29/12/2024
Saat berjalan di pantai, aku merasakan kehadiranmu di sampingku.
Di sebuah malam yang dingin, Raffi Ahmad dan Nagita Slavina mengundang beberapa teman artis untuk merayakan acara kecil-kecilan di villa mereka yang baru saja direnovasi di daerah puncak. Villa itu besar dan megah, dikelilingi pepohonan tinggi, dan memiliki lorong-lorong panjang yang entah kenapa terasa suram. Mereka mengundang Atta Halilintar, Ria Ricis, Fuji, Sule, dan Syahrini untuk ikut menginap bersama. Rafathar dan Cipung yang ikut pun tampak senang bermain di sekitar ruangan, tertawa riang bersama para tamu.
Namun, sejak mereka tiba, Sule sudah merasakan ada sesuatu yang aneh. “Kenapa rasanya dingin ya, padahal AC-nya belum dinyalain?” gumam Sule sambil menggosok-gosok lengannya.
Atta menimpali, “Iya, sama nih, kayak ada yang merhatiin dari jauh gitu.” Namun, mereka semua berusaha mengabaikan perasaan tidak nyaman itu, dan acara pun dimulai dengan santai.
Saat malam semakin larut, Raffi mengusulkan permainan *truth or dare*, dan mereka duduk melingkar di ruang tamu yang besar. Semua terlihat antusias, meskipun suasana agak canggung. Ketika giliran Nagita, ia mendapat dare untuk turun ke gudang bawah tanah sendirian dan mengambil kunci kamar tambahan. Gudang itu memang sudah lama tidak digunakan dan terletak di lorong yang paling gelap.
Nagita berangkat dengan bercanda, “Ah, nggak serem-serem amat kok. Cuma gudang aja.” Namun, begitu ia membuka pintu gudang dan menuruni tangga, sebuah hawa dingin langsung menyergapnya. Lampu di gudang hanya menyala remang-remang, dan sepertinya ada sesuatu yang berbayang di sudut ruangan. Ia mempercepat langkahnya, mengambil kunci itu, dan kembali ke atas. Tapi sebelum ia sempat menutup pintu, terdengar suara lirih memanggil, “Nagita...”
Nagita terdiam sejenak, memandang ke dalam kegelapan dengan ragu. Namun, karena merasa itu hanya imajinasinya, ia buru-buru menutup pintu.
Di ruang tamu, Ria Ricis, yang s**a merekam segala hal, mengeluarkan kameranya untuk mengabadikan momen tersebut. "Nanti aku upload nih, judulnya 'Main Truth or Dare di Rumah Seram!' Viral banget pasti!” candanya.
Setelah itu, giliran Fuji yang mendapat dare untuk pergi ke kamar kosong di lantai atas. Ia setuju, meskipun ada perasaan cemas yang tak dapat dijelaskan. Kamar tersebut berada di ujung lorong panjang yang gelap. Saat ia membuka pintu kamar itu, ia terkejut melihat seorang wanita berambut panjang berdiri di depan jendela, membelakanginya. Wanita itu mengenakan baju putih panjang, rambutnya terurai, dan tubuhnya diam kaku. Fuji merasa jantungnya berdegup kencang, dan tanpa berpikir panjang, ia berlari kembali ke ruang tamu sambil menjerit.
“Ada yang lihat hantu di kamar itu! Aku yakin itu bukan imajinasiku!” kata Fuji dengan wajah pucat pasi.
Mereka semua tersentak dan mulai merasa tidak nyaman. Raffi mencoba menenangkan semua orang, “Mungkin itu cuma bayangan atau pantulan kaca.” Namun, perasaan tak enak itu semakin jelas.
Syahrini, yang awalnya hanya tertawa dan menganggap semua ini lelucon, mulai merasakan hawa aneh di sekitar mereka. Ia merasa ada sesuatu yang mengawasi mereka dari kegelapan. Tiba-tiba, listrik padam. Gelap gulita.
Terdengar suara langkah kaki pelan mendekat dari arah tangga. Cipung yang duduk di pangkuan Nagita mulai menangis keras, seolah-olah bisa merasakan sesuatu yang menakutkan. Rafathar, yang mencoba bersikap berani, memegang tangan ayahnya erat-erat.
Saat mereka semua berusaha menghidupkan lampu senter dari ponsel, terdengar suara berbisik, “Selamat datang... kalian sudah lama kutunggu.”
