Belajar Hukum Unika

Belajar Hukum Unika PENCERAHAN HUKUM UNIKA ⚖️

*PENCERAHAN HUKUM**APABILA TERDAPAT SERTIPIKAT GANDA PADA OBYEK YANG SAMA, MAKA SERTIPIKAT YANG TERLEBIH DAHULU YANG PAL...
16/11/2023

*PENCERAHAN HUKUM*

*APABILA TERDAPAT SERTIPIKAT GANDA PADA OBYEK YANG SAMA, MAKA SERTIPIKAT YANG TERLEBIH DAHULU YANG PALING KUAT*

Pada *Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 5/Yur/2018* menyatakan bahwa:

"Jika terdapat sertifikat ganda atas tanah yang sama, dimana keduanya sama-sama otentik, maka bukti hak yang paling kuat adalah sertifikat hak yang terbit lebih dahulu."

*Putusan MA 976 K/Pdt/2015* menyatakan bahwa:

"...bahwa dalam menilai keabsahan salahsatu dari 2 (dua) bukti hak yang bersifat outentik maka berlaku kaedah bahwasertifikat hak yang terbit lebih awal adalah yang sah dan berkekuatan hukum..."

Bagaimana upaya yang dapat dilakukan apabila terdapat dua sertipikat pada obyel yang sama?

Langkah yang dapat dilakukan ketika terdapat dua sertipikat ganda pada obyek yang sama sebagai berikut:

1. Mengajukan permohonan pembatalan ke BPN (Pasal 34 ayat (2) dan (3) Permen ATR/Kepala BPN 21/2020);

2. Mengajukan Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (Pasal 53 ayat (1) UU 9/2004) Jo Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung No. 10/2020 halaman 5;

3. Membuat Laporan Polisi atas dugaan pemalsuan surat otentik (Pasal 264 KUHP)

Jakarta, 16 November 2023

T.S & PARTNERS (Advocates & Legal Consultants): Kantor Hukum Pengacara di Jakarta, Advokat Profesional dan berpengalaman dibidangnya

*PENCERAHAN HUKUM**BAGAIMANA JIKA PROSES PIDANA BERJALAN BERSAMAAN DENGAN PROSES PERDATA?*Berdasarkan UU No. 1 Tahun 195...
29/08/2023

*PENCERAHAN HUKUM*

*BAGAIMANA JIKA PROSES PIDANA BERJALAN BERSAMAAN DENGAN PROSES PERDATA?*

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1950 Tentang Susunan, Kekuasaan, dan Jalan Pengadilan Mahkamah Agung Indonesia (UU NO.1/1950) pada Pasal 131 disebutkan bahwa:

"Jika dalam jalan-pengadilan ada soal yang tidak diatur dalam Undang-Undang, maka Mahkamah Agung dapat menentukan sendiri secara bagaimana soal itu harus diselesaikan.”

Atas permasalahan tersebut, Mahkamah Agung Republik Indonesia telag mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1956 (Perma No.1/1956). Disebutkan dalam Pasal 1 Perma No.1/1956 bahwa:

"Apabila pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan Pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu.

Hal ini sejalan dengan *Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 628 k/Pid/1984* dan *Surat Edara Jaksa Agung Nomor. SE-013/A/JA/12/2011* yang mengamanatkan agar diselesaikan terlebih dahulu pemeriksaan perkara perdata dari perkara pidana.

Jakarta, 28 Agustus 2023

T.S & PARTNERS (Advocates & Legal Consultants): Kantor Hukum Pengacara di Jakarta, Advokat Profesional dan berpengalaman dibidangnya

Harapan publik terhadap Mahkamah Konstitusi dilihat dari sudut pandang individu  atau kelompok tertentu. Berikut adalah ...
04/07/2023

Harapan publik terhadap Mahkamah Konstitusi dilihat dari sudut pandang individu atau kelompok tertentu. Berikut adalah beberapa harapan umum yang mungkin dimiliki oleh publik terhadap Mahkamah Konstitusi:

1. Perlindungan hak-hak individu:
MK diharapkan untuk menjadi menjaga hak konstitusional individu. Masyarakat berharap bahwa Mahkamah akan melindungi hak dasar warga negara, seperti kebebasan berpendapat, kebebasan beragama, hak pribadi, dan perlindungan terhadap diskriminasi.

