*DOA YANG MEMBINASAKAN*
@IKuttabMediaEdukasi
#DuniaParenting- Mungkin kita pernah mendengar ungkapan bahwa ucapan itu adalah doa. Terlebih jika ucapan itu keluar dari lisan orang tua, baik dari lisan ayah maupun lisan ibu. Kiranya hal tersebut ada benarnya, karena sering kali kita jumpai di masyarakat, anak-anak yang sukses ataupun sengsara di kehidupannya bisa jadi diakibatkan oleh ucapan orang tuanya.
Maka dalam hal ini Islam sangat melarang orang tua melaknat ataupun mendoakan keburukan untuk anaknya, khususnya saat dalam kondisi marah. Boleh jadi, orang tua tidak tahu ucapan atau doa mereka bertepatan dengan waktu yang mustajab, maka penyesalan tinggalah penyesalan. Karena itu, duhai para orang tua, tahanlah amarah pada anakmu!
Hawa nafsu harus dilawan, sehingga kita bisa mendoakan kebaikan, bukan keburukan. Berilah kabar gembira dengan kebaikan, harus (ditangani) dengan kesabaran, menahan amarah, sehingga doa (yang keluar dari lisan kita) adalah doa yang baik, bukan doa keburukan.
Kisah Az-Zamakhsyari, seorang cendekiawan muslim berdarah Iran, hendaklah menjadi pelajaran. Ia adalah seorang yg buntung kakinya. Suatu ketika beliau ditanya mengenai hal tersebut, dan ia menjawab, “Ini adalah karena doa ibuku! Dahulu saat aku kecil, aku pernah menangkap seekor burung, lalu kuikat kakinya dengan tali, kemudian kutarik burung itu dan patahlah kakinya!
Ibu sangat terluka dengan kejadian itu dan dia berkata, “Semoga Allah patahkan kakimu sebagaimana kau patahkan kaki burung itu!”. Saat aku beranjak dewasa, aku bersafar ke Bukhara untuk menuntut ilmu, aku jatuh dari tungganganku dan kakiku patah sehingga menyebabkan harus diamputasi!” [Al Maqarri At Tilmisany dalamm Kitab Azharur Riyadh].
Tak diragukan lagi bahwa ibu Az-Zamakhsyari sama seperti ibu-ibu masa kini yang mengucapkan ucapan doa dalam kondisi seperti ini hanya dengan lisannya, bukan dengan hatinya. Jika saja beliau hidup dan melihat kaki anaknya patah, niscaya beliau akan memilih kakinya sajala
*Istri, Benteng Pertahanan Keluarga*
Oleh : Kholda Najiyah
Founder Komunitas Istri Strong & Bengkel Istri
#DuniaParenting- Fenomena rapuhnya keluarga tak bisa ditutup-tutupi. Di antara keluarga Muslim yang tampak harmonis, tersimpan api dalam sekam yang siap membakar. Bisa berupa kondisi istri yang stres menjalani pernikahan yang tak sesuai harapan. Bisa pula kondisi suami yang luntur qowwamnya akibat kurang cakap mengelola hati pasangan.
.
.
Kali ini berbicara dari sisi istri. Pada dekade ini, kian banyak bangunan rumahtangga yang didirikan berdua, roboh di tangan seorang istri. Makin banyak istri yang menyerah membersamai suami. Meminta pisah. Memilih kembali hidup sendiri, seperti sebelum menikah.
.
.
Padahal, istri adalah benteng utama pertahanan keluarga. Jika istri menyerah, bubrahlah rumah. Jika istri tak mampu bertahan, lenyaplah keberkahan. Para setan dan iblispun bertepuk tangan puas, manakala istri memenangkan kata talak yang dipinta dari suaminya. Na'uzubillahimindzalik.
.
.
Berikut beberapa renungan yang seharusnya menumbuhkan rasa syukur para istri, agar bertahan dalam benteng keluarga.
.
.
*1. Berpasangan adalah nikmat Allah.*
Memiliki pasangan adalah anugerah. Bersyukurlah, karena di luar sana banyak wanita yang belum juga berumahtangga. Bukankah itu yang kita rindu saat masih melajang? Waktu itu, kita sangat ingin berumahtangga. Sangat ingin memiliki suami. Memiliki anak. Lantas mengapa ketika sudah tercapai, dengan mudahnya ingin menghilangkan itu semua?
