25/08/2024
Ulasan oleh
Kenapa android s**a mengoreksi
katakata kita?
Itu baris favorit saya dalam kumpulan puisi terbaru Berto Tukan, yang masuk dalam daftar top 10 buku terbaik yang saya baca tahun ini.
Banyak alasan untuk itu.
1. Daftar isi yang terdiri atas 42 puisi dengan judul panjangpanjang (ikutan cara Berto menulis kata ulang) itu, jika kalian urutkan, bisa terbaca sebagai satu puisi yang utuh. Coba deh.
2. Puisi-puisi yang ditulis Berto pada tahun 2016-2017, tetap kekinian. Misal pada bait berikut.
---‐---‐----------‐‐---------------------------
pada pagi yang kesekian
banyak kabar berdatangan
tapi bukan yang kuingini
---‐---‐----------‐‐---------------------------
3. Mengingatkan saya pada kalimat ini, "Mencintai Jakarta itu seperti seorang masokis, berkali-kali disakiti, tetap aja cinta mati." Saya lupa dengar/baca di mana. It's true.
4. Pada halaman dedikasinya tertulis: untuk mereka yang dirundung malang, mewakili nasib orang-orang yang berseliweran dalam baitbait puisi di buku ini.
5. Ada baris ini:
kebengisan multidimensional
anjing! kayak orang pinter gue ( hlm.14)
(Baca ini, bayangkan muka gue eh saya yang lagi mode serius baca langsung ta'bongkar (istilah orang Makassar untuk tertawa terbahak-bahak karena suatu kelucuan menyenangkan yang takdisangkasangka).
6. Meskipun tipis, muatannya berat coy! Dari toleransi beragama, ketimpangan sosial, nasib sastra(berat, kan?), masa kecil, hidup yang keras, dan harapanharapan makhluk bernama manusia, tidak hanya pada kota jeqardah, melainkan juga pada kehidupan di sekitar kita. Membacanya seperti mendengar kembali lagu-lagu Iwan Fals, yang dipetik anakanak muda di pos ronda ketika begadang ada gunanya.
penulis : berto tukan
penerbit : anagram
tahun terbit: 2022
tebal : x +80 halaman
panjang umurlah kenangan!
Catatan
Puisi favorit saya, puisi dengan judul "nongkrong malam di monas, minum segelas plastik kopi, engga jadi apaapa".
Baca buku ini kalau kamu lagi kangen Jakarta.