Hidup Berkah

Hidup Berkah Hidup berkah itu, Hidup yang banyak orang inginkan, tapi tak semua mendapatkan.

PENJELASAN SEPUTAR  ZAKAT FITRAH oleh:K.H.MUHIBUL AMAN bin Ali Bakir bin Subadar PP BESUK PASURUAN1. Amil adalah orang o...
08/04/2024

PENJELASAN SEPUTAR ZAKAT FITRAH

oleh:
K.H.MUHIBUL AMAN bin Ali Bakir bin Subadar
PP BESUK PASURUAN

1. Amil adalah orang orang yang diangkat oleh imam (pemerintah) untuk mengelola penarikan dan penyaluran zakat. Praktiknya adalah BAZ dan turunannya.

2. Pengurus masjid, sekolah, RT yang mengangkat diri sendiri menjadi panitia zakat tidak bisa disebut amil, sehingga status mereka hanya menjadi wakil dari muzakki (pembayar zakat)

3. Zakat yang dibayarkan kepada amil hukumnya sudah sah karena amil termasuk salah satu ashnaf delapan sehingga muzakki sudah lepas kewajiban.

4. Sedangkan zakat yang diserahkan kepada panitia belum dikatakan sah sampai panitia mewakili muzakki menyerahkannya kepada mustahiq ashnaf delapan.

5. Jika sampai maghrib hari idul fitri, zakat yang terkumpul di panitia (bukan amil) belum tersalurkan maka hukumnya haram karena mengulur zakat fitri melampaui batas waktunya.

6. Jika panitia menyalurkan zakat tidak sesuai sasaran mustahiq, misalnya diserahkan kepada ustadz kaya, dijual untuk biaya penyaluran, beli pembungkus, pembangunan sarana umum, ongkos panitia, maka panitia wajib mengganti dan menyalurkan sebagaimana mestinya.

7. Jika pada poin 5 dan 6 panitia tidak mau bertanggungjawab, maka muzakki tetap wajib membayar zakat ulang. Berbeda jika poin 5 dan 6 dilakukan oleh amil, maka muzakki tidak perlu mengganti lagi.

8. Karena status panitia hanyalah wakil muzakki, maka tidak boleh ada zakat yang disalurkan kembali kepada muzakki atau kepada orang yang menjadi tanggungjawab nafkah muzakki. Misalnya Andrew membayar zakat di sekolah lalu oleh pantia sekolah zakat itu disalurkan kepada wali murid dan kebetulan zakat Andrew (meskipun sebagian) diterima oleh Prayitno ayah Andrew. Sama saja belum bayar zakat

9. Zakat fitrah adalah ibadah yang aturannya sudah ditentukan. Sebagaimana ibadah Qurban dan Aqiqah tidak bisa digantikan dengan bagi bagi uang tunai, zakat fitrah juga harus berupa bahan makan, tidak bisa digantikan dengan membayar uang tunai.

10. Bagi bagi uang tunai adalah sedekah yang mungkin lebih bernilai manfaat dari pada beras, akan tetapi ia tetap tidak bisa menggugurkan kewajiban zakat fitrah menurut 3 madzhab, kecuali Hanafiyah.

11. Solusi bagi yang kesulitan membayar zakat dengan bahan makan, bisa membayar dengan uang tunai dengan mengikuti ketentuan madzhab Hanafiyah yaitu uang tunai senilai 3.8Kg kurma, anggur, gandum atau 1.9kg gandum. Ingat, bukan senilai 2.7kg beras.

12. Solusi lain yaitu panitia menyediakan beras untuk dijual kepada muzakki yang hendak membayar dengan uang. Catatan, beras yang sudah dibeli dan dibayarkan sebagai zakat, tidak boleh dijual lagi oleh panitia kepada muzakki yang lain. Harus disalurkan ke mustahiq.

13. Tidak boleh memberikan zakat kepada orang yang nafkahnya sudah ditanggung, meskipun dia miskin. Misalnya istri dan anak kecil yang sudah dicukupi nafkah oleh suami dan orang tuanya. Jika suami atau orang tuanya miskin maka berikan saja kepadanya bukan kepada anak istrinya.

14. Anak yatim tidak berhak menerima zakat. Jika dia punya banyak warisan maka dia termasuk kaya, jika dia tidak punya warisan maka nafkahnya harus ditanggung baitul mal atau umat Islam, bukan dari zakat. Kecuali jika benar benar tidak ada yang memberinya nafkah, boleh zakat diberikan melalui pengasuhnya.

15. Boleh memberikan zakat kepada keluarga dan kerabat bahkan lebih utama daripada diberikan kepada orang lain yang bukan kerabat. Asal mereka tergolong orang yang berhak (fakir miskin) dan bukan orang yang menjadi beban nafkah muzakki, misalnya anak, orang tua, dan istri.

16. Boleh juga diberikan kepada anak sendiri yang sudah dewasa, yang miskin, yang sudah tidak menjadi kewajiban nafkah bagi orang tuanya. Tidak boleh diberikan kepada anaknya yang masih kecil, dewasa tapi cacat, dan anak perempuan meskipun dewasa (karena selama belum bersuami masih wajib difkahi ayahnya dan ketika bersuami sudah ditanggung nafkah suaminya)

17. Kyai atau ustadz yang kaya, madrasah, pesantren, pembangunan masjid, tidak sah menjadi penerima zakat fitrah atas nama fakir miskin mapun sabilillah (lihat video)

18. Silahkan ditambahkan atau direvisi dengan kitab rujukan

19. Tidak tertutup adanya perbedaan pendapat ulama akan tetapi untuk mengamalkan harus jelas dulu sumbernya sehingga bisa niat taqlid.

----------------
١- (البيجوري على فتح القريب ٢/٣٠١)
قوله العامل من استعمله الإمام إلخ أي كساع يجبيها وكاتب يكتب ما أعطاه أرباب الأموال وقاسم يقسمها على المستحقين وحاشر يجمعها

٢-٣- (كفاية الاخيار ١/١٩٢)
اﻟﺼﻨﻒ اﻟﺜﺎﻟﺚ اﻟﻌﺎﻣﻞ ﻭﻫﻮ اﻟﺬﻱ اﺳﺘﻌﻤﻠﻪ اﻹﻣﺎﻡ ﻋﻠﻰ ﺃﺧﺬ اﻟﺰﻛﻮاﺕ ﻟﻴﺪﻓﻌﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﻣﺴﺘﺤﻘﻴﻬﺎ ﻛﻤﺎ ﺃﻣﺮﻩ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻴﺠﻮﺯ ﻟﻪ ﺃﺧﺬ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﺑﺸﺮﻃﻪ ﻷﻧﻪ ﻣﻦ ﺟﻤﻠﺔ اﻷﺻﻨﺎﻑ ﻓﻲ اﻵﻳﺔ

