Info viral

Info viral konten kreator video unik
(3)

Aneka resep brownis❤️❤️❤️
30/06/2024

Aneka resep brownis❤️❤️❤️

DATANG KE KANTOR DIKIRA MAU MINTA SUMBANGAN, SAMPE DIUSIR SEKURITI. MEREKA TIDAK TAHU SAJA KALAO AKU INI ..."Selamat pag...
16/06/2024

DATANG KE KANTOR DIKIRA MAU MINTA SUMBANGAN, SAMPE DIUSIR SEKURITI. MEREKA TIDAK TAHU SAJA KALAO AKU INI ...

"Selamat pagi, Mas. Mau kemana ya?" tanya pria berperawakan tinggi besar berseragam satpam itu.

"Pagi, Pak. Saya mau menemui Pak Rangga," jawab Jojo seraya menyunggingkan senyum ramah pada satpam tersebut namun yang terjadi satpam tersebut menatap Jojo dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Maaf, Mas, Pak Rangga sedang tidak bisa di ganggu kalau tidak membuat janji terlebih dahulu," ucap pria tersebut.

"Tapi, Pak, saya sudah membuat janji dengan Pak Rangga, tolong buka palang pintunya saya mau lewat," pinta Jojo dengan sopan.

Satpam itu menelisik penampilan Jojo dari atas sampai bawah, kemudian beralih pada motor merk honda tua yang di kendarainya.

"Kamu yang s**a ngangon kambing di padang dekat perumahan, bukan?" tanya satpam itu lagi membuat Jojo langsung mengangguk.

"Iya benar," jawab Jojo dengan semringah, "Bapak kenal saya ternyata."

"Oh, tau sekarang ternyata mau nyari sumbangan," gumam satpam tersebut seraya memalingkan wajah ke arah lain.

"Maaf, Mas. Saya rasa Pak Rangga tidak ada waktu menemui anda, silahkan p**ang saja," usir satpam tersebut.

Jojo mengerutkan keningnya, ternyata semua orang hanya menilai dari penampilan.

"Tapi, Pak -"

"Sudah pergi saja, datang lagi lain kali. Pak Bos sedang keluar kota," potong satpam tersebut.

"Baiklah, Pak, saya permisi," pamit Jojo, namun baru saja dia memutar motornya, terlihat sebuah mobil mewah berhenti dan seorang pria berpakaian rapi keluar dari sana.

"Tuan Mu-"

Jonathan langsung mengangkat tangan memberi kode agar pria di depannya tidak melanjutkan ucapannya.

"Maaf Pak Rangga, Mas ini bersikeras ingin menemui Pak Rangga tapi sudah saya usir kok, Pak," lapor satpam tersebut, "sepertinya sih mau minta sumbangan," gumam satpam itu pelan namun jelas terdengar oleh Jojo.

"Apa?! Memangnya kamu siapa? berani sekali mengusir orang tanpa izin dari saya, kamu tau dia siapa? dia adalah pe -"

Mata Jojo membulat sempurna saat Pak Rangga akan mengatakan identitas Jojo yang sebenarnya. Dengan cepat pria itu langsung memotong ucapan Pak Rangga agar tidak jadi mengatakan yang sebenarnya, kalau sampai itu terjadi akan membuat gagal rencana-rencana yang sudah disusun Jojo selama dua tahun terakhir.

"Ehm! Pak Rangga, maaf saya sudah membuat kekacauan di kantor Bapak pagi-pagi begini," potong Jojo, lagian pemuda itu tidak ingin satpam tersebut kejang-kejang nantinya kalau tau siapa Jojo yang sebenarnya.

"Maaf, Pak, saya pikir dia hanya ingin cari sumbangan di sini," jawab satpam tersebut, membuat Pak Rangga naik pitam, andai bisa dia akan langsung memecat saja satpam tersebut. Bagaimana bisa Tuan mudanya di katakan mencari sumbangan.

"Jangan sok berkuasa kamu, kalau saya tidak memberi perintah jangan sok-sokan mengambil sikap. Pemuda itu tamu saya, jadi jangan sembarang. Paham!" bentak Pak Rangga memberi peringatan membuat Pak satpam terkesiap dan menunduk cepat.

"Pa-paham, Pak."

"Buka palang pintunya," perintah Pak Rangga, sebelum kembali ke mobilnya pria yang sudah memasuki kepala empat tersebut memberi kode pada Jojo untuk masuk mengikutinya.

Sementara satpam itu memandang Jojo murka karena gara-gara Jojo dia jadi di marahi oleh atasannya.

"Awas saja kamu, akan saya kasih pelajaran nanti," monolognya seraya mengeratkan giginya karena kesal.

Setelah memarkirkan motornya, Jojo gegas mengikuti Pak Rangga yang sudah menunggu dirinya untuk masuk. Di lobi terlihat banyak mata memandang Pak Rangga seraya berbisik-bisik.

"Eh, siapa tu yang jalan sama Pak Bos?"

"Ituloh, anak kampung yang s**a ngangon kambing."

"Ngapain ya dia di sini? datang sama Pak Bos lagi."

Banyak pertanyaan-pertanyaan bermunculan dari para pegawai di sana, namun Jojo tak menghiraukan, pria itu langsung masuk ke lift bersama Pak Rangga.

