Terror Tadi Malam

Terror Tadi Malam cerita cerita di dalam terdapat cerita true story, urban legend ,dan riddle. dont read this alone .

disaat kamu berpikir aku berdiri di belakangmu di saat itulah aku benar benar tepat di belakangmu dan sedang memperhatikanmu.

๐‹๐ข๐ง๐ ๐ฌ๐ข๐ซ ๐–๐ž๐ง๐ ๐ข: ๐‹๐ž๐ฅ๐š๐ค๐ข ๐Œ๐ข๐ฌ๐ญ๐ž๐ซ๐ข๐ฎ๐ฌ (๐๐š๐ซ๐ญ ๐Ÿ๐ŸŽ)Sudah beberapa hari ini, Rini selalu mendengar suara seseorang yang sedang meng...
08/12/2024

๐‹๐ข๐ง๐ ๐ฌ๐ข๐ซ ๐–๐ž๐ง๐ ๐ข: ๐‹๐ž๐ฅ๐š๐ค๐ข ๐Œ๐ข๐ฌ๐ญ๐ž๐ซ๐ข๐ฎ๐ฌ (๐๐š๐ซ๐ญ ๐Ÿ๐ŸŽ)

Sudah beberapa hari ini, Rini selalu mendengar suara seseorang yang sedang mengunyah makanan. Suara itu berasal dari sumur tua yang airnya kering kerontang. Ia pernah memeriksa mulut sumur itu. Tapi, tidak ada apa-apa di sana, hanya tanah kering dan tumbuhan liar yang menjuntai di dinding sumur.

Suara mengerikan itu selalu datang setiap jam dua belas malam. Anehnya, setiap kali ia membangunkan Jesika, suara itu langsung hilang.

Malam itu, Rini kembali terbangun dari tidurnya. Ia mendengar samar-samar sebuah keributan anak kecil yang sedang bermain di ruang keluarga. Anehnya, tidak ada siapa-siapa di sana.

Kemudian, ekor matanya melihat sekelebat bayangan manusia yang melintasi jendela kaca rumahnya. Di sana, ada seorang pria tengah berdiri di halaman rumah. Pria itu terlihat memerhatikan ke arah Rini. Tidak begitu jelas wajahnya seperti apa, karena tertutup oleh gelap.

Entah kenapa tiba-tiba saja lelaki itu melempar sebuah batu ke arah jendela rumah. Itu sangat mengagetkan Rini. Bahkan, sampai-sampai Jesika juga terbangun.

โ€œAda apa, Rin?โ€ Jesika terperanjat menghampiri Rini, lalu memegang erat lengan temannya itu.

Jantung Rini masih berdebar. Napasnya turun-naik dengan cepat.

โ€œTadi ada cowok ngelempar batu ke rumah.โ€

โ€œOrang gila itu lagi?โ€

โ€œBukan, Jes. Ini badannya kurus. Gue gak tahu siapa. Mukanya nggak keliatan.โ€

Jesika mengintip dari celah pecahan kaca. Tapi, tidak ada siapa-siapa.

Doar! Sebuah batu kembali dilemparkan. Kali ini mengenai pintu. Mereka berteriak meminta tolong. Terlihat dari balik pecahan jendela, sebuah bayangan lelaki misterius itu semakin mendekat. Rini berlari ke kamar untuk mengambil sebilah pisau dari dalam ranselnya. Lelaki itu menggedor-gedor pintu, memaksa masuk.

โ€œJangan masuk! Atau gue bunuh, ya? Dengerin, gue nggak segan-segan ya bunuh orang!โ€ Bentak Rini.

โ€œKapan lo pernah bunuh orang, Rin?โ€ Tanya Jesika.

โ€œDi gim online,โ€ jawab Rini singkat.

Pintu berhenti digedor. Sepertinya, lelaki misterius itu sudah pergi. Pelan-pelan, Rini melangkah mendekati jendela dengan sebilah pisau digenggamannya. Sementara itu, Jesika membuntuti dari belakang. Ia tampak ketakutan.

Rini mengintip dari celah jendela. Tidak ada siapa-siapa di luar. Kemudian, tiba-tiba saja sebuah batu sebesar kepalan tangan orang dewasa melayang mengarah ke wajahnya. Untung saja Rini berhasil menghindar. Tetapi, p**i kirinya terkena pecahan kaca. Perlahan, satu-dua tetes darahnya jatuh ke lantai.

๐‹๐ข๐ง๐ ๐ฌ๐ข๐ซ ๐–๐ž๐ง๐ ๐ข: ๐๐š๐ง๐ญ๐š๐ข ๐Š๐ž๐ซ๐š๐ฆ๐š๐ญ (๐๐š๐ซ๐ญ ๐Ÿ—)Napasnya terengah-engah, ia menoleh ke kiri-kanan mencari dari mana sumber suara a...
07/12/2024

๐‹๐ข๐ง๐ ๐ฌ๐ข๐ซ ๐–๐ž๐ง๐ ๐ข: ๐๐š๐ง๐ญ๐š๐ข ๐Š๐ž๐ซ๐š๐ฆ๐š๐ญ (๐๐š๐ซ๐ญ ๐Ÿ—)

Napasnya terengah-engah, ia menoleh ke kiri-kanan mencari dari mana sumber suara anak kecil tadi. Sementara itu, Rini juga penasaran dengan apa yang dilakukan warga desa di pantai. Segera ia mengambil payung di kamarnya, lalu mengendap-endap ke luar rumah mengikuti rombongan warga.

Di tengah hujan deras, ia melangkah dengan hati-hati sambil sesekali bersembunyi di balik pepohonan. Senter kecil yang ia bawa cukup untuk menerangi langkahnya. Rombongan warga sangat khidmat membaca mantra sambil terus melangkah gontai ke pantai.

