Dakwah Kaffah Makassar

Dakwah Kaffah Makassar Info terkait Kavling dan Rumah Syariah di SulSel

PEMERINTAHAN BARU: HARAPAN BARU?Buletin Kaffah No. 364 (8 Rabiul Akhir 1446 H/11 Oktober 2024)JIKA tidak ada aral melint...
11/10/2024

PEMERINTAHAN BARU: HARAPAN BARU?

Buletin Kaffah No. 364 (8 Rabiul Akhir 1446 H/11 Oktober 2024)

JIKA tidak ada aral melintang, tidak lama lagi, rezim pemerintahan Jokowi akan segera berakhir. Tepat tanggal 20 Oktober 2024, rezim pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto pun akan segera terbentuk.

Sebelumnya, para anggota DPR yang baru juga sudah resmi dilantik. Meski baru, banyak di antara anggotanya adalah muka-muka lama. Bahkan jabatan ketua DPR yang baru, juga dipegang kembali oleh Puan Maharani dari PDIP, yang notabene adalah Ketua DPR periode sebelumnya. Yang menarik, para anggota DPR baru ini, ternyata 60 persennya adalah pengusaha, dan 174 orang terindikasi terhubung dengan politik dinasti.

Karena itu di satu sisi banyak yang menaruh harapan besar pada rezim pemerintahan baru, juga pada DPR baru. Namun, di sisi lain, tak sedikit yang pesimis. Terutama kalangan Muslim yang kritis. Pasalnya, pemerintahan baru, termasuk DPR baru, sudah pasti menjalankan sistem lama (status quo), yakni sistem demokrasi-kapitalisme sekuler. Padahal selain terbukti gagal, sistem ini pun jauh dari nilai-nilai ajaran Islam. Dalam sistem ini juga sudah pasti sulit diharapkan syariah Islam bisa diterapkan secara kâffah. Padahal tanpa penerapan syariah Islam secara kâffah dalam seluruh aspek kehidupan, bisa dipastikan tak akan ada perubahan ke arah yang lebih baik bagi bangsa dan negeri ini.

Faktanya, meski telah sering gonta-ganti rezim, keadaan negeri ini bukan tambah maju, tetapi malah makin mundur dan terpuruk. Rezim Jokowi yang sejak di periode pertama pemerintahannya (2014-2019) sudah digadang-gadang membawa harapan baru, toh hanya memberikan harapan semu, bahkan palsu. Justru pada masa rezim Jokowi segala sisi makin rusak. Hal itu terus berlanjut hingga periode kedua pemerintahannya (2019-2024).

Rezim pemerintahan baru pun dipastikan akan bernasib sama. Apalagi rezim pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo bakal mewarisi beban sangat berat dan segudang persoalan yang ditinggalkan rezim Jokowi. Khususnya di bidang ekonomi. Di antaranya angka kemiskinan yang tinggi, angka pengangguran dan PHK yang makin meningkat, pajak yang makin besar, daya beli masyarakat yang makin menurun, jumlah kelas menengah yang makin berkurang, beban pembayaran utang negara yang makin berat, penguasaan sumberdaya alam milik rakyat oleh segelintir orang (asing dan aseng) yang makin tak terkendali, beban ekonomi masyarakat yang makin besar, dsb.

Dalam hal kemiskinan, misalnya, jumlah orang miskin di Indonesia per maret 2024 mencapai 25,22 juta orang (Setkab.go.id). Jumlah itu mengacu pada kriteria Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengumumkan garis kemiskinan di Indonesia pada Maret 2024 sebesar Rp 582.932 perkapita perbulan (Finance.detik.com). Jika kriteria kemiskinan itu dinaikkan sesuai dengan kriteria Bank Dunia sebesar US$ 3 perhari, maka jumlah rakyat miskin naik menjadi 40% dari total penduduk Indonesia (Cnbcindonesia.com). Artinya, dari jumlah total penduduk Indonesia sekitar 282 juta jiwa, sebanyak 112,8 juta terkategori miskin.

Di bidang politik, meskipun berhasil memenangkan Pemilu, Prabowo tidak memiliki mayoritas legislatif yang solid. Partai Gerindra, yang dia pimpin, hanya memperoleh sekitar 14% suara di Parlemen. Ini berarti Prabowo harus merangkul koalisi politik yang luas untuk menjalankan pemerintahan. Dengan koalisi yang gemuk sangat mungkin muncul konflik kepentingan. Akibatnya, niat hati untuk mensejahterakan rakyat, ujung-ujungnya cenderung sebatas bagi-bagi kekuasaan.

