Angin hilir

Angin hilir Kumpulan Cerpen menarik ☺️
https://youtube.com/?si=zqPJ3hO5LcqueN9i

Kongkow nya anak muda ( ' curhat masalah jodo 😅
29/11/2024

Kongkow nya anak muda ( ' curhat masalah jodo 😅

Salam kenal
24/11/2024

Salam kenal

" Kupinjam Suamimu semalam "Malam mulai larut, ketika terdengar deringan sesaat. Bulan melirik ke meja kecil di samping ...
27/10/2024

" Kupinjam Suamimu semalam "

Malam mulai larut, ketika terdengar deringan sesaat. Bulan melirik ke meja kecil di samping tempat tidurnya, mengambil telepon genggamnya. Ada pesan singkat dari Mega, sahabatnya dari semasa kuliah. Seperti biasa, lontaran sejuta keluh kesah. Dihelanya nafas panjang. Di kepalanya sendiri masalah pun rasanya sudah segudang. Namun tetap ditanggapinya, walaupun sekedar basa-basi saja. “Perkawinanku sudah di ambang batas. Aku tahu aku salah, aku menyesal. Aku ingin mencoba memperbaikinya, tapi Bayu tak pernah mau memberi aku kesempatan,” begitu bunyi pesannya.

Kau telpon aku saja lah.., sedang malas aku mengetik,” singkat, Bulan menjawab. Ia sendiri sedang sibuk mempersiapkan draft replik perceraiannya dengan Surya. Ya, ia memang tidak memakai pengacara untuk mengurus masalahnya ini. Percuma membuang-buang uang untuk sesuatu yang telah telanjur menjadi ampas dan sama sekali tak ada gunanya. Segala rasa berkecamuk dalam dirinya, namun deraan banyak hal sepertinya tak henti-hentinya berdatangan, menambah sesak dada. Termasuk urusan sahabatnya ini, yang sepertinya hidupnya hanya diisi dengan mengeluh saja, dan ia yang selalu menjadi penampungannya. Seakan-akan tidak ada satu kesenanganpun yang pernah diberikan Tuhan untuknya dan dunia ini hanya penuh dengan problemanya saja.

Tak lama kemudian, meluncurlah kata-kata panjang tanpa titik koma dari suara di seberang. Suara Mega. Bulan hanya bisa menyimak sepintas, mengambil intinya. Kepalanya sudah terlalu penuh untuk menyimpan berbagai masalah. Jangankan untuk orang lain, untuk dirinya sendiri saja sebagian keluh kesah kepahitan hidupnya sudah dibuangnya ke tong sampah.
Tak ingin diingat lagi atau diucap.

Diiringi isak tangis, Mega mengutarakan apa yang diinginkan darinya. “Kau tolonglah aku.
Coba bicara dengan Bayu, agar dia bisa menerima aku kembali.
Posisimu kan sama dengannya, teraniaya. Mungkin dia bisa mengambil pelajaran dari apa yang terjadi denganmu, sehingga dia mau kembali padaku demi anak,” pinta Mega memelas pada Bulan.
Bulan menghela nafas panjang. Disingkirkannya sejenak batu besar yang serasa menindih benaknya, berusaha berempati. “Ok, kapan aku harus menemuinya..??” tanya Bulan pada Mega. “Besok malam. Aku beri kau nomor telpon genggamnya. Tolong hubungi dia secepatnya. Aku percayakan urusan ini padamu,” pasrah suara Mega terdengar.

Sore itu, di sudut sebuah café bernuansa Italy. Bulan menunggu Bayu, menyeruput segelas cappuccino dingin sambil matanya sesekali menyapu ke luar jendela.
Empat potong shrimp bruschetta yang tadi dipesannya pun sudah ludes disantap. Namun tak juga dilihatnya sosok yang dinantinya.
Mulai kesal Bulan, untunglah beberapa menit kemudian pesan singkat dari Bayu masuk. “Sudah dekat, ma’af tadi keluar kantor agak terlambat,” begitu katanya. Selang seperempat jam setelah itu, mereka pun telah duduk berhadapan. Bayu memesan minuman yang sama dengan yang dipilih Bulan. “Kamu gak pesan makanan..??” tawar Bulan. Bayu menggeleng. “Masih agak kenyang. Tadi makan siang agak terlambat,” jawabnya, sambil meletakkan ranselnya di atas meja.

