14/10/2020
Cermin peradaban :
MEREKA PRIMITIF ? YA
Tapi, bisa jadi hidup mereka lebih bahagia dari kita.
Saat ditanya cita-cita, anak-anak baduy hanya menjawab : hoyong Ka kebon (Ingin ke kebun). Tidak keren memang. Tapi tidak muluk. Membuat mereka terjauh dari namanya ambisi atau pikiran yang membebani karena tuntutan harus jadi sesuatu. Yang penting hidup tenang, tak menggangu orang lain. Sementara kita, yang mengaku modern seringkali terbebani harus menjalani profesi tertentu yang dianggap terpandang di masyarakat. Bahkan banyak yang sampai rela nyogok sana, jilat sini karena menginginkan menjadi profesi tersebut itu.
Mereka tak punya HP? Ya. Tapi pikiran mereka terbebas dari gaya hidup yang harus selalu ganti HP baru. Juga tak berurusan dengan hingar bingar apa yang terjadi di sosial media. Sementara kita yang mengaku modern, pikiran kita selalu ingin HP seri terbaru. Setiap hari buka sosial media di HP, melihat orang unggah ini unggah itu, mulailah membanding-bandingkan hidup diri ini dengan hidup orang lain. Lalu munculah perasaan iri, tidak bahagia dsb. Belum lagi setiap hari membaca konten-konten negatif berbau kebencian, yang kadang membuat hati ini panas dan gelisah. Sedangkan mereka tak mengalami itu semua.
Mereka tak pakai kendaraan? Ya. Tapi hidup mereka tenang jauh dari yang namanya dikejar-kejar cicilan. Sementara kita, manusia modern kadang selalu iri melihat tetangga punya mobil baru, motor baru. Padahal motor mobilnya itu kreditan alias masih ngutang. Karena gengsi kita pun lalu ikutan ambil kreditan. Iya kalau sanggup ngejar kreditnya, lah yang sering terjadi adalah memaksakan diri. Akhirnya tidur tak nyenyak, makan pun tak enak karena selalu terpikir tanggal jatuh tempo tiap bulannya.
Mereka tidak pernah ke Mall? Ya. Tapi hidup mereka simpel tak ada keinginan nafsu beli ini beli itu. Lagipula kata mereka, memakai barang-barang modern itu Pamali. Sedangkan, kita yang mengaku modern, banyak sekali keinginan. Beli ini beli itu. Dan seringkali kita itu saat membeli sesuatu hanya karena ingin saja, bukan karena butuh. Akhirnya apa yang dibeli tak banyak terpakai. Mubadzir.
Tak selamanya yang modern itu lebih baik dari yang primitif. Dalam beberapa hal yang primitif pun memiliki kelebihan dibanding yang modern.
Itulah Suku Baduy para penganut Sunda Wiwitan, mereka adalah sosok manusia yang telah mengalami “pencerahan” atau orang yang telah mencapai “kesadaran”. Agar dapat menjadi manusia paripurna yang berguna bagi semesta kehidupan.
Hal ini selaras apa yang telah diajarkan dalam Pikukuh Sunda, tentang kehidupan yang paling utama yaitu Tata Salira. Tata berarti hukum, sedangkan salira adalah diri sendiri, maka tata salira adalah hukum tentang diri sendiri. Karena tata salira adalah dasar dari semua ilmu pengetahuan yang harus dimiliki oleh tiap manusia. Jika kita belum mampu menguasai keilmuan tentang diri sendiri, maka kita tidak akan pernah sempurna untuk mempelajari ilmu apapun yang lebih tinggi.
Mereka mencintai alam ini dengan benar-benar menjaga hutan di sekitarnya. Mereka merawat tanah ini bukan cuma omong. Mereka membangun rumah saja, tidak mau merusak atau mengubah kontur tanahnya. Semua dibangun dengan cita-cita yang baik, dan mereka lakukan bersama-sama. Inilah amalan, bekerja bersama-sama secara nyata. Saling asah, asih dan asuh.
Bagaimana kita bisa tidak kagum melihat orang yang hanya dengan pernyataan dan perbuatan yang sederhana, tapi konsisten dan tidak pernah merasa kekurangan dibandingkan dengan orang-orang lain di kota.
Cag Rampes! 🙏