Di sisi lain, kekuasaan oligarki makin mencengkeram. Ini terlihat jelas dalam struktur politik dan ekonomi di mana sejumlah kecil konglomerat mengendalikan sektor-sektor strategis, seperti sumberdaya alam (pertambangan, perkebunan), infrastruktur dan perbankan. Para oligark ini juga sering memiliki kedekatan dengan lingkaran kekuasaan politik. Ini memungkinkan mereka mempengaruhi kebijakan publik demi keuntungan pribadi dan kelompoknya.

Belum lagi ragam persoalan di bidang hukum, sosial, pendidikan, dll yang makin ke sini tampak makin rumit dan kompleks.

Harapan Hanya pada Kekuasaan Islam

Di dalam Islam, kekuasaan hakikatnya adalah amanah. Amanah kekuasaan ini bisa menjadi beban pemangkunya di dunia sekaligus bisa mendatangkan siksa bagi dirinya di akhirat. Nabi saw. bersabda:

أَوَّلُ الإِمَارَةِ مَلامَةٌ، وَثَانِيهَا نَدَامَةٌ، وَثَالِثُهَا عَذَابٌ مِنَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، إِلا مَنْ رَحِمَ وَعَدَلَ

Kepemimpinan itu awalnya bisa mendatangkan cacian, kedua bisa berubah menjadi penyesalan dan ketiga bisa mengundang azab dari Allah pada Hari Kiamat; kecuali orang yang memimpin dengan kasih sayang dan adil (HR ath-Thabarani).

Sikap kasih sayang pemimpin ditunjukkan dengan upayanya untuk selalu memudahkan urusan rakyat, menggembirakan mereka dan tidak menakut-nakuti mereka dengan kekuatan aparat dan hukum.

Adapun sikap adil pemimpin ditunjukkan dengan kesungguhannya menegakkan syariah Islam di tengah-tengah masyarakat. Sebabnya, tidak ada keadilan tanpa penerapan dan penegakan syariah Islam. Karena itulah siapapun penguasanya, jika dia tidak menjalankan pemerintahannya berdasarkan syariah Islam, maka dia berpotensi menjadi penguasa yang zalim dan fasik (Lihat: QS al-Maidah [5]: 45 dan 47).

Karena kekuasaan adalah amanah, Nabi saw. mengingatkan para pemangku jabatan dan kekuasaan agar tidak menipu dan menyusahkan rakyatnya. Beliau bersabda:

مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللهُ رَعِيَّةً، يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ، إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ

Tidaklah seorang hamba—yang Allah beri wewenang untuk mengatur rakyat—mati pada hari dia mati, sementara dia dalam kondisi menipu rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan surga bagi dirinya surga (HR al-Bukhari).

Di dalam Islam, agar pemangku kekuasaan bertindak amanah, ia wajib mengemban kekuasaannya di atas pondasi agama, yakni Islam. Inilah yang juga ditegaskan oleh Imam al-Ghazali rahimahulLâh:

الدِّيْنُ وَالسُّلْطَانُ تَوْأَمَانِ، وَلِهَذَا قِيْلَ: الدِّيْنُ أُسٌ وَالسُّلْطَانُ حَارِسٌ وَمَا لاَ أُسَ لَهُ فَمَهْدُوْمٌ وَمَا لاَ حَارِسَ لَهُ فَضَائِعٌ.

Agama dan kekuasaan itu ibarat dua saudara kembar. Karena itu sering dikatakan: Agama adalah pondasi, sementara kekuasaan adalah penjaganya. Apa saja yang tidak memiliki pondasi akan hancur. Apa saja yang tidak memiliki penjaga akan lenyap (Abu Hamid al-Ghazali, Al-­Iqtishâd fî al-­I’tiqâd, 1/78).

Kata Imam ar-Razi rahimahulLâh, berkat kekuasaan yang bersanding dengan agama (Islam), Allah SWT menghilangkan berbagai keburukan dunia dari manusia (Lihat: Fakhruddin ar-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, 3/424).

Di dalam Islam kekuasaan harus diorientasikan untuk: (1) menegakkan Islam; (2) melayani berbagai kepentingan masyarakat, baik Muslim maupun non-Muslim. Hal ini hanya akan terwujud jika kekuasaan itu menerapkan syariah Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan. Kekuasaan semacam ini terwujud hanya dalam institusi pemerintahan Islam, yakni Khilafah Islam. Bukan dalam sistem pemerintahan yang anti syariah, baik sistem demokrasi ataupun yang lain.