Tiba di ruangannya, Pak Rangga mendaratnya bobotnya di sofa yang disusul Jojo kemudian.

Pak Rangga menghembuskan nafas kasar saat melihat penampilan anak bos-nya tersebut.

"Tuan muda, apa ini? kenapa datang ke kantor dengan penampilan seperti ini?" tanya Pak Rangga. Pria itu heran dengan tingkah absurd dari anak bosnya itu. Jika orang lain berlomba-lomba terlihat kaya dia malah mau orang menganggapnya miskin.

"Jadi anda juga menganggap apa yang saya kenakan tidak pantas untuk masuk ke kantor ini?" tanya Jonathan seraya mengambil air mineral yang sudah disediakan di ruangan tersebut lalu meneguknya pelan.

"Bukan begitu, tapi anda pemilik perusahaan ini, dengan berpenampilan seperti itu orang-orang akan salah paham pada anda, Tuan muda. Terlebih bagi mereka yang belum mengenal Tuan," jawab Pak Rangga, dia begitu heran dengan sang majikan yang mau hidup susah padahal punya segalanya.

"Biarkan saja dulu, Pak. Saya ke sini ingin melihat kondisi kantor dan pabrik kita karena semalam Papi menelfon dan meminta saya membawakan laporan perkembangannya. Ini juga karena anda, kenapa harus mengadu pada Papi."
"Hehehe, maaf Tuan," Pak Rangga terkekeh seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Tapi sampai kapan Tuan akan begini?" Melihat Jonathan menatap ke arahnya membuat Pak Rangga akhirnya pasrah, "baiklah ini laporannya, Tuan muda bisa memeriksanya." Pak Rangga mengangsurkan beberapa map yang harus di periksa Jonathan.

"Pak Rangga!" panggil Jojo seraya tidak melepas tatapannya pada laporan-laporan yang ada di sana.

"Iya, Tuan."

"Sepertinya mulai besok saya akan masuk kantor," ucap Jonathan membuat wajah Pak Rangga berubah cerah.

"Alhamdulillah ... Akhirnya Tuan Muda kembali ke jalan yang benar," pekik pria tersebut membuat Jonathan mengerutkan keningnya.

"Memangnya selama ini saya sesat?" timpal Jojo membuat Pak Rangga mendelik.

"Ya tidak, hanya saja selama ini Tuan memakai identitas palsu," jawab pria tersebut.

"Palsu bagaimana? nama saya masih Jonathan, belum berubah," jawab pemuda tersebut membuat Pak Rangga menggaruk kepalanya yang tak gatal. Sangat susah menghadapi sifat ajaib dari anak majikannya tersebut.

"Tolong besok siapkan saya seragam ya, Pak," perintah Jojo membuat Pak Rangga mengangguk dengan cepat.
Pak Rangga seperti mendapatkan angin segar, akhirnya beban yang ditanggungnya akan segera hilang kalau Jonathan mau kembali ke posisinya, terlebih Pak Vinsen - papinya Jojo selalu mengancam akan memecat dirinya kalau Jojo masih belum bisa dia kendalikan.

"Ini sudah dua tahun, Rangga. Kamu mau saya pecat? sampai kapan Jojo akan jadi tukang angon kambing padahal pabrik kita di sana sudah beroperasi. Kalau kamu gak bisa mengurus Jojo akan saya ganti posisimu dengan orang lain," ucapan Pak Vinsen beberapa hari yang lalu masih terngiang di telinga Pak Rangga.

"Hari ini juga saya akan pesankan jas terbaik untuk Tuan muda," jawab pria itu antusias, akhirnya beban yang selama ini diberikan kepadanya untuk sesaat menggati kekosongan CEO di kantor itu akan segera berakhir.

Mendengar ucapan Pak Rangga membuat Jojo menoleh ke arahnya.

"Jas! buat apa? saya mau Pak Rangga siapkan seragam OB untuk saya," jawab Jonathan mantap.

"Apa?!" pekik Pak Rangga tak percaya.

"Apa saya tidak salah dengar?" tanya Pak Rangga, "duh, Gusti. Cobaan apa lagi ini?"

"Tentu tidak, Pak. Saya mau melihat bagaimana bawahan saya bekerja di sini, dan hal itu tidak kan bisa saya dapatkan kalau memakai jas," ucap Jojo membuat Pak Rangga memijit pelipisnya yang terasa berdenyut.

"Terserah Tuan muda saja, lalu bagaimana kalau Tuan besar tahu? bisa habis saya, Tuan." Pak Rangga mengiba pada bos-nya tersebut.

"Jangan khawatir, saya hanya menjadi OB untuk sementara saja, jadi Pas Papi ke sini nanti saya janji semua sudah normal," jawab Jojo yang di balas anggukan Pak Rangga.

***

Setelah selesai memeriksa beberapa berkas, Jojo meminta izin untuk melihat kantor dan juga pabrik tempat produksi.

Pak Rangga sempat meminta untuk menemani namun Jojo menolak, dia tidak ingin orang bertanya-tanya kenapa dia bisa dekat dengan petinggi perusahaan.