*2. Ujian rumahtangga mendewasakan diri.*
Hidup memang tak selalu sesuai harapan. Setiap rumahtangga pasti diuji sesuai kadar kemampuan masing-masing. Ada yang ujiannya karakter buruk suami. Ada yang ujiannya lemah harta. Ada yang ujiannya anak.
Tidak ada maksud Allah Swt. menguji kita, selain agar mampu mengambil pelajaran besar dari ujian tersebut. Saat ketika kita mampu melewati ujian, adalah saat hidup menjadi lebih bermakna.
*3. Memiliki anak adalah rezeki.*
Terkecuali yang bel
*Ketika Pasangan Kurang Perhatian, Harus Bagaimana?*
Oleh : Ummu Nashir N.S.
#DuniaParenting — Siapa pun yang akan dan sedang menjalani bahtera rumah tangga, pasti berharap rumah tangga yang dibangun bersama pasangan beroleh kebahagiaan dan ketenangan, serta penuh kasih sayang. Namun, perjalanan mewujudkan keinginan tersebut tidak selalu mulus. Kadang menemui banyak hambatan, rintangan, ujian, dan kesulitan. Ini semua harus dihadapi bersama.
Pada awal pernikahan, pasutri penuh perhatian dan berkomunikasi intens, walaupun sesekali ada pertengkaran kecil di antara keduanya karena berselisih paham. Akan tetapi, semuanya akan bisa diatasi bersama seiring berjalannya waktu. Selanjutnya, lahir buah hati yang lucu-lucu. Kesibukan pasutri makin banyak. Suami harus lebih semangat bekerja untuk menghidupi keluarga seiring kebutuhan rumah tangga yang makin banyak. Sebaliknya, sang istri yang sekarang sudah menjadi ibu, kesibukannya bertambah. Anak-anak biasanya menyita lebih banyak perhatiannya dibandingkan suaminya.
Pasutri pasti berharap interaksi mereka kian hangat. Namun nyatanya tidak demikian, terkadang kian hambar. Pasutri ingin memiliki quality time berdua. Nyatanya, bertemu cukup lama saja agak sulit. Terkadang masing-masing sibuk atau asyik dengan urusannya sendiri. Ketika tidak ada problem yang dihadapi, mungkin tidak terlalu mengganggu. Akan tetapi, ketika permasalahan menghampiri, seolah merasa sendiri atau merasa diabaikan oleh pasangan. Memiliki pasangan yang kurang perhatian, cuek, atau sibuk memang menjadi tantangan tersendiri. Seolah-olah pasangan tidak peduli lagi dengan keberadaan kita.
Suami yang tidak peka dapat dengan mudah salah menafsirkan perasaan atau keinginan istrinya. Hal ini dapat menyebabkan istri merasa tidak diperhatikan oleh suaminya. Demikian sebaliknya, ketika suami mengeluhkan kondisi pekerjaan, tetapi istrinya kurang menanggapi karena sibuk mengurusi anak-anaknya. Suami merasa diabaikan dan tidak diperhatikan oleh istrinya. Kon
*Mengajarkan Anak Bersabar*
Oleh : Ustaz Iwan Januar
#DuniaParenting- Seberapa sering Anda sedang mengantre tiba-tiba ada orang yang menyelak antrian? Atau Anda sedang berkendara di barisan lampu merah lalu di belakang Anda ada orang yang berulang-ulang membunyikan klakson karena ingin segera maju? Dan masih banyak lagi mungkin pengalaman pribadi Anda menghadapi orang-orang yang tak bisa bersabar menunggu giliran.
Hari ini, di tengah krisis multidimensi di negeri ini, masyarakat juga mengalami krisis kesabaran. Banyak orang tidak bisa bersabar saat menghadapi beragam persoalan. Mulai dari anak-anak yang biasa ngambek/marah saat permintaan mereka tak diloloskan orang tua, remaja yang terlibat tawuran, hingga pelajar yang dengan emosi membakar sekolah karena tidak lulus ujian. Negeri ini krisis kesabaran mulai dari anak-anak hingga para pemimpin.
