05/07/2024
HARUSKAH AKU MELAKUKAN ITU? PADAHAL, AKU TAHU JIKA ITU SEBUAH DOSA
Part 12
Dandy mengangguk. "Iya." Dia nyengir kuda.
"Ya, Allah ... itu 'kan nggak baik. Dosa, Mas, nggak berkah."
"Yaaa, mau gimana lagi, itu jalan satu-satunya. Tanpa itu kita nggak bisa masuk kerja di sana tanpa hambatan, apalagi hanya dengan ijazah SMA. Jelas nggak mungkinlah meski kita ajuin lamaran lewat orang penting." Dandy berkata sambil menggaruk tengkuk yang tidak gatal.
Gadis berhidung bangir itu menghela napas. "Harus, ya, Mas?" Mila masih tidak begitu yakin dengan apa yang didengar.
"Ya harus, Mila. Wajib. Tanpa itu ya ... nggak bisa."
"Kalo gitu, nggak usah aja deh, Mas. Mending–"
Dandy menyergah, tak ingin melepaskan kesempatan. "Jangan gitu, Mila. Ini kesempatan langka dan kesempatan emas buat kita. Momen seperti ini jarang sekali ada. Kapan lagi kamu bisa dapat pekerjaan enak dan kita bisa bebas berduaan, jalan-jalan di mana aja. Ayolah, Mila sayang."
Mila meremas tangan, hatinya resah memikirkan pilihan yang tepat. Sebenarnya, dia enggan berhubungan dengan hal semacam itu, tapi mengingat keadaan dan besarnya cinta yang dirasakan, gadis berwajah agak murung itu mulai goyah pendiriannya.
"Ntar dech, Mas, Mila pikir-pikir dulu," ucap Mila sambil memalingkan wajah mengarah pada Kelvin yang masih asyik bermain pasir bersama teman-temannya. Hati dan logika Mila kontras saat ini, pikiran ingin menolak tapi jiwa penuh gelora cinta mendesaknya untuk menerima.
"Jangan lama-lama mikirnya. Takutnya ntar dah dimasukin orang lain." Dandy masih berusaha membujuk dan mendesak.
"Yaaa, gimana, ya, Mas. Mila nggak bisa secepatnya memutuskan. Apalagi yang menyangkut sesuatu yang tidak berkah," ucapnya tanpa menoleh. Dia menatap kosong hamparan pasir di depan yang tak jauh dari tempatnya duduk.
"Heehm, tapi jangan lama-lama. Ntar mas pending dulu biar temen mas nggak nerima lamaran dari orang lain. Jadi kesempatan kamu aman," desak Dandy lagi.
"Baiklah. Terserah, Mas aja," ucapnya pasrah.
"Oke, deh kalo gitu. Ntar malam mas akan nemui temen mas itu." Dandy berkata dengan nada bahagia.
"Tapi, Mas. Mas, yakinkah kalo Mila bakal lolos kerja di sana?" tanya Mila seraya menoleh.
"Yakinlah. Seribu persen. Percaya, deh, sama Mas. Apa, sih, yang nggak bisa mas lakuin buat kekasih tambatan hati mas ini." Dandy menowel dagu Mila.
Mila tersipu. "Ah, Mas, ini. Bisa aja, Mila 'kan jadi malu. Noh, banyak orang yang lihat." Dia celingak celinguk memperhatikan orang di sekitar.
"Biarin. Mereka pasti bakal ngerti. Kalo orang lagi kasmaran, dunia seakan milik berduaaa, yang lain ngontrak. Hahahahaha ....
Mila mencubit paha Dandy.
"Aduh ... sakit, Mila Sayang," erang Dandy. Dia mengelus paha bekas cubitan.
"Ya elah, Mas. Pelan juga. Dasar lebay." Mila tersenyum seraya menutup mulut.
"Ingat, ya, Mila. Jangan lama-lama mikirnya. Mumpung ada kesempatan. Kesempatan nggak datang dua kali looooo ...." Dandy masih terus mencoba meyakinkan.
"Entahlah, Mas?"
"Kok, entah!?" Dandy berkata dengan sedikit emosi. Dia sudah mulai kehilangan kesabaran.
Ternyata tidak mudah bagi Dandy untuk mempengaruhi gadis lugu tersebut. Sebelumnya, dia sangat yakin bakal mudah melakukan hal itu. Namun, lelaki berhidung mancung itu tidak patah arang. Dia terus berusaha meyakinkan sang kekasih.
"Kamu bener-bener nggak percaya ma aku, Mila Sayang? Kamu anggap aku apa sampai kamu berpikiran seperti itu? Kamu kira aku orang jahat, yang bakal nipu kamu? Heh?!" cecar Dandy seraya menahan emosi. Tanpa disadarinya, dia memegang erat tangan Mila.
"Mas ... sakiiit ...," desis Mila seraya meringis.
Dandy sadar dengan perbuatannya dan segera melepas tangan Mila lalu mengelusnya. "Maaf, Mila, mas nggak sengaja. Bukan maksud mas menyakitimu. Mas hanya refleks aja karena kamu mencurigai Mas," ucapnya penuh penyesalan. Dia raih jemari Mila lalu mengecupnya sesaat. "Maaf, ya, Sayang? Kamu nggak marah 'kan?"