Setelah lelah melihat-lihat tempat produksi akhirnya Jojo menuju toilet untuk menuntaskan hajatnya dan mencuci muka karena terlalu lelah berkeliling.

Saat sedang mencuci muka, Jojo kaget saat mendengar suara wanita di bilik toilet di sebelahnya.

"Bukannya ini toilet pria ya?" gumam Jojo seraya mengeryitkan keningnya.

'Kenapa perempuan bisa masuk ke sini?' batinnya, seraya menajamkan pendengarannya.

Jojo berjalan mendekati satu bilik toilet yang pintunya tertutup. Dia menempelkan daun telinga di sana, benar saja ada suara perempuan dan laki-laki di dalam sana.

Jojo naik pitam saat mendapati ada karyawan yang mengotori kantornya, tanpa menunggu lagi Jojo langsung menggedor pintu kamar mandi dengan keras.

Bug!

Bug!

Bug!

"Keluar!" hardik Jojo membuat dua orang yang ada di dalam kaget bukan kepalang.

"Keluar! atau pintunya saya dobrak!" ancam Jojo.

Mau tidak mau kedua orang tersebut langsung membuka pintu kamar mandi.

Clek!

Pintu kamar mandi terbuka, seketika mata Jojo membulat saat melihat orang yang ada di balik pintu tersebut.

Di kbm app sudah tamat

Judul: PRIA TERHINA TERNYATA KAYA RAYA

Penulis: yuni_kyumira
Link:
https://read.kbm.id/book/detail/aeea4ca8-56cd-49dc-a1eb-6c785fef2d33?af=72a43742-4b64-18f0-b714-3c69ae69b3c8

Bayar Sendiri Hutangmu, Mas! Part 2"Kalau Mbak Sonya gak mau tau, aku pun juga gak mau tau, Mbak. Uangnya buat apa saja ...
16/06/2024

Bayar Sendiri Hutangmu, Mas!
Part 2

"Kalau Mbak Sonya gak mau tau, aku pun juga gak mau tau, Mbak. Uangnya buat apa saja aku gak tau kok, ngapain aku harus repot-repot buat bayarin? Dih, enak saja!"

Mendengar ucapanku membuat sepasang adik kakak itu saling tatap hanya sesaat, kemudian keduanya bersamaan kembali menatapku. Dan tiba-tiba saja Mbak Sonya berdiri lalu menggebrak meja yang ada di hadapan kami.

Sedikit aku tersentak kaget, dada terasa berdebar.

"Tenang dulu, Son," titah Mas Kevin.

"Gimana mau tenang sedangkan Linda saja kayak gini?!" sentak Mbak Sonya menatap Mas Kevin sekilas sebelum akhirnya kembali menatap sengit ke arahku.

"Kamu–" Suara Mbak Sonya bergetar, tangannya terangkat dan jemarinya menunjuk ke arahku. "Kamu jadi istri jangan maunya enak sendiri! Tiap bulan minta uang tapi giliran suami kena masalah gak mau bantu!" sentaknya.

Suara Mbak Sonya bergetar dan penuh penekanan, sampai-sampai kulihat urat-urat yang ada di sekitar lehernya menyembul.

"Bukan begitu, Mbak. Kalau pun Mas Andre sakit terus gak bisa kerja pun aku bisa terima kok. Masalahnya kan ini beda. Mas Andre hutang, dan aku sama sekali gak tau soal hutang piutang itu." Aku menjelaskan. Tapi sepertinya percuma, Mbak Sonya sudah dikuasai oleh amarah.

Mau aku jelaskan sampai mulut berbusa pun tidak akan membuatnya paham.

Suami Mbak Sonya yang baru saja datang habis membeli rokok di warung depan rumah tampak terkejut, mungkin ia mendengar suara Mbak Sonya. Ia berusaha menenangkan dengan mengajak Mbak Sonya keluar dari ruang tamu. Meninggalkan aku dan Mas Kevin di sini.

"Gini saja, Lin, coba kamu telepon dulu Andre," titah Mas Kevin.

Aku mengangguk. Segera aku beranjak dan berpamitan untuk ke kamar. Begitu pintu kamar kubuka, kulihat putri kecilku masih tertidur. Sepertinya tidur Laura begitu lelap, sampai-sampai suara Mbak Sonya sama sekali tidak menganggu padahal kamar kami letaknya persis di belakang ruang tamu.

Lekas aku mengambil ponsel dan duduk di tepian ranjang. Dengan mulut menggerutu, jempolku mencari nomor kontak milik Mas Andre. Begitu menemukannya, segera kutekan tombol panggil.

"Assalamualaikum, Sayang ...." Suara Mas Andre menelusup gendang telinga sesaat setelah panggilan terhubung. Nada suaranya begitu enteng, seperti tidak merasa berdosa sedikit pun. Kurasa ia juga tau soal kedatangan dua kakaknya ke sini.

"Waalaikumsalam," jawabku sedikit ketus, tak bisa menyembunyikan kekesalanku lagi.

"Ada apa, Sayang?"

"Kamu tau gak kalau Mas Kevin dan Mbak Sonya datang ke sini?" tanyaku.

"Loh, udah ke sana? Tadi katanya besok pagi, kok sekarang sudah di sana saja?" Mas Andre berujar.

