03/11/2016
ADA 4 FAKTA MENARIK KASUS JESSICA WONGSO
YANG DIRELEASE MEDIA INTERNASIONAL
Drama itu telah berakhir: 46 saksi, 32 sesi persidangan yang bahkan berlangsung hingga dini hari, gaduh di luar pengadilan, hingga kontroversi yang diramaikan pemberitaan media massa.
Pada Kamis 20 Oktober 2016, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dipimpin Kisworo menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara kepada Jessica Kumala Wongso dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Wayan Mirna Salihin.
Jessica dianggap melakukan tindakan sadis, dengan membubuhkan sianida ke dalam es kopi Vietnam yang menyebabkan kematian temannya sendiri. Terdakwa juga tak mengaku menyesal.
"Menyatakan terdakwa Jessica terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana, menjatuhkan vonis selama 20 tahun penjara," kata Kisworo menjatuhkan vonis, yang sesuai dengan tuntutan jaksa.
Atas putusan tersebut, pihak Jessica Wongso segera menyatakan banding.
Tak hanya ramai dikabarkan media massa di Indonesia, sejumlah kantor berita asing juga ikut mengabarkan kasus pembunuhan tersebut, lengkap dengan segala macam kontroversinya.
Situs berita Negeri Kanguru, ABC Australia (abc.net.au) bahkan menyebut, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, telah menjatuhkan putusan atas kasus kriminal terkemuka dan paling kontroversial dalam sejarah hukum di Indonesia.
Tak hanya mengabarkan soal vonis Jessica, sejumlah media asing juga mengupas fakta-fakta menarik dalam kasus kopi sianida, baik dari dalam maupun luar persidangan.
Berikut 4 fakta menarik kasus Jessica Wongso yang disarikan dari sejumlah pemberitaan media terkemuka di dunia:
1. 'Bolong' dalam Vonis Jessica
Meski diputuskan dalam sebuah sidang pengadilan yang terbuka untuk umum, masih ada tanda tanya yang belum terjawab soal kasus kopi sianida.
Situs ABC Australia mewawancarai Direktur Indonesian Law, Islam and Society di Melbourne Law School, Profesor Tim Lindsey.
Sang profesor mengatakan, bisa jadi vonis terhadap perempuan 28 tahun itu akan berubah di pengadilan yang lebih tinggi.
"Putusan dalam kasus kriminal besar sering berbalik di Mahkamah Agung, bahkan dalam pengadilan tingkat banding," kata Lindsey kepada ABC.
"Saya pikir apapun hasil putusan banding, kedua kubu akan terus mengajukan perlawanan hingga akhir. Prosesnya bisa berlangsung selama bertahun-tahun."
Menurut Lindsey, ada sejumlah celah hukum dalam putusan serta pertimbangan yang disampaikan hakim. "Ada banyak hal yang 'bolong'." Termasuk sejumlah bukti yang 'patut dipertanyakan'.
Salah satu faktor utama adalah kurangnya otopsi konklusif. Pun dengan bukti-bukti lain.
"Masalahnya, apa sesungguhnya yang membunuh korban. Bukti bahwa Jessica Wongso meracuni kurang kuat, juga ada titik lemah dalam proses otopsi, sepertinya hal-hal itu tak dipertimbangkan secara rinci oleh hakim," tambah dia.
"Isu-isu tersebut adalah hal yang sangat penting dalam proses pengajuan banding atau kasasi."
Tiga ahli racun dan forensik asal Australia yang bersaksi dalam sidang juga menyebut, tak ada bukti bahwa sianida menjadi penyebab kematian Mirna.
Namun, jaksa mengatakan, sejumlah bukti, seperti warna kopi yang berubah setelah dibubuhi sianida, mengindikasikan korban tewas akibat diracun.
Sementara itu, Simon Butt, Professor of Indonesian Law, University of Sydney menulis artikel berjudul, 'Jessica Wongso found guilty in cyanide coffee case, but she may not yet have had a fair trial' di situs The Conversation'
Dalam opini tersebut, Butt mempertanyakan kurangnya alat bukti dalam proses persidangan kopi sianida.
2. Es Kopi Vietnam yang Kian Populer
Media terkemuka Amerika Serikat, The New York Times memuat artikel tentang vonis 20 tahun Jessica dalam versi internet maupun cetak.
Dalam artikel tersebut disebutkan, kasus kopi sianida memicu penasaran warga Indonesia dan ramai diberitakan media, setelah Jessica ditahan
Pada Januari 2016 -- tiga pekan setelah ia dan korban, Mirna Salihin bertemu di Kafe Olivier yang ada di mal terbesar di Jakarta.
"Warga yang penasaran berbondong-bondong ke kafe itu, duduk di mana Mirna Salihin diracun, untuk memesan es kopi Vietnam -- minuman terakhir yang dinikmati korban. Restoran itu sering kehabisan minuman tersebut," demikian dimuat situs New Tork Times, 27 Oktober 2016.
Rekaman kamera pengawas atau CCTV di dalam kafe tersebut pada 6 Januari 2016 menunjukkan Jessica tiba setengah jam sebelum korban dan rekannya, Hani. Setelah duduk di lokasi yang ia pilih, terdakwa memesan tiga minuman sekaligus.