Padahal dalam agama kita yang mulia, Islam, sabar merupakan adab yang menempati posisi yang agung. Imam Ali bin Abi Thalib berkata;
الصَّبْرُ مِنَ الإِيمَانِ بِمَنْزِلَةِ الرَّأْسِ مِنَ الْجَسَدِ، فَإِذَا ذَهَبَ الصَّبْرُ ذَهَبَ الإِيمَانُ
“Sabar bagi keimanan laksana kepala dalam tubuh. Apabila kesabaran telah lenyap maka lenyap pulalah keimanan.”
Sebegitu tinggi dan besarnya kedudukan sabar, sampai-sampai Imam Ali menyifati sabar sebagai kepala dalam satu tubuh. Keberadaan iman juga, menurut beliau, ditentukan dengan eksis atau lenyapnya kesabaran pada seorang muslim. Tidak mungkin sayyidina Ali menyimpulkan seperti demikian, bila tidak memahami pentingnya kedudukan sabar dan iman.
Padahal, kesabaran itu salah satu modal penting kesuksesan bagi siapapun. Itulah yang ditampakkan dengan indah oleh Ismail as. saat ayahnya, Ibrahim as., menyatakan bahwa Allah Azza wa Jalla memerintahkannya untuk menyembelihnya.
قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَا
*Pasanganmu Introvert*
Oleh Kholda Najiyah
Founder Komunitas Istri Strong (KIS) & Kelas Pasca Nikah Bengkel Istri
#DuniaParenting- Ada yang curhat suaminya galak, kalau marah kasar, emosian. Aku langsung tebak, "dia itu introvert Mbak. Memang gitu karakternya. Sabar aja. Hindari dan jauhkan hal-hal yang memicunya marah. Berikan sebanyak-banyaknya perhatian dan cinta. Jangan kasar dilawan kasar. Kalau marah diamkan. Hadapi dengan lembut."
Saya tahu, karena itu adalah saya. Introvert. 🤧
.
.
Ada lagi istri kedua yang curhat. Sulit menerima suami yang kurang perhatian. Pikirannya terus terfokus pada rasa kecewa yang terpendam. Merasa takut memulai komunikasi agar hubungannya mencair dengan suami. Merasa kaku dan canggung memulai kemesraan. "Pasti introvert ya," kata saya. "Kok tahu?" Ya, karena itu saya. Walaupun saya bukan istri kedua 😁
.
.
Ada lagi postingan seorang akhwat. Saya jarang baca statusnya. Tapi sekali waktu curcolnya lewat. Dia cuma dua tahun melalui pernikahan. Pisah. Lalu selalu gagal ketika ada pria-pria ikhtiar ingin ta'aruf dengannya.
.
.
"Mbak pasti introvert yang sulit menjalin hubungan interpersonal," tebak saya.
"Betul Mbak," jawabnya. Saya tahu, karena, sekali lagi, itu saya. 😊
.
.
Benar. Menjadi pribadi introvert itu sangat sulit. Ketika menikah, bertemu pasangan dengan karakter apapun, tetap akan sulit. Persoalannya terletak di mindset. Rasa minder, canggung, cemas dan emosi yang tidak stabil. Sangat berpotensi terjadi gesekan dengan pasangan.
Andai tidak segera menerapi diri sendiri, mungkin sudah lama saya memutuskan pisah 😞
.
.
Introvert cenderung menyukai kegiatan produktif. Ia lebih suka berkutat tentang suatu hal yang dianggapnya berguna. Daripada buang waktu bercengkerama. Komunikasi menjadi kurang baginya. Inilah salah satu sumber problema.
.
.
Beruntung Allah Swt memberikan saya jalan keluar. Beruntung saya biasa menganalisa. Beruntung saya penulis yang biasa mengurai sebuah keruwetan.
.
.