Fix!

Benar-benar laki-laki luar biasa!

"Mas, tau gak kamu kenapa mereka datang ke sini?" tanyaku, mulai mengulik soal hutang-hutang yang ia miliki.

"Hm ...." Tak ada jawaban.

"Jawab, Mas!" bentakku, sebab tak bisa lagi menahan gejolak emosi di dalam dada. Memang dasarnya aku gampang sekali emosi, ini ditambah Mas Andre yang menurutku membuat kesalahan yang besar.

"Kamu punya hutang-hutang ke mereka kan?" Nada suara aku turunkan, semata-mata tak ingin mengganggu tidur putri kecilku.

"I– iya." Sepertinya Mas Andre gugup.

Aku menghembuskan napas berat.

"Berapa?" tanyaku.

"Di Mas Kevin 20 juta, sama Mbak Sonya 10 juta. Di pinjol kisaran 15 juta. Belum yang di koperasi-koperasi kecil ada 10 juta."

"Allahuakbar! Kamu pakai untuk apa uang itu, Mas?! Astaghfirullah! Ya Allah! Gila kamu, Mas! Gila!" desisku.

Mas Andre diam, hanya terdengar suara hembusan napas dari seberang sana.

"Jawab, Mas!" bentakku.

"Kamu gunakan untuk apa uang-uang itu, ha?! Bisa-bisanya kamu berhutang tanpa sepengetahuanku! Parahnya hutangmu bisa sebanyak itu!"

"Maaf, Sayang, maaf ...."

"Jangan cuma bilang maaf! Aku gak butuh kata maafmu itu! Katakan, kenapa kamu sampai punya hutang sebanyak itu!" bentakku. Dadaku berdegup lebih kencang, sepertinya karena emosi yang tidak bisa ditahan lagi.

Lagian istri mana yang tidak marah dan murka ketika mendapati suaminya memiliki hutang puluhan juta, dan parahnya ia ambil pinjaman itu tanpa sepengetahuan sang istri?

Keterlaluan! Benar-benar keterlaluan kamu, Mas!

"Buat top up koin, main game slot."

Allahu akbar! Bolehkah aku berteriak, memaki dan menghina suamiku, Tuhan?!

"Sebenarnya aku sudah dua bulan gak kerja. Uang yang aku kirimkan ke kamu juga hasil dari pinjam."

Baca kelanjutannya di aplikasi kbm app
Judul: Bayar Sendiri Hutangmu, Mas!
Karya: Fk_Fahira

Baca selengkapnya di aplikasi KBM App. Klik link di bawah:
https://read.kbm.id/book/detail/27efee40-6371-4215-964d-763729eaf2a8

PUTR1KU YANG MASIH S.MA TIBA-TIBA K4_YA RAYA DAN MEMBANTUKU MEMBUNGKAM MULUT IPAR DAN MERTUA   6PoV Kahfi"Maaf, aku khil...
16/06/2024

PUTR1KU YANG MASIH S.MA TIBA-TIBA K4_YA RAYA DAN MEMBANTUKU MEMBUNGKAM MULUT IPAR DAN MERTUA 6

PoV Kahfi

"Maaf, aku khil4f."

"Nggak papa, enak kok," jawabnya manja.

Aku menghela napas berat, kemudian mengusap-ngusap wajah. Lalu, buru-buru mengen*kan pak4ianku yang terc3cer di atas lantai.

"Mau kemana, Mas?" tanya tetanggaku itu yang masih berg3 lung dalam selimut.

"Pulang," jawabku pelan. Setelah berhasil memakai kaos.

"Kalau minta lagi, ke sini aja."

Aku menatapnya dengan sorot lelah, kemudian melanjutkan langkah keluar dari rumah besar yang dihuni tetanggaku yang sudah menj anda sekitar 6 bulanan itu.

Rasa penyesalan mulai menggerogoti hatiku. Teringat anak-istri di rumah.

Aku merasa sudah k*tor. Merasa bersalah karena sudah mengkhianati keluarga.

Zaskia adalah j anda boh___ay yang menjadi primadona di desa ini. Setiap laki-laki pasti menyukainya, termasuk aku. Walaupun awalnya aku hanya sekedar s**a saja, tidak punya niatan apa-apa untuk memilikinya, apalagi mendekatinya, karena aku sudah punya istri dan dua orang anak.

Namun, entah kenapa akhir-akhir ini Zaskia sedikit g-nit kepadaku. Terkesan mengg*da, juga sering cari perhatian.

Mungkin, terlalu lama dia menahan kesepian. Akhirnya hari ini pertahananku runtuh, dan hal yang tidak semestinya itu pun terjadi juga.

Tentu saja didorong dengan banyak faktor, hingga membuat hal ini terjadi.

Pertama, aku memang sedang stress karena baru saja di P-H-K dari kantor tempatku bekerja sejak masih bujang.

Kedua, karena Zaskia terlalu sering mengg"da.

Ketiga, karena Sofi istriku semakin lama semakin terlihat j3l-ek dan hit4m, akibat kerja panas-panasan setiap hari menjadi petani.

Oh ya ampun, sekarang bahkan aku tidak tahu harus merasa senang atau merasa malu.

