
12/01/2025
Berbagai bentuk konflik dan eskalasi kekerasan yang terjadi di beberapa tempat semakin mempertebal keyakinan, bahwa kemajemukan struktur masyarakat Indonesia dan rangkaian problem struktural yang berlangsung sejauh ini dihadapkan pada situasi yang cukup rentan. Frekuensi kasus yang kian meningkat, sebagaimana diperlihatkan dari ekspose media massa sejauh ini, di antaranya berupa sengketa antar kelompok dengan bermacam akar masalah, pemicu, serta besaran korban akibat yang ditimbulkannya menjadi masalah serius negeri ini, yang polanya pun berlangsung di berbagai daerah.
Muncul konstruksi, “seolah-olah” suasana perubahan (reformasi) justru dianggap menterpurukkan keadaan. Konstruksi ini makin menjalar menjadi paham awam yang dilengkapi dengan rangkaian pandangan spekulatif. Seolah-olah reformasi dianggap lebih buruk dibanding era orde baru. Apalagi, kelangsungan sejumlah episode konflik dan kekerasan di Indonesia sejauh itu hampir tidak luput dari momentum, atau event-event politik dan kebijakan, baik yang terkait secara langsung maupun tidak langsung.
Maraknya sengketa disertai destruksi dalam pemilihan kepala daerah (pemilukada) langsung, pertentangan masyarakat dengan pemerintah akibat kebijakan pembangunan yang mempersoalkan penggusuran, serta reaksi-reaksi negatif atas praktik “drama” hukum di Indonesia adalah sejumlah contoh yang dengan mudah ditafsir sebagai distorsi reformasi dengan cara mengaitkannya dengan urusan politik.
Benarkah itu akibat reformasi?
Simak selengkapnya di balaijembrana.com