18/10/2024
"Robohnya Surau Kami"
adalah sebuah cerpen klasik karya A.A. Navis yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1956.
Cerita ini sering dianggap sebagai salah satu karya sastra Indonesia paling penting karena menggambarkan kritik sosial dan keagamaan dengan cara yang mendalam namun sederhana.
Berikut adalah ringkasan ceritanya:
Ringkasan CeritaCerpen ini bercerita tentang seorang penjaga surau tua bernama Kakek. Kakek telah menghabiskan seluruh hidupnya untuk mengurus surau (masjid kecil) dan beribadah kepada Allah. Namun, surau yang ia jaga tersebut semakin sepi karena masyarakat di sekitarnya tidak lagi peduli pada ibadah dan lebih sibuk mengejar urusan duniawi.Suatu hari, seorang pemuda yang tidak disebutkan namanya datang ke surau dan mendapati Kakek sedang termenung. Pemuda itu bertanya mengapa Kakek tampak murung, lalu Kakek mulai bercerita tentang kehidupannya yang penuh pengabdian, namun ia merasa bahwa di akhir hidupnya ia tidak memiliki apa-apa untuk ditunjukkan, baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat.Kakek kemudian bercerita tentang seorang tokoh fiktif bernama Haji Saleh, yang selama hidupnya dikenal sebagai orang yang sangat taat beribadah. Ketika Haji Saleh meninggal dan diadili di akhirat, ia terkejut karena dimasukkan ke neraka. Allah menjelaskan bahwa meskipun Haji Saleh sangat rajin beribadah, ia tidak peduli pada orang-orang di sekitarnya yang menderita dan tidak pernah berbuat banyak untuk membantu mereka. Seluruh ibadahnya ternyata tidak cukup untuk menyelamatkannya karena dia hidup dengan sikap apatis terhadap sesama manusia.Setelah mendengar cerita ini, pemuda itu meninggalkan surau, dan beberapa hari kemudian, Kakek ditemukan meninggal. Tidak lama setelah kematian Kakek, surau yang dia jaga selama ini roboh, simbol dari runtuhnya moral dan keimanan masyarakat sekitar.Tema dan Pesan MoralCerita ini menggambarkan kritik tajam terhadap orang-orang yang hanya mementingkan ibadah pribadi tanpa peduli terhadap kondisi sosial di sekitarnya. Navis ingin menyampaikan bahwa ibadah bukan hanya soal hubungan individu dengan Tuhan, tetapi juga harus tercermin dalam tindakan sosial dan kepedulian terhadap sesama.Pesan moral dari cerita ini adalah pentingnya keseimbangan antara beribadah kepada Tuhan dan berbuat baik kepada sesama manusia. Tanpa kepedulian sosial, ibadah yang dilakukan hanya menjadi formalitas kosong.Kritik Sosial dan Relevansi"Robohnya Surau Kami" juga menjadi simbol dari kemunduran nilai-nilai moral dan spiritual dalam masyarakat. Melalui cerita ini, Navis menyampaikan pandangan bahwa agama tidak hanya soal ritual, tetapi juga bagaimana nilai-nilai agama diterapkan dalam kehidupan nyata. Cerpen ini tetap relevan di zaman modern, di mana sering kali kita melihat konflik antara keagamaan formal dan praktik kemanusiaan sehari-hari.Cerpen ini menunjukkan bahwa pengabdian hanya pada ibadah tanpa perbuatan baik pada manusia tidaklah cukup untuk meraih keselamatan, sebuah pesan yang masih kuat dan bermakna hingga kini.