٤- الأم الجزء الثاني ص 84
ولا يجوز لك إذا كانت الزكاة فرضا عليك أن يعود إليك منها شئ فإن أديت ما كان عليك أن تؤديه وإلا كنت عاصيا لو منعته فإن قال فإن وليتها غيرى؟ قيل إذا كنت لا تكون عاملا على غيرك لم يكن غيرك عاملا إذا استعملته أنت ولا يكون وكيلك فيها إلا في معناك أو أقل لان عليك تفريقها (1) فإذا تحقق منك فليس لك الانتقاص منها لما تحققت بقيامه بها (قال) ولا أحب لاحد من الناس يولى زكاة ماله غيره لان المحاسب بها المسئول عنها هو فهو أولى بالاجتهاد في وضعها مواضعها من غيره وأنه على يقين من فعل نفسه في أدائها وفى شك من فعل غيره لا يدرى أداها عنه أو لم يؤدها فإن قال أخاف حبائى فهو يخاف من غيره مثل ما يخاف من نفسه ويستيقن فعل نفسه في الاداء ويشك في فعل غيره

٥- فتح الوهاب ١٣٢
ﻭﺳﻦ ﺇﺧﺮاﺟﻬﺎ ﻗﺒﻞ ﺻﻼﺓ ﻋﻴﺪ ﻭﺣﺮﻡ ﺗﺄﺧﻴﺮﻩ ﻋﻦ ﻳﻮمه

٦- معلوم مما تقدم
٧- معلوم

٨- الأم الجزء الثاني ص ٨٤
ولا يجوز لك إذا كانت الزكاة فرضا عليك أن يعود إليك منها شئ فإن أديت ما كان عليك أن تؤديه وإلا كنت عاصيا لو منعته فإن قال فإن وليتها غيرى؟ قيل إذا كنت لا تكون عاملا على غيرك لم يكن غيرك عاملا إذا استعملته أنت ولا يكون وكيلك فيها إلا في معناك أو أقل لان عليك تفريقها

٩- فتح العلام (٣/٣٠٢)
اتفق الائمة انه لايجوز اخراج القيمة في الفطرة الا ابا حنيفة فقال يجوز بل هو الافضل في السعة اما في الشدة فدفع العين افضل

١٠- المجموع شرح المهذب (٥/٤٢٩)
(ﻓﺮﻉ) ﻗﺪ ﺫﻛﺮﻧﺎ ﺃﻥ ﻣﺬﻫﺒﻨﺎ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﺇﺧﺮاﺝ اﻟﻘﻴﻤﺔ ﻓﻲ ﺷﺊ ﻣﻦ اﻟﺰﻛﻮاﺕ ﻭﺑﻪ ﻗﺎﻝ ﻣﺎﻟﻚ ﻭﺃﺣﻤﺪ ﻭﺩاﻭﺩ ﺇﻻ ﺃﻥ ﻣﺎﻟﻜﺎ ﺟﻮﺯ اﻟﺪﺭاﻫﻢ ﻋﻦ اﻟﺪﻧﺎﻧﻴﺮ ﻭﻋﻜﺴﻪ ﻭﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﺣﻨﻴﻔﺔ ﻳﺠﻮﺯ ﻓﺈﺫا ﻟﺰﻣﻪ ﺷﺎﺓ ﻓﺄﺧﺮﺝ ﻋﻨﻬﺎ ﺩﺭاﻫﻢ ﺑﻘﻴﻤﺘﻬﺎ ﺃﻭ اﺧﺮﺝ ﻋﻨﻬﺎ ﻣﺎﻟﻪ ﻗﻴﻤﺔ ﻋﻨﺪﻩ ﻛﺎﻟﻜﻠﺐ ﻭاﻟﺜﻴﺎﺏ

١١- الموسوعة الفقهية الكويتية (23/ 3)
ثُمَّ قَال الْحَنَفِيَّةُ : مَا سِوَى هَذِهِ الأْشْيَاءِ الأْرْبَعَةِ الْمَنْصُوصِ عَلَيْهَا مِنَ الْحُبُوبِ كَالْعَدَسِ وَالأرُزِّ ، أَوْ غَيْرِ الْحُبُوبِ كَاللَّبَنِ وَالْجُبْنِ وَاللَّحْمِ وَالْعُرُوضِ ، فَتُعْتَبَرُ قِيمَتُهُ بِقِيمَةِ الأْشْيَاءِ الْمَنْصُوصِ عَلَيْهَا ، فَإِذَا أَرَادَ الْمُتَصَدِّقُ أَنْ يُخْرِجَ صَدَقَةَ الْفِطْرِ مِنَ الْعَدَسِ مَثَلاً ، فَيُقَوِّمُ نِصْفَ صَاعٍ مِنْ بُرٍّ ، فَإِذَا كَانَتْ قِيمَةُ نِصْفِ الصَّاعِ ثَمَانِيَةَ قُرُوشٍ مَثَلاً ، أَخْرَجَ مِنَ الْعَدَسِ مَا قِيمَتُهُ ثَمَانِيَةُ قُرُوشٍ مَثَلاً ، وَمِنَ الأرزِ وَاللَّبَنِ وَالْجُبْنِ وَغَيْرِ ذَلِكَ مِنَ الأْشْيَاءِ الَّتِي لَمْ يَنُصَّ عَلَيْهَا الشَّارِعُ ، يُخْرِجُ مِنَ الْعَدَسِ مَا يُعَادِل قِيمَتَهُ

١٢-المجموع الجزء 2 صحـ : 156 وَلاَ يَجُوْزُ لِلسَّاعِيْ وَلاَ لِْلإِمَامِ أَنْ يَتَصَرَّفَ فِيْمَا يَحْصُلُ عِنْدَهُ مِنَ الْفَرَائِضِ حَتَّى يُوْصِلَهَا إلَى أَهْلِهَا ِلأَنَّ الْفُقَرَاءَ أَهْلُ رُشْدٍ لاَ يُوَلَّى عَلَيْهِمْ فَلاَ يَجُوْزُ التَّصَرُّفُ فِيْ مَالِهِمْ بِغَيْرِ إذْنِهِمْ فَإِنْ أَخَذَ نِصْفَ شَاةٍ أَوْ وُقِفَ عَلَيْهِ شَيْءٌ مِنَ الْمَوَاشِيْ وَخَافَ هَلاَكَهُ أَوْ خَافَ أَنْ يُؤْخَذَ فِي الطَّرِيْقِ جَازَ لَهُ بَيْعُهُ ِلأَنَّهُ مَوْضِعُ ضَرُوْرَةٍ اهـ