Khilafah Islam akan mengatur berbagai urusan seluruh warga negaranya (Muslim maupun non-Muslim) dengan syariah Islam; seperti menjamin kebutuhan hidup, menyelenggarakan pendidikan yang terbaik dan terjangkau, menyediakan fasilitas kesehatan yang layak dan cuma-cuma untuk semua warga tanpa memandang kelas ekonomi.

Khalifah akan mengelola sumberdaya alam milik rakyat (seperti tambang minyak, gas, batubara, mineral, emas, perak, nikel, dll) agar bermanfaat bagi segenap warga negara. Khilafah tidak akan membiarkan sumberdaya alam milik rakyat itu dikuasai oleh swasta, apalagi pihak asing.

Khilafah Islam juga akan menjaga dan melaksanakan urusan agama seperti melaksanakan hudûd untuk melindungi kehormatan, harta dan jiwa masyarakat Muslim maupun non-Muslim. Khilafah Islam pun akan menyebarluaskan risalah Islam ke seluruh dunia. Khilafah p**a yang akan memimpin jihad demi menyelamatkan kaum Muslim yang tertindas di berbagai negeri seperti di Palestina, Xinziang, Myanmar dll.

Khatimah

Alhasil, mau tidak mau, jika bangsa ini ingin maju, sejahtera, adil dan makmur, maka yang mereka butuhkan bukan sekadar rezim atau penguasa baru. Akan tetapi, yang mereka butuhkan sekaligus adalah sistem pemerintahan baru, yakni sistem pemerintahan Islam. Sebabnya jelas, sejahtera, adil dan makmur hanya mungkin saat umat Islam mengamalkan dan menerapkan syariah Islam. Pengamalan dan penerapan syariah Islam secara kâffah tentu merupakan wujud ketakwaan hakiki. Ketakwaan hakiki inilah yang bakal mendatangkan aneka keberkahan, khususnya bagi negeri ini. Demikian sebagaimana dinyatakan oleh Allah SWT dalam al-Quran:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Andai penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, Kami pasti akan membukakan bagi mereka aneka keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka telah mendustakan (ayat-ayat Kami). Karena itu kami menyiksa mereka akibat perbuatan mereka (TQS al-A’raf [7]: 96).

Karena itulah Sayyid Muhammad bin ‘Alawi al-Maliki rahimahulLâh menegaskan:

فَلَوْ أَنَّ الْمُسْلِمِيْنَ (الْيَوْمَ) عَمِلُوْا بِأَحْكَامِ الْفِقْهِ وَ الدِّيْنِ كَمَا كَانَ أَبَاءُهُمْ لَكَانُوْا أَرْقَ اْلأَمَمِ وَ أَسْعَدَ النَّاسِ

Andai kaum Muslim hari ini menerapkan hukum-hukum fiqih dan (syariah) agama ini, sebagaimana generasi pendahulu mereka (pada masa lalu), niscaya mereka menjadi umat yang paling maju dan paling bahagia (Sayyid Muhammad bin ‘Alawi al-Maliki al-Hasani, Syarî’atulLâh al-Khâlidah, hlm. 7).

Pengamalan dan penerapan syariah Islam secara kâffah inilah yang juga dilakukan oleh Rasulullah saw. saat mendirikan Negara Islam untuk pertama kalinya di Madinah. Kebijakan ini dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin dan para khalifah setelahnya dengan hanya menegakkan Khilafah Islam, yang juga hanya menerapkan syariah Islam.

WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. []

---*---

Hikmah:

Allah SWT berfirman:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى

Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku (al-Quran) maka bagi dia kehidupan yang sempit dan di akhirat kelak dia dibangkitkan dalam keadaan buta. (TQS Thaha [20]: 124).

TOLERANSI TANPA MERUSAK AQIDAH ISLAMBuletin Kaffah No. 360 (9 Rabi’ul Awwal 1446 H/13 September 2024 M)Baru-baru ini Pau...
13/09/2024

TOLERANSI TANPA MERUSAK AQIDAH ISLAM

Buletin Kaffah No. 360 (9 Rabi’ul Awwal 1446 H/13 September 2024 M)

Baru-baru ini Paus Fransiskus datang ke Indonesia. Kedatangan Paus ke Indonesia merupakan kunjungan yang pertama dalam 35 tahun setelah kunjungan Paus Yohanes Paulus II pada 1989 silam. Tak hanya datang, Pemimpin Gereja Katolik Dunia sekaligus Kepala Negara Vatikan itu juga mengadakan misa agung di Gelora B**g Karno (GBK) yang dihadiri ribuan umat Kristiani.

