11/07/2020
Puasa Tiap Hari.
KH Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur memang sudah meninggalkan kita semua. Dan salah seorang yang konsisten melanjutkan visi Gus Dur adalah Bu Nyai Shinta Nuriyah Wahid.
Tanpa sang suami tercinta yang meninggal sejak 2009 itu, Bu Nyai tetap melanjutkan misi Gus Dur untuk terus menyemai harapan bahwa warga Indonesia bisa hidup damai berdampingan dengan beragam suku, bangsa, agama, dan aliran kepercayaan.
Tanpa banyak orang tahu, Bu Nyai kelahiran Jombang tersebut sampai saat ini tetap aktif blusukan ke berbagai daerah.
Blusukan Bu Shinta sama sekali tidak ada unsur politik seperti yang kerap terjadi pada blusukan di era kekinian.
Blusukan Bu Shinta membawa misi yang sama dengan Gus Dur: mendorong agar kaum marjinal, minoritas, tetap mendapat perlakuan yang sama. Beliau selalu ingin ketemu kaum dhuafa dan lintas agama
Pada bulan puasa lalu, Bu Shinta tak kurang-kurangnya berkeliling mengajak sahur bareng kaum dhuafa dan lintas agama. Bahkan, sahur keliling itu sudah dilakukan ibu negara keempat tersebut sejak tahun 2000.
Semua wilayah Jawa Timur tak ada yang terlewat dari gerakan sahur keliling yang beliau lakukan. Sasaran sahur keliling Bu Shinta khas. Yakni kaum dhuafa, lintas agama, hingga anak-anak jalanan. Bu Shinta tak peduli jika warga yang dia ajak sahur beragama Islam atau tidak. Padahal, bisa jadi mereka tidak berpuasa.
Saat menggelar sahur keliling di Malang, misalnya. Bu Shinta kumpul bersama pengamen sahur bareng. Bahkan, kalau sahur bersamanya digelar di pondok pesantren pun, dia maunya cuma sama santri dhuafa. Jadi yang hadir memang bukan kelompok tertentu tapi berbagai kelompok
Dan dalam setiap pertemuan dengan kaum marjinal tersebut, Bu Shinta selalu menyampaikan pentingnya kemanusiaan dan perdamaian. Juga semangat toleransi hidup berdampingan meski memiliki banyak perbedaan.
“Pesan khusus beliau untuk menghindari kelompok-kelompok radikal karena mereka hanya akan membuat Indonesia terpecah-belah,”
Sama seperti Gus Dur, Bu Nyai juga terus menyambung komunikasi dengan kelompok beragama lainnya. Di Jember, beliau adalah tokoh yang mendorong agar para kiai berkunjung ke gereja.
Tentu pergi ke gereja bukan untuk beribadah.
Tujuan para kiai berkunjung ke gereja adalah untuk saling membangun jembatan komunikasi.
Yang membuat kagum, semua aktivitas berat itu dilakukan Bu Shinta meski dalam keadaan lumpuh. Ya, Bu Shinta yang lumpuh membuatnya harus duduk di kursi roda.
Tak hanya itu, semua aktivitas berat itu dilakukan di tengah istiqomahnya beliau berpuasa. Bu Shinta, berpuasa setiap hari tanpa putus puluhan tahun sampai sekarang.
Salah satu karomah Bu Nyai adalah stamina luar biasanya untuk terus berada dalam perjalanan. Sebab, tidak semua tokoh bisa melakukan itu dan konsisten melakukannya selama hampir dua dekade. Bahkan di tengah kondisi fisik yang terbatas dan ibadah yang menguras fisik seperti puasa dan tahajud.
Salah satu ciri wali adalah sering safar alias bepergian. Tujuannya, menyapa dan membina umat. Itu kelebihan yang luar biasa. Tidak semua tokoh seperti itu. Banyak tokoh yang hanya mau didatangi. Tak mau mendatangi umat.
Sumber: KHM Misbahus Salam pengasuh pondok pesantren di Jember dan Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).