Sesampainya di sana, Rini bersembunyi di balik semak-semak tanaman pandan yang tumbuh di pinggiran pantai. Ia mengintip warga dari celah daun pandan, lalu Rini melihat mereka bersimpuh menghadap laut lepas.

Di sana, seorang lelaki berdiri sambil membawa kepala kerbau. Ia menghanyutkan buah-buahan dan nasi tumpeng. Kemudian, mengambil kepala kambing dan melemparkannya ke dalam gua yang dekat dengan bibir pantai. Dari kejauhan itu, Rini mendengar suara lengkingan ayam yang dicekik lehernya. Lalu, lelaki itu berdiri kembali lantas melemparkan ayam-ayam hitam itu ke tengah laut.

Sesaat sebelum Rini hendak p**ang, seorang lelaki gendut dan menjijikan mengagetkannya dari belakang_itu lelaki yang ia jumpai tadi siang.

โ€œLindungi kami dari Kuntilanak. Wahai leluhur kami,โ€ kata lelaki itu dengan tubuh basah kuyup.

Rini tidak menghiraukannya dan bergegas lari menembus hujan deras. Sesampainya di rumah, ia menemukan hal aneh lagi_ada bercak darah di lantai. Bercak darah itu menjalar dari pintu depan sampai ke kamar mandi yang tidak bisa digunakan.

Perlahan Rini mengikuti arah bercak darah dengan hati-hati, sesekali ia mendengar petir menyambar dari kejauhan. Rini mulai tegang. Ia membuka perlahan pintu kamar mandi tua itu, menyorotkan senter. Ia melihat ada bercak darah di dinding sumur. Napasnya terengah-engah sambil perlahan mengarahkan cahaya senter ke mulut sumur.

โ€œRin.โ€

Ia kaget lalu menoleh ke belakang.

โ€œAnjir lu ngagetin gua aja, Jes,โ€ kata Rini sambil berdecak kesal.

โ€œAnter p**is,โ€ pinta Jesika.

โ€œYa udah ayo.โ€

Sebelum meninggalkan sumur tua, Rini sempat menyorotkan senternya dan anehnya bercak darah itu hilang. Bukan hanya di sana saja. Tapi, bercak darah yang tadi ia lihat di lantai ruangan rumah juga hilang. Ini aneh!

๐‹๐ข๐ง๐ ๐ฌ๐ข๐ซ ๐–๐ž๐ง๐ ๐ข: ๐’๐š๐ฃ๐ž๐ง ๐Š๐ฎ๐ง๐ญ๐ข๐ฅ๐š๐ง๐š๐ค (๐๐š๐ซ๐ญ ๐Ÿ–)โ€œEmangnya kenapa, Mas?โ€ tanya Rini. Arya terdiam sejenak, โ€œOh, nggak apa-apa, Mb...
06/12/2024

๐‹๐ข๐ง๐ ๐ฌ๐ข๐ซ ๐–๐ž๐ง๐ ๐ข: ๐’๐š๐ฃ๐ž๐ง ๐Š๐ฎ๐ง๐ญ๐ข๐ฅ๐š๐ง๐š๐ค (๐๐š๐ซ๐ญ ๐Ÿ–)

โ€œEmangnya kenapa, Mas?โ€ tanya Rini.

Arya terdiam sejenak, โ€œOh, nggak apa-apa, Mbak.โ€

โ€œSaya p**ang dulu ya, Mbak,โ€ Arya langsung pamit.

Rini heran dengan tingkah Arya, seperti ada hal yang disembunyikan. Tetapi, Rini tidak mau berpikir negatif. Rini yakin selama ia bersikap baik maka semua akan baik-baik saja. Sesampainya di rumah, ternyata ada Pak Marto sedang memasangkan kabel listrik.

โ€œWah, terima kasih loh Pak. Baik banget udah bantu kami,โ€ sapa Rini.

Pak Marto tersenyum, โ€œNdak apa-apa Mbak. Jarang-jarang desa kami kedatangan tamu dari kota,โ€ ujarnya.

Setelah selesai memasang kabel listrik, Rini menyerahkan sejumlah uang sewa ke Pak Marto. Pak Marto sempat menolak karena uang yang diberikan Rini terlalu besar, tapi Rini tetap memaksanya agar menerima uang itu. Rini berharap uangnya bisa dimanfaatkan untuk kemaslahatan warga desa.

***
Malam kedua mereka tinggal di rumah itu. Kali ini rumah semakin bersih dan lumayan layak untuk ditempati. Mereka bahkan membereskan dua kamar kosong, halaman belakang rumah, dan kamar mandi tua yang tidak bisa digunakan. Mereka juga membersihkan sofa yang sudah lama sekali tertutup kain putih.

Rini menemukan TV hitam putih di kamar gudang yang ternyata masih berfungsi dengan baik, hanya saja antine sebelah kananya patah tapi masih bisa menyiarkan tayangan dengan jernih. Bukan hanya itu saja, Jesika juga menemukan sebuah turntable--alat musik pemutar piringan hitam.

Malam itu, hujan turun sangat deras. Mereka berdua duduk di ruang keluarga sambil nonton TV yang hanya bisa menanyangkan satu channel saja. Hingga akhirnya, mereka tertidur p**as sedangkan TV masih menyala. Entah jam berapa, Rini terbangun dari tidurnya.

Ia merasa seperti ada yang meniupi kuping kanannya. Ia mematikan TV dan meraih selimut, mencoba kembali untuk tidur. Sedangkan di luar, hujan semakin deras ditambah suara deburan ombak laut yang sesekali terdengar dari kejauhan.

Sesaat sebelum ia akan terlelap, tiba-tiba terdengar suara gemuruh segerombolan orang membaca mantra dalam bahasa Jawa yang tidak Rini mengerti. Derap langkah mereka terdengar jelas melintasi halaman rumah.

