07/07/2022
*KENAPA HARI RAYA IDUL ADHA/ IDUL FITRI DI INDONESIA DAN ARAB BISA BERBEDA? BAGAIMANA SOLUSINYA SUPAYA BERSATU SELURUH DUNIA..?*
Ini karena di Indonesia & beberapa Negara lain masih menganut Rukyat Lokal, padahal Rukyat Lokal lebih untuk penentuan Jam nya shalat, bukan utk penentuan Hari nya shalat Hari Raya.
Utk penentuan Hari Raya seharusnya memakai Rukyat Global karena sehari saja di Bumi, cuma jam mulainya yang berbeda-beda masing-masing negeri sesuai mathla' (makanya jam shalatnya yang berbeda-beda).
Makkah dengan Ka'bah nya menjadi kiblat ummat Islam sekaligus menjadi patokan awal masuknya Hari Raya, apalagi Hari Puasa Arafah sangat terkait dengan pelaksanaan wukuf di Arafah, bukan tanggal 9 Dzulhijjah di Indonesia atau negara lain. Dengan demikian in syaa Allah umat Islam di *seluruh dunia akan bersatu* dalam pelaksanaan Hari Raya dan Ibadah yg berkaitan dengannya.
Yang paling bagus untuk persatuan Hari Raya umat Islam seluruh dunia adalah dengan melaksanakan perintah Allah Swt dalam Al-Qur’an, yaitu menggunakan *metode Hisab Hakiki berdasarkan Wujudul Hilal yg tidak perlu lagi Imkanur Rukyat* karena Ilmunya sudah sangat berkembang sekarang, ilmiah, akurat dan qath'iy (istilah Islam, disampaikan oleh Gus Baha). 👇
https://www.facebook.com/groups/382301449735216/permalink/650706216228070/?sfnsn=wiwspwa
Allah SWT Maha Mengetahui dan Rasulullah Saw sudah tahu bahwa Ilmu Hisab ini akan, maka gunakanlah, in syaa Allah tidak akan berbeda-beda tergantung kondisi alam negara masing-masing.
----------------------------------
*Mengapa Muhammadiyah bersikukuh memakai metode hisab?*
*Hisab yang dipakai Muhammadiyah* adalah *hisab wujud al hilal,* yaitu *metode menetapkan awal bulan baru yang menegaskan bahwa bulan Qamariah baru dimulai apabila telah terpenuhi tiga parameter:*
*Telah terjadi konjungsi atau ijtimak*
*Ijtimak itu terjadi sebelum matahari terbenam*
*Pada saat matahari terbenam bulan berada di atas ufuk.*
Sedangkan *argumen mengapa Muhammadiyah memilih metode hisab,* bukan rukyat, adalah sebagai berikut :
*Pertama,*
*semangat Al Qur’an adalah menggunakan hisab.* Hal ini ada dalam ayat :
*“Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan” (QS, 55, Ar Rohmaan :5).*
ٱلشَّمۡسُ وَٱلۡقَمَرُ بِحُسۡبَانٖ
Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan.
Ayat ini bukan sekedar menginformasikan *bahwa matahari dan bulan beredar dengan hukum yang pasti sehingga dapat dihitung atau diprediksi,* tetapi *juga dorongan untuk menghitungnya karena banyak kegunaannya.*
Dalam QS Yunus (10) ayat 5 *disebutkan bahwa kegunaannya untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu/ hisab.*
هُوَ ٱلَّذِي جَعَلَ ٱلشَّمۡسَ ضِيَآءٗ وَٱلۡقَمَرَ نُورٗا وَقَدَّرَهُۥ مَنَازِلَ لِتَعۡلَمُواْ عَدَدَ ٱلسِّنِينَ وَٱلۡحِسَابَۚ مَا خَلَقَ ٱللَّهُ ذَٰلِكَ إِلَّا بِٱلۡحَقِّۚ يُفَصِّلُ ٱلۡأٓيَٰتِ لِقَوۡمٖ يَعۡلَمُونَ
Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan hisab/ perhitungan waktu. Allah tidak menciptakan demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.