Matanya setelah itu justru sibuk mengamati perempuan di depannya dari atas ke bawah, sambil tersenyum nakal. ”Lain kau sekarang,” katanya. Terkekeh Bulan mendengarnya. “Kenapa..?? Terlihat lebih kurus dan lebih cantik..??” jawabnya yang diikuti dengan derai tawa kencang. Bayu pun ikut terbahak. “Awal yang baik memulai pembicaraan”, pikir Bulan. Suasana yang tadinya dikiranya akan kaku karena sudah sekian lama ia tak bertemu dengan suami sahabat karibnya ini, ternyata tak terjadi. Sudah tiga tahun lebih kalau tak salah, sejak Mega membawa Bayu ke rumahnya, mengantarkan undangan perkawinan mereka kala itu. Wajar, jika Bulan sempat kuatir apa yang diamanatkan padanya akhirnya gagal. “Akan lancar sepertinya misiku,” ujar Bulan dalam hati. Namun perkiraannya salah. Susah betul meyakinkan laki-laki itu untuk menerima istrinya kembali.

Dianggapnya semua tingkah dan penyesalan yang diperlihatkan istrinya itu hanya kepalsuan sesaat yang akan kembali lagi kala perempuan yang sudah memberinya satu anak itu kelelahan memakai topengnya. Hohoo.., paham betul Bulan akan perasaan itu. Tak jauh lebih baik dari yang ia alami.
Hidup dalam kepalsuan yang kurang lebih sama, pengkhianatan-pengkhianatan dan rekayasa mimpi-mimpi dalam keterkurungan sebuah sangkar besi yang dinamakan perkawinan, berakhir dengan terbongkarnya maksud dan tujuan Surya menikahinya dahulu yang tak pernah terbayangkan olehnya, lalu tersadar telah membuang sekian belas tahun penuh pengorbanan tanpa pernah ada hitungan. Pengkhianatan paling menyakitkan yang pernah ada, manakala pada akhirnya Bulan tahu bahwa keberadaan dirinya ternyata dinilai sebatas materi saja.
Mungkin akan lebih baik baginya melihat Surya berselingkuh dengan 1000 wanita, daripada setelah sekian lama dirinya baru terbuka matanya bahwa Surya menyandingnya sebagai istri hanya karena harta. Mengingat itu, seketika seperti ada yang terlepas sumbatannya.
Cerita kelam dari lubuk hati Bulan pun bagai banjir bandang, tumpah ruah membludak diiringi isak tangis yang sudah tak terbendung lagi, tanpa bisa diredam. Terlalu lama semua kepahitan itu ia simpan sendirian, tanpa pernah ia bagi barang sedikit pada siapapun, walau hanya untuk sekedar meringankan pikiran. Sudah tak diingatnya lagi tugas yang diembannya, terkubur oleh himpitan beban yang menggerus ketahanan mentalnya. Saat itu, yang tinggal hanyalah dirinya dan air mata. Melihat pemandangan nelangsa di depan matanya, tangan kasar lelaki itupun spontan menggenggam tangan Bulan yang sedikit gemetar, menahan emosi. “Sudahlah..sabar saja,” kata Bayu, mencoba menghibur.
Hmm.., memang apa lagi yang bisa Bulan lakukan selain itu..?? Menangis hanyalah pelampiasan sesaat untuk membuang beban. Menjadikan butiran-butiran air mata itu sebagai tiang-tiang pembangun kekuatan dirinya untuk bangkit dari keterpurukan.
Bukan untuk memperlihatkan kelemahan. Terdiam keduanya setelah itu dalam hening. Sibuk dengan pikirannya sendiri-sendiri. Lalu mata mereka pun saling beradu. Satu sama lain mengerti apa yang dimau, walau tanpa suara. Hanya bahasa tubuh mereka yang saling bicara. “Yuk,” ajak Bayu. Tak perlu banyak kata, mereka pun keluar dari café itu, mencari sebuah tempat pelampiasan. Puaskan segala amarah, kegetiran, luka dan ketercampakan.
Dua orang dewasa dalam satu nasib. Beradu salurkan energi negatif. Mengamuk rasa dalam gelora sesaat tanpa cinta. Sisakan peluh penuh kenikmatan dalam dekapan dosa. “Maafkan aku, teman..”, ucap Bulan lirih, dalam ketelanjangan yang masih menyisakan rengkuhan hangat Bayu di tubuhnya. Pulas terlelap usai hasratnya terurai.
Tak peduli ada keinginan yang masih menggantung tanpa penyelesaian. Sesuatu yang sudah sangat biasa Bulan terima dalam pendaman kecewa. Kesepihakan. Dan ketakacuhan atas apa yang ia rasakan.

Delapan bulan kemudian Bulan lelah terjebak dalam kebohongan. Tak sanggup lagi ia menahan. Memang tak perlu diumbar, namun iapun tak mau lagi menyimpan. Beban berat baginya, walau disadarinya bahwa yang tahu hanya ia, Bayu dan Tuhan. Memang, belasan tahun yang lalu Mega pernah melakukan hal yang sama pada dirinya. Diam-diam di belakangnya menjalin hubungan dengan Guntur, lelaki yang dulu ia harapkan bisa mejadi pelabuhan terakhirnya. Namun demi Tuhan, apa yang ia lakukan dengan Bara sama sekali bukan sebagai pembalasan, tapi karena tergelincirnya Bulan dalam kebodohan.