Buru-buru, Rini mengintip dari balik jendela. Ia melihat warga berbondong-bondong menuju ke arah pantai, membawa nasi tumpeng, kepala kambing, ayam hitam yang masih hidup, dan buah-buahan. Rini mengecek jam di smartphone-nya. Ini masih jam 2 pagi, apa yang akan mereka lakukan? Hati Rini bertanya-tanya.

โ€œSajen Kuntilanak, Kak!โ€

Tiba-tiba dari arah belakang, terdengar suara anak kecil mengagetkannya. Ia menoleh dengan nafas terengah-engah tapi tidak ada siapa-siapa. Ia mendengar jelas, itu suara anak kecil, tepatnya anak laki-laki. Tapi tidak berwujud.

๐‹๐ข๐ง๐ ๐ฌ๐ข๐ซ ๐–๐ž๐ง๐ ๐ข: ๐Š๐ž๐š๐ง๐ž๐ก๐š๐ง ๐–๐š๐ซ๐ ๐š ๐ƒ๐ž๐ฌ๐š ๐๐š๐ฅ๐š๐ง๐ ๐š๐ง๐๐š๐ง๐  (๐๐š๐ซ๐ญ ๐Ÿ•)Keesokan paginya Jesika siuman. Ia menceritakan apa yang dilihat...
05/12/2024

๐‹๐ข๐ง๐ ๐ฌ๐ข๐ซ ๐–๐ž๐ง๐ ๐ข: ๐Š๐ž๐š๐ง๐ž๐ก๐š๐ง ๐–๐š๐ซ๐ ๐š ๐ƒ๐ž๐ฌ๐š ๐๐š๐ฅ๐š๐ง๐ ๐š๐ง๐๐š๐ง๐  (๐๐š๐ซ๐ญ ๐Ÿ•)

Keesokan paginya Jesika siuman. Ia menceritakan apa yang dilihatnya semalam. Sementara Rini mengelus-elus punggung temannya sambil sesekali menyuapi bubur hangat. Ia coba menenangkan Jesika yang masih ketakutan. Mulai hari itu, Rini pun berjanji akan menemani Jesika ke kamar mandi.

Setelah selesai sarapan, Rini menyiapkan berkas kuesioner penelitiannya. Hari ini, dia akan berkeliling untuk menanyakan kepada warga tentang pola hidup sehat. Rini mengenakan jaket jeans berwarna hitam dan syal biru tipis sedangkan Jesika mengenakan Hoodie hijau karena cuaca di Desa Balangandang lumayan dingin.

Jalan di desa juga mulai rusak, Rini dan Jesika harus berhati-hati saat melangkah sebab banyak ujung batu yang tajam dan bisa saja melukai kaki mereka yang hanya memakai sendal. Ada beberapa anak kecil yang sedang bermain bola plastik di halaman rumah, mereka memperhatikan Rini dan Jesika yang melintasi halaman.

Rini juga melihat ibu-ibu yang sedang sibuk menyapu halaman rumah dengan sapu lidi, sesekali Rini mengangguk agar terlihat sopan. Ia juga berpapasan dengan bapak-bapak yang memikul cangkul hendak ke kebun. Kebanyakan rumah di desa Balangandang berbentuk rumah panggung dengan atap ijuk yang terkesan masih sangat tradisional. Hampir di depan setiap rumah ada pohon jambu batu, mungkin saja warga senang mengkonsumsi jambu batu, pikir Rini.

Seharian mereka keliling, warga sekitar cukup bersahabat saat diminta jawaban oleh Rini. Tetapi, ada hal aneh yang Rini perhatikan dari warga desa; mereka semua mengenakan gelang berwarna putih yang terbuat dari sobekan kain. Tetapi, Rini tidak terlalu memikirkannya. Ia hanya ingin fokus pada penelitiannya, setelah beres ia ingin cepat p**ang.

Rini merasa cukup untuk kuesioner hari ini, ia mengajak Jesika p**ang ke penginapan. Namun, di perjalanan p**ang mereka berdua dihadang oleh seorang lelaki gendut, kepalanya botak, gigi depannya ompong, badannya bau telur busuk, lelaki itu membentangkan tangannya sambil melotot.

โ€œWahai leluhur kami, lindungi kami dari Kuntilanak!โ€ kata lelaki itu sambil memuncratkan air liur.

โ€œWoy, jangan ganggu mereka!โ€

Seorang pemuda berambut sebahu mengusir lelaki menjijikkan itu.

โ€œKalian nggak kenapa-napa, Mbak?โ€ tanya lelaki itu.

โ€œIya, kami baik-baik aja, Mas. Terima kasih udah ngusir lelaki itu,โ€ timpal Jesika.

โ€œKenalin aku Arya warga sini. Lelaki tadi namanya Karno, dia satu-satunya orang gila desa ini,โ€ lanjutnya.

โ€œAku Jesika dan ini Rini temanku, kami sedang melakukan penelitian di sini.โ€

โ€œIya Mas, sekali lagi terima kasih ya sudah nolongin kami,โ€ sambung Rini.

โ€œIya sama-sama. Kalian tinggal di mana?โ€

โ€œDi rumah kosong dekat pantai, Mas,โ€ jawab Rini.

โ€œHah! Serius? Siapa yang suruh kalian tinggal di sana?โ€ Arya kaget mendengar jawaban Rini.