Kedatangan Paus disambut dengan gegap-gempita. Namun, penyambutan atas kedatangannya dinilai berlebihan dan menulai polemik di tengah kaum Muslim. Pasalnya, serangkaian prosesi penyambutan Paus—yang dinarasikan sebagai misi perdamaian, kemanusiaan dan toleransi—telah kebablasan dan menabrak batas-batas Aqidah Islam.

Polemik itu berawal dari surat yang dilayangkan oleh panitia kunjungan Paus Fransiskus tertanggal 9 Agustus 2024 kepada Kementerian Agama terkait permohonan dukungan kunjungan Paus Fransiskus di Indonesia 3-6 September 2024. Sebagai tindak lanjut, Kementerian Agama bersurat kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tertanggal 1 September 2024. Surat yang ditandatangani oleh Dirjen Bimas Islam dan Katolik itu di antaranya berisi: Pertama, saran agar Misa bersama Paus Fransiskus pada Kamis 5 September 2024 disiarkan secara langsung pada pukul 17.00–19.00 WIB di seluruh televisi nasional. Kedua, agar penanda waktu maghrib di televisi nasional cukup ditunjukkan dalam bentuk running text (bukan kumandang azan seperti biasanya). Dengan itu misa bisa diikuti secara utuh oleh umat Katolik di Indonesia.

Ada juga agenda pembacaan Injil dan al-Quran untuk menyambut Paus di Masjid Istiqlal Jakarta. Bersama Paus Fransiskus juga dilakukan penandatanganan dokumen kemanusiaan dengan tujuan untuk menguatkan opini seputar toleransi umat beragama di negeri ini.

Tampak jelas bahwa serangkaian prosesi penyambutan Paus ini mengarah pada sinkretisme, pluralisme dan humanisme beragama.

Perlu Sikap Kritis

Tentu diperlukan sikap kritis terhadap praktik sinkretisme, pluralisme dan humanisme beragama ini.

1. Sinkretisme beragama.

Sinkretisme beragama bermakna mencampuradukkan ajaran agama-agama. Termasuk mencampuradukkan ajaran agama Islam dengan ajaran agama-agama lain. Sinkrestisme beragama semacam ini jelas mencampuradukkan yang haq dan yang batil, yang nyata-nyata terlarang dalam Islam. Allah SWT berfirman:

وَلَا تَلۡبِسُواْ ٱلۡحَقَّ بِٱلۡبَٰطِلِ وَتَكۡتُمُواْ ٱلۡحَقَّ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ

Janganlah kalian mencampuradukkan yang haq dengan yang batil. Jangan p**a kalian menyembunyikan yang haq itu, sedangkan kalian mengetahui (TQS al-Baqarah [2]: 42).

2. Pluralisme agama.

Pluralisme agama adalah paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama. Karena itu kebenaran setiap agama adalah relatif. Konsekuensinya, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar, sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme agama juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga.

Setidaknya ada empat hal yang bisa dijadikan kritik atas pemikiran pluralisme agama ini: Pertama, aspek normatif. Secara normatif, pluralisme agama bertentangan secara total dengan Aqidah Islam. Pluralisme bertentangan antara lain dengan firman Allah SWT berikut:

إِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلۡإِسۡلَٰمُۗ وَمَا ٱخۡتَلَفَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ إِلَّا مِنۢ بَعۡدِ مَا جَآءَهُمُ ٱلۡعِلۡمُ بَغۡيَۢا بَيۡنَهُمۡۗ وَمَن يَكۡفُرۡ بِ‍َٔايَٰتِ ٱللَّهِ فَإِنَّ ٱللَّهَ سَرِيعُ ٱلۡحِسَابِ

Sungguh agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Siapa saja yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, sungguh Allah sangat cepat hisab-Nya (TQS Ali Imran [3]: 19).

Allah SWT juga berfirman:

وَمَن يَبۡتَغِ غَيۡرَ ٱلۡإِسۡلَٰمِ دِيْنًا فَلَن يُقۡبَلَ مِنۡهُ وَهُوَ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ

Siapa saja yang mencari agama selain Islam, sekali-kali agama itu tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi (TQS Ali Imran [3]: 85).

Dengan alasan itu, wajar jika pluralisme agama difatwakan haram oleh Majelis Ulama Indonesia dalam Munas VII MUI tahun 2005.