١٣- كفاية الاخيار (١/١٩٠)
ﻭاﻋﻠﻢ ﺃﻥ اﻟﻔﻘﻴﺮ اﻟﻤﻜﻔﻲ ﺑﻨﻔﻘﺔ ﻣﻦ ﺗﻠﺰﻣﻪ ﻧﻔﻘﺘﻪ ﻭﻛﺬا اﻟﺰﻭﺟﺔ اﻟﻤﻜﻔﻴﺔ ﺑﻨﻔﻘﺔ ﺯﻭﺟﻬﺎ ﻻ ﻳﻌﻄﻴﺎﻥ ﻛﻤﺎ ﻟﻮ ﻭﻗﻒ ﻋﻠﻰ اﻟﻔﻘﺮاء ﺃﻭ ﺃﻭﺻﻰ ﻟﻬﻢ ﻓﺈﻧﻬﻤﺎ ﻻ ﻳﻌﻄﻴﺎﻥ ﻫﺬا ﻫﻮ اﻟﺼﺤﻴﺢ ﻭﻣﺤﻞ اﻟﺨﻼﻑ ﻓﻲ ﻣﺴﺄﻟﺔ اﻟﻘﺮﻳﺐ ﺇﺫا ﺃﻋﻄﺎﻩ ﻏﻴﺮ ﻣﻦ ﺗﻠﺰﻣﻪ اﻟﻨﻔﻘﺔ ﻣﻦ ﺳﻬﻢ اﻟﻔﻘﺮاء ﺃﻭ اﻟﻤﺴﺎﻛﻴﻦ ﺃﻣﺎ ﻣﻦ ﺗﻠﺰﻣﻪ اﻟﻨﻔﻘﺔ ﻓﻼ ﻳﺠﻮﺯ ﻟﻪ ﺩﻓﻌﻬﺎ ﺇﻟﻴﻪ ﻗﻄﻌﺎ ﻷﻧﻪ ﺑﺬﻟﻚ ﻳﺪﻓﻊ ﻋﻦ ﻧﻔﺴﻪ اﻟﻨﻔﻘﺔ ﻓﺘﺮﺟﻊ ﻓﺎﺋﺪﺓ ﺫﻟﻚ ﺇﻟﻴﻪ ﻭاﻟﻠﻪ ﺃﻋﻠﻢ

١٤-كفاية الاخيار (١/١٩٠)
اﻟﺼﻐﻴﺮ ﺇﺫا ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻟﻪ ﻣﻦ ﻳﻨﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻘﻴﻞ ﻻ ﻳﻌﻄﻰ ﻻﺳﺘﻐﻨﺎﺋﻪ ﺑﻤﺎﻝ اﻟﻴﺘﺎﻣﻰ ﻣﻦ اﻟﻐﻨﻴﻤﺔ ﻭاﻷﺻﺢ ﺃﻧﻪ ﻳﻌﻄﻰ ﻓﻴﺪﻓﻊ ﺇﻟﻰ ﻗﻴﻤﻪ ﻷﻧﻪ ﻗﺪ ﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﻓﻲ ﻧﻔﻘﺘﻪ ﻏﻴﺮﻩ ﻭﻻ ﻳﺴﺘﺤﻖ ﺳﻬﻢ اﻟﻴﺘﺎﻣﻰ ﻷﻥ ﺃﺑﺎﻩ ﻓﻘﻴﺮ ﻗﻠﺖ ﺃﻣﺮ اﻟﻐﻨﻴﻤﺔ ﻓﻲ ﺯﻣﺎﻧﻨﺎ ﻫﺬا ﻗﺪ ﺗﻌﻄﻞ ﻓﻲ ﺑﻌﺾ اﻟﻨﻮاﺣﻲ ﻟﺠﻮﺭ اﻟﺤﻜﺎﻡ ﻓﻴﻨﺒﻐﻲ اﻟﻘﻄﻊ ﺑﺠﻮاﺯ ﺇﻋﻄﺎء اﻟﻴﺘﻴﻢ ﺇﻻ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺷﺮﻳﻔﺎ ﻓﻼ ﻳﻌﻄﻰ ﻭﺇﻥ ﻣﻨﻊ ﻣﻦ ﺧﻤﺲ اﻟﺨﻤﺲ ﻋﻠﻰ اﻟﺼﺤﻴﺢ ﻭاﻟﻠﻪ ﺃﻋﻠﻢ

١٥- المجموع شرح المهذب (٦/٢١٩)
ﻓﺎﻥ ﻛﺎﻥ ﻓﻲ اﻷﺻﻨﺎﻑ ﺃﻗﺎﺭﺏ ﻟﻪ ﻻ ﻳﻠﺰﻣﻪ ﻧﻔﻘﺘﻬﻢ ﻓﺎﻟﻤﺴﺘﺤﺐ ﺃﻥ ﻳﺨﺺ
اﻻﻗﺮﺏ ﻟﻤﺎ ﺭﻭﺕ ﺃﻡ ﻛﻠﺜﻮﻡ ﺑﻨﺖ ﻋﻘﺒﺔ ﺑﻦ ﺃﺑﻰ ﻣﻌﻴﻂ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﺎ ﻗﺎﻟﺖ " ﺳﻤﻌﺖ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﻘﻮﻝ اﻟﺼﺪﻗﺔ ﻋﻠﻲ اﻟﻤﺴﻜﻴﻦ ﺻﺪﻗﺔ ﻭﻫﻰ ﻋﻠﻲ ﺫﻯ اﻟﻘﺮاﺑﺔ ﺻﺪﻗﺔ ﻭﺻﻠﺔ ")

١٦- فتح العلام (٣/٣٣٣)
ان لا يكون ممونا للمزكي فلا يجوز دفعها للوالدين وان علوا ولا للمولودين وان سفلوا لاستغنائهم بالنفقة الواجبة وتقدم عن الشبراملسي انه يجوز للولد الفقير ان يأخذ من زكاة ابيه ما زاد على نفقته ليصرفه على زوجته لان نفقتها لا تلزم الاب

١٧- شمس المنيرة (٢/٢٥٦)
يجوز لشخص دفع زكاته لولده المكلف بشرطه اذ لاتلزمه نفقته

Rusia secara aktif "membatasi" Hak-hak Publik Kebebasan Propaganda LGBTQ+. Di Saat barat sedang gencar-gencarnya mengamp...
25/07/2023

Rusia secara aktif "membatasi" Hak-hak Publik Kebebasan Propaganda LGBTQ+. Di Saat barat sedang gencar-gencarnya mengampanyekan Propaganda LGBTQ+ Rusia mengambil jalan 180° yang berbeda.

Di Barat, Melalui Podcast, Protesters dan Kebijakan Publik (Undang-undang dan Lain-lain), Sosialisasi LGBTQ+ mendapat Porsi sangat Besar, Bahkan banyak Influencer yang memiliki follower lumayan mendapat tawaran untuk ikut andil kampanye-kampanye itu.

Efek Negatif dari Kampanye LGBTQ+ ini menyebabkan terjadinya degradasi yang besar-besaran di Barat. Misal, Mereka mengedepankan masalah mereka sebagai hal urgent ketimbang isu Perdamaian, Isu Lingkungan dan Isu Ekonomi. Mereka membuat-buat Jenis Kelamin baru seperti Non Binery. Mereka juga mendesak agar kaum mereka diberikan Pronoun (Kata Ganti) mengingat She dan He tidak cocok dengan mereka, Anehnya sementara semeka menggunakan kata They dan Them yang berarti mereka sebagai kata ganti satu orang dari Jenis mereka ini. Lain lagi tentang isu Feminisme Movement dan lain-lain.

