16/04/2022
**SULTAN HIDAYATULLAH II** (Bagian ke-3)
PENANGKAPAN SULTAN DENGAN AKAL LICIK
>> Tanggal 30 Desember 1861 Residen G.M. Verspyck tiba di Martapura dan perundingan dengan Demang Lehman dilangsungkan, dalam upaya menghadirkan Sultan Hidayatullah. Residen berjanji bahwa Sultan Hidayatullah boleh tinggal dengan keluarganya di Martapura selama perundingan berlangsung dan jikalau perundingan gagal, Sultan Hidayatullah boleh kembali ke pusat pertahanannya dalam tempo sepuluh hari dengan aman
>> Tanggal 3 Januari 1862 Demang Lehman kembali berangkat mencari Pangeran Hidayat menuju Muara Pahu di daerah antara Riam Kanan dan Riam Kiwa.
>> Pada tanggal 14 Januari 1862 Demang Lehman bertemu dengan Pangeran Hidayat di Muara Pahu. Demang Lehman menyampaikan surat Residen dan surat Regent Martapura Pangeran Jaya Pamenang.
Dalam perjanjian itu, Ratu Siti ibu Pangeran Hidayat dijemput dari tempatnya di Pahu Sungai Pinang, begitu p**a keluarga Sultan Hidayatullah yang masih menetap di Tamunih.
>> Pada 22 Januari 1862, rombongan Pangeran Hidayatullah berangkat dari Muara Pahu dengan rakit dan perahu, melewati Mangapan dan 3 hari kemudian sampai di Awang Bangkal.
>> Tanggal 28 Januari 1862 tiba di Martapura. Rombongan ini disambut rakyat dengan s**a hati. Rombongan langsung menuju tempat Regent Martapura Pangeran Jaya Pemenang yang masih hubungan paman dari Sultan Hidayatullah.
(Regent Martapura adalah jabatan yang dibentuk Hindia Belanda pasca penghapusan Kesultanan Banjar, kemudian Regent Martapura dihapus pada tahun 1884.)
>> Tanggal 30 Januari 1862, perundingan dilangsungkan, dimulai pada jam 10.30 pagi.
Pihak Belanda terdiri dari 👇
• Letkol Residen G.M. Verspijck
• Mayor C.F. Koch, Assisten Residen di Martapura
• Lettu Johannes Jacobus Wilhelmus Eliza Verstege, Controleur afdeeling Kuin
• Lettu A.H. Schadevan, ajudan Koch
• Pangeran Jaya Pemanang, Regent Martapura
• Kiai Jamidin, Kepala Distrik Martapura
• Kiai Patih Jamidin, Kepala Distrik Riam Kanan
• Haji Isa
• Tumenggung Jaya Leksana
Pihak Pangeran Hidayatullah terdiri dari 23 orang diantaranya adalah 👇
• Pangeran/Sultan Hidayatullah II
• Kiai Demang Lehman
• Pangeran Sasra Kasuma, anak Pangeran Hidayat
• Pangeran Saleh, anak Pangeran Hidayat
• Pangeran Abdul Rahman, anak Pangeran Hidayat
• Pangeran Kasuma Indra (suami Ratu Kasuma Indra binti Pangeran Hidayat), putera Pangeran Kasir bin Sultan Sulaiman
• Gusti Isa bergelar Pangeran Mohhamad Ali Bassa (suami Ratu Saleha binti Pangeran Hidayatullah) - putera Goesti Sopie.
• Raden Tuyong dengan gelar Pangeran Jaya Kasuma (suami Ratu Rampit/Ratu Jaya Kasuma), ipar Pangeran Hidayat
• Gusti Muhammad Tarip
>> Dalam situasi dan kondisi yang terjepit, Pangeran Hidayat terpaksa menandatangani Surat Pemberitahuan yang ditujukan kepada rakyat Banjar, yang sudah disiapkan Belanda sebelumnya. Surat Pemberitahuan itu ditandatangani Pangeran Hidayat dengan cap Pangeran tertanggal 31 Januari 1862.
Surat Pemberitahuan itu selengkapnya berbunyi 👇
1. Surat ini tidak berisikan perintah, karena saya telah meletakkan dengan s**arela hak itu. (hak sebagai Mangkubumi).
2. Karena mendengarkan nasihat yang salah, saudara-saudara memberontak terhadap pemerintah Belanda, saudara menempuh jalan yang salah.
3. Saudara telah melihat bahwa Pemerintah Belanda lebih kuat dari kita, bahwa ia tidak hanya mementingkan kemakmuran rakyat yang baik, tapi juga bersikap lembut dan satria terhadap musuh-musuhnya.