Kedua, aspek orisinalitas. Asal-usul paham pluralisme bukanlah dari umat Islam, tetapi dari orang-orang Barat, yang mengalami trauma konflik dan perang antara Katolik dan Protestan, juga Ortodok.

Ketiga, aspek inkonsistensi Gereja. Andaikata hasil Konsili Vatikan II diamalkan secara konsisten, tentu Gereja harus menganggap agama Islam juga benar. Tidak hanya agama Kristen saja yang benar. Dengan begitu mereka tidak melakukan misi kristenisasi kepada umat Islam.

Keempat, aspek politis. Secara politis, wacana pluralisme agama dilancarkan di tengah dominasi Kapitalisme yang Kristen atas Dunia Islam. Maka dari itu, arah atau sasaran pluralisme patut dicurigai membawa misi imperialisme.

3. Humanisme beragama.

Humanisme muncul pada era Renaissance di Eropa. Ketika itu banyak pemikir seperti Petrarch, Erasmus dan Pico della Mirandola mulai memusatkan perhatian pada kebangkitan budaya klasik Yunani dan Romawi. Mereka juga menggali potensi manusia di luar dogma agama yang dominan saat itu. Sejak kelahirannya, paham humanisme ini justru ingin menghilangkan peran agama dalam kehidupan. Caranya dengan menjadikan manusia pusat edar kehidupan, dengan mengabaikan Tuhan dan agama.

Paham humanisme bertentangan dengan firman Allah SWT:

قُلۡ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحۡيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ

Katakanlah, “Sungguh shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (TQS al-An’am [6]: 162).

Sikap Muslim Seharusnya

Dengan demikian para tokoh umat semestinya paham bahwa kunjungan orang kafir ke negeri ini seharusnya dimanfaatkan untuk kepentingan Islam dan kaum Muslim, seperti menampakkan syiar dan dakwah Islam kepada mereka. Bukan sebaliknya, justru mereka dibiarkan membawa misi agama mereka kepada umat Islam.

Rasulullah saw. sebagai teladan kaum Muslim juga biasa menampakkan syiar dan dakwah Islam kepada para pemimpin kafir. Rasulullah saw. pernah mengirimkan utusan kepada Kaisar Romawi, Raja Persia, Raja Muqawqis Agung, Raja Qibti Mesir dan Raja Habasyah dengan surat yang berisi ajakan masuk Islam. Kepada Raja Persia, misalnya, Rasulullah saw. dalam suratnya tegas menyatakan: “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad Rasulullah kepada Raja Agung Persia. Semoga keselamatan atas siapa saja yang mengikuti jalan, beriman kepada Allah dan utusan-Nya, serta bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah yang Satu, tiada sekutu, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Aku menyeru dengan seruan Allah. Sungguh aku adalah utusan Allah kepada seluruh manusia, untuk memperingatkan orang yang hidup dan membenarkan perkataan kepada orang-orang kafir. Masuklah Islam. Niscaya Anda akan selamat. Jika Anda mengabaikan seruan ini maka Anda menanggung dosa orang-orang Majusi (Ath-Thabari, Târîkh al-Umam wa al-Mulûk, 2/123; Al-Khathib al-Baghdadi, Târîkh Baghdaad, 1/132).

Selain itu, konsep toleransi dalam Islam bukan mengarah pada paham sinkretisme, pluralisme dan humanisme yang merusak Aqidah Islam. Toleransi adalah membiarkan serta tidak mengganggu ibadah dan kepercayaan agama lain. Hal ini digambarkan dengan jelas dalam firman Allah SWT:

قُلۡ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡكَٰفِرُونَ (1) لَآ أَعۡبُدُ مَا تَعۡبُدُونَ (2) وَلَآ أَنتُمۡ عَٰبِدُونَ مَآ أَعۡبُدُ (3) وَلَآ أَنَا۠ عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمۡ (4) وَلَآ أَنتُمۡ عَٰبِدُونَ مَآ أَعۡبُدُ (5) لَكُمۡ دِينُكُمۡ وَلِيَ دِينِ (6)

Katakanlah, "Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah. Kalian juga bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kalian sembah. Kalian pun tidak pernah menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untuk kalian agama kalian dan untuk aku agamaku.” (TQS al-Kafirun [109]: 1-6).