*Kedua,*
jika spirit Qur’an adalah hisab mengapa Rasulullah Saw menggunakan rukyat?
Menurut Rasyid Ridho dan Mustafa AzZarqa, *perintah melakukan rukyat adalah perintah ber-ilat (beralasan).*
*ilat perintah rukyat* adalah *karena ummat zaman Nabi saw* adalah *ummat yang ummi, tidak kenal baca tulis dan tidak memungkinkan melakukan hisab.* Ini ditegaskan oleh Rasulullah Saw dalam hadits riwayat Al Bukhari dan Muslim,
إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ ، لاَ نَكْتُبُ وَلاَ نَحْسِبُ ,الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا
"Sesungguhnya kami adalah umat ummiyah. Kami tidak biasa kitabah (tulis-menulis) dan tidak p**a mengenal hisab. Bulan itu seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 29) dan seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 30)." (HR. Bukhari dan Muslim)
*Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi; kami tidak bisa menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Hitungan bulan itu adalah demikian-demikian. Yakni kadang-kadang dua puluh sembilan hari dan kadang-kadang tiga puluh hari”.*
*Dalam kaidah fiqhiyah, hukum berlaku menurut ada atau tidak adanya ilat.* Jika ada ilat, yaitu kondisi ummi sehingga tidak ada yang dapat melakukan hisab, maka berlaku perintah rukyat. Sedangkan *jika ilat tidak ada (sudah ada ahli hisab), maka perintah rukyat tidak berlaku lagi.*
*Yusuf Al Qaradhawi menyebut bahwa rukyat bukan tujuan pada dirinya, melainkan hanyalah sarana.*
*Muhammad Syakir, ahli hadits dari Mesir yang oleh Al Qaradawi disebut seorang salafi murni,* menegaskan *bahwa menggunakan hisab untuk menentukan bulan Qamariah adalah wajib dalam semua keadaan, kecuali di tempat di mana tidak ada orang mengetahui hisab.*
*Ketiga,*
*dengan rukyat* umat Islam *tidak bisa membuat kalender.* Rukyat tidak dapat meramal tanggal jauh ke depan *karena tanggal baru bisa diketahui pada H-1.*
*Dr. Nidhal Guessoum (Astrofisikawan dari Aljazair / Professor di American University of Sharjah, Uni Emirat Arab)* menyebut *suatu ironi besar bahwa umat Islam hingga kini tidak mempunyai sistem penanggalan terpadu yang jelas. Padahal 6000 tahun lampau di kalangan bangsa Sumeria telah terdapat suatu sistem kalender yang terstruktur dengan baik.*
*Keempat,*
*rukyat tidak dapat menyatukan awal bulan Islam secara global.* Sebaliknya, *rukyat memaksa umat Islam berbeda memulai awal bulan Qamariah, termasuk bulan-bulan ibadah.* Hal ini *karena rukyat pada visibilitas pertama tidak mengcover seluruh muka bumi.*
*Pada hari yang sama ada muka bumi yang dapat merukyat tetapi ada muka bumi lain yang tidak dapat merukyat.* Kawasan bumi di atas lintang utara 60 derajad dan di bawah lintang selatan 60 derajat adalah kawasan tidak normal, di mana tidak dapat melihat hilal untuk beberapa waktu lamanya atau terlambat dapat melihatnya, yaitu ketika bulan telah besar. Apalagi kawasan lingkaran artik dan lingkaran antartika yang siang pada musim panas melebihi 24 jam dan malam pada musim dingin melebihi 24 jam.