Kebodohan akan pemuasan nafsu sesaat yang pada ujungnya sangat ia sesalkan. Dikirimnya sebuah pesan berisi pengakuan kepada Mega. Sudah siap diterimanya makian dan hujatan dengan lapang dada. Menerima getah dari nangka yang sama sekali tak manis namun telanjur rakus dimakannya hingga habis tak bersisa. Benar saja, balasan pesan itu diterimanya hanya dalam hitungan detik, dengan huruf-huruf kapital. Singkat, namun padat makna.

“DASAR PELACUR..!! PENGKHIANAT..!!”, itu yang terpampang di layar telpon genggamnya. Dari Mega. Bulan hanya tersenyum, sadar gelar itu memang pantas untuknya. Ya, ia adalah pengkhianat dengan nurani mati, berdarah dingin. Pelacur jahanam, walau tanpa pernah ada bayaran..

26/10/2024

Pindah Jadwal ronda 🤣

Cantik cantik ya bun ☺️
17/08/2024

Cantik cantik ya bun ☺️

* Permulaan Malam yang Gerimis *Yaz, setiap kali kubuka media sosial, senantiasa kau hadir dalam status-statusmu yang me...
13/08/2024

* Permulaan Malam yang Gerimis *

Yaz, setiap kali kubuka media sosial, senantiasa kau hadir dalam status-statusmu yang mengesankan. Seraya kusaksikan selalu harapan yang tumbuh di dadaku, tertusuk-tusuk runcing kenyataan hidupku sendiri hingga koyak tak keruan. Cairannya keruh, menggenangi mimpi-mimpiku tentangmu, mengapungkan serasah penyesalan yang makin hari kian menumpuk, mengotori setiap aliran kenangan sejak kita tak lagi bersama.

Belum lama kusadari, tak mungkin kubandingkan kau dengan bekas suamiku. Dia yang menikahiku saat menjadi bintang lapangan, di akhir pernikahan kami terpaksa menjadi pengangguran dan s**a berjudi mengadu peruntungan. Kau yang dulu kutinggalkan sebab terlalu lambat memberiku jaminan masa depan, ternyata memiliki ketangguhan mimpi dan harapan.

Kau dan siapapun lelaki boleh saja menerka apa yang ada dalam isi kepala perempuan sepertiku, tetapi jangan harap kalian temukan sesuatu kecuali kekecewaan. Apalagi untuk menyelami hingga dasar batin, di mana rasa terpelihara bersama jejak sejarahnya. Kalian sesungguhnya perlu bertanya kembali kepada tujuan awal mengenal perempuan, terlebih kepada seseorang yang pernah memikat hatinya.

Aku bukannya sedang mengakui perihal kepalsuan yang menjadi kecenderungan sikap sebagian perempuan sepertiku. Atau semacam membenarkan sebagian besar anggapan lelaki, bahwa berkat keunggulan nalarnya, mereka merasa tahu semua hal, termasuk isi kepala perempuan. Seperti halnya penuturanmu ketika terakhir kali kita bertemu, "cukup Sel, aku sudah tahu." Kau sudahi pembicaraan kita dengan beberapa saran jalan keluar yang semakin membuatku terpikat dan merasa diperhatikan.

Taksi online yang kutumpangi melaju sedikit lebih kencang. Sorot lampu-lampu jalan, nyala terang deretan neon box dan papan iklan, tak membuat pikiranku rebah istirahat barang sebentar. Berkali-kali kupandangi layar ponsel yang terlihat begitu silau di keremangan dalam mobil, kala mendung di langit seperti hendak runtuh petang ini.

Sudah kupastikan anak buahku menyiapkan sesempurna mungkin aneka kudapan, berikut hidangan makan untuk acara malam ini di lokasi yang sedang aku tuju. Jadi jelas sekali hal itu tak perlu membuatku risau. Satu-satunya penyebab kepanikanku tak lain karena aku tak ingin kehilangan kesempatan melihatmu membaca puisi di panggung salah satu kafe pelanggan usahaku, sebagaimana poster digital yang kau pasang di statusmu sejak kemarin.

Sialnya perihal acara itu tak kuketahui sebelumnya, selain pesanan konsumsi dari panitia. Padahal terpampang jelas di poster itu, kaulah salah satu bintangnya, Yaz Prihangga, penyair nasional.

Kuingat terakhir kali kau beri kabar lewat pesan WA sebulan lalu, dan tak pernah terpikir olehku, perihal kepulanganmu dalam maksud penyelenggaraan acara ini.

"Mungkin sekitar pertengahan bulan depan."

"Sekeluarga?"

"Sendiri."

Pesan terakhir yang kuterima darimu itu serasa embun, membasahi kemarau bertahun-tahun. Sengaja kubiarkan kata itu tanpa tanggapan balik dariku agar mudah kubaca lagi. Juga supaya sebebas mungkin dapat kumaknai ses**a hati, sebelum betul-betul kita bertemu nanti.