4. Kepada rakyat Banjar saya mohon supaya menghentikan segala permusuhan, saudara-saudara yang masih melawan kembalilah ke rumah saudara-saudara dan carilah mata pencaharian yang damai dan jujur, sehingga drama pembunuhan dan permusuhan dapat dihentikan.
5. Letakkan senjata saudara, mohonkan ampun dengan sungguh-sungguh dan saya yakin bahwa Pemerintah Belanda akan memberinya dengan jiwa besar.
6. Jangan sekali-kali mendengarkan perintah pemimpin-pemimpin yang terus berkeras meneruskan peperangan, baik perintah dari Pangeran Antasari, Pangeran Aminullah dan orang jahat lainnya.
7. Saya mengatakan bahwa mereka sama sekali tidak mengerti kepentingan saudara-saudara, dan kepentingan mereka sendiri dan saudara-saudara untuk keselamatan saudara-saudara sendiri dan demi kecintaan kepada saya, berkewajiban untuk menangkapi dan menyerahkan pemimpin rakyat yang jahat itu kepada Gubernurmen.
8. Saya sendiri memberi saudara contoh penyerahan diri itu, saudara-saudara melihat bagaimana yang saya dapatkan.
9. Saya sudah mencoba supaya mereka yang masih melawan mau menyerah.
10. Semakin cepat bekas-bekas perang yang mencelakakan ini dapat dihilangkan, semakin cepat saudara-saudara mendapatkan pengampunan dari Allah Yang Maha Tinggi untuk bencana yang selama lebih dua tahun melanda penduduk Banjar.
11. Allah Yang Maha Tinggi dan arwah-arwah nenek moyang (raja-raja) dan kuburnya akan mengutuk kalian, terutama pemimpin-pemimpin rakyat yang masih melawan, apabila permintaan saya yang terakhir ini tidak dipenuhi.
>> Pangeran sangat terperanjat dengan ucapan Verspijck yang bertindak sebagai Wakil Tertinggi dari Pemerintah Belanda di daerah Selatan dan Timur Borneo dan dia berwenang memberi pengampunan dan melupakan apa yang terjadi pada masa lampau dengan syarat bahwa Pangeran Hidayat harus berangkat ke Batavia dalam tempo 8 hari. Pangeran diperkenankan membawa keluarga dan sebelum berangkat harus menyebarluaskan Surat Pemberitahuan yang sudah dibubuhi cap dan tanda tangan Sultan Hidayatullah II. Ketika beliau mengajukan keberatan atas kepergian ke p**au Jawa tersebut, Residen menjawab bahwa Sultan Hidayatullah perlu menikmati istirahat.
>> Demang Lehman merasa tertipu dan sangat kecewa terhadap sikap Belanda. Demang Lehman berusaha mengajak Mukti dan Pangeran Penghulu untuk memohon kepada Residen agar keputusan pemberangkatan Pangeran Hidayat dibatalkan, yang tentu saja ditolak oleh Belanda.
>> Demang Lehman berusaha untuk menggagalkan keberangkatan rombongan Pangeran pada pagi hari tanggal 3 Februari 1862, Demang Lehman telah siap dengan pas**annya, perahu yang membawa Pangeran dibelokkan ke rakit batang pohon pada rumah yang dulu pernah dijadikan tempat tinggal Demang Lehman, dan disambut dengan gegap gempita oleh rakyat, Sultan Hidayatullah terus dilarikan.
Belanda tidak dapat bertindak apa-apa.
>> Pada tanggal 4 Februari 1862, setelah Pangeran dilarikan ke luar kampung Pasayangan, Residen mengerahkan kekuatannya untuk menangkap Pangeran. Seluruh kampung Pasayangan sampai kampung Kertak Baru dibakar Belanda. Masjid Martapura yang indah yang dibangun lebih dari 140 tahun yang lalu digempur dan dibakar Belanda.
>> Upaya penangkapan Pangeran dilakukan, dengan ditahannya Ratu Siti, Ibu Sultan Hidayatullah. Pihak Belanda menulis surat atas nama Ratu Siti kepada Sultan, agar mengunjungi dia sebelum dihukum gantung oleh Pihak Belanda. Surat tersebut tertera cap Ratu Siti…, padahal semua itu hanya rekayasa & tipuan tanpa pernah Ratu Siti membuat surat tersebut. Ketika bertemu dengan Ibu Ratu Siti ditangkaplah Sultan Hidayatullah.