Hal terburuk dari kampanye mereka adalah Mereka mendesak agar pengetahuan tentang mereka ini diajarkan disekolah-sekolah, bahkan ada sekolah SD dibarat yang "Ramah LGBTQ+" (Ramah LGBTQ+ dibaca dari perspektif kebijakan publik). hal-hal yang seperti ini juga merambah ke Negara Lain, Bahkan Malaysia. Indonesia?, Don't Know!.

Sampai sekarang saya gak ngerti siapa yang mendanai ini?. Siapa yang berkepentingan?. Adakah Aktor "Thanos" di balik ini?. Mengingat Negara dan Perusahaan Raksasa semuanya ikut andil. Jika tentang Argumentasi, Kalau kita aktif mengikuti isunya mereka ini sebenarnya gak memiliki argumentasi kuat sama sekali untuk merubah apa-apa yang sudah pakem. saya berfikir, Jangan-jangan ada Aktor "Thanos" yang tidak mau Manusia ini Superior dan mereka tidak banyak berkembang lagi. Gay, Lesbi, Child Free, Feminisme itukan mengarah pada pengendalian keturunan semua. ini hanya pikiran liar 🤣.

BTW, Jika terus begini, Pada Perang Besar berikutnya sangat Mungkin Barat hanya jadi bulan-bulanan Negara Komunis seperti Rusia, China dan Korut. Karena mereka letih berdebat dan mulai Letoy akibat Propaganda LGBTQ+ yang mengarah pada "Ngondek" Masal.

Na'udzubillah.

CURHAT GUS BAHA’: KEMBALILAH KE TRADISI ULAMA, INDONESIA ITU SEKARANG JADI KIBLATIni rekaman curhat Gus Baha’ ketika dim...
26/01/2020

CURHAT GUS BAHA’: KEMBALILAH KE TRADISI ULAMA, INDONESIA ITU SEKARANG JADI KIBLAT

Ini rekaman curhat Gus Baha’ ketika diminta untuk mengisi mauidhah hasanah walimatul ursy ke Magetan. Ini rekaman penting, karena jadwal, tujuan dakwah Gus Baha' dan pesan-pesan beliau terekam jelas. Saya tulis sebisanya dulu. Belakangan diperbaiki.

***

Tidak, saya tidak terbiasa keluar. Semua ngaji saya itu mengaji istiqamah, membaca kitab. Jarang keluar, apalagi acara sejenis itu, tidak pernah. Semua rekaman saya itu dari saya mengaji di sini dan di Yogya. Saya ngaji umum itu bisa dihitung, baru enam atau tujuh kali,bersedia diundang karena yang mengundang ada hubungan posisi lebih tua, seperti di Pasuruan Kyai Hamid. Saya tidak pernah menerima undangan.
Tidak, saya tidak terbiasa keluar di acara seperti itu. Semua ngaji saya itu ngaji rutin, bukan ngaji umum apalagi walimatul ursy. Tidak, tidak pernah.
Saya jarang keluar, kecuali ada kelas. Itu masih mungkin. Di Lirboyo saya punya jadwal setahun sekali. Di Pak Quraish Shihab setahun sekali. Tapi juga di kelas, bukan acara sejenis itu. Di Sidogiri, saya malah tiap bulan hingga saat ini. (karena) istri saya dari Sidogiri. Tiap bulan, saya membaca kitab di sana. Kalau pengajian umum saya tidak pernah. Lalu, ada beberapa pengajian yang di luar, tapi itu juga jarang. Itu di ikatan alumni Al-Anwar, kadang di Jepara, kadang di Demak, tapi faktornya (karena itu) acara Sarang.
Di sini orang alim yang bersedia mengaji umum antara lain Gus Rojih (Ubab Maimoen), Gus Qoyyum, Gus Wafi'. Saya tidak (bersedia), tapi untuk pengajian mengkhatamkan kitab ya lebih banyak saya, (justru) karena tidak pernah keluar itu. Saya pernah mengkhatamkan Al-Hikam, banyaklah. Anak-anak itu mendengar rekaman saya kan rekaman ngaji (kitab), bukan pengajian umum.
KEMBALILAH KE ADAT ULAMA PENDAHULU: INGIN NGAJI DATANGLAH KE KYAI
Gus Zaid sebenarnya maunya mengundang saya, tapi saya agak keberatan (?), ribet. Saya itu termasuk, apa ya, agak dengan tanda petik itu memang agak menentang adat "mencintai orang alim" yang selalu ribet, tidak lebih praktis.
Sebenarnya kan seperti Mbah Moen mengajar, saya juga mengajar, Gus Mus juga. Tapi caranya itu. Yang ribet itu mereka harus mengundang, bertemu. Saya termasuk orang yang nggak ridla. Apa itu, tidak mood. Akhirnya saya juga ngotot, ngotot hanya mengaji di sini. Cuma ya untuk silaturahim, mungkin beberapa saya silaturahim. Tapi ya waktunya terserah saya.🙂
Jadi ...
Juga banyak gus-gus dari Lirboyo, Ploso, karena tahu saya susah diundang, biasanya membawa rombongan ke sini untuk mengaji, kadang minta sanad. Tapi karena mereka kadang-kadang ke sini akhirnya ya saya silaturahim ke sana (ke tempatnya). Biasanya itu pun tidak mengaji umum.🙂
Umum di sini Rabu, tapi ngaji berurutan. Dengan Minggu, tapi tidak ada jam, karena satunya di madrasah. Kamis di Sarang. Desember (2019) ini juga ada pengurus PBNU (bagian lembaga dakwah) yang mengaji di sini. Terus saya pesan ke mereka: Adat-adat leluhur itu jangan dihilangkan. Kalau ingin mengaji ya ke kyai. Jangan karena dia merasa PBNU, terus mengatur ngaji kyai. 😊 Tapi ya nurut lho mereka.🙂

Akhirnya di Indonesia ini orang kaya bisa mengundang kyai. Orang miskin tidak bisa. Kalau mengundang, pasti habis banyak. Makanya saya bilang, kalau mau ngaji datang saja. Di sini ngaji Rabu banyak sekali: keluarga Lirboyo, kadang keluarga Syaikhona Kholil, banyak. Ya itu tadi: barokahnya adalah mereka mulai efisien.
Lha ceramah umum itu kan ribet: menata panggung, panitia debatlah, wah ribet. Saya juga tidak anti, tapi itu harus diminimalkan, menurut saya harus dikurangi sebanyak-banyaknya.
Saya kemarin diundang di Tebuireng, diajak masuk ke kamar pribadinya Mbah Hasyim. Di situ da kitab-kitab yang sudah beliau selesaikan, ada yang belum beliau selesaikan.Ada yang ditulis ketika masih muda, setengah tua, sampai fi nihayati amri sampai ketika beliau klimaks.
(Gus-gus keturunan Mbah Hasyim) itu minta,"Gus ini disortir kapan Mbah Hasyim punya pendapat ini. Ini pendapat yang sudah beliau cabut, atau beliau sudah tamkin fokus yakin dengan itu."
Satu kamar itu cucunya Mbah Hasyim semua, termasuk Gus Sholah. Jadi akhirnya alhamdulillah naskah2 Mbah Hasyim itu terbuka (terungkap, perlu dilestarikan dan dikaji oleh ulama). Saya bilang: Ini baru benar.
Kalau seperti saya diundang ngaji umum, Mbah Moen ngaji umum, Gus Mus pengajian umum? Ya nggak apa-apa dituruti, tapi setahun sekali atau dua tahun sekali. Jadi akhirnya naskah2 Mbah Hasyim itu bermanfaat. Itu barokahnya Gus Ishom. Semua acara2 di pondok besar itu kadang nuwun sewu basa-basi.