Soal komunikasi, saya rumuska
*Setiap Ibu Berhak Memiliki Anak yang Sangat Mulia*
Oleh : Mohammad Fauzil Adhim
#DuniaParenting- Dia tidak yatim. Tetapi ayahnya berangkat ke medan jihad fii sabiliLlah ketika ia masih dalam kandungan. Ayahnya terhalang untuk segera kembali ke Madinah. Tidak tanggung-tanggung. Bukan setahun, bukan dua tahun. Tetapi berpuluh tahun. Satu rentang waktu yang cukup untuk mengantarkan Rabi’ah Ar-Rayyi ibn Al-Farrukh tumbuh menjadi sosok manusia dewasa tanpa kehadiran seorang ayah. Meskipun ayahnya ghaib alias tidak hadir dalam proses tumbuh kembangnya (fatherless), Rabi’ah Ar-Rayyi ibn Al-Farrukh tumbuh menjadi pribadi yang sangat matang, kokoh dan memiliki ilmu sangat tinggi. Dialah ulama hadis terbaik di kalangan tabi’in. Di antara yang berguru kepadanya adalah Imam Malik, guru dari Imam Syafi’i.
Sebuah pelajaran, fatherless tidak menghalangi Rabi’ah Ar-Rayyi menjadi pribadi yang agung, sosok dermawan yang sangat berilmu. Single parent tetap memiliki hak untuk membesarkan anaknya menjadi pribadi yang hebat.
Berbeda dengan Rabi’ah Ar-Ra’yi ibn Al-Farrukh, pada generasi berikutnya kita menjumpai sosok yang juga ahli hadis. Ia digelari Amirul Mukminin fil Hadis disebabkan kepakarannya dalam bidang hadis yang tidak tertandingi oleh ulama manapun di muka bumi pada saat itu. Ia masih sempat bertemu ayahnya, memperoleh didikannya, tetapi ayahnya wafat di saat ia masih kecil. Selanjutnya ia dididik oleh ibunya hingga ia baligh dan bahkan sampai umur dewasa.
Ketika Sufyan Ats-Tsauri telah dewasa sedangkan ia masih menuntut ilmu, maka ibunya menyuruh menyuruh untuk terus mendalami ilmu hadis. Ibunya menyatakan akan membiayai sepenuhnya, padahal beliau termasuk orang yang sangat miskin. Ibunya memperoleh penghasilan dari upah memintal benang. Ini semua sekaligus menunjukkan bahwa membiayai mukallaf bukanlah kezaliman. Sungguh, sebaik-baik generasi adalah sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in. Dan Sufyan Ats-Tsauri termasuk yan
*Amanah Mulia Seorang Istri*
Oleh : Ummu Nashir N.S.
#DuniaParenting — Ketika seorang muslimah sudah mencapai usia siap menikah, merupakan hal lumrah jika kebanyakan mereka berharap ada laki-laki saleh yang siap mengkhitbahnya, lalu menikahinya. Terlebih jika didorong pertanyaan seputar kapan akan menikah oleh orang-orang terdekatnya. Namun di sisi lain, muncul pula ketakutan untuk menikah. Muncul kekhawatiran terhadap kondisi jika ia sudah menikah, menjadi seorang istri, lalu biidznillaah akan menjadi seorang ibu.
Duhai para Perempuan Salihah, sesungguhnya berumah tangga, lalu menjadi istri dan ibu merupakan hal alamiah yang akan dihadapi. Namun di sisi lain, ini adalah amanah dan tanggung jawab yang harus dipikul sebaik-baiknya. Kita telah memahami bahwa amanah apa pun tidak boleh dilakukan serampangan atau sesuka hati. Akan tetapi, kita harus selalu ingat bahwa amanah merupakan tanggung jawab yang akan ditanya oleh Allah di akhirat kelak. Rasulullah saw. bersabda dalam sebuah hadis,
“Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya. Amir yang memerintah manusia adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang rakyatnya. Seorang lelaki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan ditanya tentang mereka. Seorang wanita adalah pemimpin dalam rumah suaminya dan ia akan ditanya tentangnya. Seorang budak adalah pemimpin pada harta tuannya dan ia akan ditanya tentangnya. Ketahuilah, setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya.” (HR Bukhari Muslim).