Pukul lima lewat empat puluh delapan petang, rintik air laksana jutaan jarum yang menghujani ingatan, menyiksa kesepianku begitu tiba di lokasi acara. Kuingat pengakuanmu terkait kenangan tentang hujan sore hari bersamaan dengan putaran pandanganku berusaha mencarimu. Kulihat beberapa meja telah berisi satu-dua orang yang khusyuk bermesraan dengan ponsel masing-masing.

Pada satu meja dekat kasir, kulihat Pak Roy pemilik kafe ini duduk menghadap seorang lelaki yang bisa kupastikan bukan kamu. Ah, kenapa mataku selalu tak sesabar hatiku untuk menemukanmu, batinku. Rintik hujan masih terdengar, menimpa lamunan dedaunan, tengadah rerumputan, dan segala kebekuan yang diusiknya, termasuk genangan kerinduan yang kurasa sedikit memalukan.

Sedikit ragu langkahku mendekat, hingga terlihat beberapa buku dengan namamu tertera di sampulnya, di antara buku-buku lain yang tak membuatku tertarik sedikit pun. Tatapan mata Pak Roy menangkap kedatanganku, menyusul lambaian tangan dan sebuah isyarat agar aku mengambil tempat paling nyaman. Kubeli beberapa bukumu, meski tak pernah kumerasa sanggup meluangkan waktu untuk membacanya. Aku bukan penikmat puisi, tetapi hanya menghendakimu sebagai pengisi kekosongan hati.

"Tumben, Sel," tergopoh-gopoh Pak Roy menyalamiku.

"Pasti karena Yaz, ya? Sambungnya sambil terkekeh.

Sama sekali tak kuduga sebelumnya, Pak Roy katakan perihal ceritamu tentangku, tentang masa lalu kita, bahkan tentang pertemuan-pertemuan kita. Tentu saja kuberdiri di depannya dengan menyimpan rasa tak keruan, antara malu dan tak percaya. Rupanya dia juga menduga bahwa akulah tamu khusus yang sempat kau janjikan sebelumnya, sebab kedatanganku yang tidak biasa di acara seperti ini.

Seketika napasku serasa terhenti. Ada sesuatu di hatiku yang melambung tinggi. Segera kupersilakan Pak Roy menyambut rombongan tamu yang baru saja datang, agar ketidaknyamananku berdiri tak sempat dia ketahui. Beberapa detik kutertegun, sebelum kemudian kakiku melangkah ke sebuah meja di tengah, berhadapan lurus dengan panggung, sambil kubayangkan nikmatnya menyaksikan pesonamu tak lama lagi. Segera kupesan kopi hitam ketika seorang pelayan menyodorkan daftar menu, sebelum kembali kucoba hadirkanmu pada menit-menit kumenunggu.

Sekitar empat tahun sebelum hari ini, kita pernah bertemu sekali, setelah dua belas tahun sejak kepergianmu dari kota kelahiran kita ini. Kau bersedia menemuiku di calon toko roti yang sempat kujadikan pemikat perhatianmu agar kita bisa bertemu. Sebuah kedai kopi berseberangan dengan kios yang kusewa, serupa tempat kencan dua pasangan yang masing-masing telah berkeluarga. Setidaknya perasaan seperti itu yang pada waktu berikutnya baru kuketahui.

Saat itulah betul-betul kusaksikan pesonamu sebagai lelaki dewasa, jauh berbeda dengan ingatanku tentangmu jauh sebelumnya. Kau begitu cekatan menyodoriku beberapa sketsa ruangan yang kuimpikan, meskipun sesungguhnya bukan itu yang membuatku terkesan. Tetapi justru rambut terkucir beserta kumis tipis dan caramu memegang rokok ketika bicara, hampir menyita keseluruhan perhatianku di puncak kerinduan dan rasa penasaran yang terlunasi malam itu.

"Anakmu sudah besar, Yaz?"

"Baru masuk TK, anakmu?"

"Ngeledek kamu ya?"

Tentu saat itu kau lihat, sempat kutersipu dan hampir saja salah mengambil cangkir kopi milikmu. Meskipun begitu sungguh kusadari, kesempatan malam itu tak sedikitpun kusia-siakan. Kau pasti tak menduga sebelumnya, bahwa rona hidupku tak secantik pujianmu ketika mengomentari foto profilku. Berawal dari cerita perihal anak gadis pertamaku yang sudah SMA, berikut si cantik kecil adiknya yang baru kelas 4 SD, kutumpahkan sedanau kisah hidup yang membuatmu terpaku sampai batang rokok terakhir.

"Selamatkan dua bidadari kecilmu, Selly."

"Maksudmu?"

"Ya, mungkin hanya itu cara menghapusnya."

"Aku makin tak mengerti."

