10/01/2025
Apakah ada dampak yang fatal jika DPR dibubarkan ?
DPR Kok Dibubarin?
Jangan salah, wacana Gus Dur membubarkan DPR bukanlah hal baru. Presiden Sukarno sudah memulai "trendsetter" ini lebih dulu. Pada 5 Maret 1960, B**g Karno mengambil langkah kontroversial dengan membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu 1955. Alasannya? DPR dianggap gagal menjalankan tugas konstitusionalnya, ditambah suasana politik Indonesia saat itu yang lebih panas dari wajan goreng dadakan.
Latar Belakangnya Apa?
Semua ini bermula dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang mengakhiri fungsi badan Konstituante karena gagal bikin konstitusi baru. Presiden Sukarno merasa DPR lebih sibuk "drama antar partai" daripada menyelesaikan persoalan rakyat, seperti krisis ekonomi atau konflik politik. Daripada terus "berdrama tanpa hasil," Sukarno memilih solusi tegas: bubar saja!
Setelah DPR dibubarkan, Sukarno mendirikan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Isinya? Loyalis Sukarno, tentu saja. Tujuannya? Supaya kebijakan pemerintah bisa melaju tanpa rem tangan, alias dukungan penuh. Sayangnya, langkah ini malah mempercepat Indonesia menuju era pemerintahan otoriter di bawah kendali Sukarno.
Efek Domino: Dari Demokrasi ke Militerisasi
Langkah ini tidak hanya memperkuat kekuasaan Sukarno, tetapi juga membuka pintu bagi militer untuk lebih terlibat dalam politik. Setelah itu, militer mulai ambil bagian aktif dalam pemerintahan, bak pemain cadangan yang tiba-tiba jadi bintang utama. Dampaknya? Era Orde Baru di bawah Soeharto, di mana militer memegang peran kunci dalam politik, meninggalkan jejak hingga hari ini.
Pemilu 1955: Dari "Super Demokratis" ke "Super Tragis"
Pembubaran DPR juga meninggalkan bekas pahit bagi kepercayaan rakyat terhadap pemilu. Bayangkan saja, pemilu 1955 yang disebut-sebut sebagai pemilu paling demokratis, transparan, dan adil, hasilnya malah "dianulir" oleh pemerintah. Wakil rakyat yang dipilih diganti dengan loyalis pemerintah. Rasa kecewa ini terus membayangi legitimasi pemilu-pemilu berikutnya.
Dampak pembubaran DPR di masa Orde Lama menjadi salah satu "bekas luka demokrasi" Indonesia. Bukannya belajar dari sejarah, kita malah sering terjebak di siklus yang sama. Seperti nonton sinetron tanpa akhir, drama politik kita terus berulang. Kalau B**g Karno masih hidup, mungkin mereka akan tertawa kecil sambil berkata, "Lha wong dulu sudah pernah, kok, masih diulang-ulang !!