Pembaca yang budiman, tidak ada kalimat yang patut mendahului artikel ini, kecuali bersyukur kepada Allah SWT. Sampai hari ini, Koran Duta Masyarakat masih diberi kekuatan lebih oleh Allah SWT. untuk menyapa Anda, konsisten terbit dengan berbagai informasi penting.
Bagi warga nahdliyin (terutama para sesepuh), nama Duta Masyarakat sudah tidak asing lagi. Koran ini terbit pada era 50-an, menjelang pemilu 1955. Adalah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang mendirikan surat kabar Duta Masyarakat.
Tidak lama, surat kabar ini menjadi besar dan menjadi salah satu media cetak yang diperhitungkan di tanah air. Tak heran jika kemudian lahir banyak jurnalis handal seperti HM Mahbub Djunaidy, HM Said Budairy, dan HM Zain Badjeber, dll.
Tahun 1965, ketika terjadi ‘perang saudara’ melawan ideologi komunis, Duta Masyarakat menjadi media yang sangat ditunggu-tunggu. Liputan dan analisanya yang tajam membuat koran ini menjadi referensi banyak pihak. Bahkan tidak sedikit tokoh-tokoh komunis ikut memburu dan membaca Duta Masyarakat.
KH Saifuddin Zuhri punya kisah lain. Saat menjabat Sekretaris Jenderal PBNU, merangkap Pemred Duta Masyarakat, pernah dipanggil B**g Karno. Tepatnya Jumat, 17 Februari 1962, beliau diminta menghadap ke Istana Merdeka. Kiai Saifuddin deg-degan, jangan-jangan terkait pemberitaan Duta Masyarakat. Ternyata tidak, saat itu beliau justru diminta menjadi Menteri Agama.
Begitu juga Pramoedya Ananta Toer, yang dikenal sebagai tokoh ‘kiri’, dalam surat terbukanya kepada Keith Foulcher, mengisahkan, betapa Koran Duta Masyarakat menjadi penting dibaca untuk mengetahui perkembangan politik. Namun, seiring pergantian rezim, Duta Masyarakat harus tutup. Sampai orde baru tumbang, tidak memiliki kesempatan ‘hidup’. Meski saat itu diakui semua pihak, tugas Duta Masyarakat sangat strategis, mengawal Islam rahmatan lilalamin sekaligus menjaga keutuhan NKRI.
Akhirnya, era reformasi tahun 1998, Duta Masyarakat kembali lahir. Kali ini, dengan mengambil lokasi penerbitan di Jawa Timur, Duta Masyarakat diterbitkan dengan sasaran pembaca nahdliyin. Namun dalam perkembangannya, koran ini tidak hanya dibaca oleh kalangan nahdliyin tetapi juga kalangan lain. Dengan visi menyuarakan hati nurani rakyat, Duta Masyarakat kembali hadir memberikan bekal informasi bagi pembaca umum.
Tahun 2000, Duta Masyarakat merombak manajemen. Inilah saat-saat menegangkan, di mana bersamaan dengan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memegang amanah sebagai Presiden ke-4 Republik Indonesia. Tidak lama Gus Dur memimpin negeri ini, beliau menjabat 20 Oktober 1999 hingga 24 Juli 2001. Dinamika politik tak terkendali, politisi-politisi Senayan sibuk menyerang Presiden Gus Dur, ini membuat Duta Masyarakat — satu-satunya koran — yang setiap hari tampil ‘membela’ Gus Dur. Apa daya, kekuatan lawan lebih besar, akhirnya Gus Dur pun lengser. Sampai detik ini, banyak yang menyebut Duta Masyarakat sebagai Korannya Gus Dur.
Setelah lengser dari Istana, Gus Dur rajin menulis untuk Duta Masyarakat. Hebatnya, pembaca, hampir setiap tulisannya, Gus Dur tidak pernah menghujat lawan politiknya. Setiap artikelnya ditutup dengan kalimat tanya. Bukankah begitu? Ini menunjukkan betapa Gus Dur tidak pernah memaksakan kehendak. Luar biasa.
Begitu juga Gus Dur dalam membesarkan Koran Duta Masyarakat. Seperti ditulis Saudara Hamzah Sahal di situs nu.or.id (18 Juni 2012), bahwa Gus Dur sangat memperhatikan perkembangan Koran Duta.