๐‹๐ข๐ง๐ ๐ฌ๐ข๐ซ ๐–๐ž๐ง๐ ๐ข: ๐’๐š๐ซ๐š๐ง๐  ๐“๐ฎ๐ฒ๐ฎ๐ฅ (๐๐š๐ซ๐ญ ๐Ÿ”)Jesika menggoyangkan bahu Rini sambil ketakutan. Tetapi, Rini tidur sangat nyenyak d...
04/12/2024

๐‹๐ข๐ง๐ ๐ฌ๐ข๐ซ ๐–๐ž๐ง๐ ๐ข: ๐’๐š๐ซ๐š๐ง๐  ๐“๐ฎ๐ฒ๐ฎ๐ฅ (๐๐š๐ซ๐ญ ๐Ÿ”)

Jesika menggoyangkan bahu Rini sambil ketakutan. Tetapi, Rini tidur sangat nyenyak dan susah sekali dibangunkan. Sialnya, Jesika malah kebelet p**is, ia coba menahannya tetapi tidak bisa. Beberapa kali, ia minta Rini untuk mengantarnya ke kamar mandi, namun tetap saja Rini susah dibangunkan. Terpaksa ia memberanikan diri pergi ke kamar mandi sendirian. Malam itu bau bangkai semakin menguar memenuhi ruangan rumah.

Perlahan Jesika melangkahkan kakinya menuju kamar mandi sambil membawa lampu canting. Ia melihat kiri kanan ruang keluarga, sudah ada dinding yang retak dan berlumut. Kemudian, tidak sengaja pandanganya mengarah ke mulut pintu kamar kedua, sangat gelap dan tidak ada pintunya. Ia merinding, lalu mengusap pundak belakangnya.

Ia mematung sejenak. Ada dua pintu kamar mandi di hadapannya. Jesika berusaha mengingat-ingat kamar mandi mana yang masih bisa digunakan. Ia yakin yang sebelah kanan, segera dia masuk ke dalam kamar mandi tersebut. Di dalam, ia mengarahkan lampu canting ke segala arah sambil mendongak memerhatikan kondisi kamar mandi itu.

Ada sebuah sumur berbentuk bulat, dibangun menggunakan batu bata, di atasnya ada sebuah tiang dari besi untuk menahan katrol__sebuah alat yang digunakan untuk menimba air. Tali sumurnya terbuat dari karet berwarna hitam, terlihat masih kuat untuk menimba air. Sedangkan embernya berukuran kecil, mungkin hanya berisi empat gayung air.

Dinding kamar mandi terlihat sangat usang, bahkan di sela-sela retakan dinding sudah tumbuh tanaman liar. Sarang laba-laba menjuntai di sudut atas ruangan. Lantainya kering, keramik berwarna putih namun sangat kotor itu sudah retak sana-sini membuat Jesika harus hati-hati melangkah karena bisa melukai kakinya.

Ia letakkan lampu cantingnya di pinggiran sumur. Pelan-pelan, ia lemparkan ember ke dalam sumur dan mulai menimbanya. Setelah selesai buang air kecil, ia melemparkan kembali ember ke dalam sumur dengan maksud membersihkan lantai kamar mandi. Satu ember air berhasil diangkat, ia siramkan ke sudut-sudut lantai. Ia lemparkan kembali embernya ke dalam sumur, tetapi saat hendak diangkat lagi ke permukaan, ember itu seperti tersangkut sesuatu.

Ia coba sekuat tenaga menariknya, tetapi tetap tidak bisa. Lalu, ia arahkan cahaya lampu canting ke dalam sumur itu. Tampak genangan air bergoyang-goyang dan embernya masih tenggelam. Jesika berdecak kesal, ia harus mengangkat ember itu ke permukaan kalau tidak, besok tidak bisa mandi.

Ia kembali menarik tali sumur itu sekuat tenaga dan untungnya berhasil. Anehnya beban ember yang ditariknya semakin berat dari yang sebelumnya. Wajahnya meringis, mengeluarkan semua tanaga yang ia punya. Perlahan tapi pasti ember itu naik ke permukaan. Dan... Jesika berteriak sekencang-kecangnya, ia terkejut dengan apa yang ia lihat. Di atas ember itu ada seorang anak kecil berkepala botak, badanya putih semua, tersenyum mengerikan ke arah Jesika__itu adalah tuyul.

โ€œRini...!โ€ Jesika berteriak, lalu jatuh pingsan.

๐‹๐ข๐ง๐ ๐ฌ๐ข๐ซ ๐–๐ž๐ง๐ ๐ข: ๐๐š๐ฎ ๐๐š๐ง๐ ๐ค๐š๐ข ๐ˆ๐ญ๐ฎ ๐ƒ๐š๐ญ๐š๐ง๐  ๐‹๐š๐ ๐ข (๐๐š๐ซ๐ญ ๐Ÿ“)Rumah itu punya dua tiang utama di bagian depan. Dinding bagian depan...
03/12/2024

๐‹๐ข๐ง๐ ๐ฌ๐ข๐ซ ๐–๐ž๐ง๐ ๐ข: ๐๐š๐ฎ ๐๐š๐ง๐ ๐ค๐š๐ข ๐ˆ๐ญ๐ฎ ๐ƒ๐š๐ญ๐š๐ง๐  ๐‹๐š๐ ๐ข (๐๐š๐ซ๐ญ ๐Ÿ“)

Rumah itu punya dua tiang utama di bagian depan. Dinding bagian depannya sudah ada yang retak. Catnya pudar, tidak jelas sebelumnya dicat warna apa. Ada beberapa tanaman liar yang menjalar sampai ke dinding, juga di bagian lantai dapat ditemukan daun-daun kering berserak. Bagian atas rumah itu membentuk dua huruf V terbalik. Sebagian gentingnya diselimuti lumut berwarna hijau.

Tidak ada listrik yang dialirkan ke rumah itu, untuk sementara Rini dan Jesika menggunakan lampu canting. Sebenarnya Pak RT menawari mereka untuk menginap di rumahnya barang sehari atau dua hari, tetapi Rini menolak. Dia tidak mau merepotkan orang lain.

