corak atau motif "arit" lundayeh yang tersendiri juga sangat mempengaruhi pada keunikan dan kegagahan bagi laki-laki lundayeh apabila memakai pakaian tradisional.
Pakaian tradisional Ini digunakan apabila menghadiri acara Perkawinan "IRAU AWEH" , keramaian seperti pesta Lundayeh " IRAU RAYEH LUNDAYEH DAN LUNBAWANG" , Pertandingan Ratu cantik " RURAN ULUNG & PADAN LIU BURUNG" , sewaktu Upacara adat yang dilakukan oleh nenek moyang , serta Dipakai sewaktu menghadiri Festival Kebudayaan atau Pelancongan.
Tempat Tersebut Tinggal ;
Masyarakat Lundayeh di Sabah memang sudah ada di Long Pasia sedari awal lagi sebelum membina beberapa penempatan baru di rumah panjang Kaban di pinggir Sipitang, Melamam yang turut didiami oleh masyarakat Keled / murut kolor.
Selain itu , masyarakat juga tinggal di kg Bamban, Mendolong, Batu Nuduk dan Long Mio di sekitar Tenom iaitu .
Semua penempatan baru untuk perpindahan semua lima kelompok masyarakat Lundayeh di sekitar Long Pasia ke Batu Tujuh dekat pekan Sipitang pada 1955 atas cadangan Pegawai Daerah ketika itu. Namun, atas faktor alam dan cuaca, beberapa keluarga mengambil keputusan untuk kembali ke kawasan pedalaman iaitu di kawasan Kg Long Pasia.
Cara kehidupan sehari-hari Masyarakat Lundayeh/ Lunbawang ;
Cara hidup dan bahasa masyarakat Lun Bawang dan Kelabit banyak persamaan. Ini dapat dilihat juga dalam cara mereka semasa menanaman padi bukit (tana luun) dan sawah padi(Lati baโ). Nasi yang menjadi makanan mereka dibungkus dengan daun pisang atau itip dipanggil Nubaโ Laya. Daging atau ikan yang telah diperam dengan garam serta disimpan didalam buluh selama lebih sebulan dipanggil teluโ serta rasanya akan menjadi masam masam masin sangat digemari kaum Lun Bawang. Begitu juga dengan salai (narar) mereka juga mendapat sumber garam dari telaga air masin yang lebih dikenali sebagai lubang main.
Dikawasan pedalaman beternak kerbau dan sapi menjadi sumber ekonomi sampingan serta menjadi hantaran emas perkawinan pihak pengantin lelaki kepada keluarga pihak pengantin perempuan yang dipanggil purut.
Silahkan dikoreksi Jika ada sejarah di atas kurang ataupun keliru Sekian dan terimakasi๐๐
Sumber=jurnal new borneo