"Habis darimana Mas, kelihatan capek banget?" celetuk istriku yang duduk di ruang keluarga, menonton televisi.

Hufft! "Capek lihat wajah kamu yang hit kayak kecap bango," jawabku sekenanya.

"Makanya kamu kerja d**g, biar istrimu ini nggak harus turun tangan nyari makan," cibir Sofi sedikit kesal.

"Aku masih belum dapat kerjaan Sofi!!" jawabku sambil mengacak-acak rambut frustasi.

"Kerjaan banyak di ladang, Mas. Sekali-kali kek kerja berat! Daripada anak-istrimu nggak bisa makan."

Aku melotot kesal. "Hadeh, kamu sudah tahu kan, aku dari dulu kerjanya di tempat ber-AC, nggak kuat kerja panas-panasan di ladang."

"Dasar pem*las!" celetuknya. "Giliran istrinya jadi d3kil dan hit-m karena keseringan kerja di ladang, kamunya ngeluh."

Aku langsung naik pitam. "Kamu itu ya udah d3kil nggak bisa dandan, mulutnya k*tor, hatinya j3l ek, masih durhaka sama suami p**a. Lengkap banget sih keburukan kamu, Sof!"

"Kalau nggak pengen istrinya j3lek tuh dimodalin, Mas. Beliin skincare, ajak ke salon, perawatan, pedicure-manicure," cerocosnya.

"Lah kamu, jangankan ngasih du!t buat perawatan, ngasih du!t buat makan pun enggak!"

"Argghhh!!!" Aku mengacak-acak rambut kesal. "Dah, diem! Aku pusing!"

Aku berlalu pergi dari hadapan Sofi. Bukan Melangkah menuju kamar, melainkan menuju ke dapur. Kemudian keluar dari rumah lewat pintu belakang.

Menyusuri parit yang ada di pekarangan belakang, melewati beberapa rumah dengan mengendap-ngendap, kemudian berbelok dan kembali ke rumah Zaskia, lewat pintu belakang.

Ternyata dia sedang mencuci piring di belakang rumah. Dengan hanya memakai h*nduk. Tubuhnya begitu pu_tih dan mu--lus, jika disandingkan dengan Sofi, pasti akan mirip sekali dengan k*toran cicak.

Zaskia tampak terkejut, melihat kehadiranku yang muncul dari semak-semak belakang rumahnya.

"Mas Kahfi? Ya ampun aku sampai kaget, tahu!" Zaskia memegangi da_danya.

Aku menatapnya datar.

"Kenapa mas balik ke sini?" tanyanya.

Aku langsung menarik tangan perempuan itu masuk ke dalam rumah. "Kurang!"

Huh, pasti hubungn gel*p ini akan rutin terjadi, karena aku selalu stres dan frustasi setiap hari.

***

Entah kenapa semenjak pers3lingkuh*nku dengan Zaskia waktu itu. Hidupku merasa tidak tenang.

Aku menjadi sangat sensitif dengan segala ekspresi yang ditampilkan keluargaku. Takut ketahuan, sehingga selalu dihantui oleh rasa bersalah.

Bahkan aku sering merasa ketakutan sendiri karena merasa istri dan kedua anakku sudah mengetahui kelakuanku yang sebenarnya. Aku sangat gelisah dan tidak bisa mengontrol emosiku.

Mungkin, karena kami melakukan persling kvhan baru beberapa hari.

Kalau hubungan gelapku dengan Zaskia sudah berjalan berbulan-bulan, pasti kami akan semakin terlatih dan profesional.

Wah, harus semakin giat nih s-lingkuhnya. Biar terbiasa. Aku dan Zaskia harus gigih, supaya dapat juara lomba seling kuh tanpa ketahuan.

Aku menepuk jidat. Kemudian menggeleng-gelengkan kepala. "Aku mikir apa, sih?"

Hari ini, orang-orang dilingkunganku sedang melakukan gotong royong, mendirikan kandangan kambing di belakang rumah pak Broto.

Ibu-ibu di sekitar rumah kami juga datang termasuk istriku dan juga Zaskia. Membantu masak-masak, dan menghidangkan makanan untuk bapak-bapak yang gotong-royong di rumah pak Broto.

Janda boh4y itu sedari tadi menjadi bahan omongan bapak-bapak berotak m*sum. Padahal aku yang berkali-kali merasakan ke nik m*tannya hanya diam saja.

"Ayo bapak-bapak udah siang, makan dulu," ucap Zaskia sambil melirik ke arahku. Kemudian mengerlingkan mata.

Aku langsung tergagap, kemudian menoleh ke arah Sofi. Takut ketahuan, padahal Sofi sedang mengobrol dengan ibu-ibu yang lain.

Ya ampun, istriku itu terlihat hit*m sekali dibandingkan dengan ibu-ibu yang lain. Membuat nafsu makanku berkurang saja. Padahal bapak-bapak yang lain langsung menyerbu prasmanan yang dilayani oleh Zaskia.

Kalau gotong-royong di kampung kami, penyajian makanannya memang dibuat prasmanan seperti orang hajatan.

Aku mengambil makanan paling belakangan. Zaskia langsung menyerobot piringku dengan penuh perhatian.