Jadi, mereka harus membersihkan seluruh ruangan rumah sebelum ditempati. Untung saja Pak Marto berbaik hati meminjamkan alat-alat pembersih, ia bahkan membantu mereka. Rumahnya cukup besar, ada ruang tamu, tiga kamar tidur, dapur, dan dua kamar mandi. Pak Marto menunjukkan sumur yang masih berair dan bisa mereka manfaatkan dengan menimbanya secara manual, sedangkan kamar mandi satu lagi sumurnya kering yang memang sejak dulu tidak pernah digunakan oleh pemilik rumah.

Di ruang tamu ada lemari tua berisi pernak-pernik gelas bercorak kerajaan jawa kuno, juga beberapa piring berwarna keemasan tertata rapi di dalam lemari itu. Dinding ruangannya berwarna putih, catnya sudah mengelupas. Ada corat-coret bekas spidol warna kuning di dinding ruang keluarga__sebuah gambar anak kecil, ibu, dan bapak. Dari gambar yang abstrak tersebut sangat jelas kalau itu adalah hasil corat-coret anak kecil.

Selesai mebersihkan semua ruangan, Pak Marto lantas pamit. Ia meminjamkan mereka kasur dan bantal dari rumahnya karena kasur di rumah kosong itu sudah tidak layak pakai. Mereka tidur di kamar depan dekat dengan ruang tamu, di kamar itu ada sebuah lemari kayu yang sudah lapuk.

Di dalam lemari itu, Rini menemukan sebuah album foto keluarga yang sudah usang. Ia membuka lembar demi lembar album foto yang menggambarkan kebahagiaan sebuah kelarga yang terdiri dari sepasang suami istri dan seorang anak perempuan.

Rini meraih sebuah foto yang menarik perhatiannya, foto itu menggambarkan seorang anak perempuan kisaran umur lima tahun yang tengah berlari sambil merentangkan tangan hendak memeluk ayahnya yang sudah siap menangkap pelukan itu, sementara ibunya tengal berlari kecil mengejarnya sambil tersenyum bahagia.

โ€œMereka terlihat sangat bahagia ya, Rin,โ€ kata Jesika sambil memegang lampu canting, membuyarkan perhatian Rini.

โ€œIya Jes, kayaknya bahagia banget. Oya, kita tadi lupa nanya siapa pemilik rumah ini.โ€

"Besok deh kita tanya," ujar Jesika.

Kemudian Jesika meringsut, mencantolkan kembali lampu canting ke dinding. Ia membuka kopernya, lalu mengeluarkan satu bundel foto-foto artis Korea kesayangannya; ada foto Se-hun, Lee Min-ho, Kim jong-in, Huang Zitao, dan masih banyak lagi. Kemudian, ia mengodok tas ransel dan mengeluarkan sebuah lem. Satu per satu foto-foto artis korea itu ia olesi lem, lantas menempelkannya di dinding.

โ€œSerius lu Jes?โ€ tanya Rini keheranan sambil terus memerhatikan Jesika yang masih sibuk menempelkan foto artis Korea kesayangannya.

โ€œMereka harus ikut ke mana pun gua pergi. Nih ya, lu percaya atau nggak selain gua ngefans banget ama artis Korea, foto-foto mereka tuh bawa keberuntungan buat gue.โ€

โ€œTerserah lu, deh. Gua ngantuk mau tidur.โ€

Selang beberapa menit, Rini sudah mendengkur tidur dengan p**as sementara Jesika masih sibuk menempelkan foto-foto.

โ€œRini! Tega banget lu ninggalin gue tidur,โ€ dia menggoyangkan tubuh Rini.

โ€œDuh ngantuk Jes. Udah lu tidur, kek,โ€ lirih Rini dengan mata masih terpejam sambil menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya.

Segera Jesika merapatkan selimutnya, mencoba untuk tidur. Dan, saat itu p**a ia mengendus bau bangkai yang aromanya sama persis dengan yang ia endus di dalam angkot.

๐‹๐ข๐ง๐ ๐ฌ๐ข๐ซ ๐–๐ž๐ง๐ ๐ข: ๐‘๐ฎ๐ฆ๐š๐ก ๐Š๐จ๐ฌ๐จ๐ง๐  (๐๐š๐ซ๐ญ ๐Ÿ’)Angkot yang mereka tumpangi berhenti. Pintunya terbuka sendiri, lantas mereka buru-b...
02/12/2024

๐‹๐ข๐ง๐ ๐ฌ๐ข๐ซ ๐–๐ž๐ง๐ ๐ข: ๐‘๐ฎ๐ฆ๐š๐ก ๐Š๐จ๐ฌ๐จ๐ง๐  (๐๐š๐ซ๐ญ ๐Ÿ’)

Angkot yang mereka tumpangi berhenti. Pintunya terbuka sendiri, lantas mereka buru-buru turun dari angkot itu. Lalu, perlahan angkotnya melaju kembali menembus kabut yang tebal. Rini menyalakan senter, ia menyorotkannya ke segala arah.

Tepat di hadapannya ada sebuah gapura bertuliskan โ€˜Desa Wisata Balangandangโ€™ gapura itu terbuat dari bambu dan kayu yang tulisannya diukir manual. Beberapa cahaya lampu terlihat dari kejauhan, tampaknya itu adalah perumahan warga.

โ€œJes, ayo jalan,โ€ Rini mencoba untuk tenang, ia memegang lengan temannya yang masih nangis sesenggukan.

โ€œGue takut, Rin,โ€ lirihnya sambil mengerutkan dahi.

โ€œTenang Jes, di sana ada pemukiman warga jadi nggak akan ada setan lagi.โ€

Mereka berjalan perlahan menuju pemukiman warga. Jalannya berbatu sebesar kepalan tangan orang dewasa, ada lubang becek di sana-sini membuat Rini dan Jesika harus hati-hati melangkah. Dari kejauhan, segerombolan anjing menyadari kedatangan mereka, lalu melolong ramai-ramai tanpa mendekat. Rini mengarahkan cahaya senter ke sekelilingnya, ia melihat pohon-pohon mohoni tertata rapi, mungkin hasil tanam warga Balangandang.