2. Penegakan hukum yang adil:
Publik mengharapkan MK untuk menjalankan fungsinya dengan adil dan berdasarkan hukum. Masyarakat ingin melihat keputusan Mahkamah yang transparan, konsisten, dan berdasarkan pada interpretasi yang obyektif terhadap konstitusi.

3. Pembatasan kekuasaan pemerintah: MK diharapkan dapat menjadi pengawas kekuasaan pemerintah. Serta MK dapat membatasi penyalahgunaan kekuasaan oleh lembaga pemerintah dan menjaga keseimbangan antara kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

4. Perlindungan terhadap minoritas:
Harapan publik juga mencakup perlindungan terhadap hak minoritas. Masyarakat berharap MK akan menjadi menjaga hak minoritas yang sering kali rentan terhadap diskriminasi atau penindasan oleh mayoritas.

5. Pengambilan keputusan yang bijaksana:

Masyarakat mengharapkan bahwa MK akan membuat keputusan yang bijaksana dan berdampak positif bagi masyarakat secara luas. Keputusan yang didasarkan pada pertimbangan yang matang dan mempertimbangkan implikasi jangka panjang diharapkan akan memperkuat kepercayaan masyarakat pada lembaga tersebut.

6. Independensi lembaga:
MK agar tetap independen dan terbebas dari campur tangan politik atau tekanan eksternal. MK harus menjalankan tugasnya tanpa adanya pengaruh politik atau kepentingan tertentu demi menjaga integritas sebagai lembaga peradilan yang bebas dan adil.



23/06/2023

*PENCERAHAN HUKUM*

*TIDAK DAPAT MENGEMBALIKAN MODAL DAN KEUNTUNGAN DALAM PERJANJIAN BISNIS TIDAK DAPAT DIPIDANA*

Pada saat melakukan kerjaasama bisnis atau kerjasama penanaman modal dengan pembagian hasil, maka hubungan yang timbul adalah hubungan perdata. Perjanjian bisnis atau perjanjian tanam modal harus memenuhi unsur yang diatur pada pasal 1320 KUH Perdata.

Bagaimana jika bisnis yang awalnya dijanjikan bangkrut dan salah satu pihak meminta pengembalian modal dan keuntungan namun pihak lain tidak menyanggupinya, apakah dapat dikategorikan dugaan melakukan tindak pidana Penipuan dan/ atau Penggelapan?

Selama dapat dibuktikan bahwa usaha yang diperjanjika ada (tidak fiktif), dan bisnis tersebut sedang mengalami kerugian sehingga belum bisa melaksanakan kewajiban baik dalam bentuk membayarkan utang atau memberikan keuntungan kepada rekan bisnis, maka itu tidak bisa dikatakan sebagai penipuan dan/atau penggelapan.

Hal ini sejalan dengan *Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor 325K/Pid/1985, tertanggal 8 Oktober 1986* menyatakan: “Sengketa Perdata Tidak dapat dipidanakan.”

Jo *Putusan Mahkamah Agung Nomor 93K/Kr/1969, tertanggal 11 Maret 1970* menyatakan: “Sengketa Hutang-piutang adalah merupakan sengketa perdata.”

Jakarta, 23 Juni 2023

04/06/2023

*PENCERAHAN HUKUM*

*PEMBATALAN HIBAH DAPAT DILAKUKAN MELALUI GUGATAN KE PENGADILAN*

Pengertian Hibah diatur pada Pasal 1666 yang menyatakan bahwa Hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu.

Pada prinsipnya memang Hibah tidak dapat ditarik kembali oleh pihak yang menghibahkan, namun dalam KUHPerdata juga terdapat pengecualian terhadap pembatalan hibah yang tercantum dalam Pasal 1688 KUHPerdata sebagai berikut:

1. Hibah dapat dibatalkan karena tidak dipenuhi syarat-syarat dengan mana penghibahan telah dilakukan.

2. Hibah dapat dibatalkan jika si penerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu melakukan kejahatan yang bertujuan mengambil jiwa si penghibah atau suatu kejahatan lain terhadap si penghibah.