"Sini aku ambilin aja, Mas," ucapnya lembut.

Perempuan itu hanya memakai daster bercorak bunga. Huh, andai kami tidak berada dikeramaian, pasti sudah kul*hap tu bvhnya.

Zaskia mengambilkan aku nasi dengan porsi yang sesuai dengan kebiasaanku. Karena kami memang sering makan bersama di rumahnya. Menyiraminya dengan sayur nangka, p*ha ayam, dan terakhir kerupuk.

"Ini Mas." Zaskia memberikan piringnya kepadaku.

"Makasih," ucapku kikuk. Karena malu. Aku takut tetangga-tetangga kami curiga.

Janda manis berhidung mancung itu mencolek perutku. "Habis ini langsung ke rumahku ya, Mas," bisiknya pelan, sambil menoleh kanan-kiri. Mungkin, karena khawatir ada yang memperhatikan kami.

Aku tergagap, kemudian menelan ludah dengan susah payah. Lalu, buru-buru berlalu dari hadapan Zaskia.

Bergabung dengan bapak-bapak yang lain, menyantap makanan yang kami ambil. Tapi aku mengambil tempat agak jauh, di bawah pohon mangga yang rindang, terlihat nyaman dan sejuk jika makan di sana.

Aku tersentak kaget, setelah seseorang mencolek bahuku dari belakang.

Ternyata Amel, putri sulungku yang baru saja masuk S.MA. Dia masih memakai seragam sekolah. Mungkin, baru p**ang lalu mampir ke sini.

Ada yang aneh dari tatapannya. Sinis dan mengintimidasi.

"Ayah kenapa makannya diambilin tente Zaskia?" tanyanya tanpa basa-basi.

Aku terperangah mendengar pertanyaan Amel.

"Jangan macam-macam ya Yah, aku selalu mengawasi apa yang Ayah lakukan di belakangku." Gadis k3cil itu menegurku.

Aku menelan ludah dengan susah payah. Seperti sedang diter-r*r oleh an4k sendiri.

Karena Amel bukan boc*h sembarangan. Dia adalah anak ajaib yang tidak bisa diremehkan.

Baca cerita lengkapnya di KBM app ya,

judulnya : Istri Yang Tak Terlihat Cantik,

karya : Nurudin Fereira.

Link cerita :

https://read.kbm.id/book/detail/3a479c5d-0c42-4826-bf25-b637568492c3?af=82602ebf-4e42-edaa-1b41-b2e094ad9bef

Aku bingung. Ngelirik jam tangan, acara tamu VVIP kayak aku sudah mau dimulai. Iya, jadi selain menghadiri pesta, untuk ...
15/06/2024

Aku bingung. Ngelirik jam tangan, acara tamu VVIP kayak aku sudah mau dimulai. Iya, jadi selain menghadiri pesta, untuk tamu VVIP ada acara khusus juga.

"Ekhem. Ekhem." Aku memecah keheningan.

Dia melirikku.

"Kakak batuk?" Dia menoleh dengan sedikit mend**gak, karena aku lebih tinggi darinya. Ih, tambah manis kelihatannya kalau posisinya begitu. Dan dia tetap telmi. Nyebelin kan.

Aku menggeleng.

"Oh."

Krik. Krik.

"Lihat tuh!" Aku menunjuk ke arah tamu-tamu berpasangan yang masuk ke arah pintu. Maksudku, semuanya gandengan. Wanitanya menggandeng lengan lelakinya.

Aduh, susah banget sih ini mau ngomong gitu doang?

"Lihat?"

"Iya, lihat."

Dia manggut-manggut.

Manggut-manggut kenapa juga nih anak?

Terus aku lihat dia melihat ke arah yang kutunjuk nggak ngedip-ngedip sampai beberapa saat.

"Kakak nggak lihat?"

"Hah? Lihat apa?" Aku menatapnya penuh tanya.

"Lihat apa?" tanyaku penasaran.

***

Apa nih yang dilihat Miranda dan dikasih tau ke Aldo? Jeng jeng 😄

Penasaran versi lengkap dan kelanjutannya?

Lanjutin baca sampai tamat novel ini di aplikasi KBM App. Per bab cuma 1.500 rvpiah. Bisa top up koin langsung di aplikasi atau kalau bingung bisa juga top up koin chat di wa.me/6285812361594

Judul : BATAL CERAI
Penulis : lebahratih

Link di aplikasi : https://read.kbm.id/book/detail/7434d82c-849a-8694-0fe4-b2f445d85b94

“Kalau gak punya uang, lain kali jangan masuk ke restoran Mbak!” timpal salah satu petugas restoran._____PoV Anisa Terny...
15/06/2024

“Kalau gak punya uang, lain kali jangan masuk ke restoran Mbak!” timpal salah satu petugas restoran.

_____
PoV Anisa

Ternyata Andi yang datang.

“Mbak Nisa jangan keterlaluan ya, kalau sampai terjadi apa-apa dengan kandungan Mala, saya tidak akan tinggal diam!” ucapnya lagi.

‘Dari mana tukang kopi ini tahu perbuatanku tadi? Pasti Mala yang mengadu pada suaminya. Dasar manja, dikit, dikit mengadu.