Aku tahu, setelah puas kutumpahkan segala sesak di dada kepadamu, kau menjadi sedikit banyak tahu latar belakangku. Sehingga bisa kupastikan kau bakal memahami ketika kukatakan bahwa mungkin banyak lelaki yang bisa memberikan kepuasan berahi, lebih banyak daripada mereka yang sanggup menyediakan kepuasan materi. Dan kau terlihat dingin menanggapinya dengan, "bakal lebih sedikit lagi yang mampu mempersembahkan kepuasan hati," yang langsung kuiyakan kala itu.

"Kelak kau akan mengerti dengan sendirinya," timpalmu.

Saat itu pandanganmu jauh menerawang, seolah hendak menjangkau lapisan masa yang baru saja kuceritakan. Aku pun terbawa arus ingatan karenanya, pada saat di mana para lelaki seumuranmu masih bau keringat anak sekolahan dan merasakan kepanikan pagi sebab PR yang belum terkerjakan.

Andai kau tahu, saat itu aku telah lebih dulu mendulang keringat serta kepanikan yang lain, merasakan belaian, rengkuhan, bahkan kenikmatan yang tertukar kesucian. Sedangkan kau semakin jauh kutinggalkan.

Kau datang tak berselang lama setelah kuselesai membuka bungkus plastik bukumu yang berjudul Menjadi Jodoh Perempuan-Perempuan Terpilih. Belum sempat kupikirkan, bagaimana cara mendekat apalagi sekadar berbincang denganmu, kulihat kau keluar dari mobil dengan syal melingkar di leher. Seorang wanita yang bukan istrimu menyusul turun dan segera menggandeng tanganmu.

Perempuan berperawakan kecil itu menurutku tidak bisa dibilang cantik, namun terlihat anggun dari gerak tubuh dan caranya menanggapi lawan bicara. Tubuhnya kecil, rambut tergerai sebahu dengan pakaian warna gelap sederhana, tanpa dilengkapi perhiasan di leher ataupun pergelangan tangannya. Sesekali kau rangkul pundaknya, setiap kali orang-orang bergantian menyambut dan menyalami kalian.

Aku terpaku membayangkan istri dan anakmu, betapa mereka menjadi begitu istimewa kurasa saat ini. Sekejap kemudian menyusul rasa terasingku di antara para pengunjung yang ramai membicarakan puisi dan kamu. Sambutan, pembacaan dan tanggapan, bergantian memenuhi kejenuhan, menghunuskan kata-kata yang tak satupun kumengerti maknanya.

Tiba saat gilirannya kau bacakan puisi. Pembawa acara menjelaskan perihal gangguan serius pada tenggorokanmu sehingga perempuan itu yang akan menggantikan. Segera setelah mendengar itu, kuingin secepatnya undur diri dari keterasingan yang menjadi-jadi di permulaan malam kali ini.

07/08/2024

Terima kasih sudah menjadi orang yang paling banyak berinteraksi dan masuk ke daftar interaksi mingguan saya! 🎉 Deddy Astrea

Cerita "Wik-Wik" HRD Cantik Dipaksa Sopir Sampai LemesLidya hanya bisa menggigit bibirnya saat Bram mulai melakukan aksi...
06/08/2024

Cerita "Wik-Wik" HRD Cantik Dipaksa Sopir Sampai Lemes

Lidya hanya bisa menggigit bibirnya saat Bram mulai melakukan aksinya. Dendam Bram terbalaskan, terkekeh mengejek sebelum meninggalkan Lidya.

pasti punya perasaan dan seringkali sakit hati, bahkan terbelenggu rasa dendam. Maka itu hati-hatilah dalam menjaga lisan kita. Sebab jika menyakiti hati orang lain, pasti ada balasannya.

Hal ini juga yang terjadi pada Lidya, nama samaran. Wanita 35 tahun yang berprofesi sebagai Kepala HRD di sebuah perusahaan transportasi yang cukup ternama di Kota ini.

Selama menjadi HRD, Lidya selalu tegas dan keras. Ia tak segan memberikan surat peringatan dan memecat karyawan perusahaan yang malas, atau pun yang dinilainya bermasalah dalam kerjaannya.

Tapi, tanpa disadari sikapnya itu banyak menimbulkan rasa kecewa dan sakit hati dari karyawan yang dipecat. Apalagi jika si karyawan merasa kesalahan yang menjadi alasan bukan kesalahan yang disengaja.

Malam itu Lidya sedang lembur di kantornya. Hanya ada seorang staf wanita, Susi yang menemani. Dua Satpam setia berjaga malam di kantor seperti biasanya.

Sudah jam 10 malam, Lidya meminta Susi untuk pulang saja. Dia bisa mengerjakan sisa pekerjaannya sendiri karena sudah hampir rampung.

"Sus kamu pulang aja gapapa. Ini kan dah mau rampung juga," katanya.