Secara historis, praktik pertama toleransi beragama dijalankan oleh Rasulullah saw. di dalam naungan Negara Islam di Madinah al-Munawarah dengan sangat indah. Selanjutnya praktik toleransi dalam Islam juga terwujud indah dalam peradaban Islam di bawah naungan Khilafah Islam sepanjang sejarahnya. Di Mesir, misalnya, umat Islam dan Kristen hidup rukun ratusan tahun sejak masa Khulafaur Rasyidin. Di India, sepanjang Kekhalifahan Bani Umayah, Abbasiyah dan Ustmaniyah, Muslim dan Hindu hidup rukun selama ratusan tahun. Toleransi dalam Islam juga terbangun indah pada masa Kekhilafahan Islam di Spanyol. Di Spanyol, lebih dari 800 tahun pemeluk Islam, Yahudi dan Kristen juga hidup berdampingan dengan tenang dan damai.

Keindahan praktik toleransi dalam Islam ini sejalan dengan misi pengutusan Rasulullah saw. kepada seluruh manusia untuk menebarkan rahmat. Allah SWT berfirman:

وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا رَحۡمَةً لِّلۡعَٰلَمِينَ

Tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (QS al-Anbiya’ [21]: 107).

Karena itu selayaknya kita terus berdakwah demi tegaknya syariah Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah. Sebabnya, sudah terbukti bahwa hanya Khilafahlah—melalui penegakan syariah secara kâffah dan misi dakwahnya yang universal—yang mampu mewujudkan toleransi yang hakiki sekaligus menebarkan rahmat bagi seluruh manusia dan alam semesta.

WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. []

---*---

Hikmah:

Allah SWT berfirman:

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang mengajak pada (agama) Allah, mengerjakan amal shalih, dan berkata, "Sungguh aku termasuk orang-orang yang berserah diri." (TQS al-Fushilat [41]: 33). []

*MENELADANI KEPEMIMPINAN NABI MUHAMMAD SAW*Buletin Kaffah 263 (11 Rabiul Awwal 1444 H/07 Oktober 2022 M)Setiap memasuki ...
07/10/2022

*MENELADANI KEPEMIMPINAN NABI MUHAMMAD SAW*

Buletin Kaffah 263 (11 Rabiul Awwal 1444 H/07 Oktober 2022 M)

Setiap memasuki bulan Rabiul Awwal suasana kerinduan umat Muslim kepada sosok Baginda Nabi Muhammad saw. semakin terasa. Maulid Nabi saw. diperingati. Shalawat atas beliau bergema di pelosok kota dan desa. Tablig-tablig akbar banyak digelar. Semua itu semata-mata karena kebahagiaan dan kecintaan umat kepada Rasulullah saw., selain untuk mengingatkan umat akan kemuliaan beliau.

*Wajib Meneladani Nabi saw.*

Pujian atas kemuliaan pribadi Rasulullah saw. telah dinyatakan oleh Allah SWT:

وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ

Kami telah meninggikan bagimu sebutan (nama)-mu (QS al-Insyirah [94]: 4).

Sayyid Quthb dalam tafsirnya, Fî Zhilâl al-Qur’ân, menafsirkan firman Allah SWT di atas: “Kami telah meninggikan sebutan namamu di alam yang tinggi. Kami telah meninggikan sebutan namamu di muka bumi. Kami telah meninggikan sebutan namamu di alam semesta ini. Kami meninggikannya setiap kali bibir manusia mengucapkan kalimat ‘Lâ ilâha illalLâh, Muhammad RasûlulLâh.’ Di atas itu tidak ada lagi kedudukan setinggi itu. Ini adalah kedudukan yang hanya dimiliki Rasulullah saw. Tiada seorang manusia pun selain beliau yang memiliki kedudukan tersebut di seluruh jagat ini.” (Sayyid Quthb, Fî Zhilâl al-Qur’ân, 6/688).

Rasulullah saw. adalah satu-satunya pribadi yang wajib diteladani dalam semua hal; sebagai ahli ibadah, sosok yang berakhlak mulia, suami yang lembut, ayah dan kakek teladan, panglima perang, juga sebagai kepala negara terbaik. Allah SWT berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian, yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat serta banyak mengingat Allah (TQS al-Ahzab [33]: 21).

Setiap Muslim juga wajib taat sepenuhnya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Allah SWT berfirman:

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Sungguh jawaban kaum Mukmin itu, jika mereka diseru kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum di antara mereka, ialah ucapan. "Kami mendengar dan kami patuh." Mereka itulah orang-orang yang beruntung (TQS an-Nur [24]: 51).