Setibanya di pemukiman, mereka dihampiri oleh seorang lelaki yang sedang ronda. Ia mengenakan Jaket hitam, cupluk hijau, celana panjang coklat, dan sarung yang diselempangkan. Perawakan lelaki itu tinggi besar lengkap dengan kumis yang melintang sempurna di atas bibirnya membuatnya semakin terlihat garang. Ia menanyakan maksud dan tujuan mereka datang ke Balangandang dengan nada dingin. Rini menjelaskan tujuan mereka, lagi-lagi dengan cara yang hati-hati karena takut disalahpahami. Lalu, Rini minta diantar ke rumah Pak RT, ia ingin meminta izin untuk tinggal beberapa bulan di desa Balangandang.

Kemudian Lelaki itu bersedia mengantar mereka ke rumah Pak Marto, ketua RT. Di sana mereka diperlakukan dengan hangat, disuguhkan teh, dan makanan. Pak Marto adalah sosok yang ramah dan sopan, sesekali ia mengangguk mendengar penjelasan Rini.

Setelah itu, Pak Marto memberikan mereka izin untuk tinggal di desa dengan syarat harus sopan dan hati-hati dalam bertutur kata. Tidak hanya itu, ada satu syarat lagi yang sakral; jangan sesekali menyanyikan atau menyetel lagu Lingsir Wengi. Rini mengiyakan syarat itu lagi p**a mereka tidak tahu tentang lagu Lingsir Wengi.

โ€œOya Pak, saya juga mau menyewa penginapan. Ada rumah atau kontrakan kosong nggak di desa ini?โ€ Tanya Rini.

โ€œRin, cari yang nggak ada setannya,โ€ bisik Jesika. Rini menyenggolnya dengan sikut, memberi isyarat agar tetap sopan.

โ€œHmm... kontrakan sih nggak ada, Mbak. Tapi ada rumah kosong kalau Mbak mau sewa. Rumah itu bekas warga kami dulu, nanti uang sewanya biar masuk kas masyarakat.โ€

โ€œBoleh, Pak. Di mana ya rumahnya?โ€ Tanya Rini.

Jesika menyubit kecil paha Rini, โ€œRin itu rumah kosong pasti ada setannya,โ€ bisik Jesika.

Rini berhus, sekali lagi ia meminta Jesika untuk tetap tenang dan besikap sopan. Malam itu juga, mereka di antar ke lokasi rumah kosong. Jaraknya sekitar dua kilo meter dari rumah Pak Marto, memang lokasinya terpisah dari pemukiman warga. Suara debur ombak laut terdengar dari kejauhan, rumah kosong itu dekat dengan pantai.

โ€œIni rumahnya, Mbak,โ€ kata Pak Marto, mereka sudah tiba di rumah kosong yang tampak sudah tua.

Seketika bulu kuduk mereka merinding melihat kondisi rumah itu.

๐‹๐ข๐ง๐ ๐ฌ๐ข๐ซ ๐–๐ž๐ง๐ ๐ข: ๐€๐ง๐ ๐ค๐จ๐ญ ๐‡๐š๐ง๐ญ๐ฎ ๐ƒ๐ž๐ฌ๐š ๐๐š๐ฅ๐š๐ง๐ ๐š๐ง๐๐š๐ง๐  (๐๐š๐ซ๐ญ ๐Ÿ‘)Seminggu kemudian mereka berangkat ke Desa Balangandang setelah Pa...
01/12/2024

๐‹๐ข๐ง๐ ๐ฌ๐ข๐ซ ๐–๐ž๐ง๐ ๐ข: ๐€๐ง๐ ๐ค๐จ๐ญ ๐‡๐š๐ง๐ญ๐ฎ ๐ƒ๐ž๐ฌ๐š ๐๐š๐ฅ๐š๐ง๐ ๐š๐ง๐๐š๐ง๐  (๐๐š๐ซ๐ญ ๐Ÿ‘)

Seminggu kemudian mereka berangkat ke Desa Balangandang setelah Pak Rizal menyetujui lokasi penelitian tersebut. Mereka naik kereta dari Stasiun Gambir menuju Stasiun Mojokerto. Sesampainya di sana, mereka harus naik angkot berkali-kali hingga akhirnya tiba di sebuah perbatasan menuju Desa Balangandang. Lalu, mereka turun di pinggir jalan yang sepi tidak ada lalu-lalang kendaraan sama sekali. Juga tidak ada perkampungan di sana, sejauh mata memandang hanya ada pepohonan besar di kiri dan kanan.

Mereka cemas karena hari semakin sore. Menurut petunjuk di internet, untuk sampai di Desa Balangandang, mereka harus melewati jalan sempit yang hanya muat satu mobil angkot saja. Untuk itu, mereka berjalan sambil menyeret koper dan menggendong tas ransel menyusuri jalan raya yang lengang, mencari lokasi jalan sempit itu.

Untung saja mereka berhasil menemukan jalannya. Ada papan petunjuk arah yang sudah usang tertancap di pertigaan yang bertuliskan Desa Balangandang. Tetapi, mereka berdua rasah karena takut tidak ada angkot yang melintas sesore ini. Sambil menunggu angkot lewat, mereka duduk di sebuah halte yang terbuat dari bambu, sesekali Rini melirik jam tangannya, lalu berdecak kesal karena hari semakin sore.

โ€œDuh, gimana nih kita?โ€ Jesika mulai panik.

โ€œTenang Jes, kita tunggu sepuluh menit lagi. Kalau nggak ada angkot, nanti kita coba nyari penginapan. Soalnya gue tadi lihat, nggak jauh dari sini ada perkampungan warga.โ€

Jesika mengangguk, dan menyalakan layar smartphone miliknya.