Susi sangat senang karena memang dia masih punya anak bayi yang harus dapat ASI menunggu di rumah. "Baik Bu. Tapi ibu nggak papa sendirian?. "Nggak apa Sus, lagian kan ada Satpam,".

Setelah Susi pergi, Lidya ke toilet untuk p**is. Tapi pas selesai, dia sangat kaget, ada seseorang di ruangan kerjanya.

"Hah, kamu? Kamu mau apalagi datang ke kantor ini," teriaknya ketus.

Lelaki itu adalah Bram, bukan nama sebenarnya. Salah satu sopir perusahaan yang dipecat oleh Lidya, dua bulan yang lalu.

Bram duduk di sofa ruang kerja itu, sambil tersenyum.

"Tenang Bu bos yang cantik. Saya cuma mau kasih lihat ini ke ibu," Bram menyela kemarahan Lidya. HPnya diserahkan ke tangan Lidya yang berdiri di depan sofa tempat Bram duduk.

Lidya bagai disambar petir. Video yang diputar di HP Bram adalah video dirinya. Video tak senonoh saat sedang Vidcall dengan seorang pria.

"Wah wah wah.., hmm ternyata kamu nakal juga ya bos..?," Bram berdiri dan kembali mengambil HP dari tangan Lidya yang mematung kaku.

"Tolong, saya mohon jangan permalukan saya," kata Lidya, suaranya mulai merendah.

Sebulan yang lalu, Bram pun seperti itu. Dai sangat memohon pada Lidya agar dirinya jangan dipecat. Ia sudah menjelaskan bahwa kecelakaan mobil transportasi yang dikemudikan itu terjadi tak sengaja dan bukan kesalahannya.

Pemecatan yang dilakukan Lidya sangat memukul hati Bram. Apalagi Bram baru enam bulan kerja di perusahaan itu. Selain itu Bram juga butuh kerja karena sedang menanti kelahiran anaknya.

Bram berusia 27 tahun. Dia sebenarnya pekerja yang rajin dan disiplin. Sialnya saat itu kendaraan yang dibawanya ditabrak dari belakang. Dan yang menabrak adalah oknum pejabat.

Bukannya dibantu karena Bram dituntut ganti rugi atas kerusakan mobil, dia justru dipecat oleh Lidya.

Hampir seminggu lamanya Bram memendam kesedihan karena dipecat. Ia tak pernah menceritakan pada Sari istrinya. Tak ingin Sari kecewa dan khawatir akan biaya persalinannya.

Sampai suatu malam Bram bertemu Hendri, tetangganya. Saat itu Hendri menghibur Bram dan memperlihatkan beberapa video di HPnya. Bram ikut liat, awalnya jadi hiburan saja.

"Nah yang ini bagus, solo karir nih bro. Kayak wanita karir gitu modelnya," kata Hendri. Di situlah Bram melihat seorang wanita sedang melakukan vidcall dewasa. Tapi bukan soal itu.

Pandangan Bram fokus ke gelang emas yang terlihat ditangan kanan wanita dalam video tersebut. Ya gelang emas motif bunga mawar, itu sangat dikenalnya.

"Coba kulihat lagi bro," kata Bram dan melihat kembali.

Bagai pucuk dicinta ulam pun tiba. Bram ingat benar gelang itu milik Lidya. Dia melihatnya waktu tiga kali menghadap selama proses pemecatan dirinya. Dan, suara dalam video itu, pas.. suara Lidya.

Entah darimana Hendri mendapat video itu, tapi video Lidya berada diantara belasan video dewasa yang diperlihatkan Hendri malam itu. Bram pun meminta Hendri mengirimkannya via WA.

Dari situ, Bram lalu menggali informasi tentang Lidya. Termasuk dari karyawan dan juga Satpam kantornya. Dia juga mencermati kapan Lidya lembur malam.

Suami Lidya ternyata seorang pejabat juga di sebuah perusahaan tambang. Pasangan ini belum bisa punya anak, karena sama sama sibuk. Suami Lidya pun jarang pulang karena lokasi tambang cukup jauh dari kota dimana mereka tinggal.

"Ha ha ha. Gimana sekarang bos cantik? Mau teriak? teriak saja. Video bagus ini pasti tersebar ke seluruh dunia, ha ha ha," Bram sangat puas melihat Lidya yang berdiri kaku dan pucat dihadapannya.

Mohon, jangan permalukan saya mas Bram, saya mohon," suara Lidya melemah, dia benar benar takut video itu menyebar dan mempermalukan keluarganya, apalagi suaminya.

Seingat Lidya, itu video sudah setahun lalu. Saat ia menerima vidcall dari Harsono, pemilik perusahaan mitra kerja perusahaan tempat Lidya kerja. Awalnya memang hanya bahas kerjaan.