>> Tanggal 2 Maret 1862 Sultan Hidayatullah diangkut dengan kapal Van OS.
>> Tanggal 3 Maret 1862, berangkat dari Martapura dan terus merapat ke kapal Bali untuk selanjutnya diangkut ke Batavia.
>> Penangkapan beliau dilukiskan pihak Belanda, sbb:
“ Pada tanggal 3 Maret 1862 diberangkatkan ke Pulau Jawa dengan kapal perang ‘Sri Baginda Maharaja Bali’ seorang Raja dalam keadaan sial yang dirasakannya menghujat dalam, menusuk kalbu karena terjerat tipu daya. Seorang Raja yang pantas dikasihani daripada dibenci dan dibalas dendam, karena dia telah terperosok menjadi korban fitnah dan kelicikan yang keji setelah selama tiga tahun menentang kekuasaan kita (Hindia Belanda) dengan perang yang berkat kewibawaanya berlangsung gigih, tegar dan dahsyat mengerikan. Dialah Mangkubumi Kesultanan Banjarmasin yang oleh rakyat dalam keadaan huru-hara dinobatkan menjadi Raja Kesultanan yang sekarang telah dihapuskan (oleh kerajaan Hindia Belanda), bahkan dia sendiri dinyatakan sebagai seorang buronan dengan harga f 10.000,- atas kepalanya.
Hanya karena keberanian, keuletan angkatan darat dan laut (Hindia Belanda) dia berhasil dipojokan dan terpaksa tunduk.
Itulah dia yang namanya :
Pangeran Hidajat Oellah
Anak resmi Sultan muda Abdul Rachman dst, dst, dst…..
”
( Buku Expedities tegen de versteking van Pangeran Antasarie, gelegen aan de Montallatrivier. Karya J.M.C.E Ke Rute halaman 10).
>> Sultan Hidayatullah II dibuang ke kota Cianjur Jawa Barat, disertai sejumlah keluarga besar kerajaan yang terdiri dari: seorang permaisuri Ratu Mas Bandara, sejumlah anak kandung dari permaisuri, menantu-menantu, saudara-saudara sebapak, ipar-ipar, ibu Pangeran sendiri, panakawan-panakawan beserta isteri dan anak buahnya, budak laki-laki dan perempuan, semua berjumlah 64 orang (sumber lain: 40 orang)
>> Di Cianjur Jawa Barat, Pangeran Hidayatullah ditempatkan di Tangsi Militer Belanda di Desa Sawah Gede Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
“Kemudian baru beliau bermukin di Kampung Banjar, Cianjur.
>> Selama berada di daerah pengasingan, Pangeran Hidayatullah aktif menyebarkan ilmu agama islam. Sehingga oleh masyarakat Cianjur dan sekitarnya saat itu, Pangeran Hidayatullah dikenal dengan sebutan Ulama Besar Berjubah Kuning, karena saat Pangeran Hidayatullah ke Masjid Agung maupun saat berdakwah, hampir selalu menggunakan pakaian jubah berwarna kuning.
>> Ada beberapa pesantren di Cianjur yang berdiri di masa beliau dan tetap eksis hingga saat ini. Di Cianjur, Pangeran Hidayatullah berperan dalam meningkatkan taraf pendidikan masyarakat.
>> Setelah tinggal di pengasingan selama kurang lebih 42 tahun, Pangeran Hidayatullah wafat pada 24 November 1904 dalam usia 82 tahun dan dimakamkan ditempat pengasingan.
>> Berkat jasa-jasa kepada bangsa dan negara, pada tahun 1999 pemerintah Republik Indonesia telah menganugerahkan kepadanya Bintang Mahaputera Utama.
>>Berbeda dengan Pangeran Antasari yang sudah berstatus sebagai Pahlawan Nasional, justru Pangeran Hidayatullah sebagai tokoh sentral dalam Perang Banjar belum diakui statusnya.
>> Pengajuan gelar pahlawan nasional untuk Pangeran Hidayatullah pada tahun 1991 sempat ditolak karena dianggap menyerah kepada Kekuasaan Kolonial Belanda.
Diajukan kembali pada tahun 2020..namun belum ada tindak lanjut dikarenakan pandemi covid 19.
(Dalam catatan Belanda, seperti dalam buku Der Bandjermasinsche Krijg Van 1859-1863 yang ditulis Willem Adriaan Van Rees, Pangeran Hidayatullah disebut sebagai Hoofd Opstandeling yang berarti Kepala Pemberontak).
Sumber: Google