Semua terpaku mendengar suara itu. Mereka menoleh ke arah lorong, dan samar-samar melihat bayangan seorang wanita berpakaian putih, seperti yang dilihat Fuji tadi, perlahan mendekat. Wajahnya pucat, matanya kosong menatap mereka. Semakin dekat, semakin terlihat jelas bahwa wajah wanita itu penuh luka menganga, dengan darah yang mengering di sekitar bibirnya.
Syahrini menjerit dan memeluk Sule erat-erat. “Kita harus keluar dari sini!” serunya dengan panik.
Namun, pintu depan tidak bisa dibuka. Seolah-olah ada kekuatan yang menahan mereka di dalam. Ria Ricis mencoba menenangkan diri dan berkata, “Mungkin ini cuma prank, kan Raffi s**a banget nge-prank, kan?” Namun Raffi, yang juga ketakutan, hanya menggelengkan kepalanya, “Ini bukan prank!”
Wanita itu semakin mendekat, dan tiba-tiba ia berkata, “Kalian berani datang ke tempatku? Kalian tidak akan keluar hidup-hidup!”
Satu per satu, mereka melihat bayangan-bayangan lain mulai muncul dari sudut-sudut ruangan. Bayangan anak kecil yang menangis, seorang pria tua dengan tatapan tajam, dan wanita-wanita lain dengan wajah penuh luka. Mereka semua tampak menyeringai, mendekati Raffi dan teman-temannya.
Atta Halilintar mencoba memimpin, “Oke, kita coba cari jalan lain keluar. Pasti ada jalan keluar!” Mereka berlari ke arah dapur, berharap menemukan pintu belakang. Namun, ketika mereka tiba di sana, pintu dapur juga terkunci rapat.
Raffi menyadari bahwa satu-satunya cara adalah kembali ke ruang tengah dan mencoba menghadapi wanita itu. “Mungkin dia hanya ingin sesuatu dari kita,” katanya, meskipun ia sendiri tidak yakin.
Dengan gemetar, Raffi berdiri di hadapan wanita itu dan berkata, “Apa yang kau inginkan?”
Wanita itu tersenyum, dan matanya yang kosong menatap tajam ke arah Raffi. “Aku ingin... kalian merasakan penderitaanku.” Dengan tiba-tiba, wanita itu melayang ke arah mereka, dan semua lampu di ruangan itu pecah, meledak dalam kegelapan.
Teriakan terdengar, namun tak ada yang bisa melawan. Mereka semua terjebak dalam kegelapan, mendengar bisikan-bisikan menakutkan di telinga mereka. Wajah-wajah samar dan tangan-tangan dingin meraih mereka dalam gelap, dan satu per satu, mereka kehilangan kesadaran.
Saat pagi tiba, warga sekitar menemukan villa itu kosong. Tidak ada tanda-tanda Raffi, Nagita, atau teman-temannya di dalamnya. Hanya ada jejak kaki dan beberapa barang yang tertinggal. Villa itu pun kembali sunyi, seolah-olah tak ada yang pernah menginap di sana.
Konon, sejak kejadian itu, bayangan wanita berpakaian putih sering muncul di jendela villa, menatap jauh ke arah jalan, seakan menunggu tamu berikutnya yang takkan pernah bisa keluar dari sana.
Kabar hilangnya Raffi Ahmad, Nagita Slavina, dan teman-temannya segera tersebar luas. Pihak keluarga dan rekan-rekan selebriti langsung bergerak mencari tahu, namun semua petunjuk berujung buntu. Villa itu dijaga polisi dan dinyatakan “terlarang,” tetapi hal ini malah membuat rasa penasaran semakin besar bagi orang-orang tertentu.
Dua minggu setelah kejadian itu, seorang paranormal terkenal, Ki Joko, menawarkan bantuan untuk melakukan pencarian di villa tersebut. Menurutnya, ada kekuatan mistis yang bersembunyi di sana. Bersama timnya, ia pergi ke villa di puncak dan menyalakan lilin-lilin di sekeliling ruang tamu, melakukan ritual pembuka untuk ‘membangkitkan’ energi di dalam villa. Salah satu anggota timnya mulai membaca mantra, dan Ki Joko memperingatkan semua orang untuk bersiap, "Akan ada sesuatu yang muncul, tapi jangan takut. Jangan pernah menunjukkan rasa takut."