PENTINGNYA HITUNGAN KRONOLOGIS DALAM DISIPLIN ULAMA
Naskah Mbah Hasyim itu kalaupun selesai harus ditanggali, kalau tidak ditanggali bahaya buat ilmu karena takutnya dikarang ketika beliau muda. Kan kemarin pernah ada kejadian agak error ya. Jadi kubu sebelah itu anti-malam 7 hari, 40 hari berdasar kitabnya Mbah Hasyim.Itu kan ibarat orang fanatik PPP jadi anti PKB karena berdasarkan era duluan PPP. Atau sebaliknya.
Dalam disiplin ulama, tanggal itu kan penting. Itu keluarga Tebuireng baru terhenyak karena ada debat kritikan 7 harian - 40 hari berdasar kitab Mbah Hasyim. Itu pasti akibat penanggalan: mungkin dikarang ketika muda, atau maksud beliau tidak seperti itu. Atau kondisi tertentu, misalnya seperti kondisi di era Jawa Timur yang abangan, 7 harian itu ritualnya benar-benar abangan, bukan 7 harian yang gambaran sekarang ini. Kan bisa saja seperti itu. Ada waqiatu ainin, satu kejadian khusus yang membuat Mbah Hasyim trauma dengan kejadian itu (misalnya di kampung Jawa Timur atau Jawa Tengah, atau mana saja)
Tapi karena alat kitab (?) (penanggalan) itu tidak lengkap, dikira Mbah Hasyim itu berpendapat demikian. Dan memang ta’birnya gitu, nanti kejadiannya biasanya seperti itu: waqiatu ainin. Itu saya bilang ke Gus Fahmi, adiknya .... Ini khaulnya Gus Dur saya diminta, tapi saya bilang, “Saya mau datang, tapi syaratnya disediakan tim ilmiah dulu sebelum acara.” Mereka sanggup.
Karena itu tadi, sayang sekali (kalau naskah tidak lestari). Yang pertama ngotot naskahnya Syaikhona Kholil diterbitkan, itu cucu-cucunya sering ke sini, sampai semalaman. Kemarin diterbit di PWNU Jawa Timur... dan Gus ... itu ulama jadi .... Saya itu ikut mendorong cucu-cucunya untuk melestarikan.
Artinya apa? Karena tadi itu: berpuluh-puluh tahun sibuk (acara ribet), sampai naskah mbahnya sampai terabaikan. Musibah! 🤦‍♂️ Jadi seremonialnya benar-benar ... apa ya (melalaikan). Ya akhirnya kalau NU diginiin terus itu kalah.
Saya bilang ke Gus Mus, matur tentang itu, mungkin beliau setuju juga. Alhamdulillah gus-gusitu mulai mencari naskah mbah-mbahnya. Dan ternyata banyak sekali. Pondok2 yang nggak terkenal, ternyata mbah2nya punya naskah. Misalnya kemarin saya baru mendapat kiriman file pdf karangan Habib Salim, Mbahnya Habib Jindan. Kemarin ketemu Habib Jindan di Lasem, “Ini Gus njenengan takhrij.” Beliau dari Jakarta. Habib Salim mbah Habib Jindan itu murid Syaikhona Kholil. Beliau pengarang kitab juga.
Jadi di Indonesia, orang-orang alim itu benar-benar susah. Tapi saya ini mau bikin gerakan: gus-gus itu saya minta mengkaji kitab mbahnya, buyutnya. Sekarang pengajian sudah tidak NU .... Bangsane seneng rame-rame. 😆🤦‍♂️
Karena tadi, rasanya sayang sekali. Naskah ulama Indonesia dengan Yaman itu sama karena dulu ketika mengaji Sayyid Zaini Dahlan sudah orang Indonesia, mungkin malah jumlahnya imbang. Syaikhona Kholil menangi* Sayyid Zaini Dahlan bareng Syaikh Habib Ali Al-Habsy yang mengarang Simtuddurar. Bareng yang punya Iannatuththalibin, Sayyid Abu Bakar Syatha, yang cucu beliau ada yang hidup di sini hingga meninggal Sayyid Hamzah Syatha.
Jadi saya baru saja kampanye. Tapi alhamdulillah naskah2 itu ada. Tapi ya itu cuma diperlakukan sebagai pajangan. Matekna wong tenan! 😆🤦‍♂️ Sebenarnya dirawat, tapi kalau dzuriyyahnya tidak mau peduli mau apa coba? Apa artinya terbit kalau tidak ada yang mau mengulas, membedah, tidak ada yang menyosialisasikan, kan nggak ada gunanya juga. Kata kuncinya adalah keseriusan kita.
Saya kemarin sudah bilang ke Gus Sholah, saya mau datang ke Tebuireng, tapi saya bagian membaca kitabnya Mbah Hasyim. Sudah terbit, ada. Tapi kalau cucunya tidak peduli saya tidak mau. Coba Ihya’ itu, meski sudah terbit kalau tidak ada orang yang membacanya buat apa? Kan untuk pajangan saja. Apa artinya Fathul Qarib kalau tidak dibaca. Kalau terbitnya terbit, tapi ...
Nah. Ini baru dinasionalkan, bahkan internasional. Kemarin PBNU bekerja sama dengan Habib Umar. Beliau diminta membaca kitabnya Mbah Hasyim. Kita mati-matian di NU karena kemarin ada benturan habaib dan kyai lalu kita minta. Dan Habib Umar sangat menghormati kita, menyayangi kita. Saya sering punya tamu, muridnya Habib Umar, (untuk) diskusi.
Kalau kita tidak begini, habislah. Karena tadi. Setiap orang menyukai kyai di Indonesia itu (seleranya) ngatur kyai. Wah amit-amit. 😅 Kita ini adatnya masih seperti itu. Jadi orang-orang kaya yang mencintai Tebuireng, mencintai Syaikhona Kholil itu ya ngatur2 kyai. Tapi ketika diminta, mereka tidak mau.
Misalnya tadi, diminta sedikit melonggarkan waktu untuk mengkaji kitab. Misalnya begini: tiap mengadakan pengajian mereka habis 50 juta itu mau, tapi orang kaya diminta 50juta untuk mencetak kitabnya Mbah Hasyim, mereka nggak mesti mau. Padahal sama2 mereka menghabiskan uang untuk agama. Tapi kalau seleranya sendiri, mereka ingin punya acara, bagi mereka nggak masalah habis 50 juta. Tapi untuk membiayai naskah, urun 2 juta saja enggan.
Artinya apa? Mereka mau membiayai kalau kita menurut pada keinginan mereka. Ketika kita yang minta mereka menuruti keinginan kita, mereka enggan.
Itu jika dikalikan juta kejadian, seperti apa jadinya kita? Menurut saya itu sudah lampu merah. Semua pembiayaan besar itu berdasarkan selera orang2 kaya, bukan berdasar selera kyai. Orang2 kaya Surabaya itu milyarder banyak. Kalau ada acara pengajian akbar semalam, mereka biasa keluar 100 jt. Tapi kalau misalnya kyainya yang minta, misalnya sekali-kali acaranya begini (misal meneliti kitab), itu tidak selalu setuju. Artinya kalau mereka yang punya ide, kita harus setuju. Kalau kita punya ide, mereka belum tentu setuju. Untuk hubungan dengan orang alim itulah yang menurut saya di Indonesia sudah lampu merah.
