17/01/2024
◾️ Karyawan Pabrik Jadi Tumbal Pesugihan
Seorang pria bernama Tyaz, menceritakan kejadian tragis sejumlah karyawan pabrik di daerah Yogyakarta menjadi tumbal pesugihan karena ada ritual yang tidak dilakukan.
Tyaz dalam kanal YouTube Lentera Malam menceritakan, saat baru masuk kerja menjadi karyawan musiman, mesin produksi pabrik itu tiba-tiba mati.
Kata Tyaz, selama dirinya tinggal di daerah pabrik gula tersebut, baru pertama ini dia mengetahui mesn produksinya mati.
Biasanya kata Tyaz, sebelum pabrik produksi, ada sejumlah ritual yang dilakukan, misalnya melepaskan kepala kerbau ke pantai.
Matinya mesin produksi secara mendadak membuat Tyaz disuruh oleh atasannya bertanya ke juru kunci yakni Pak Eko, yang sudah pensiun.
"Jadi sebelum ada produksi itu pasti ada kayak ritual, kayak ngelabuh ke pantai, kepala kerbau ke pantai. Pas saya nanya atasan, saya disuruh nanya ke juru kunci. Karena kan saya dekat 'mas bisa minta tolong sama pak Eko'. Saya langsung ke rumah pak Eko," cerita Tyaz.
Tyaz akhirnya pergi ke rumah pak Eko untuk melaporkan kejadian mesin produksi mati. Saat itulah diketahui bahwa ada satu ritual yang tidak dilakukan.
"Di situ kayak pak Eko nerawang bentar terus dia bilang 'Pantas (mesin mati), ada satu ritual yang enggak dilakuin'," ungkap Tyaz.
Tyaz dan pak Eko akhirnya kembali ke pabrik. Saat sampai di pabrik, pak Eko meminta untuk ditinggal agar bisa komunikasi dengan penunggu pabrik.
Tak disangka, ternyata ada sosok berukuran besar yang tangannya menutupi cerobong asap mesin produksi.
"Pak Eko cerita 'ada satu ritual yang enggak dijalanin sama juru kunci yang baru. Itu bikin yang kayak si Mbah Raksa di pabrik kayak enggak terima, kayak ada yang kurang'."
"Dia nutupin cerobong asap tinggi banget, itu ditutupin sama sosok itu, makanya enggak mau keluar asap, terus mati mendadak," sambungnya.
Usut punya usut, ternyata makhluk yang nutupin cerobong asap itu adalah anak buah dari Ratu Pesugihan yang menunggu pabrik tersebut.
Dari komunikasi secara astral yang dilakukan pak Eko, Ratu Pesugihan di pabrik tersebut tidak karena ritualnya tidak lengkap.
Ratu Pesugihan itu bisa saja menyuruh anak buahnya untuk tidak menutup cerobong asap, dengan syarat memberinya tumbal berupa manusia yang merupakan karyawan pabrik.
"Si Mbah Raksa-nya kata pak Eko, makanya ini saya diutus sama yang jadi penunggunya pabrik itu istilahnya ada kayak bosnya gitu, itu sosoknya terkenal biasanya disebut dengan Ratu Pesugihan."
"Ratu Pesugihannya itu ngomong dia mau nyuruh anak buahnya lepasin itu (cerobong asap), tapi dengan syarat minta enam tumbal dari karyawan pabrik."
Kala itu, pak Eko sempat bernegosiasi terkait jumlah tumbal yang diterima. Namun, jika syaratnya itu tidak dipenuhi maka pabrik tidak bisa beroperasi dan menimbulkan kerugian hingga ratusan juta.
Selang beberapa hari, akhirnya mesin produksi pabrik bisa kembali digunakan. Suatu hari saat jam makan siang, Tyaz duduk di kantin dan mendengar obrolan tiga karyawan yang bercanda soal kematian.
"Bertiga ini ngobrolin tentang kejadian kemarin 'Itu kira-kira ada apa ya kok tiba-tiba mati mendadak. Apa minta tumbal'. Jadi kayak seolah-olah tumbal di sana itu kayak udah biasa," ungkap Tyaz.
"Konyolnya lagi, dari ketiga orang itu ada yang nyeletuk 'kira-kira besok yang mati siapa duluan nih'. Satu lagi nyeletuk 'biasanya yang tua duluan pak'. Satunya lagi dengan logat Jawa bilang 'ngomong tuh jangan aneh-aneh. Kematian kok buat bercandaan'. Saya dengerin sambil makan," sambungnya.
Keesokan hari, Tyaz dan karyawan yang nyeletuk soal kematian itu masuk di shift yang sama. Namun bapak tersebut menunjukkan gelagat yang aneh.
Saat berada di area gudang yang berada di ketinggian, bapak tersebut sering diam saat ditanyain oleh Tyaz yang curiga dengan gelagat anehnya.
