16/07/2024
HARI ASYURA' YANG TRAGIS
Setelah peristiwa berdarah di Karbala, 10 Muharram tahun 61 Hijriyah, ‘Ubaidillah bin Ziyad mengirim kepala Sayyidinal Husain ke Syam bersama para tawanan perempuan dan anak-anak dari Ahlul Bait. Mereka ditempatkan di atas pelana-pelana, dengan wajah dan rambut mereka tersingkap.
Singkat cerita, perjalanan kepala suci itu berhenti di suatu daerah yang terdapat biara milik seorang pendeta. Setiap kali berhenti untuk istirahat, para pengawal mengeluarkan kepala Sayyidinal Husain dari peti dan menancapkannya di ujung tombak. Tombak itu lalu disandarkan pada biara.
Lanjutan peristiwa pilu tersebut dicatat ulama hadits, Ibnu Hibban (w. 354 H) di kitab as-Sirah an-Nabawiyyah wa Akhbar al-Khulafa’, halaman 560-561 (bagian kitab ats-Tsiqat) berikut:
فرأى الديراني بالليل نورا ساطعا من ديره إلى السماء، فأشرف على القوم وقال لهم: من أنتم؟ قالوا: نحن أهل الشام، قال:
هذا رأس من هو؟ قالوا: رأس الحسين بن علي، قال: بئس القوم أنتم! والله لو كان لعيسى ولد لأدخلناه أحداقنا!
Pendeta Nasrani itu menyaksikan cahaya terang di malam hari memancar ke langit dari biaranya. Ia lalu mendekati para pengawal seraya bertanya, “Siapakah kalian?” Jawab mereka, “Kami penduduk Syam”. Pendeta tanya, “Kepala ini, siapakah dia?” Jawab mereka, “Kepala Al-Husain bin ‘Ali”.
“Seburuk-buruk kaum adalah kalian”, kata sang pendeta. “Demi Allah, andai Isa mempunyai putra pasti kami masukkan ke laman-laman kami”.
ثم قال: يا قوم! عندي عشرة آلاف دينار ورثتها من أبي وأبي من أبيه، فهل لكم أن تعطوني هذا الرأس ليكون عندي الليلة وأعطيكم هذه العشرة آلاف دينار؟ قالوا: بلى
Kemudian ia berkata, “Wahai kaum, aku mempunyai 10.000 dinar (1 dinar = emas 22 karat dg berat 4,25 gram) yang aku warisi dari ayahku. Ayahku juga mewarisinya dari ayahnya. Maukah kalian berikan kepala ini kepadaku untuk satu malam ia bersamaku, dan untuk itu aku berikan pada kalian 10.000 dinar?” Mereka jawab, “Iya”.
فأحدر إليهم الدنانير، فجاءوا بالنقاد، ووزنت الدنانير ونقدت، ثم جعلت في جراب وختم عليه، ثم أدخل الصندوق
Sang pendeta memberikan mereka dinar-dinar itu. Mereka mengupah tukang emas, maka dinar-dinar itu ditimbang dan diperiksa kemurnian/keasliannya. Kemudian dinar-dinar itu dimasukkan ke dalam kantong, diberi materai, dan dimasukkan ke dalam peti.
وشالوا إليه الرأس، فغسله الديراني ووضعه على فخذه وجعل يبكي الليل كله عليه، فلما أن أسفر عليه الصبح قال: يا رأس! لا أملك إلا نفسي، وأنا أشهد أن لا إله إلا الله وأن جدك رسول الله، فأسلم النصراني وصار مولى للحسين
Kemudian, mereka mengangkat kepala itu dan menyerahkannya kepada sang pendeta. Pendeta itu membersihkan kepala itu dan kemudian meletakkannya di atas ribaannya. Ia lebur dalam tangisan sepanjang malam.
Menjelang Subuh, pendeta itu berkata, “Duhai kepala, tidak ada yang kumiliki melainkan diriku. Aku (dengan ini) bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan bahwa datukmu Muhammad adalah utusan Allah”. Maka, pendeta Nasrani itu telah memeluk Islam dan menjadi pendukung Sayyidinal Husain.