*Keteladanan dalam Kepemimpinan*

Di antara keteladanan Nabi saw. yang wajib ditiru adalah kepemimpinan beliau atas umat manusia. Rasulullah saw. bukan sekadar pemimpin spiritual tanpa kekuasaan, seperti Paus di Vatikan, tetapi juga kepala Negara Islam pertama. Rasulullah saw. menyusun Piagam Madinah. Beliau mengangkat para wali (gubernur) dan hakim. Beliau memimpin dan mengirim pasukan serta mengangkat para komandan perang. Beliau mengatur perekonomian. Beliau pun mengirim para utusan untuk menyampaikan dakwah Islam ke berbagai kabilah, termasuk ke Kekaisaran Romawi dan Persia.

Rasulullah saw. adalah pemimpin negara yang sukses. Saat beliau wafat, luas kekuasaan Islam telah meliputi seluruh Jazirah Arab. Jumlah pengikutnya terus bertambah. Pengaruh agama Islam yang beliau bawa juga terus menyebar. Tidak aneh jika kepemimpinan Rasulullah saw. mengundang pujian dari berbagai cendekiawan dan orientalis. Di antaranya dari Dr. Zuwaimer, orientalis Kanada, dalam bukunya, Timur dan Tradisinya. Dia mengatakan, "Tidak diragukan lagi bahwa Muhammad adalah pemimpin agama terbesar. Bisa juga dikatakan bahwa dia adalah seorang reformis, mumpuni, fasih, pemberani dan pemikir yang agung."

Berikut ini adalah sejumlah karakter kepemimpinan Nabi saw.:

Pertama, Nabi saw. menerapkan syariah Islam secara total. Tidak ada satu pun perintah atau larangan Allah SWT yang beliau abaikan. Setiap kali turun hukum Allah SWT, seketika hukum itu beliau berlakukan di tengah-tengah umat tanpa menunda atau mengurangi pelaksanaannya.

Nabi saw. tidak pernah menerapkan selain syariah Islam dalam menjalankan pemerintahannya. Beliau pun tidak pernah berkompromi dalam menerapkan hukum Allah SWT. Inilah yang Allah SWT perintahkan:

وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ

Hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka sesuai dengan apa yang telah Allah turunkan dan jangan engkau mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah engkau terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan engkau dari sebagian wahyu yang telah Allah turunkan kepadamu (TQS al-Maidah [5]: 49).

Kedua, Rasulullah saw. memberlakukan hukum secara adil. Tidak ada privilege atau keistimewaan hukum walaupun terhadap keluarga beliau sendiri. Beliau tak akan segan menjatuhkan sanksi pidana walau terhadap putri kesayangannya sendiri, Fatimah ra., sebagaimana sabda beliau:

وَايْمُ اللهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا

Demi Allah, sungguh andai Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya (HR al-Bukhari).

Keadilan inilah yang menjamin tegaknya pemerintahan dan hukum di tengah masyarakat. Kepercayaan rakyat pada supremasi hukum menjadi kokoh karena pemerintah memberlakukan hukum kepada siapa saja yang bersalah tanpa kecuali. Bandingkan dengan kondisi sekarang. Jika yang terjerat hukum adalah kerabat, kolega, atau tim suksesnya maka hukum mendadak lumpuh.

Ketiga, Rasulullah saw. senantiasa memperhatikan dan melayani kepentingan rakyat. Beliau, misalnya, memerintahkan Baitul Mal untuk melunasi utang-utang kaum fakir-miskin. Inilah pendapat yang disampaikan Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya saat menjelaskan firman Allah SWT:

ٱلنَّبِىُّ أَوْلَىٰ بِٱلْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنفُسِهِمْ

Nabi itu lebih utama bagi kaum Mukmin daripada diri mereka sendiri (TQS al-Ahzab [33]: 6).

Inilah petunjuk Nabi saw. dalam kepemimpinan:

أَنَا أَوْلَى بِالْمؤمنينَ مِنْ أَنْفُسِهِم، فَمَنْ تُوُفِّيَ وَ عَليْهِ دَيْنٌ فَعَليَّ قَضَاؤُهُ

Aku lebih berhak atas kaum Mukmin daripada diri mereka sendiri. Karena itu siapa saja yang meninggal dalam keadaan memiliki utang maka akulah yang akan melunasi utangnya (HR Ibnu Majah).

Nabi saw. juga memberikan pekerjaan untuk rakyatnya. Ibnu Majah meriwayatkan bahwa beliau pernah membantu seorang lelaki dengan cara menggadaikan barang-barang beliau sehingga terjual dua dirham. Satu dirham digunakan untuk nafkah keluarga lelaki tersebut. Satu dirham lagi ia belikan kapak untuk mencari kayu sehingga ia bisa mendapatkan keuntungan sepuluh dirham untuk keluarganya.