Sungguh, Allah telah menjanjikan pahala besar bagi orang-orang yang senantiasa memelihara amanah yang dipikulnya. Merekalah orang-orang yang berhak mewarisi surga Firdaus dan akan kekal di dalamnya. Allah Swt. berfirman,
وَٱلَّذِينَ هُمْ لِأَمَٰنَٰتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَٰعُونَ.َٱلَّذِينَ هُمْ عَلَىٰ صَلَوَٰتِهِمْ يُحَافِظُونَ. أُو۟لَٰٓئِ
*PARENTING NABAWIYYAH*
Oleh : Budi Ashari, Lc.
#DuniaParenting- ✅ Lelah mendidik anak? Itu adalah bukti bahwa anda belum menikmati proses dan hasil mendidik anak.
✅ Apakah kita bahagia setelah anak kita sukses (sarjana, dapat kerja, dll)? Itu terlalu lama. Apalagi kalau anaknya banyak.
✅ Anak-anak itu aset. Bukan beban. Anak sholeh yang bisa mendoakan orang tuanya, itu aset. Ketika kita meninggal, maka yang paling berhak mensholatkan kita adalah anak kita. Itu aset. Sholat jenazah itu isinya doa semua. Anak itu kekayaan di dunia dan akhirat.
✅ Rosululloh bersabda: "Kamu (anak lelaki) dan hartamu milik orang tuamu."
✅ Artinya, walaupun sudah menikah, orang tua punya hak atas harta kita. Anak-anak yang kita dorong untk menghafal Al Qur'an 30 juz kelak di hari kiamat yang mendapat keistimewaan bukan hanya anak itu, tapi juga orang tuanya (mahkota).
✅ Hilangkan anggapan bahwa anak-anak itu beban. Anak-anak kita tidak numpang hidup pada kita. Numpang? Anda sombong. Bayi lahir sudah membawa rezekinya. Yang menjadi masalah adalah kita belum "percaya" pada Alloh.
✅ Tidak ingin punya anak banyak karena biaya pendidikan mahal? Logis. Tapi itu iman belum berperan. Kalau anak adalah aset, maka kita ingin punya sedikit atau banyak?
✅ Apa fungsinya sabar dan syukur kalau bukan untuk bahagia. Tawakkal. Petani itu bahagia saat tanamannya tumbuh baik, padahal belum panen. Saat hujan turun, padahal belum menanam.
✅ Jadi bahagia itu jangan tunggu panen, jangan tunggu sampai anak besar. Asal prosesnya baik. Kalau seperti ini, maka orang tua akan bahagia sepanjang usia anaknya.
✅ Ada masanya ketika orang tua panen raya. Syaratnya, hanya dengan cara Islam. Mendidik anak itu persis seperti menanam pohon. Alloh berfirman dalam QS. 3:35-37, didik anak dengan pertumbuhan yang baik.
✅ Di akhir QS. Al Fath berbicara tentang proses pertumbuhan tanaman hingga ia kokoh. Tapi dalam ayat ini Alloh tidak membahas hingga tanaman tersebut berbuah. Namun hingga tahap i
*Benarkah Taaruf Sebelum Nikah Menyebabkan Perceraian?*
Oleh : Wiwing Noeraini
#DuniaParenting— Beberapa waktu lalu, viral di media sosial, seorang muslimah yang diceraikan suaminya hanya delapan hari setelah menikah. Mereka memutuskan menikah melalui sebuah proses yang dikenal dengan istilah “taaruf ”. Diawali dengan saling bertukar biodata di email, kemudian bertemu, lalu memutuskan menikah. Prosesnya terjadi sangat cepat.
Netizen pun ramai, ada yang menghujat si laki-laki, ada yang berempati dan mendoakan sang muslimah, tetapi ada juga yang mempermasalahkan taarufnya. “Itulah kenapa harusnya pacaran dulu sebelum nikah, jangan hanya taaruf,” dan seterusnya. Muncullah kesan seolah taaruf adalah penyebab perceraian.
Benarkah Taaruf Penyebab Perceraian?
Tentu ini tuduhan yang sangat tidak mendasar. Betapa banyak pasangan yang menikah dengan diawali taaruf dan rumah tangga mereka langgeng. Sementara itu, banyak juga rumah tangga yang diawali dengan pacaran, bahkan dalam waktu yang sangat lama, berakhir juga dengan perceraian.