Saya termasuk orang yang tidak mau (diatur). Sering saya didatangi orang-orang kaya dari Surabaya, ke sini bawa Alphard, minta saya pengajian akbar. Saya jawab, nggak. 😆 Kalau mau ngaji ya ke sini, kalau nggak mau ya nggak masalah. Sebenarnya saya bukan menolak (?) pengajian ya. Jumlah itu sudah banyak.
Kalau mau ngaji ke sini, banyak kok yang dari selatan: Tulungagung, Magetan. Jadi inilah, Bu. Ini curhat saya. Saya khawatir keulamaan Indonesia itu dihilangkan. Padahal Indonesia sekarang baru menjadi kiblat. Syiria gagal mengelola negara, Mesir gagal, Irak gagal. Sekarang percontohan dunia itu tinggal Indonesia. Dan itu bisa kalau kita menjaga tradisi ulama: yaitu ulama itu yang mengatur orang kaya, bukan orang kaya yang mengatur ulama ....
Masalahnya sebagian ulama juga kedonyan, salahe dhewe: dikasih mobil senang, diumrahkan senang. Terutama di Jawa Timur karena memang penghormatan ulama. Kemarin saja saya baru mengisi di PWNU Jawa Timur, keluar ruangan langsung diberi voucher umrah. Saya bilang nggak, saya kyai Jawa Tengah. Kalau s**a dengan kyai, mengaji saja, nggak usah aneh-aneh. 😅
Khawatirnya seperti itu tadi. Ternyata ketika saya sampaikan ini, Gus Sholah mendukung, keluarga Syaikhona Kholil mendukung, Gus Da Ploso mendukung, karena mereka ternyata capek juga. Tapi mulai dari mana,😅 (itu yang masih dipikir). Mereka semua setuju mengurangi itu (acara pengajian seremonial).
Alhamdulillan nanti insyaallah Khaul Gus Dur, Khaul Mbah Hasyim, nanti tema utamanya mengangkat kembali naskah-naskah leluhur. Saya memang dilibatkan. Jadi saya tahu. Semua gus-gus yang alim-alim ngotot: saya, Gus Reza, Gus Kautsar, dll. Kalau tidak, habis kita.
Itu tadi, gara-gara kemarin ada peristiwa itu. Jadi ada naskahnya Mbah Hasyim, dipakai debat dengan orang NU. Kubu sebelah pakai naskahnya Mbah Hasyim ... (?). 😆 Dan itu mungkin, karena tadi. Beliau mungkin sedang marah terhadap adat tertentu, mungkin datang ke kampung abangan, ada acara 7 hari mungkin sindhenan. Judulnya itu babu hurmati ihtifalil maulid ma’al manhiyat (?) ... trus ma’al ma’asyi (?). Sebenarnya ada kata ma’a-nya. Jadi beliau menangi periode itu, apalagi sekarang.
Mungkin beliau kecewa karena beliau orang alim, lalu kekecewaan itu ditulis dalam bahasa Arab. Memang ulama-ulama dulu meski orang Indonesia, menulisnya bahasa Arab. Saya punya tulisan tangannya Mbah Hasyim. Kan beliau teman mbah saya, di kitab-kitab mbah saya itu ada tulisan tangan Mbah Hasyim.
Nah, karena keluarga sudah masyhur, sudah sibuk mengurus politik, pengajian, dll, warisan naskah mulai hilang. Lucunya, di luar sana sekarang ada yang namanya ahli filologi, orang yang menangani naskah-naskah kuno. Kan lucu. Di Mekah, di Belanda, di mana-mana, mereka punya naskah-naskah ulama Indonesia, tapi para cucu penulisnya tidak punya. Itu akibat kebanyakan pengajian umum.😆
Saya kemarin diundang di Termas. Saya bilang ke Gus ... saya mau datang asal disediakan naskahnya Mbah Mahfud. Kalau nggak, saya nggak datang. Saya tunjukkan, saya yang bukan cucunya saja punya naskah2 beliau. Akhirnya cucu2 beliau ngaji sama saya, ushul fiqh memakai naskah yang tidak ada di Termas. Yang punya itu Mbah Moen, diberikan saya, karena Mbah Moen cucu murid sama Kyai mahfud. Yang cucu gen tidak punya, cucu murid punya. Lucu kan. Kalau siklus itu terus-menerus, bisa habis.
Tradisi (keluarga) sini ini sepuh. Wong Mbah Hasyim juga keturunan orang sini. Mbah Hasyim min jadil am keturunan Mbah Sambu. Keluarga Tebuireng dengan keluarga sini juga hormat karena induknya di sini. Yang keturunan laki-laki (Abu Sarwan ..). Cuma Mbah Hasyim itu terkenalnya lewat Demak. Ya Demak dulu, Purwodadi Ngroto, sampai Jaka Tingkir.
Kan beliau pendatang di Rembang. Makanya sebagian naskah ya di sini. Alhamdulillah gus-gus Jawa Timur itu sekarang responnnya luar biasa karena mereka ternyata capek juga menuruti acara seremonial. Tadi ada direktur Semen Gresik datang ke sini, minta pengajian. Direktur itu, kalau saya nuruti gaya yang memang gaya, tapi aku ngaji ngaji ae, nggak usah ngatur kyai. 😆
“Iya, Gus. Saya mau ngaji.” 😆
Karena saya takut kalau siklus ini terus-menerus tadi. Karena saya yakin njenengan tahu ini, apalagi punya anak putri yang di Yaman. Andaikan njenengan tidak pernah kuliah di Yaman, ke luar negeri, saya nggak pernah ngomong ini. Kan lucu, kita ke Yaman mencari manuskrip naskah-naskah ulama Indonesia, sementara di sini oleh cucunya sendiri diabaikan.
Naskah-naskah Syaikhona Kholil kemarin ketemunya sebagian di Bangkalan, sebagian di Jember, sebagian lgi di Surabaya. Tapi paling banyak di Jember. Gara2 beliau nulis..... dulu ga ada fotokopi, trus beliau punya santri di Surabaya, akhirnya naskah itu di Surabaya.
Kan njenengan sudah punya generasi putri, keluarga. Itu harus diusahakan dari keluarga. Kalau yang lain itu terapinya kadang malah tidak tepat. Problem mendatangkan mubaligh/kyai adalah sebenarnya kyai ini kan nyuwun sewu orang yang tidak punya konsep dalam konteks spesifik, karena obyeknya kan nggak tahu. Saya ulangi lagi, kyai kalau datang ke mana-mana, obyek spesifiknya kan tidak tahu. Akhirnya sebagian pembicaraannya rutin atau standar saja.