โ€œDuh, Rin nggak ada sinyal lagi,โ€ kata Jesika.

โ€œMasa sih, Jes?โ€ Rini mengecek layar smartphone-nya. Dia menggelengkan kepala, keheranan. Padahal tadi sinyalnya penuh.

Sekitar lima menit kemudian, sebuah cahaya mobil berayun-ayun dari kejauhan dan perlahan mendekat. Itu mobil angkot berwarna putih, ada tulisan Desa Balangandang di depan kaca mobilnya. Rini dan Jesika langsung loncat-loncat kegirangan melihat sebuah mobil yang mendekat.

Segera mereka berhambur ke tengah jalan, menghentikan mobilnya. Angkot itu kosong tidak berpenumpang, supirnya ramah mempersilakan mereka naik. Selang beberapa saat, mobil angkot yang mereka tumpangi melaju perlahan memasuki jalan sempit menuju Desa Balangandang.

Hari semakin gelap, angkot yang mereka naiki bergoyang-goyang melewati jalan berbatu, cahaya lampunya berayun-ayun menembus kabut yang semakin tebal. Sudah hampir tiga puluh menit berada di angkot, tetapi mereka tidak melihat satu rumah pun yang dilintasi.

Sepanjang perjalanan hanya ada hutan yang pohonnya besar-besar. Terdengar suara lolong anjing dari kejauhan, juga kepak kelelawar yang berhamburan di langit. Sepanjang perjalanan, supir angkot itu sangat ramah. Ia menanyakan maksud dan tujuan mereka berdua ke Desa Balangandang. Rini menceritakannya dengan hati-hati karena takut disalahpahami. Sesekali supir angkot itu mengangguk sambil melihat mereka dari pantulan kaca spion depan. Tiba-tiba Rini mengendus-enduskan hidungnya.

โ€œLu nyium bau bangkai nggak sih, Jes?โ€ tanya Rini, sambil mengerutkan dahinya.

โ€œDi sekitaran sini memang s**a ada bangkai babi yang mati, Mbak,โ€ sopir angkot menimpali.

โ€œOh, begitu ya, Pak.โ€

Timpal Rini sambil menengok ke arah kemudi, seketika ia berteriak saat melihat kursi kemudi itu kosong dengan stirnya bergerak sendiri. Mereka berdua panik, namun saat hendak kabur dari angkot, pintunya malah tertutup sendiri dan terkunci rapat. Lampu di dalam ruang angkot seketika padam, mobil itu terus melaju perlahan. Mereka berteriak meminta tolong sambil menangis sejadi-jadinya.

๐‹๐ข๐ง๐ ๐ฌ๐ข๐ซ ๐–๐ž๐ง๐ ๐ข: ๐ƒ๐ž๐ฌ๐š ๐๐š๐ฅ๐š๐ง๐ ๐š๐ง๐๐š๐ง๐  (๐๐š๐ซ๐ญ ๐Ÿ)Di ruang dosen, Rini mengetuk-ngetukkan jarinya di atas tas ransel, menunggu Pa...
30/11/2024

๐‹๐ข๐ง๐ ๐ฌ๐ข๐ซ ๐–๐ž๐ง๐ ๐ข: ๐ƒ๐ž๐ฌ๐š ๐๐š๐ฅ๐š๐ง๐ ๐š๐ง๐๐š๐ง๐  (๐๐š๐ซ๐ญ ๐Ÿ)

Di ruang dosen, Rini mengetuk-ngetukkan jarinya di atas tas ransel, menunggu Pak Rizal memeriksa halaman demi halaman skripsinya. Sesekali dahi Pak Rizal mengerut, membuat hati Rini berdebar, takut ada yang harus direvisi lagi.

โ€œOkay ini udah bagus. Bab empatnya penelitian lapangan ya. Harus di daerah terpencil biar relevan sama judul yang kamu angkat.โ€

โ€œPak, bisa nggak saya penelitiannya di daerah Depok, gitu?โ€
Pak Rizal membuka kaca matanya, โ€œYa nggak bisalah Rini, judul yang kamu angkat tidak cocok kalau penelitiannya di kota. Pokoknya kamu harus ke perkampungan atau desa terpencil, lakukan penelitian di sana.โ€

Rini menghembuskan nafas berat, ia berfikir sejenak. โ€œOkay Pak, saya akan coba cari lokasi yang pas nanti.โ€

โ€œKapan? Kamu harus konsultasi dulu ke saya agar lokasinya cocok,โ€ Pak Rizal menodongnya dengan pertanyaan.
โ€œTiga hari lagi saya kabarkan lagi, Pak.โ€

***

Setelah dari ruang dosen, ia pergi ke kantin kampus. Hari ini kantin ramai sekali, banyak mahasiswa mengenakan kaos sponsor konser musik. Setelah celengak-clinguk mencari tempat duduk, akhirnya Rini menemukan satu bangku yang kosong di pojokan dekat dengan pedagang jus buah. Ia memesan segelas jus jeruk, membuka laptop, dan mencari desa yang sekiranya pas untuk penelitian.

โ€œWoy, Rin!โ€ Seseorang memanggilnya dari arah pintu kantin.
Rini menengadahkan kepalanya, mencari sumber suara yang memanggilnya. Di antara lalu-lalang orang, ia melihat Jesika melambaikan tangan sambil tersenyum, Rini balas melambaikan tangan.

โ€œSini!โ€ kata Rini sambil tersenyum.

Jesika adalah sahabat Rini sejak SMP. Dia kuliah di jurusan akuntansi, bedanya Jesika ini sudah beres sidang skripsi tinggal nunggu beberapa bulan untuk wisuda, sementara Rini terhambat di beberapa bab saat bimbingan.