3. Hibah dapat dibatalkan jika ia menolak memberikan tunjangan nafkah kepada si penghibah, setelah orang ini jatuh dalam kemiskinan.

Proses pembatalan hibah pada dasarnya hanya dapat dilakukan dengan cara pengajuan gugatan materi pokok pembatalan hibah kepada Pengadilan Negeri. Pengajuan gugatan tersebut dimintakan oleh penghibah yang diajukan ke Pengadilan Negeri, supaya hibah tersebut dibatalkan dan dikembalikan kepadanya


Hal ini sejalan dengan beberapa Putusan Mahkamah Agung RI yang membatalkan hibah :

1. *Putusan Mahkamah Agung No.2236 K/Pdt/1997*
Upaya hukum terhadap pembatalan wasiat adalah dalam bentuk gugatan dan bukan dalam bentuk perlawanan (verzet).*

2.*Putusan Mahkamah Agung No. 55 K/AG/1998 tanggal 29 Juli 1999.*

"Dalam kasus ini, majelis hakim menegaskan bahwa dalam perkara gugatan mengenai hibah, suatu hibah dapat dinyatakan batal apabila si penerima hibah tidak dapat membuktikan secara nyata bahwa barang-barang tersebut telah dihibahkan kepadanya"

3.*Putusan Mahkamah Agung No. 601 K/Sip/1971 tanggal 16 Oktober 1971*

4.*Putusan Mahkamah Agung No. 332 K/AG/2000 tanggal 3 Agustus 2005*

5.*Putusan Mahkamah Agung yang relevan adalah putusan No. 419 K/Pdt/1986 tanggal 30 September 1988.*
"Hibah dalam hukum adat bertujuan agar penerima menghidupi pemberi hibah ketika pemberi hibah tua atau menderita sakit. Jika penerima hibah tidak melaksanakan kewajiban perawatan pemberi hibah, maka hibah tersebut dapat dibatalkan karena penerima hibah tidak melaksanakan kewajibannya."

6.*Putusan Mahkamah Agung, antara lain lewat putusan No. 3491 K/Pdt/1984 tanggal 30 Juli 1987*
"Hibah tidak dapat dibenarkan jika dilakukan secara diam-diam."

7.*Putusan Mahkamah Agung No. 956 K/Pdt/1991 tanggal 30 Oktober 1996*

"Batal demi hukum hibah yang merugikan ahli waris"

8.*Putusan Mahkamah Agung No. 1425 K/Pdt 1985 tanggal 24 Juni 1991*

"Perbuatan hukum berupa hibah tanah yang dilakukan oleh bukan pemilik tanah tidak sah karena bertentangan dengan hukum dan hak milik orang lain. Hibah yang demikian dapat dibatalkan”.

Mamuju, 4 Juni 2023

26/05/2023

Yuk mari belajar apa sih itu Sistem hukum common law dan civil law ?

adalah dua sistem hukum yang berbeda yang digunakan di berbagai negara di dunia. Berikut adalah penjelasan dan contohnya:

1. Common Law

Sistem hukum common law berasal dari Inggris dan digunakan di negara-negara seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Australia. Dalam sistem hukum ini, hukum dikembangkan melalui keputusan pengadilan dan preseden. Artinya, keputusan pengadilan terdahulu dapat dijadikan acuan dalam menentukan kasus yang serupa pada masa depan.

Sebagai contoh, keputusan pengadilan atas kasus tanggung jawab produsen atas produk yang cacat menjadi preseden dalam kasus-kasus serupa di masa depan. Dalam sistem hukum common law, hakim memiliki wewenang yang cukup besar untuk menafsirkan undang-undang dan memberikan keputusan yang mengikat.

2. Civil Law

Sistem hukum civil law berasal dari Eropa dan digunakan di negara-negara seperti Prancis, Jerman, dan Indonesia. Dalam sistem hukum ini, hukum ditetapkan secara tertulis dalam bentuk undang-undang, peraturan, dan keputusan pemerintah. Hakim bertugas untuk menentukan fakta dalam kasus dan menerapkan undang-undang terhadap fakta tersebut.