Ini berarti masalahnya bukanlah di taarufnya, tetapi karena ketakmampuan membangun dan merawat pernikahan sehingga berakhir pada perceraian. Bisa jadi karena tidak paham konsep pernikahan, atau juga karena sebab-sebab lainnya.
Dari tinjauan syariat, taaruf adalah bagian dari syariat Islam. Ini akan dibahas di poin selanjutnya. Sedangkan pacaran, jelas bertentangan dengan syariat Islam. Tentu sebagai muslim kita harus mengambil syariat Islam dan meninggalkan segala sesuatu yang bertentangan dengan syariat Islam.
Sistem sekuler liberal yang diterapkan hari ini telah membuat banyak sekali kaum muslim terjebak pada pergaulan yang salah sehingga memilih pacaran sebagai jalan untuk mendapatkan pasangan. Sekularisasi dan liberalisasi yang begitu masif diaruskan telah membuat pacaran dianggap sebagai hal biasa, bahkan sesuatu yang baik dan penting dilakukan.
Padahal, haramnya pacaran sudah sangat jelas. Betapa banyak syariat Islam dalam
*Peristiwa dan Amalan - amalan di bulan Sya'ban*
#DuniaParenting- Bulan Sya’ban termasuk salah satu bulan yang diagungkan dalam Islam. Banyak riwayat menggambarkan kemuliaan-kemuliaan Bulan Sya’ban.
1. Perubahan Arah Kiblat
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa peristiwa perubahan arah kiblat terjadi pada Bulan Sya`ban tepatnya pada tanggal ketiga belasnya. Abu Hatim Al-Bustiy berkata, kaum muslimin melaksanakan salat menghadap ke arah Baitul Maqdis selama 17 bulan lebih tiga hari, kemudian Allah Subhanahu Wata’ala memerintahkan Nabi untuk salat menghadap ke Ka`bah pada hari ketiga belas pertengahan Bulan Sya`ban
2. Bulan Diangkatnya Amal Perbuatan Seorang Hamba
Imam Nasa`i meriwayatkan bahwa Usamah bin Zaid pernah bertanya kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam, “Wahai Rasulullah, mengapa aku melihat engkau berpuasa pada bulan Sya`ban tidak seperti yang engkau lakukan ketika berpuasa pada bulan-bulan yang lain?’ kemudian Rasul menjawab, “Pada bulan inilah, orang-orang banyak tidak menyadarinya yaitu bulan yang terletak antara bulan Rajab dan Ramadhan, pada bulan itulah amal-amal dihaturkan dan dilaporkan kepada Tuhan alam semesta. Oleh karenanya, aku ingin agar ketika amalku dipersembahkan kepada-Nya aku sedang berpuasa.”
Dari riwayat tersebut, terdapat kandungan hikmah dan petunjuk kepada kita bahwa bulan Sya`ban adalah saatnya amal kita dilaporkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Secara psikologis ketika amal itu dilaporkan sementara kita dalam keadaan berpuasa, akan member pengaruh positif terhadap hasil laporan tersebut, atau bisa jadi semua amal kita akan dihitung sebagai amal baik. Karenanya, puasa di bulan ini sebagaimana anjuran pada riwayat di atas memiliki nilai psikologis yang tinggi, selain tentunya kita mengamalkan salah satu sunnah Nabi Muhamad Shalallahu ‘Alaihi Wassallam.
Adapun riwayat lain yang menerangkan bahwa amal seseorang dilaporkan pada setiap hari Senin dan Kamis, ulama mengatakan bahwa yang dimaksud setoran set
*BILA ANAK-ANAK REBUTAN MAINAN*
Oleh : Ustadzah Yanti Tanjung
#DuniaParenting- " Ini mainanku, abang gak boleh ambil, aku sedang pakai...” Teriak adik. “ Pinjam, sebentar saja kok, jangan pelit, orang pelit dibenci Allah, nanti gak ada temannya lho,” Abang menimpali sambil memaksa. Seketika mainan berpindah tangan. “ Umiiiiiii hu hu huk....mainanku direbut abang, abang gak izin dulu...” Adikpun menangis menghampiri umi yang sedang menyusui.