Sampai akhirnya, bapak tersebut menghampiri Tyaz dan mengatakan ingin turun ke bawah. Anehnya, bapak tersebut bukan turun lewat tangga tapi lompat.
"Itu kayak gudang kan tinggi bangunannya, terus tingkat-tingkatnya pakai mezanin di depannya kan mesinnya gede. Kita ngoperasiinnya dari atas. Si bapak itu kayak aneh, gelagatnya aneh. Terus saya ngomong 'pak ngapain. Sini duduk ngopi-ngopi sambil ngobrol'. Si bapaknya diam aja."
"Terus bapaknya samperin 'mas, saya turun dulu ya'. Posisinya kan tangganya agak tinggi, turunnya itu enggak lewat tangga, dia loncat kepala duluan. Depan mata.”
Pihak pabrik kala itu mengingatkan seluruh karyawan agar pemberitaan tersebut jangan sampai diketahui orang luar.
Setelah kejadian itu kata Tyaz, dua orang karyawan yang becanda soal kematian di kantin juga merasa bersalah.
Tidak berhenti sampai di situ, Tyaz juga melihat secara langsung kejadian mengenaskan yang menimpa karyawan yang nyeletuk 'biasanya yang tua duluan pak'.
Suatu hari kata Tyaz, dia dan korban diminta untuk membuat lubang berukuran besar untuk pembuangan sampah ampas
Lubang baru kelihatan bentuknya setelah dikerjakan dari pagi hingga siang hari. Setelah jam istirahat, Tyaz dan karyawan kedua itu kembali melanjutkan pekerjaan membuat lubang.
"Habis istirahat kita lanjut lagi. Posisinya itu di atas lagi ngerapihin di atas. Dia kayak asal ngeludah, tiba-tiba dia kayak terjungkal jatuh ke lubang. Dia itu langsung enggak ada di tempat."
Lantaran melihat langsung kejadian mengenaskan di pabrik tersebut, Tyaz akhirnya memutuskan bertanya ke pak Eko.
Pak Eko menuturkan, benar ada enam orang yang akan jadi tumbal. Namun dia enggan menyebutkan siapa dan dari bagian mana yang menjadi korban.
Tumbal ketiga cerita Tyaz, bukanlah karyawan pabrik langsung melainkan bagian dari keluarganya. Hal ini dialami oleh Bagong, karyawan ketiga yang ngobrol di kantin.
Bagong cerita Tyaz, baru saja menikah dan istrinya sedang hamil. Suatu hari saat berada di shift yang sama, Bagong meminta Tyaz untuk diantarkan ke tempat pak Eko karena merasa gelisah.
Saat berada di rumah pak Eko, Bagong memaksa untuk dijelaskan apa yang sebenarnya membuatnya gelisah.
Pak Eko kemudian menjelaskan bahwa calon buah hatinya menjadi salah satu tumbal yang diinginkan oleh penunggu pabrik.
"Kemarin setelah ada kejadian mesin mati itu, dari pabriknya minta enam (tumbal). Salah satunya itu anak jenengan (kamu)," ungkap Tyaz.
Bagong yang panik dan sedih, kemudian meminta bantuan pak Eko agar calon buah hatinya tidak jadi tumbal.
Pak Eko kemudian memberikan syarat agar Bagong menyiapkan tujuh hingga 10 ayam cemani. Ayam tersebut harus diserahkan sebelum jam 12 malam.
Padahal posisinya kala itu, Bagong dan Tyaz datang ke rumah pak Eko sekitar jam 10 malam. Ayam tersebut dimaksudkan untuk menggantikan tumbal.
"Mas Bagong nangis beneran. Enggak cuman panik, udah kayak hidup segan mati tak mau," ungkap Tyaz.
Bagong yang kala itu masih bingung, tiba-tiba mendapatkan telepon dari istrinya. Bagong akhirnya memutuskan p**ang dari rumah pak Eko.
Pilunya, saat sampai di rumah, calon anak pertamanya itu tidak tertolong. Padahal usia kehamilannya belum waktunya melahirkan.
"Enggak lama, Bagong dapat telepon dari istrinya. Dia buru-buru p**ang, sampai rumah udah enggak ketolong (anaknya). Mas Bagongnya selamat," cerita Tyaz.
Sedangkan ketiga korban tumbal lainnya, juga mengalami kejadian mengenaskan di pabrik tersebut.
"Semua di pabrik, ada yang lagi bakar kayu, ada yang lagi katanya ada yang lagi nyalain mesin penggilingan terus masuk," pungkasnya.
◾️ Sumber : https://fadami.indozone.id/horor/442904826/kisah-tragis-karyawan-pabrik-jadi-tumbal-pesugihan-berawal-dari-candaan-yang-mati-siapa-duluan