08/12/2024
๐๐ข๐ง๐ ๐ฌ๐ข๐ซ ๐๐๐ง๐ ๐ข: ๐๐๐ฅ๐๐ค๐ข ๐๐ข๐ฌ๐ญ๐๐ซ๐ข๐ฎ๐ฌ (๐๐๐ซ๐ญ ๐๐)
Sudah beberapa hari ini, Rini selalu mendengar suara seseorang yang sedang mengunyah makanan. Suara itu berasal dari sumur tua yang airnya kering kerontang. Ia pernah memeriksa mulut sumur itu. Tapi, tidak ada apa-apa di sana, hanya tanah kering dan tumbuhan liar yang menjuntai di dinding sumur.
Suara mengerikan itu selalu datang setiap jam dua belas malam. Anehnya, setiap kali ia membangunkan Jesika, suara itu langsung hilang.
Malam itu, Rini kembali terbangun dari tidurnya. Ia mendengar samar-samar sebuah keributan anak kecil yang sedang bermain di ruang keluarga. Anehnya, tidak ada siapa-siapa di sana.
Kemudian, ekor matanya melihat sekelebat bayangan manusia yang melintasi jendela kaca rumahnya. Di sana, ada seorang pria tengah berdiri di halaman rumah. Pria itu terlihat memerhatikan ke arah Rini. Tidak begitu jelas wajahnya seperti apa, karena tertutup oleh gelap.
Entah kenapa tiba-tiba saja lelaki itu melempar sebuah batu ke arah jendela rumah. Itu sangat mengagetkan Rini. Bahkan, sampai-sampai Jesika juga terbangun.
โAda apa, Rin?โ Jesika terperanjat menghampiri Rini, lalu memegang erat lengan temannya itu.
Jantung Rini masih berdebar. Napasnya turun-naik dengan cepat.
โTadi ada cowok ngelempar batu ke rumah.โ
โOrang gila itu lagi?โ
โBukan, Jes. Ini badannya kurus. Gue gak tahu siapa. Mukanya nggak keliatan.โ
Jesika mengintip dari celah pecahan kaca. Tapi, tidak ada siapa-siapa.
Doar! Sebuah batu kembali dilemparkan. Kali ini mengenai pintu. Mereka berteriak meminta tolong. Terlihat dari balik pecahan jendela, sebuah bayangan lelaki misterius itu semakin mendekat. Rini berlari ke kamar untuk mengambil sebilah pisau dari dalam ranselnya. Lelaki itu menggedor-gedor pintu, memaksa masuk.
โJangan masuk! Atau gue bunuh, ya? Dengerin, gue nggak segan-segan ya bunuh orang!โ Bentak Rini.
โKapan lo pernah bunuh orang, Rin?โ Tanya Jesika.
โDi gim online,โ jawab Rini singkat.
Pintu berhenti digedor. Sepertinya, lelaki misterius itu sudah pergi. Pelan-pelan, Rini melangkah mendekati jendela dengan sebilah pisau digenggamannya. Sementara itu, Jesika membuntuti dari belakang. Ia tampak ketakutan.
Rini mengintip dari celah jendela. Tidak ada siapa-siapa di luar. Kemudian, tiba-tiba saja sebuah batu sebesar kepalan tangan orang dewasa melayang mengarah ke wajahnya. Untung saja Rini berhasil menghindar. Tetapi, p**i kirinya terkena pecahan kaca. Perlahan, satu-dua tetes darahnya jatuh ke lantai.