โ€œGimana bimbingannya, Rin?โ€ tanya Jesi sambil sumringah.
Rini membetulkan posisi kaca matanya, โ€œLanjut bab empat nih, Cuma Pak Rizal nyuruh gue buat penelitian ke daerah terpencil.โ€

โ€œTerus rencana lu mau ke mana?โ€

โ€œBelum tahu.โ€

โ€œGue ada ide. Biar nggak boring, mendingan lu cari desa yang dekat dengan tempat wisata kayak ada pantainya, gunung, air terjun. Jadi, sekalian liburan, nanti gue ikut deh.โ€

โ€œBagus juga ide lu.โ€ Rini kembali ke laptopnya mencari desa yang dekat dengan tempat wisata. Dia tersenyum sambil memandangi layar laptopnya.

โ€œKetemu nih. Deket pantai, indah banget lagi pantainya.โ€ Ujar Rini sambil menyibakkan anak rambutnya.

Jesika mendekatkan kepalanya ke layar laptop. Dia mengernyitkan dahinya.

โ€œDesa.... Balangandang, Jawa Timur,โ€ katanya.

Mereka berdua diam sejenak, lalu kompak berkata.

โ€œLiburaaaan!โ€ Sambil tos satu sama lain, membuat orang-orang di kantin menoleh ke mereka berdua. Seketika mereka kikuk, malu.

๐‹๐ข๐ง๐ ๐ฌ๐ข๐ซ ๐–๐ž๐ง๐ ๐ข: ๐’๐ฎ๐ฆ๐ฎ๐ซ ๐Š๐จ๐ฌ๐จ๐ง๐  (๐๐š๐ซ๐ญ ๐Ÿ)Setelah mendapat pukulan balok tepat di kepala, tubuhnya lunglai dan seketika terjat...
29/11/2024

๐‹๐ข๐ง๐ ๐ฌ๐ข๐ซ ๐–๐ž๐ง๐ ๐ข: ๐’๐ฎ๐ฆ๐ฎ๐ซ ๐Š๐จ๐ฌ๐จ๐ง๐  (๐๐š๐ซ๐ญ ๐Ÿ)

Setelah mendapat pukulan balok tepat di kepala, tubuhnya lunglai dan seketika terjatuh. Darah mengucur dari kepalanya, matanya melotot, air liur keluar dari mulut, kakinya bergatar hebat seperti menahan rasa sakit. Setelah sempat sekarat, beberapa menit kemudian, nyawanya melayang.

Dua lelaki dengan perut buncit dan berbadan bau bawang, menyeret jasadnya ke kamar mandi. Di sana, ada sebuah sumur kering yang sudah lama terbengkalai. Salah satu dari mereka masuk ke dalam sumur itu sambil membawa cangkul yang diikatkan di punggung. Setelah selesai menggali tanah di dalam sumur, lalu temannya melempar jasad wanita itu dari atas.

โ€œKubur yang dalam, Dim," kata lelaki berkepala botak yang gigi depannya ompong.

Beberapa menit kemudian, temannya yang di dalam sumur tidak kunjung menyahut. Ia arahkan sinar senter ke dalam lubang sumur, tetapi sumur itu kosong, tanahnya pun rata seperti tidak ada bekas galian. Temannya dan jasad wanita itu hilang, entah ke mana.

โ€œDim! Sadiman!โ€ Ia memanggil-manggil temannya dari atas sumur sambil terus mengarahkan cahaya senter. Keringat bercucuran di dahinya.

Tidak lama kemudian, terdengar suara wanita bernyanyi Lingsir Wengi dari dalam sumur. Suaranya halus, melengking, dan menakutkan, membuat lelaki itu lari tebirit-birit ke halaman rumah.

***
5 Tahun Kemudian
Rini menyalakan mesin mobilnya, dia bangun agak kesiangan. Hari ini, dia harus ke kampus untuk menyetorkan hasil revisi bab tiga skripsinya. Dia kuliah di jurusan Kesehatan Masyarakat, sebenarnya itu bukan jurusan yang dia inginkan, tetapi dia tidak punya pilihan lain.

Dari tiga jurusan yang ia ajukan, dia hanya diterima di fakultas Kesehatan Masyarakat. Walaupun demikian, semakin lama Rini semakin menyadari kalau dia tidak salah pilih jurusan, ilmu kesehatan masyarakat sangat penting dipelajari karena bisa meneliti perilaku dan kebiasaan pola hidup sehat masyarakat luas.

Mobil yang ia kendarai berhenti di lampu merah, handphone-nya bergetar dari dalam tas ransel yang ia letakkan di kursi sebelah. Ia cek sekilas, ternyata telepon dari Dion. Rini tidak menjawab teleponnya, dia menarik nafas berat dan menghembuskannya, lalu menggelengkan kepala.

Dia malas meladeni temannya itu saat tahu kalau Dion jatuh cinta kepadanya. Sialnya, bukan hanya Dion yang naksir, tetapi hampir semua teman lelakinya pernah menyatakan cinta dan sampai saat ini mereka masih berlomba-lomba untuk mendapatkan hati Rini.

Rini memang cantik. Bisa dibilang dia adalah primadona di fakultas Kesehatan Masyarakat. Perawakannya indah sempurna bak model pakaian branded, rambutnya bergelombang dicat warna karamel tergerai sepunggung, sangat serasi dengan warna kulitnya yang putih. Yang tidak kalah indahnya adalah lesung p**i di sebelah kiri, alisnya juga melengkung sempurna menjadi pemanis saat dia tersenyum.
Mobil kembali melaju hingga akhirnya tiba di gerbang kampus. Ia akan segera menemui dosen pembimbingnya. Ia sangat berharap tidak ada revisi lagi dan lanjut ke bab empat.

Address

Jakarta

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Terror Tadi Malam posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share