Makanya di sini dibutuhkan kearifan keluarga, karena yang tahu misalnya njenengan punya jaamaah thariqah tahu penyakit jamaah, orang thariqah itu s**a wiridan, tapi nggak s**a ilmu, nggak s**a halal haram, nggak s**a istinja’ (bersuci). Kalau penyakit orang fiqih, gampang ngomong halal haram tapi mudah hasud. Kan harus tahu, sehingga terapinya itu tepat.
Makanya saya berani bicara ini sebagai bentuk penghormatan kepada njenengan. Kan njenengan sudah punya keluarga yang sekolah di mana-mana. Harusnya juga ada adat, ketika mengundang kyai bilang saja, ibarat kita konsultasi dokter, bahwa umat saya tipikalnya seperti ini, sehingga kalau orang Jawa bilang tidak melantur.
NU itu problemnya di situ. Kyai terjun bebas, sehingga pengajian berkali-kali tidak jadi terapi. Karena spesifik obyeknya tidak jelas.
Yang baru undur diri tadi kan jamaah thariqah Syadziliyah Kyai Muhaiminan Temanggung, minta saya mengaji di sana. Saya bilang, kirimkan anak atau cucu ke sini, nanti saya ajari. Nggak harus sampai tahunan, sehari cukup. Akhirnya beliau paham, karena beliau ahlul’ilmi seperti njenengan, akhirnya mengerti.
Karena biasanya di Indonesia seperti itu: coba taruh saja njenengan ngundang Gus Mus, atau Gus Ali, siapa saja, atau ngundang saya, kyai itu ngomongnya (akan) standar saja.
Nah, sekarang sejak ada anak2 kaya anak njenegan, yang mengaji, sebenarnya kan bisa mengertilah, apalagi anak-anak dari luar negeri apa problem umat.
Saya pernah didatangi orang2 khusyu'nya bukan main: khusyu' kalem. Ternyata dia investasi di Dhimas Kanjeng. 😅🤦‍♂️. Karena ya tadi, dia nggak pernah belajar halal haram. Dia nggak ngerti kalau bai' gharar itu ada halal haram. Kalau bai' akadnya fiktif itu haram. Padahal dia s**a wiridan. Karena biasanya problemnya orang thariqah tadi, kurang pengenalan halal haram, akad fasid dan nggak fasid, dll.
Jadi menurut saya PR kita ini. Saya ngomong problem2 itu, di depan Gus Sholah pun saya berani. Saya bilang, "Gus, di pondok-pondok modern problemnya begini-begini." Respon beliau-beliau rata-rata baik. Keinginan saya supaya tenaga ulama itu efektif, itu saja! Saya punya niat baik supaya ulama ini efektif (membawa hasil, pengaruh sebagai obat problem umat).
Semua kyai Indonesia itu hebatnya punya generasi, entah itu menantu, semuanya mengaji. Tapi nanti, ilmunya itu tidak ada gunananya. Karena tadi: dia takut adat umum: seremonial tadi. Dia (ulama) tidak pernah bicara detail, teknik, manhaj. Hanya seremonial tadi, misalnya bupati hadir nggak ya, diberi sambutan tidak ya. 😅🤦‍♂️ Akhirnya problem umat tetap saja.
Nah, saya orang yang peduli, yang seperti itu jangan terus-menerus, supaya ada terapi. Dan jika Lirboyo, Ploso, nanti sudah kampanye ini, insyaallah masif.
Saya diangkat di syuriah itu kan memang murni karena itu: ada keresahan dari kyai-kyai sepuh: NU semakin lama kok semakin nggak ada yang mengaji. Saya tidak pernah menjadi pengurus ranting, anak cabang, karena saya memang tidak s**a organisasi. Tapi orang NU ternyata merasa kehilangan jati diri. Akhirnya mereka datang ke sini meminta saya jadi pengurus PBNU.
Saya masih tidak mau. Terus mereka lewat Mbah Moen. Saya bilang saya mau syaratnya orang NU mau ngaji. Kalau tidak, ya saya nggak usah jadi pengurus. 😆 Wong NU besarnya karena ngaji kok sekarang hanya seremonial organisasi. Dituruti akhirnya, OK Gus.
Dan alhamdulillah. Akhirnya Kyai Anwar Lirboyo, semua gus Jawa Timur harus ngaji Gus Baha' di acara PWNU Jatim yang kemarin. Saya mau datang syaratnya semua Gus-Gus mau datang dan syaratnya ngaji. Mereka sepakat. Jadi saya didampingi Gus Kautsar, Gus Reza. Akhirnya suasananya benar-benar mengaji. Akhirnya Gus Kautsar menunjukkan kealimannya, Gus Reza pun demikian. Akhirnya tidak menjadi acara seremonial, kan. Gojlokannya urusan ilmu. Dan akhirnya berlanjut. Saya datang ke Lirboyo.
Kamu kira ... bikin gerakan sendiri. Kalau gerakan itu jalan, karena kita memang ingin seperti itu. Karena kalau tidak, habis kita. Kalau kecakapan organisasi, lebih pandai Muhammadiyah. Kecakapan politik NU itu cakapnya mana .... Satu-satunya kelebihan yang mereka menang itu sebenarnya ngaji. Tapi masalahnya di NU sudah nggak s**a ngaji. Jadi nanti kalau kita mau berpikir kan begitu. NU nggak latihan praktis berorganisasi kalah dengan Muhammadiyah.
Seperti kemarin di PWNU Jatim itu mukjizat betul. Gara-gara ada Kyai Anwar, ada Gus Ali, keluarga Sidogiri mendukung, NU maju. Jadi saya diminta memang untuk gerakan ngaji, bukan yang lain. Alhamdulillah kemarin diminta oleh Gus Sholah. Saya mau syaratnya tema-nya menyisipkan naskah Mbah Hasyim. Jadi ini sedang disusun.
Lha Yaman (tempat njenengan belajar) apalagi. wali sanga kita nasabnya sampai Yaman. Apalagi sekarang ada Habib Umar, ada penyambungnya. Kemarin Habib Jindan rawuh di Lasem minta ke panitia, mau datang ke Lasem kalau bisa memfasilitasi bertemu Gus Baha’. Akhirnya kita bertemu, pertama bertemu juga membahas naskah. Langsung dikirimi banyak naskah pdf. Jadi kayaknya insyaAllah gerakan ini masif.
Kalau kyai-kyai akhirnya apa nuwun sewu, di NU itu banyak melahirkan kyai mubaligh, bukan kyai alim: orang yang bicaranya lucu, menarik, dan satu hari pidato tiga kali. Bisa dibayangkan kalau satu hari tiga kali, itu tidak pernah sempat memikirkan obyeknya butuh terapi apa. 😆