*Kelima,*
*jangkauan rukyat terbatas, dimana hanya bisa diberlakukan ke arah timur sejauh 10 jam.* Orang di sebelah timur tidak mungkin menunggu rukyat di kawasan sebelah barat yang jaraknya lebih dari 10 jam. *Akibatnya, rukyat fisik tidak dapat menyatukan awal bulan Qamariah di seluruh dunia karena keterbatasan jangkauannya.*
Memang, *ulama zaman tengah* menyatakan bahwa apabila terjadi rukyat di suatu tempat maka rukyat itu berlaku untuk seluruh muka bumi (global). *Namun, jelas pandangan ini bertentangan dengan fakta astronomis, di zaman sekarang saat ilmu astronomi telah mengalami kemajuan pesat jelas pendapat semacam ini tidak dapat dipertahankan.*
*Keenam,*
*rukyat menimbulkan masalah pelaksanaan puasa Arafah.* Bisa terjadi di Makkah belum terjadi rukyat sementara di kawasan sebelah barat sudah, atau di Makkah sudah rukyat tetapi di kawasan sebelah timur belum terlihat karena terhalangi awan, dsb. Sehingga bisa terjadi kawasan lain berbeda satu hari dengan Makkah dalam memasuki awal bulan Qamariah.
*Masalahnya, hal ini dapat menyebabkan kawasan ujung barat bumi tidak dapat melaksanakan puasa Arafah karena wukuf di Arafah jatuh bersamaan dengan hari Idul Adha di ujung barat itu.* Kalau kawasan barat itu menunda masuk bulan Zulhijah demi menunggu Makkah padahal hilal sudah terpampang di ufuk mereka, *ini akan membuat sistem kalender menjadi kacau balau.*
*Argumen-argumen di atas menunjukkan bahwa rukyat tidak dapat memberikan suatu penandaan waktu yang pasti dan komprehensif.* Dan *karena itu tidak dapat menata waktu pelaksanaan ibadah umat Islam secara selaras di seluruh dunia.* Itulah mengapa dalam upaya melakukan pengorganisasian system waktu Islam di dunia internasional sekarang muncul seruan *agar kita menggunakan hisab dan tidak lagi menggunakan rukyat.*
*Temu pakar II* untuk Pengkajian Perumusan Kalender Islam (Ijtima’ al Khubara’ as Sani li Dirasat Wad at Taqwimal Islami) *tahun 2008 di Maroko* dalam *kesimp**an dan rekomendasi (at Taqrir al Khittami wa at Tausyiyah) menyebutkan:*
*"Masalah penggunaan hisab: para peserta telah menyepakati bahwa pemecahan problematika penetapan bulan Qamariah di kalangan umat Islam tidak mungkin dilakukan kecuali berdasarkan penerimaan terhadap hisab dalam menetapkan awal bulan Qamariah, seperti halnya penggunaan hisab untuk menentukan waktu-waktu shalat”.*
Catatan :
*Materi di atas disarikan dari ceramah Ramadhan oleh Prof. Dr. Syamsul Anwar (Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah)* dalam pengajian Ramadhan PP Muhammadiyah *tahun 1431 H di UMY.*
*Tulisan ini dibuat sebelum penetapan Kalender Islam Global yang ditetapkan pada tahun 2016.* Pada tahun 2016 *Badan Urusan Agama Republik Turki menyelenggarakan Seminar Internasional Penyatuan Kalender Hijriyah.* Hasil voting dari peserta seminar tersebut mendapat respon positif, *mayoritas menyetujui untuk segera diberlakukannya Kalender Islam Global.*
Menurut Prof. Syamsul, *tidak mungkin mewujudkan kalender Islam global kecuali dengan menggunakan hisab sebagaimana kita menggunakan hisab untuk menentukan waktu-waktu salat.*
Hisab memang tidak menjadi metode utama yang digunakan Nabi Muhammad tatkala meninjau awal bulan, namun *isyarat-isyarat di dalam literatur al-Quran dan al-Hadis telah menunjukkan bahwa hisab merupakan metode yang kuat secara nash.*
Pada tahun 2009, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah telah menerbitkan buku pedoman hisab Muhammadiyah.
Semoga bermanfaat, umat makin tercerahkan, penentuan awal bulan makin mudah dan Islam makin jaya serta umat Islam seluruh dunia akan bersatu, aamiin 3x YRA... 🤲🙏🤲