Hamzah menulis: Pagi-pagi sekali, Gus Dur mengundang santrinya. “Tolong, Kang, dibacakan lagi tulisanku. Bilang saja kalau ada kalimat yang tidak mudah dipahami atau ada tanda baca yang belum pas,” Gus Dur meminta. Santri itu menerima dua lembar tulisan Gus Dur dengan takdim. Lalu duduk di bawah sang guru. Dia langsung membacanya dengan jelas. Tapi, paragraf pertama belum habis dibaca, Gus Dur keluarkan perintah yang lain.
“Sampeyan duduk di sini dong,” minta Gus Dur sambil menepuk-nepuk kursi di sampingnya. Santri berdiri, dan sambil mesam-mesem tidak jelas, duduk di kursi, di samping sang guru.
Sejurus kemudian Kang Santri membacakannya kembali. Setelah beres, Gus Dur meminta Santri mengirim tulisannya. “Tolong kirim tulisanku ke Duta Masyarakat. Pakai internet Sampeyan ya, Kang,” kata Gus Dur. Yang dimaksud Gus Dur internet adalah surat elektronik atau e-mail.
Namun Kang Santri tidak langsung pergi. Tampak ada yang ingin disampaikan. “Gus, ini tulisan bagus sekali. Jika dikirim di koran nasional pasti dimuat,” begitu Kang Santri ini usul. Apa jawab Gus Dur?
“Ah, Sampeyan ini ngerti apa? Biar Duta Masyarakat itu koran lokal, tapi yang baca kan orang NU. Kirim saja ke sana, biar dibaca jamaah NU di desa-desa,” ujar Gus Dur memberi pengertian.
“Tujuanya memang agar orang NU menikmati tulisan bagus,” lanjut Gus Dur sambil ketawa ringan. Kang Santri hanya mantuk-mantuk, lalu mencium tangan Gus Dur. Dan Kang Santri pun bergegas ke warung internet.
Ya! Itulah Duta Masyarakat, doa Gus Dur terus menyertainya. Seperti pesan Gus Dur, Duta Masyarakat harus hadir memberikan berita yang lebih mengacu pada nilai daripada sekadar informasi. Selain Gus Dur tokoh yang tak bisa kami lupakan adalah almaghfurlah Dr KH MA Sahal Mahfudz, juga H Abdullah Zaim (almarhum) sebagai Pemred.
Pembaca, hari-hari ini kami juga ‘ditunggui’ para ulama, seperti KH. A Mustofa Bisri, KH.A Hasyim Muzadi, KH As’ad Said Ali, KH Dr. Alwi Shihab.
Sebagai pemimpin umum adalah Drs H Choirul Anam (Mantan Wartawan MBM Tempo), pemimpin redaksi Mokhammad Kaiyis (Mantan Wartawan Editor dan Panji Masyarakat), serta didukung awak redaksi yang telah kenyang dengan pengalaman jurnalistik. Misalnya Muhamad Hakim, Eko Pamudji, Abdul Rahman, Mohammad Imam Ghozali, Muhammad Natsir, Mahrus Ali, Endang Lismari, Tri Suryaningrum, dll.
Visi Duta Masyarakat adalah menjadikan media ini sebagai sumber informasi positif bagi umat Islam khususnya, dan seluruh bangsa Indonesia umumnya sehingga tercipta masyarakat yang adil, makmur, berkarakter Islami menuju negeri yang baldatun toyyibatun warobbun ghofur.
Misinya, mengajak pembaca berpikir positif, serta ikut aktif dalam gerakan dakwah Islam, tentu dengan pola informasi dan teknik jurnalistik yang benar. Meningkatkan fungsi dan peran Duta Masyarakat dalam penyebarluasan nilai-nilai Islam. Menjaga dan mempertahankan nilai-nilai Ahlussunnah wal-jamaah. Dengan misi itu, Duta Masyarakat wajib memberikan space khusus rubrik religi.
Karena yang terakhir itu, Duta Masyarakat mendapat penghargaan dari Yayasan Pustaka Compass sebagai koran terbaik bidang religi yang konsiten menyajikan berita santri. Penghargaan diberikan pada momentum peringatan Hari Santri Nasional (HSN) ke II 22 Oktober 2016 bertajuk “Santri of The Year 2016” di Museum Gajah, Jakarta, Minggu (23/10/2016). Apa pun yang kami capai, pembaca, tidak ada yang bisa lepas dari karunia Allah swt. Dan doa Anda, amat berarti bagi kami. (*)