Suasana sunyi, hanya terdengar suara nafas mereka yang tertahan. Saat lilin-lilin mulai redup, bayangan wanita berpakaian putih yang sebelumnya dilihat Fuji muncul lagi. Kali ini, ia berdiri di tengah ruang tamu, memandangi mereka dengan tatapan kosong. Ki Joko mengangkat tangannya dan mencoba berkomunikasi dengannya, “Kamu siapa? Mengapa kamu menahan mereka di sini?”
Wanita itu menatap Ki Joko dengan mata yang semakin dalam dan suram. "Aku adalah pemilik asli villa ini," katanya dengan suara yang bergetar, “Mereka... yang datang, harus membayar harga atas kehadiran mereka.” Ia menyebutkan bahwa di masa lalu, ia kehilangan nyawa dengan cara yang kejam di villa ini. Jiwanya tidak pernah beristirahat dengan tenang, karena dendam dan kesedihannya terus menyelimuti tempat tersebut.
Salah satu anggota tim Ki Joko, yang merasa tak nyaman dengan suasana, tak sengaja menginjak kaca pecah di lantai. Seketika, wajah wanita itu berubah marah. Bayangan-bayangan lain yang sebelumnya samar mulai muncul kembali, mengelilingi mereka, menyeringai dengan wajah-wajah penuh luka, seolah-olah merasa diusik oleh kehadiran mereka.
Tanpa peringatan, wanita itu melayang mendekati salah satu anggota tim, memandang langsung ke dalam matanya, dan membuatnya pingsan seketika. Ki Joko segera memerintahkan mereka semua untuk mundur, tapi wanita itu menghalangi mereka dengan sebuah bisikan yang menusuk, “Tak ada yang boleh keluar... hingga jiwaku dibebaskan.”
Ki Joko mengingatkan timnya bahwa satu-satunya cara untuk keluar adalah menenangkan arwah tersebut. Dengan suara gemetar, ia mencoba meminta petunjuk dari wanita itu, "Bagaimana kami bisa membebaskanmu?”
Wanita itu berhenti bergerak dan tampak berpikir sejenak. “Aku ingin mereka merasakan apa yang kurasakan... rasa takut dan kesepian di kegelapan.” Tiba-tiba, bayangan Raffi, Nagita, Atta, dan teman-teman lainnya muncul di belakang wanita itu, berdiri tanpa ekspresi. Wajah mereka pucat, mata mereka kosong, seolah-olah terjebak dalam dunia yang tak bisa dilihat orang biasa.
Para tim paranormal menjadi panik, menyadari bahwa jiwa-jiwa mereka benar-benar terperangkap di dalam villa ini. Ki Joko sadar bahwa arwah wanita tersebut tidak bisa dibebaskan begitu saja. Ia harus menemukan benda peninggalan atau simbol tertentu yang menjadi penghubung arwah itu dengan villa ini.
Mereka mulai menggeledah kamar-kamar dan sudut-sudut villa dengan terburu-buru. Di salah satu kamar di lantai atas, salah seorang anggota tim menemukan sebuah cermin tua yang sudah retak. Cermin itu seolah-olah memancarkan aura gelap, dan ketika ia mencoba mengangkatnya, suara tertawa wanita itu memenuhi ruangan. Tawa itu berubah menjadi jeritan memilukan, dan bayangan wanita itu kembali muncul di cermin, menatap mereka dengan amarah yang tak terbendung.
Ki Joko menyadari bahwa cermin itu adalah kunci dari semuanya. Dengan hati-hati, ia menutup cermin itu dengan kain putih dan mengucapkan doa pembebasan untuk melepaskan ikatan arwah wanita itu dari dunia. “Dengan ini, aku membebaskanmu dari dendam dan kesakitanmu. Pergilah, temukan kedamaian.”
Begitu doa selesai, cermin itu retak dan hancur berkeping-keping di tangannya. Bayangan wanita itu menghilang bersama dengan bayangan Raffi dan teman-temannya yang tadi muncul. Suara jeritan terakhir terdengar, perlahan-lahan menghilang seperti angin yang berlalu.
Saat mereka kembali ke ruang tamu, mereka menemukan Raffi, Nagita, Atta, dan yang lainnya terbaring di lantai dalam keadaan pingsan, tapi selamat. Setelah mereka sadar, mereka tidak ingat apa yang terjadi, hanya merasa ada rasa takut yang luar biasa menguasai mereka.
Villa itu kini benar-benar kosong, tak ada lagi bayangan yang muncul. Namun, sebelum meninggalkan villa, Ki Joko berbisik pelan, “Dendam sudah berakhir, tapi... jejaknya masih tersisa.”