21/09/2015
SO.LA.TE : Alib Isa Solo Exhibithion
Di dalam buku, temuan lukisan pada dinding-dinding gua dicatat sebagai titik awal dimulainya sejarah seni rupa. Berawal dari lukisan dinding tersebut semakin berkembang, dari huruf paku hingga hieroglyph, dari pahat hingga cetak, yang pada intinya manusia mencoba untuk saling berkomunikasi satu dengan yang lain.
Salah satu definisi dari kata lettering yang saya temukan adalah The act or business of making, or marking with, letters, as by cutting or painting. Jika disederhanakan mungkin mempunyai definisi yang kurang lebih seperti ini The art of drawing letters. CMIIW
Sedikit bercerita tentang ide awal yang lahir dari sebuah obrolan santai saat melakukan pembayaran administrasi rutin tiap semester antara saya dan Wahyu Eko Prasetyo, seorang mahasiswa teladan dan seniman muda kelahiran wonogiri. Dalam obrolan tersebut Wahyu mengutarakan sebuah gagasan untuk membuat sebuah pameran dengan tema yang sedikit berbeda dari biasanya. Beberapa orang kawan mendengarkan kami saling bertukar kalimat sambil menghisap rokok dan mengisi formulir pembayaran SPP. Diskusi pagi ini tidaklah lama, kami hanya memanfaatkan waktu sambil klesotan didekat loket menunggu antrian pembayaran. Dari sinilah muncul pertanyaan, “Bagaimana cara agar kita rajin berkarya tetapi tidak melupakan Yang Maha Kuasa?”. Mungkin bagi beberapa orang hal ini bukanlah hal baru, namun bagi sebagian yang lain jawaban dari pertanyaan tersebut bagaikan langit biru. Sebuah jawaban yang dapat mengajak kita untuk menengok kembali ke atas.
Dalam sebuah kesempatan perjalanan di atas dua roda, saya bercerita tentang ide tersebut kepada Alib Isa, seorang desainer grafis dan Hand lettering artist dari Sukoharjo. Ia sangat menyambut ide baik itu dan mengiyakan permintaan saya untuk mengadakan pameran tunggal keduanya yang bertempat di Ruang Atas, sebuah space yang berlokasi di Ngemplak Sutan, Mojosongo.
Beberapa waktu kemudian, Alib Isa mempresentasikan sebuah Ide sebagai tema dari pameran tunggalnya tersebut kepada saya. Dipilihlah SO.LA.TE, sebuah ide yang unik menurut saya, pertama karena Ide ini mempunyai 2 makna, yang dalam bahasa Inggris biasa diartikan terlambat, sedangkan dalam bahasa jawa berarti solatnya. Kedua, terlambat adalah kata kerja yang mempunyai hubungan dekat antara hitungan waktu dengan sebuah tindakan. Misal, seorang mahasiswa terlambat masuk kelas/seorang mahasiswa terlambat membayar SPP/seorang mahasiswa terlambat untuk menyatakan cinta.
Yang saya tangkap dalam presentasi tersebut, Alib Isa ingin menceritakan bahwa semua manusia itu berpotensi terlambat. Namun terlambat itu bukanlah sebuah akhir, karena akhir pun sebenarnya bisa menjadi sebuah awal, dan awal pun bisa menjadi sebuah akhir. Ada semacam proses perubahan yang terjadi. Dan proses tersebut tidak bisa terlepas dari hukum sebab-akibat.
Lalu bagaimana caranya kita bisa mengetahui waktu? Jawabannya dengan sebuah perenungan. Perenungan disini bukan diartikan sebagai sebuah aktivitas berdiam diri, apalagi melamun. Perenungan yang dimaksud adalah sebuah usaha akhir setelah melewati berbagai macam proses, salah satunya dengan membaca tanda-tanda dalam ayat-ayat qauliyah dan Kauniyah-Nya.
Saya melihat karya Alib Isa dalam pameran ini lahir dari sebuah perenungan. Dan saya yakin, kedewasaan dan kebebasannya dalam berkarya sangatlah dipengaruhi oleh semua yang berasal dari pengalaman ruang, waktu dan tubuh. Dari setiap perjalanan yang ditempuh. Dari setiap senang dan peluh. Dan dari setiap angin dan badai yang membuat teguh.
Setiap waktu mempunyai batas-batasnya sendiri, ada beberapa yang satuannya bisa kita ketahui, namun ada banyak juga yang masih menjadi misteri. Walaupun paling pelan, namun jangan kehabisan. Walaupun terlambat, namun jangan terlambat.
SO.LA.TE
19 September 2015
Solechan