Mila menggeleng. "Nggak papa, Mas. Mila ngerti, kok. Bukannya Mila nggak percaya tapi Mila takut karena itu perbuatan tercela dan nggak berkah buat ke depannya."
"Ya, nggaklah, Sayang. Anggep aja kamu nitip uang yang nantinya bakal balik lagi lewat gajimu tiap bulan, gimana?" Dandy memasang wajah memelas, berharap Mila akan berubah pikiran.
"Ya, bedalah, Mas," sanggah Mila. Dia menatap lekat wajah kekasihnya. Hatinya tidak tega melihat raut muka yang penuh harap itu. "Aku pikir-pikir dulu aja, ya, Mas, boleh 'kan?" Gadis berwajah oval itu mencoba menegosiasi.
Akhirnya, Dandy menyerah dan mengangguk lesu. Hanya sekilas, lalu senyum manis terukir di wajahnya. "Iya, Mila Sayang. Boleh, kok ... apa, sih, yang nggak buat Mila. Disuruh makan sekarang pun mas juga mau," rayunya. Dia mencoba menutupi rasa kecewa dan emosi dalam dada.
"Ih, Mas Dandy bisa aja bikin Mila klepek-klepek." Mila tersenyum sipu. "Ngomong-ngomong soal makan ... emang Mas lapar?" tanya Mila ketika teringat dengan kata-kata Dandy barusan.
"Eeehh, itu ... sebenernya tadi aku belum sempet sarapan. Buru-buru berangkat ke sini karena dah nggak sanggup lagi menahan rindu." Dandy tersenyum lebar, manampilkan gigi rapinya yang putih.
Mendengar pengakuan lelaki yang duduk di depannya, Mila menjadi semakin tersipu. Dia tidak menyangka kekasihnya akan bersikap konyol akibat menahan rindu. "Lah, Mas apa bangun kesiangan?"
Dandy tidak menjawab pertanyaan Mila. Dia hanya melengkungkan bibirnya yang tipis dan tampak seperti bulan sabit sehingga wajah tampannya terlihat semakin menawan. Melihat itu, Mila menjadi gemas lalu mencubit p**i lelaki tersebut.
"Aduuuh, sakiiit, Mila Sayang." Dandy berkata dengan nada manja lalu mengusap p**inya setelah bebas dari cubitan Mila.
"Eleh-eleh. Manja bener pacar Mila. Padahal cuman dibelai sayang aja," ledek Mila sambil cengar-cengir.
Dandy terkekeh mendengar gombalan Mila. "Gimana ... kalo kita cari sarapan dulu?"
"Eeehm, tapi Mila masih kenyang, Mas. Mila dah sarapan tadi." Mila memasang wajah tak enak pada kekasihnya.
"Yaaaah, gitu, ya?! Sayang banget, padahal aku pengen banget sarapan bareng kamu," ucap Dandy memelas.
"Gimana, ya ... lagip**a Mila juga takut, Mas?"
"Takut? Takut kenapa?" Dahi Dandy berkerut.
"Mila takut Kelvin nanti mengadu. Kemarin aja dia ngomong ke mamanya kalau Mila s**a ngobrol ma cowok di taman," jelas Mila.
"Terus kamu bilang apa?"
"Aku bilang aja kalau aku ngobrol ma mas-mas yang lagi nganterin ponakannya main ke taman," jawab Mila.
"Memang jika ketahuan kenapa, sih, Mil?" tanya Dandy heran.
"Ya, nggak dibolehin pacaran. Takutnya ntar ganggu pekerjaan Mila dan nggak fokus buat menjaga dan merawat anaknya," papar Mila.
Dandy hanya ber-oh ria mendengar pemaparan gadis berlesung p**it itu. Sesaat kemudian hening, menyergap lalu tarikan lemah di ujung baju Mila membuatnya kaget.
Mila menoleh. "Eh, Kelvin, dah mau p**ang?"
Bocah berusia tiga tahun itu hanya mengangguk.
"Baru juga sebentar dah mau balik aja. Mas 'kan masih kangen ...," keluh Dandy.
Mila mengangkat bahu. "Mo gimana lagi, Mas. Ni anak kalo dah kemauannya nggak bisa dibujuk dan ditahan lagi," jelasnya.
"Haaah, ya udahlah kalo gitu," pasrahnya, "eh, iya, Mila, jangan lupa pikirin secepatnya tawaranku tadi?!" Dandy kembali mengingatkan.
"Iya, iya, Mas," jawab Mila singkat lalu menggandeng tangan Kelvin. Mereka beranjak lalu Dandy mendekat untuk memeluk Mila sebelum berpisah. Setelah itu mereka melangkah berlawanan arah karena jalan yang dilalui berlawanan.
Baru beberapa langkah Dandy memutar badan kembali ke arah Mila lalu berseru, "Milaaaa, tungguuu!"
To be continued ....