Rekaman menunjukkan, Jessica meletakkan 3 tas belanja di atas meja, menutupi tubuh dan minuman yang ia pesan dari kamera. Setelah melakukan sejumlah gerakan, ia kemudian meletakkan tas-tas tersebut di kursi.
Poto. Detik-detik Pergerakan Jessica di Kafe Olivier
Jaksa berpendapat, terdakwa membubuhkan racun ke dalam es kopi di balik 'barikade' itu. Jessica diduga menghabisi Mirna karena meminta terdakwa putus dari pacarnya.
Jessica yang tinggal di Sydney, Australia pulang kampung Desember lalu, diduga dengan merencanakan 'balas dendam' pada korban.
Pegawai restoran mengatakan, wajah Jessica tak menunjukkan ekspresi apapun, datar, setelah Mirna kolaps. Terdakwa juga tak menunjukkan itikad untuk menolong korban.
Sementara itu, pihak Jessica menuding bahwa hakim tak mempertimbangkan bukti dalam persidangan, hanya bukti dari jaksa yang dianggap penting. "Bukti CCTV bahkan tak dipertimbangkan oleh para hakim," kata pengacara terdakwa, Otto Hasibuan.
3. Masa Lalu Jessica Wongso
Jessica Wongso berstatus sebagai penduduk tetap (permanent resident) di Australia. Itu mengapa kasus dan persidangan perempuan berambut panjang itu menarik perhatian publik Negeri Kanguru.
Media populer Australia, News.com.au pada 28 Oktober 2016 memuat artikel berjudul 'Cyanide coffee murder: Jakarta court sentences Jessica Kumala Wongso'.
Dalam artikel tersebut, dipaparkan mengenai masa lalu Jessica Wongso. Dilaporkan, terdakwa dan Mirna Salihin bertemu ketika keduanya sama-sama menuntut ilmu di Billy Blue College of Design di Sydney pada 2007.
Hakim menyebut, motif meracuni tersebut adalah kecemburuan, karena Mirna meminta Jessica memutuskan pacarnya kala itu, Patrick O’Connor.
Beberapa bulan sebelum pembunuhan dilakukan, Mirna menikah dengan Arief Soemarko tanpa mengundang Jessica.
Para hakim juga mengutip bukti dari Kepolisian Australia bahwa pada 2015 Jessica depresi dan kerap minum-minum. Suatu ketika, ia bahkan menabrakkan mobilnya ke sebuah panti jompo di Sydney. Ia juga pernah mencoba bunuh diri.
Pengadilan juga mendengarkan keterangan mantan bos Jessica di NSW Ambulance, yang mengatakan perempuan itu tahu benar bagaimana membunuh seseorang dan tahu benar soal dosis yang tepat.
Pada 1 Desember 2015, Jessica dipecat dari pekerjaannya di NSW Ambulance. Segera ia kemudian pulang ke Indonesia untuk mencari pekerjaan.
Setelah vonis, media mewawancarai pihak NSW Ambulance.
"Dengan adanya kemungkinan banding, penting bagi saya bahwa keadilan harus tetap berjalan semestinya tanpa interfensi dan spekulasi yang tidak perlu," kata Kristie Carter, Director Marketing & Media, NSW Ambulance seperti dikutip dari News.com.au.
Carter mengaku, ia dan rekannya yang lain menghadapi masa-masa sulit setelah dikaitkan dengan kasus yang kompleks itu.
Ia mengaku sedih atas dampak kasus pembunuhan tersebut pada kedua sosok yang masih muda: Mirna Salihin, juga Jessica.
Menurut dia, Jessica adalah pekerja yang berbakat, anggota tim yang berharga, dan punya karier yang menjanjikan di masa depan.
"Rasa tulus dan simpati saya sampaikan untuk keluarga Salihin, dengan harapan agar vonis tersebut memberikan ketenangan pada mereka sekaligus menutup masa-masa sulit tersebut," kata Carter yang tak bersedia memberikan pernyataan lebih lanjut pada media
4. Janji pada Australia
Tak ada luapan ekspresi yang ditunjukkan Jessica Wongso saat mendengar vonis 20 tahun yang dijatuhkan kepadanya pada Kamis 27 Oktober 2016.
Ia hanya menghela nafas. Tanpa teriakan, tanpa air mata yang mengalir.
Sidang putusan kasus Jessica menjadi akhir drama kasus kopi sianida. Meski baru sementara. Sebab, masih ada upaya banding, kasasi, dan peninjauan kembali yang bakal makan waktu bertahun-tahun.
Penyelidikan kasus tersebut sebelumnya juga berlangsung gaduh, tak hanya melibatkan penyelidik di Indonesia, tapi juga pihak Australia
Situs Daily Mail dalam artikel 'Australian student found guilty of murdering her friend using cyanide-laced coffee sentenced to 20 years in an Indonesian prison' menyebut soal pernyataan ayah korban, Eddy Dermawan Salihin bahwa putusan hakim 20 tahun sesuai dengan janji pada Pemerintah Australia.