Keempat, Rasulullah saw. menjaga ketertiban masyarakat agar tidak terjadi pelanggaran seperti kecurangan dalam perdagangan, konflik dan tindak kriminal lainnya. Nabi saw. pernah mendapati seorang pedagang yang mencampur makanan yang kering dan basah akibat terkena air hujan. Beliau memerintahkan pedagang tersebut untuk meletakkan makanan basah itu di tempat yang mudah terlihat orang-orang. Beliau lalu menegur dia:

مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي

Siapa saja yang menipu maka dia bukan dari golonganku (HR Muslim).

Kelima, Rasulullah saw. memimpin pengadilan dan mengatur tata tertib pengadilan bagi para hakim. Dengan itu pengadilan dapat berjalan dengan adil tanpa menzalimi siapapun. Beliau bersabda:

لَوْ يُعْطَى النَّاسُ بِدَعْوَاهُمْ لَادَّعَى رِجَالٌ أَمْوَالَ قَوْمٍ وَدِمَاءَهُمْ، وَلَكِنِ الْبَيِّنَةُ عَلَـى الْـمُدَّعِيْ، وَالْيَمِيْنُ عَلَـى مَنْ أَنْكَرَ

Andai setiap orang diberi sesuai dengan tuduhan (dakwaan) mereka, tentu akan ada orang-orang yang mudah menuntut harta dan darah suatu kaum. Namun (yang benar), barang bukti wajib atas penuduh (pendakwa), dan sumpah wajib atas orang yang menolak tuduhan (dakwaan) (HR al-Baihaqi).

Keenam, Rasulullah saw. memang memungut jizyah dari kaum kafir ahludz dzimmah dan memberlakukan sejumlah hukum syariah atas mereka. Namun, beliau pun melindungi mereka dari tindak kezaliman. Beliau juga membebaskan mereka untuk menjalankan ibadah, makan-minum, pernikahan sesuai agama mereka. Beliau bersabda:

أَلَا مَنْ ظَلَمَ مُعَاهَدًا، أَوِ انْتَقَصَهُ، أَوْ كَلَّفَهُ فَوْقَ طَاقَتِهِ، أَوْ أَخَذَ مِنْهُ شَيْئًا بِغَيْرِ طِيْبِ نَفْسٍ، فَأَنَا حَجِيْجُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Ingatlah, siapa saja yang menzalimi, merendahkan dan membebani seorang kafir mu’ahad melebihi kemampuannya, atau mengambil sesuatu dari dirinya tanpa keridhaannya, maka aku menjadi lawannya pada Hari Kiamat (HR Abu Dawud).

Ketujuh, Nabi saw. melindungi Islam dan kaum Muslim dari setiap gangguan. Beliau memerangi dan mengusir Yahudi Bani Qainuqa’. Pasalnya, mereka melecehkan kehormatan seorang Muslimah dan membunuh seorang pedagang Muslim. Rasulullah saw. juga mengusir Yahudi Bani Quraizhah. Sebabnya, mereka bersekongkol dengan kaum musyrik Quraisy menyerang kaum Muslim. Hal itu melanggar perjanjian damai bersama.

Kedelapan, Rasulullah saw. mengutus sejumlah delegasi ke berbagai kabilah, kerajaan dan kekaisaran untuk mendakwahkan Islam kepada mereka. Beliau pun memimpin jihad dalam rangka menyebarkan Islam atau mengirim saraya (pasukan yang dipimpin para Sahabat) untuk berjihad.

*Khatimah*

Demikianlah kepemimpinan Rasulullah saw. yang seharusnya diteladani umat pada hari ini. Kepemimpinan beliau berdasarkan akidah Islam. Tidak lain untuk menegakkan hukum-hukum Allah dan menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia. Bukan kepemimpinan sekuler yang mengabaikan hukum Islam dan tunduk pada konsep politik trias politica (demokrasi). Apalagi ternyata dipakai untuk keuntungan oligarki. Bukan untuk kemuliaan Islam dan umatnya.
WalLaahu a’lam. []

---*---

*Hikmah:*

Al-Hasan ra. berkata:

سُئِلَتْ عَائِشَةُ عَنْ خُلُقِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ

Aisyah ra. pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah saw. Lalu ia menjawab, “Akhlak beliau adalah al-Quran.” (HR Ahmad). []

---*---

Download Buletin Dakwah Kaffah versi PDF & simak versi audio di:
https://buletinkaffah.com

Address

Makassar

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Dakwah Kaffah Makassar posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Videos

Share