Tapi karena suami Lidya sedang tidak ada, dan Harsono pun terus merayunya. Akhirnya terjadilah, dan Harsono rupanya diam diam merekam semua kejadian itu tanpa Lidya tahu. Sekarang, penyesalan tinggal penyesalan.

Makanya Bu bos, jadi orang jangan angkuh.. Saya nggak kenal Bu bos sebelumnya, tapi kenapa Bu bos tega memecat saya?," kata Bram.

Bram pun menumpahkan semua kekesalan dan kecewanya pada Lidya. Sementara Lidya berdiri gemetar dan pucat. Ia merasa menyesal telah memecat Bram.

"Mmaafin saya mas Bram. Saya menyesal, dan kalau mas mau mulai besok mas boleh kerja lagi ya. Tapi tolong jangan permalukan keluarga saya," Lidya kini membujuk Bram.

"Ha ha ha.. enak rasanya memohon Bu?, dan ibu akan rasakan bagaimana perasaan saya, saat permohonan ditolak, ha ha ha," tegas Bram.

Lidya makin pucat dan gemetaran. Dia takut Bram benar benar menyebarkan vidionya itu.

Tanpa sadar dia memeluk Bram untuk memelas. "Mas Bram.. tolong, saya akan lakukan apa saja, yang penting video itu jangan sampai..," Lidya belum selesai bicara, Bram menutup bibirnya dengan jari.

"Sssttt.. Oke, apapun akan kamu lakukan ya bu Lidya?," tanya Bram sambil memegang kedua p**i Lidya.

Tadinya Bram sudah cukup yang penting dia bisa kembali kerja. Tapi pikirannya berubah nakal disaat melihat kecantikan Lidya.

Apalagi saat Lidya memeluknya untuk memelas, Bram merasakan getaran lembut rengekan Lidya saat itu pun terdengar manja di telinga menggugah kelelakiannya.

"Benar? apapun kau lakukan cantik. ha ha ha," Bram mulai dirasuki niat jeleknya.

"Engh he eh," Lidya mengangguk pasrah, Bram makin terkekeh keras dan bangga. Dendamnya segera terbalaskan.

"Baiklah pintar. Sekarang naik ke meja kerjamu, dan lakukan seperti kau lakukan di video bagus itu," Bram mendorong Lidya. Lidya semakin pucat dan gemetar, tapi tak ada pilihan.

"Cepat, lakukan cantik," tegas Bram. Lidya mengangguk dan mulai meneteskan air mata. Dia duduk di tepian meja kerjanya, dan mulai mereka ulang setiap gerakan dan suara dalam video itu.

"Terus cantik, terus pintar," ucapan Bram seperti aba aba bagi Lidya. Dia melalukannya di hadapan Bram.
Bram menatap dengan terpukau, kemudian berdiri mendekati Lidya. Lidya sadar, jika tak ada yang menolongnya pasti beberapa waktu kedepan, anak buahnya ini akan leluasa berbuat apa saja terhadap dirinya.

Tapi dia hanya bisa pasrah. Relung hatinya menyesali semua keangkuhannya saat memecat Bram. Tapi semua terlambat. Kini Bram semakin dekat dan mulai memyentuhnya.
Di mata Bram, Lidya adalah wanita yang secara fisik sempurna dan memenuhi idamannya. Meski usia sudah 35, tubuh Lidya sintal dan terawat. Wajahnya pun cantik dengan kulit putih.

Anehnya, perlakuan Bram yang lembut dan tidak kasar berhasil membuai Lidya. Hingga Bram berhasil menyatu utuh, dan membawa hayalan Lidya terbang tinggi, meraih kebahagiaan semu.
Bram berdiri menatap nanar pada Lidya, dia tersenyum kecil. Lidya menatap Bram dengan sayu. Dia tak pernah menyangka, memecat Bram menimbulkan konsekwensi ini.

Tapi dia juga heran, yang tadinya dia sangat ketakutan kini berubah dia merasa nyaman sekali. Perlakuan Bram yang lembut dan lihai sudah membawanya melayang jauh.

Lidya melayani Bram dan mulai mengimbangi perlakuan Bram itu. Untuk beberapa saat lamanya keduanya melambung tinggi hingga akhirnya kembali membumi.
Bram sangat bersyukur malam itu. Selain bisa dapat kerja kembali, dia juga berhasil mencicipi kecantikan Lidya, pimpinan HRD yang selama ini menentukan nasib pekerjaannya.

Sejak kejadian itu, Lidya pun berubah menjadi pimpinan HRD yang ramah dan tidak arogan dalam menghukum karyawan. Bram pun kembali kerja di perusahaan itu.

Beberapa teman Bram yang pernah dipecat Lidya pun bisa kembali kerja. Bedanya, Bram ditempatkan sebagai staf di HRD, mendampingi Lidya. Posisi yang selama ini tak terpikirkan.

Hubungan Lidya dan Bram pun semakin dekat.