Sebagai contoh, dalam kasus perdata, hakim di Indonesia harus menafsirkan undang-undang yang telah ditetapkan oleh legislatif dan tidak memiliki kebebasan seperti dalam sistem hukum common law. Hakim hanya bertugas untuk memastikan bahwa undang-undang dipatuhi dengan benar.

Dalam kesimpulannya, sistem hukum common law dan civil law berbeda dalam cara pembentukannya dan penggunaannya. Meski memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, sistem hukum ini mampu memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi warga negara di negara yang menggunakannya.

*Semogah Bermanfaat 🙏*

26/05/2023

*PENCERAHAN HUKUM*

*PERJANJIAN BISNIS ANTARA PERUSAHAAN INDONESIA DENGAN PERUSAHAAN ASING YANG DIBUAT TANPA BAHASA INDONESIA ADALAH BATAL DEMI HUKUM*

Perjanjian perdata antara perusahaan Indonesia dan perusahaan asing yang dibuat dan ditandatangani tanpa ada versi bahasa Indonesia adalah batal demi hukum karena melanggar ketentuan Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.

Ketentuan mengenai kewajiban penggunaan bahasa Indonesia pada perjanjian bisnis tercantum pada pasal 31 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan dan pasal 26 Ayat 1 Perpres 63/2019.

Pasal 31 UU 24/2009 Jo Pasal 26 Perpres 63 /2019 menyatakan:

(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan warga negara Indonesia.

(2) Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang melibatkan pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris.

Jika membicarakan tentang perjanjian, maka kita juga tidak bisa terlepas dari ketentuan-ketentuan yang ada dalam Buku III KUHPerdata. Syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:

1. adanya kesepakatan mereka yang mengikatkan diri;
2. kecakapan para pihaknya;
3. adanya objek tertentu yang diperjanjikan; dan
4. suatu sebab yang halal.

Syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif, dimana pelanggaran atas dua hal ini akan menyebabkan perjanjian dapat dibatalkan. Sedangkan ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, jika dilanggar menyebabkan perjanjian batal demi hukum.

Hal ini sejalan dengan *Putusan Mahkamah Agung RI No. 601 K/Pdt/2015, tanggal 31 Agustus 2016*

Mamuju , 25 Mei 2023

"You are never too old to learn" (Tidak ada kata tua untuk belajar)
25/05/2023

"You are never too old to learn"
(Tidak ada kata tua untuk belajar)

Banyak Yang salah jalan Tapi Merasa Tenang ,Karena Banyak teman sama sama salah.BERANILAH MENJADI BENAR MESKIPUN SENDIRI...
19/05/2023

Banyak Yang salah jalan Tapi Merasa Tenang ,Karena Banyak teman sama sama salah.
BERANILAH MENJADI BENAR MESKIPUN SENDIRIAN ⚖️

_Prof. Dr. H. Baharuddin Lopa, S.H., M.H.
Mantan Jaksa Agung Republik Indonesia

18/05/2023

*PENCERAHAN HUKUM*

*PERALIHAN HAK ATAS TANAH BARU DIANGGAP SAH APABILA DIBUAT DIHADAPAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH*

Peralihan hak atas tanah merupakan salah satu peristiwa dan/atau perbuatan hukum yang mengakibatkan terjadinya pemindahan hak atas tanah dari pemilik kepada pihak lainnya.

Pada pasal 37 Ayat (1) Peraturan Pemerintan Nomor 24 Tahun 1997 yan merupakan pengganti dari Peraturan Pemerintan Nomor 10 Tahun 1961, mengatakan bahwa peralihan hak atas tanah melalui jual-beli, tukar menukar, hibah, pemas**an dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) yang berwenang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hal ini sejalan dengan *Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung No.544 K/Sip/1976, tanggal 26 Juni 1979 PT Ambon No. 104/1975/Pdt/PT.Mlk tanggal 17 September 1975 PN Tual No. 11/1974-Prdt tanggal 5 September 1974*

MAMUJU , 18 Mei 2023

Address

Jalan IR H JUANDA
Mamuju
91511

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Belajar Hukum Unika posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Videos

Share



You may also like