“Silakan Pak, bawa saja!” lanjutnya.

“Memangnya kamu ini siapa? Main perintah-perintah saja! Kamu mau menguasai warisan Bapakku, iya? Suami Istri sama-sama parasit!” timpalku.

Geram sekali rasanya diperlakukan seperti ini oleh Andi yang hanya menantu di rumah ini.

“Kamu gak apa-apa, Mala? Apa perutmu sakit?” ucapnya.

Sok akting, memangnya kenapa? Aku Cuma menyenggol Mala. Dasar lemah.

“Kalau begitu mari ikut kami Mbak, kalau memang Mbak tidak bisa membayar, sebagai gantinya kami akan memperkerjakan Mbaknya,” terang salah satu petugas restoran.

“Tunggu dulu Pak, saya akan membayarnya,” cegahku.

“Mau bayar pakai apa? Saya tidak bisa menunggu,” jawab petugas lainnya.

Aku berjalan ke arah ibu. Dengan terpaksa aku harus berakting memohon agar ibu mau membayarkan.

“Kalau gak punya uang, lain kali jangan masuk ke restoran Mbak!” timpal salah satu petugas restoran.

‘Dasar cerewet.

Sebenarnya aku malas sekali melakukan hal ini, apa lagi harus bersujud di bawah kaki ibu. Pasti Agus, Mala dan Andi akan menertawakanku nanti. Tapi biaralah, apa salahnya jika aku coba.

“Ibu tolong aku, tolong bayarkan tagihan dari restoran itu, aku yakin pasti Ibu punya tabungan kan? Uang dari hasil menggadaikan surat tanah juga masih tersisa kan Bu? Tolong aku, aku tidak mau bekerja di restoran itu. Tolong aku Bu,” ucapku, berusaha berakting sesempurna mungkin.

Pasti setelah ini ibu akan iba dan memapahku untuk berdiri.

“Ibu tidak punya uang sebanyak itu Nis. Jika pun ada, harus menunggu panen, ikan di tambak masih belum saatnya dipanen.” Jawaban ibu yang kudengar.

‘Sialan, ternyata ibu benar-benar ingin membuatku bekerja kembali seperti dulu. Semua yang diucapkan Bulik Wati benar adanya. Ibu membuatku terusir dari rumah Mas Danur agar tidak ada pilihan lain selain kembali p**ang ke rumah ini. Dan mau tidak mau aku harus bekerja seperti dulu.

Pasti saat ini Agus dan Mala sedang menertawakanku.

Aku beranjak dari posisi berlutut, rasanya ingin memaki ibu dan kedua anaknya sekaligus menantunya yang kampungan ini.

“Berapa jumlahnya?” tanya Agus.

‘Apa maksud anak ingusan ini?

Salah satu dari petugas resto mengulurkan nota ke arah Agus.

Ia menatap selembar kertas di tangannya. Mala dan Andi ikut memperhatikan nota tersebut.

“Tunggu sebentar, saya akan mengambilkan uangnya.”

Apa aku tidak salah dengar? Bocah tengil ingusan yang badung itu mau membayar tagihan yang ada di nota ini? Dapat uang dari mana dia?

Selang beberapa saat Agus masuk ke dalam rumah, terdengar suara benda yang sengaja dipecahkan.

“Silakan Bapak-bapak duduk dulu, saya akan ke dalam dulu,” ucap ibu.

Mala dan Andi mengikuti ibu. Aku juga penasaran sebenarnya suara apa tadi. Terpaksa aku juga mengikuti mereka masuk.

Dua orang petugas sudah duduk di kursi yang berada di teras.

“Kamu yakin, Gus?” Suara Mala terdengar sampai di depan pintu.

Gegas aku mempercepat langkah agar segera tau apa yang mereka lakukan di dalam sana.

“Bagai mana lagi Mbak?” jawab Agus.

“Tapi kamu menabung sudah tiga tahun loh Gus, bukannya ini untuk persiapan mendaftar di sekolah kejuruan seperti yang kamu mau?” Suara Mala kembali terdengar.

‘Di mana mereka?

Ternyata mereka berkumpul di kamar Agus.

Aku sengaja menyibak tirai yang menjadi penyekat antara ruang tengah dan kamar Agus.

Ternyata Agus telah memecah celengan yang terbuat dari tanah liat. Ia memunguti satu persatu lembaran bahkan logam yang tercecer di bawah sana.

“Kamu tidak lupa kan bagaimana sikap Mbak Nisa setelah kembali p**ang?” Mala masih berusaha meyakinkan Agus.

Ibu dan Andi terlihat membantu Agus mengumpulkan logam dan lembaran uang, memisahkan dari pecahan tanah liat.

“Biar saja Mbak, masa kita harus diam saja melihatnya dalam masalah. Sakit hati memang, tapi Agus ini anak laki-laki di rumah ini. Pengganti Bapak, Mas Danur sudah memulangkan Mbak Nisa, lalu kalau bukan kita keluarganya, siapa lagi?”

Deg....

Ada yang berdesir di dalam sini saat Agus menyelesaikan ucapannya. Jadi dia mau berkorban untukku? Seperti Mimpi.