Itu pasti hanya rutin, pasti nggak penyembuh, bukan obat. Secara cangkem eleke kan bicara acak, kalau ahlul ‘ilmi kan masalah. Masak memberitahu orang tidak punya resepnya, kebutuhannya seperti apa. Akhirnya banyak melahirkan mubaligh2 yang di NU itu banyak masalah.
Sekarang ini kan tambah aneh2. Pengajian plus dangdutan, pengajian plus kethoprakan, karena tadi tidak ada kontrol. Mubaligh yang bos krunya, trus krunya pakai alat musik, karen atidak pernah dikontrol. Nah, pengundang butuhnya bisa mengundang orang banyak. Nanti ilmu njenengan ... dari Yaman tidak ada gunannya semua, karena kalah sama seremonial.
Makanya harus ada orang seperti saya. Hanya omong ilmu, saya nggak mau tahu. Pokoknya omong ilmu. Di Lirboyo saya sampaikan, “Gus Kafa, saya disambut 4 orang nggak masalah, asal empat orang yang serius mengaji, daripada disambut ribuan orang tapi tidak jelas niatnya.
Akhirnya setiap saya ke sana, sebelum ngaji umum pasti ada putri, anak, menantu, dikumpulkan. Di Lirboyo anak Kyai Anwar, anaknya Gus Kafabih, dikumpulkan semua. Ngaji dulu sbelum acara umum. Saya ngomong persis seperti ini: kita tidak boleh kalah dengan ... yang lain. Kita besar itu karena ulama, karena NU, bukan karena yang lain.
NU itu kan ngeri. Banyak orang NU yang nggak tahu Ustad Abdus Shomad itu kategorinya apa, Ustadz Adi Hidayat apa. Banyak kan pondok-pondok NU mengundang mereka, karena detailnya saja tidak tahu. Coba, mengundang orang bahkan detail mereka saja tidak tahu. Butuhnya cuma “yang lagi tren”, itu kan lucu. Lucunya itu yang mengundang ya pondok, lembaga NU.
Sekarang semenjak era saya, itu ada kesadaran. Cobalah njenengan yang pernah di Yaman, pikirkan lagi detail-detailnya. Kalau ngaji fiqih njenengan kan tahu, ada hukum mujmal (umum) ada hukum tafshil (terperinci). Kalau ada ta’arud (pertentangan) antara hukum mujmal dan mufashal, menang yang mufashal. Kalau ada hukum global dengan yang detail itu menang yang detail. Sekarang kita nggak. Dari ulama yang tahu ilmu detail, mau diajak ke yang mujmal lagi. Bisa kiamat. 😂Jadi sudah hampir pandai diajak goblok lagi.
Jadi saya anggap ini sudah lampu merah. Saya matur njenengan ini sebagai bentuk penghormatan saya karena Mbak ngaji di Yaman. Saya acara di Temanggung juga akan matur seperti ini supaya itu tadi. Di mana-mana itu thariqah memang hebat. Di sini thariqah itu sampai 36 mu’tabarah Naqsabandi, Tijani. Dan semua punya sanad. Tapi orang di luar sana, sudah nggak lagi. Kalau kita pengajian umum terus, nanti ini hilang.
Karena kalau pengajian umum, pasti orientasinya yang datang banyak, bupatinya datang, pokoknya hal-hal yang (ribet). Menurut saya yang seperti itu dikurangi, meskipun ya jangan dihilangkan, karena tadi.
Saya ini punya niat baik sangat. Nyatanya saya di PWNU Jawa Timur gus-gus mengeluarkan kealimannya. Itu hampir semua gus-gus pondok datang, Pondok Denanyar datang, Gus Salaf, keluarga Syaikhona Kholil datang semua. Itu yang mengumpulkan naskah itu dulu mengaji di sini ada empat tahun, yaitu Gus Ismail yang mengumumkan naskah Syaikhona. Ngaji sama saya sorogan, bukan saya yang baca, tapi dia yang baca. Lama ngaji di sini. Ya mondoknya di Mbah Moen, kan hanya 9 km. Sorogannya di sini.
Sekarang beliau Gus Ismail juga sedang menulis lagi. Jadi kalau NU mau begini 5 tahun saja, insyaallah luar biasa. Kan antara dua, klo nggak anaknya orang alim, ya yang cucunya orang alim. Masak di Yaman dipelajari. Coba seperti kitab Sirajuth Thalibin dicetak di Mesir, di mana-mana. Tapi njenengan tahu di Jampes nasibnya seperti itu. Itu dulu pasti asal usulnya kepedulian cucu, alumni yang kurang. Itu sudah pasti. Tapi sekali cucu, alumni peduli, pasti naskah itu luar biasa.
Contoh mudah saja seperti Mbah Moen mengarang Al ulama’ al mujaddidu yang membaca secara masif saya.... Ini sekarang saya baru mau membaca kitabnya Mbah Hasyim. Saya mau matur ke Gus Sholah. Lucu kan, NU itu organisasi besar. Pendirinya Mbah Hasyim. Orang tahu tulisan Ulil, Nusron, .... tapi nggak tahu tulisan rais akbarnya. 😆Karena naskah itu tidak pernah dishare secara terbuka, secara massal.
Mohon maaf sebesar-besarnya, tapi saya senang bisa curhat karena ini ... saya lah, supaya tradisi kealiman itu kembali. Meski kita tidak sesempurna para pendiri NU, mosok pondok2 sekarang sering pengajian umum terus. Pusing saya. Pusing saya kan sayang, misalnya panjenengna punya putri ngaji di Yaman, ngajinya tahqiq, sampai cari kamus, lafadz ini dari kosakata apa, ternyata umatnya Cuma dilatih mujmal-an. Bagaimana bisa itu. Tapi nggak ada yang sadar kalau kita nggak ngomong. Tapi saya bukan antipengajian umum, ya sudah sesekali lah, hiburan, jangan terus-terusan. Umum itu standar saja. Nggak fokuslah kalau bahasa sekarang.
Tapi ini masih bisa dibenahi, kultur keluarga kyai itu masih lestari, seperti njenengan dari Magetan belajar sampai Yaman. Buyut2 saya juga masih banyak emngarang kitab. Karena dulu itu bahasa Arab sudah seperti bahasa Jawa, orang alim dengan temannya korespondensi pakai bahasa Arab. Saya punya tulisan Mbah Hasyim banyak, menyurati Mbah saya. Padahal Mbah2 orng Indonesia. Kalau dulu kita itu malakah lah istilahnya. Benar. Akhirnya kita sekarang ya ketularan. Yogya sekaten dari syahadatain. Sekolah madrasah, sampun ba’da. Dll.
https://www.youtube.com/watch?v=iCliOpRPb-I

Address

Jalan Padat Karya 1 Kapitan-kumai
Pangkalan Bun
74181

Telephone

082333550577

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Hidup Berkah posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Hidup Berkah:

Videos

Share