Sesuai janji sang pendeta hanya satu malam, kepala penuh berkah itu lalu kembali diserahkan kepada para pengawal Yazid. Mereka menempatkan kepala Sayyidinal Husain semula ke dalam peti. Setelah istirahat mereka beranjak pergi dari biara. Ibnu Hibban di halaman 561 melanjutkan:
فلما قربوا من دمشق قالوا: نحب أن نقسم تلك الدنانير، لأن يزيد إن رآها أخذها منا،
Saat mereka sudah dekat dari Damaskus, mereka berkata, “Kami ingin membagi-bagi dinar-dinar itu. Karena andai Yazid melihatnya, ia pasti mengambilnya dari kita”.
ففتحوا الصندوق وأخرجوا الجراب بختمه وفتحوه، فإذا الدنانير كلها قد تحولت خزفا، وإذا على جانب من الجانبين من السكة مكتوب وَلا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ وعلى الجانب الآخر سَيَعْلَمُ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَيَّ مُنْقَلَبٍ يَنْقَلِبُونَ
Mereka membuka peti dan mengeluarkan kantong yang masih bermaterai itu lalu membukanya. Mereka mendapati seluruh kepingan dinar berubah menjadi serpihan keramik. Di salah satu sisi lorong yang mereka jejaki tertulis:
وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّـهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ
“Dan janganlah sekali-kali kamu mengira Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim” (QS. Ibrahim [14]:awal ayat 42)
Di sisi lain lorong tertulis:
سَيَعْلَمُ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَيَّ مُنقَلَبٍ يَنقَلِبُونَ
“Orang-orang yang zalim itu kelak mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali” (QS. Asy-Syu‘ara’[26]:akhir ayat 227)
قالوا: قد افتضحنا والله! ثم رموها في بردى نهر لهم، فمنهم من تاب من ذلك الفعل لما رأى، ومنهم من بقي على إصراره، وكان رئيس من بقي على ذلك الإصرار سنان بن أنس النخعي.
Mereka berkata, “Demi Allah, kita sudah ketahuan”. Kemudian mereka melemparkan serpihan-serpihan keramik ke sungai Barada. Melihat keajaiban itu, sebagian mereka bertaubat dari apa yang mereka lakukan. Sebagian yang lain tetap mendesak. Kelompok ini dikepalai oleh Sinan bin Anas an-Nakha‘i.
ثم أركب الأسارى من أهل بيت رسول الله صلى الله عليه وسلم من النساء والصبيان أقتابا يابسة مكشفات الشعور، وأدخلوا دمشق كذلك، فلما وضع الرأس بين يدي يزيد بن معاوية جعل ينقر ثنيته بقضيب كان في يده ويقول: ما أحسن ثناياه
Para tawanan dari Ahlul Bait Rasulullah SAW yang terdiri dari perempuan dan anak-anak itu ditempatkan di atas pelana-pelana yang keras, rambut-rambut mereka tersingkap. Seperti itulah mereka digiring masuk ke Damaskus. Saat dipersembahkan kepala Sayyidinal Husain di hadapan Yazid, ia mematuk gigi depan Sayyidinal Husain dengan tongkat di tangannya seraya berkata, “Bagus nih gigi-giginya”😭😭😭
MaaSyaa Allah...La Haula wa Quwwata illa Billahi Aliyyil Adziiiim
Begitulah dahsyatnya pertarungan kekuasaan di masa khilafah dulu. Mereka tidak segan membunuh cucu Nabi demi kursi khalifah. Apa mereka sangka Rasulullah tidak akan tahu peristiwa ini? Lantas apakah mereka yang telah membunuh Sayidinal Husain kelak masih berharap mendapat syafaat datuknya Rasulullah di padang mahsyar?
Tidakkah ini menjadi pelajaran bagi kita semua bahwa pertarungan di masa Khilafah dulu itu sampai mengorbankan nyawa seorang Cucu Nabi Muhammad SAW
Mari kita perbanyak sholawat dan istighfar!
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً تَغْفِرُ لَنَا بِهَا الذُّنُوْبَ ، وَتُصْلِحُ لَنَا بِهَا الْقُلُوْبَ، وَتَنْطَلِقُ لَنَا بِهَا الْعُصُوْبَ، وَتَلِيْنُ لَنَا بِهَا الصُّعُوْبَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ
“Ya Allah, limpahkanlah rahmat terbaik kepada panutan kami, Nabi Muhammad yang dengannya Engkau ampuni dosa-dosa kami, Engkau perbaiki hati-hati kami, Engkau lancarkan urat-urat kami, dan Engkau mudahkan segala kesulitan kami, juga berilah rahmatMu dan keselamatan kepada keluarga dan para sahabatnya...