Memang dulu sebelum menikah dengan Mas Danur, Agus sangat dekat denganku ketimbang Mala. Tapi setelah Mala menghianatiku dengan cara melangkahiku lebih dulu, rasa kecewa itu mulai tumbuh. Aku juga membenci Agus terlebih ibu. Ditambah saat Bulik Wati menceritakan tentang surat rumah telah ibu gadaikan hanya untuk modal usaha suami Mala. Aku semakin murka karena merasa dikhianati untuk yang ke sekian kali.

Tadinya aku berpikir tidak ingin kembali ke rumah ini lagi dan tidak akan memberi kabar apa pun untuk ibu. Tapi ternyata malah ibu datang. Dan kedatangannya merusak hidupku.

Mas Danur menceraikanku sepihak. Terpaksa aku harus kembali ke rumah ini lagi.

“Tapi Gus, tadi Mbak Nisa sudah membuat ponselmu hancur,” Mala mengingatkan kejadian tadi pagi.

“Agus kan sudah dapat gantinya dari Mas Danur, lebih bagus malah. Kata Ibu kalau kita menolong orang yang sedang membutuhkan, apa lagi keluarga kita. Insaallah akan digantikan berkali-kali lipat, ya siapa tau setelah ini ada orang datang ngasih uang sekarung buat kita, hehehe,” jawab Agus kuekeh dengan pendiriannya. Ia juga bisa mencairkan suasana di dalam sana.

Mala mengacak rambut adik lelakinya. Ibu memeluk anak lelakinya itu. Andi juga menepuk-nepuk pundak Agus. Sesaat aku berpikir ingin bergabung bersama mereka. Tapi, aku kembali teringat dengan kata-kata Bulik.

Biarkan saja Agus membayar semua tagihan yang ada di nota itu. Toh uang itu juga didapat dari hasil menggadaikan surat rumah. Itu juga belum seberapa.

Sebaiknya aku kembali ke depan sebelum mereka melihatku di sini.

Tak lama Ibu dan anak-anaknya juga kembali ke teras. Ibu memberikan beberapa uang lembaran beserta logam yang telah dibungkus menggunakan plastik transparan.

“Silakan kalau mau dihitung lagi. Tadi di dalam sudah kami hitung, maaf ... Uangnya recehan seperti ini,” ucap Ibu.

Aku melirik ke arah Agus yang saat ini telah memperhatikanku.

Apa dia sengaja melakukan ini hanya untuk mengejekku?

“Tidak apa-apa Ibu, yang penting jumlahnya pas. Kami percaya dan terima kasih. Kami pamit,” jawab salah satu lelaki petugas Restoran.

Mereka meninggalkan rumah, Ibu dan Mala juga tak mau menatap ke arahku. Agus sudah masuk ke dalam rumah lebih dulu. Mereka meninggalkanku tanpa berbicara apa pun lagi.

‘Biar saja, toh ini juga rumahku. Aku akan tetap masuk dan tinggal di rumah ini seperti kata Bulik.

**

“Makan Gus.” Terdengar suara ibu di ruang tengah.

“Mala juga makan, ajak Suamimu makan,” lanjut ibu.

'Pilih kasih. Padahal di rumah ini ada aku juga, tapi ibu tak pernah menganggapku ada.

Setelah kejadian tadi siang mereka tidak memperhatikanku sama sekali. Bahkan saat aku lewat di hadapan mereka juga seperti sengaja tidak mau melihatku.

“Makan Nis,” ucap ibu, saat aku keluar dari kamar.

Pasti hanya berbasa basi saja.

Aku meraih gelas berisi air putih yang terletak di atas nakas.

“Masakan apa itu? Paling hanya akan membuat mual!” ucapku.

“Mbak Nisa! Jangan menghina Ibu! Aku akan dengan tega menamp*rmu menggunakan tanganku.” Agus beranjak dari kursi.

‘Benar kan? Anak itu semakin berani padaku. Mentang-mentang sudah membayarkan tagihan tadi.

“Kalau masakan Ibu hanya membuat mual, jangan di makan Nak.” Ibu menimpali.

Matanya terlihat berkaca-kaca.

Aku kan berbicara apa adanya. Kenapa ibu malah menangis.

“Air putih ini lebih sehat dari pada makanan itu,” lanjutku.

“Jangan di minum Mbak!!!!!!” teriak Agus.

“Aduh! Mulutku panas sekali! Aduh!!”

Aku sempat memuntahkan air dari dalam mulutku. Tapi tetap mulutku seperti terbakar. Sakit sekali, panas.

“Air apa itu Gus?” tanya ibu.

“Asam sulfat, tugas dari laboratorium.” Jawab Agus.

‘Apa? Asam sulfat?

Klik link dibawah untuk melanjutkan membaca

MURKANYA SEORANG IBU - myra_rani


Baca selengkapnya di aplikasi KBM App. Klik link di bawah:
https://read.kbm.id/book/detail/f679bea2-422c-4fbe-a290-74521cfded8e?af=0c4e2331-31fb-65a9-e0b9-481e5742cf43

Address

Yogyakarta City

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Info viral posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Info viral:

Videos

Share

Category


Other Video Creators in Yogyakarta City

Show All