Tapi mereka berkomitmen setelah kejadian malam itu tak akan mengulangi lagi. Karena keduanya punya suami dan istri yang tak mungkin dilukai.

Apa pendapat kalian..?
05/08/2024

Apa pendapat kalian..?

Cinta dan DosaKesalahan terbesar Bisma adalah memberikan seluruh cintanya kepada Melati.Seorang gadis yang telah merubah...
04/08/2024

Cinta dan Dosa

Kesalahan terbesar Bisma adalah memberikan seluruh cintanya kepada Melati.
Seorang gadis yang telah merubah hidupnya.
Dia tidak pernah menyangka, cintanya kepada sang gadis malah membuat Melati selalu merasakan penderitaan.
"Melati! Aku mencintaimu." Itulah awal dari ambisi Bisma, dia menyatakan cinta kepada gadis yang mencintai dan dicintai sahabatnya sendiri dihadapan semua siswa SMA Bintang. Bagi Bisma, semua keinginannya adalah hal mutlak, dia tidak s**a dengan sebuah penolakan. Lalu, bagaimana dengan hubungan Bisma kedepannya? Akankah hubungannya dengan Melati berjalan mulus? Atau mungkin … ini adalah awal dari penderitaan Bisma. Karena dosa yang telah dia lakukan dimasa lalu. Hingga seseorang berkata, "Kamu dan perempuan yang kamu cintai tidak akan pernah mendapatkan kebahagiaan!

02/08/2024

KINEMASTER MOD TERBARU 2024 No Password

- Cinta di Perpustakaan -Di sebuah sekolah yang ramai, ada seorang siswi bernama Maya yang gemar membaca. Setiap hari se...
02/08/2024

- Cinta di Perpustakaan -

Di sebuah sekolah yang ramai, ada seorang siswi bernama Maya yang gemar membaca. Setiap hari setelah pulang sekolah, dia selalu menghabiskan waktu di perpustakaan sekolah, menyelami dunia-dunia baru melalui buku-buku yang dipilihnya.

Pada suatu hari, saat Maya sedang asyik membaca di sudut favoritnya, dia melihat seorang siswa baru yang duduk di seberangnya. Namanya Rian. Rian anak yang pendiam, tetapi Maya melihat kilatan minat di matanya saat dia membuka buku tebal tentang sejarah.

Maya merasa penasaran dengan Rian dan kehadirannya di perpustakaan. Setiap hari, dia memperhatikannya dari kejauhan, berharap bisa bertegur sapa dengannya. Namun, dia ragu untuk mengganggu ketenangan Rian yang tampak tenggelam dalam dunianya sendiri.

Namun, suatu hari, saat Maya sibuk mengatur bukunya, dia secara tidak sengaja menjatuhkan tumpukan buku yang disusunnya. Dengan canggung, dia mencoba mengambilnya kembali, tetapi buku-buku itu tercecer di lantai.

Rian, yang duduk di sebelahnya, melihat kejadian itu dan dengan cepat memberikan bantuan. Maya merasa malu, tetapi Rian hanya tersenyum kecil sambil membantunya mengumpulkan buku-buku tersebut. Mereka berdua kemudian berbicara tentang buku-buku yang mereka s**ai dan perlahan-lahan mulai terjalin sebuah percakapan.

Sejak hari itu, Maya dan Rian sering bertemu di perpustakaan. Mereka saling berbagi cerita tentang buku favorit mereka, impian, dan ketertarikan mereka terhadap dunia sejarah dan sastra. Waktu yang mereka habiskan bersama membuat mereka semakin akrab satu sama lain.

Suatu hari, ketika hujan turun dengan lebatnya, Maya dan Rian terjebak di perpustakaan karena hujan deras di luar. Mereka duduk di lantai bersama-sama, mengobrol dan tertawa, lalu menemukan kesamaan minat mereka dalam membaca.

Di tengah canda tawa mereka, Rian tiba-tiba menatap mata Maya dengan penuh keberanian. Dengan suara lembut, dia mengakui perasaannya kepada Maya. Dia mengungkapkan betapa spesialnya Maya baginya dan bagaimana dia selalu menantikan setiap hari untuk bertemu dengannya di perpustakaan.

Maya tersenyum dengan hangat, merasakan detak jantungnya berdegup kencang. Dia juga merasakan hal yang sama terhadap Rian. Dengan gemetar, dia menjawab perasaan Rian dan menyatakan bahwa dia juga merasakan hal yang sama.

Di bawah atap perpustakaan yang hangat dan nyaman, di antara buku-buku yang mereka cintai, Maya dan Rian menemukan cinta mereka yang murni dan tak terduga. Dari hari itu, perpustakaan tidak hanya menjadi tempat untuk membaca, tetapi juga tempat di mana cerita cinta mereka dimulai.

Address

Oto Iskandar Dinata
Sukabumi
43165

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Angin hilir posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Angin hilir:

Videos

Share