Fenomena ini pastinya seringkali dialami dalam keluarga yang memiliki banyak anak. Anak-anak suka rebutan itu tandanya mereka adalah anak-anak, orang dewasa sebenarnya juga begitu bahkan yang diperebutkan tidak hanya benda tapi juga kekuasaan.
Manusia itu memang dinamis karena diberi potensi kehidupan termasuk ingin memiliki dan ingin berkuasa dan saling rebut diantara mereka, kalau tidak ada fenomena seperti itu serasa hidup ini stagnan atau bisajadi tidak ada kehidupan. Karenanya akal kita senantiasa dibuatnya hidup dan emosi kita senantiasa dibuat warna warni, sehingga kehidupan ini memang penuh warna. Hadapi, hayati dan nikmati, kemudian syukuri.
Ketika anak saling berebut benda itu artinya anak perlu dididik tentang kepemilikan dan bagaimana meminta izin bila menggunakan milik orang lain. Ajarilah tentang ini berulang-ulang hingga anak memiliki kesadaran rasional tentang itu dalam artian dia dapat memahami mana yang miliknya dan mana milik orang lain, dan mana yang harus dia pertahankan dari rebutan orang lain.
Seiring terbentuknya pemahaman dengan memberikannya banyak informasi berupa tsaqafah islam yang bersumber dari Alquran dan Sunnah insya Allah anak akan berubah prilakunya sesuai syariah, sesuai standar halal dan haram.
Anak suka berebut itu artinya anak perlu dididik menahan diri, bersabar jika tidak diizinkan, merebut milik orang lain adalah sebuah kesalahan, terlarang dalam Islam. Ajarilah ini berulang-ulang hingga anak paham. Bagi yang direbut barangnya, belajar memaafkan dan tidak meniru prilaku ya
*WANITA YANG BAIK
AKAN MENDAPATKAN LELAKI YANG BAIK*
Oleh: KH Hafidz Abdurrahman
#DuniaParenting- Saya harus menghentikan tilawah saya pada Q.s. an-Nur [24]: 26. Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ ۖ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ ۚ أُولَٰئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ ۖ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“Perempuan yang buruk untuk lelaki yang buruk. Lelaki yang buruk untuk perempuan yang buruk. Begitu juga, perempuan yang baik untuk lelaki yang baik, dan lelaki yang baik untuk perempuan yang baik. Mereka itu dibebaskan dari apa yang mereka tuduhkan. Bagi mereka ada ampunan dan rizki yang mulia.” [Q.s. an-Nur: 26]
Pekan lalu, saya baru menyelesaikan tulisan tentang Hadits al-Ifki [cerita bohong], yang melibatkan keluarga Nabi Muhammad Shalla-Llahu ‘alaihi wa Sallama yang suci dan mulia. Peristiwa ini bukan hanya menggoncang Sayyidah ‘Aisyah, Ummu al-Mukminin, radhiya-Llahu ‘anha, dan kedua orang tuanya, tetapi juga baginda Nabi Muhammad Shalla-Llahu ‘alaihi wa Sallama. Akibat fitnah yang dihembuskan oleh ‘Abdullah bin Ubay bin Salul, hubungan Sayyidah ‘Aisyah radhiya-Llahu ‘anha dengan Shafwan, yang tak lain adalah sahabat Nabi Shalla-Llahu ‘alaihi wa Sallama.
Sayyidah ‘Aisyah radhiya-Llahu ‘anha, menuturkan kisahnya:
“Setiap Rasulullah Shalla-Llahu ‘alaihi wa Sallama hendak keluar dalam suatu perjalanan, baginda selalu mengundi di antara para istri baginda dan siapa di antara mereka yang keluar undiannya, maka Rasulullah Shalla-Llahu ‘alaihi wa Sallama akan berangkat bersamanya. ‘Aisyah berkata, lalu Rasulullah Shalla-Llahu ‘alaihi wa Sallama mengundi di antara kami untuk menentukan siapa yang akan ikut dalam perang dan ternyata kelu