18/04/2020
Tuhan, aku ikut mau-Mu
Bab I
Hatiku Rapuh
๐๐๐
Pov Zanuba Al-Fihri
๐"Memperbaiki keadaan hati bukanlah perkara mudah. Namun, hal ini sebagai tugas utama untuk mengetahui siapa diri kita sesungguhnya."๐
Malam. Pukul 24:00 WIB. Hembusan angin menyapu daun pohon mangga di luar jendela komplek Dar Al-Hikmah. Rintikan hujan membasahi bagian atap, daun dan rumput hijau. Angin kencang mencekam badan yang berbaring di lantai beralas karpet seadanya. Di pesantren kami dilarang untuk membawa kasur lantai dan sejenisnya. Dengan alasan santri harus belajar hidup sederhana. Dari kesederhanaan akan lahir hati yang lapang. Bersyukur. Menerima segala yang telah ditentukan di Lauh al-Mahfudz.
Hujan rintik tak kunjung usai, membuatku cemas. Sampai kapan hujan ini akan berhenti? Bak kedua mataku yang akhir-akhir ini sering meneteskan air mata. Sudah hampir dua pekan air mataku tak bisa berhenti. Pasrah. Menunggu takdir. Apa kata takdir saja? Jika memang takdir itu milikku, tidak akan sampai ke tangan orang lain. Aku diam. Membisu. Menunggu detik jarum jam. Sampai kapan? Aku akan seperti ini.
Sepi. Semua santri sudah tidur. Kecuali dua santri. Di tempat berbeda. Aku di Pesantren Gresik. Luza di Pesantren Malang. Kita bersahabat sejak kecil.
Kita berdua chatingan sejak tadi jam 23:30 WIB sampai sekarang.
"Zanuba, sudah tengah malam. Serahkan segala yang memenuhi fikiran kepada Tuhan Semesta. Ayo istirahat. Besok anti ada jadwal KBM full 6 Jam."
Peringatan alarm hidup dari sahabatku, Luzaimmatul Fikriyah. Luza nama panggilan sahabat karibku. Dia adalah salah satu santri yang berasal dari Kalimantan. Memang benar apa yang dikatakan Luza, setiap hari selasa aku full ada kegiatan belajar mengajar kelas XI & XII IPK.
Meski berbeda pesantren. Luza sahabatku, sangat hafal jadwal kita masing-masing setiap hari. Dari pagi sampai malam.
Di pondok pesantren Mambaus Sholihin dilarang bawa elektronik. Namun berhubung aku sudah pengabdian dan mahasiswa pasca, jadi diperkenankan bawa hp. Lain lagi, bagi mahasiswa S1 dilarang total membawa elektronik. Sedangkan di pondok pesantren An-Nur Malang, ialah pesantren sahabatku Luza nyantri, khusus mahasiswa S1 - S2 diperbolehkan bawa elektronik.
"Iya Za, benar apa kata anti. Aku harus merelakan segala sesuatu yang terjadi. Tuhan tidak akan memberi cobaan di luar batas kemampuan hambaNya. Nanti selesai sholat hajat aku akan beranjak tidur. Anti tidur duluan. Aku mau ambil air wudhu terlebih dahulu."
Jelasku kepada Luza yang mencoba memberikan peringatan jangan terlalu diambil fikir, toh segala kejadian di Bumi ini terjadi sesuai dengan sekenarioNya. Jalani. Lakukan yang terbaik. Pasrahkan. Semua akan ada pengganti yang lebih baik. Meski pribadi manusia terkadang mengira apa yang diinginkan itulah yang dianggap baik. Padahal itu belum tentu.
Setiap kemungkinan yang kita anggap baik, bisa jadi mengandung nilai kurang baik jika terjadi pada diri kita. P**a sebaliknya, setiap kemungkinan yang kita anggap buruk, malah akan baik jika terjadi pada diri kita di masa depan.
Aku lelah mengenal cinta. Teringat kejadian sebelum aku mengenal Gus Taba. Yaitu dua laki-laki yang pandai ilmu agama, terutama Al-Qur'an. Gus Yasin dan Ustadz Malik.
Mengingat ketika aku diajak serius dengan seseorang yang menjadi pengurus pendidikan sekaligus mahasiswa pasca di Lirboyo. Dia mengajar Alfiyah dan Fath Al-Muin di Lirboyo. Ia sempat langsung ke Kyai, sowan memintaku. Namun aku belum siap, ketika itu aku masih semester 3 prodi Al-Qur'an dan Tafsir. Orangtuaku pun masih belum terfikirkan ke arah pernikahan. Mungki tau kalau anaknya masih belum siap. Terlalu dini, untuk mengarah ke situ. Meskipun secara tidak langsung. Aku merasa bersalah karena menolak niatan baik Gus Yasin.
Begitu p**a santri lulusan terbaik pondok Rembang Jawa Tengah, ia biasa dipanggil muridnya dengan panggilan Ustadz Malik. Sejak lulus Aliyah, aku sudah dekat dengan beliau. Sampai aku lulus S1. Dia mulai berani jujur mengungkapkan ada rasa denganku. Aku pun tidak munafik. Dalam diam aku mulai tertarik. Terutama ilmunya. Selain beliau sebagai tempatku bertanya seputar Ilmu Tafsir, Hadis, Ushul Fiqh dsb. Ternyata Ustadz sudah lama ingin meminangku. Katanya, sejak dulu sudah tumbuh getaran cinta. Ketika ia mengetahui semangatku belajar agama adalah sebagai alasan Ustadz ingin mengajakku ke jenjang serius membangun rumah tangga. Biar lebih mudah belajarnya, candanya waktu itu. Ustadz Malik usia 25 dan usiaku 21 tahun. Mungkin seperti kata orang Jawa, tresno jalaran songko kulino.
Dengan alasan aku tidak bisa dibawa ke rumahnya, menjadikanku tambah maniak melahap deretan buku di lemari kamar pribadi. Aku anti menangis karena tidak bersatu dengan seseorang yang kucintai. Bukan karena aku tidak benar-benar mencintai Ustadz Malik. Aku realistis, berarti ia bukan jodohku.
Mungkin hanya aku di dunia ini, perempuan aneh. Perempuan yang lebih mudah menangis karena rasa cemburu. Ini rahasiaku. Pada umumnya dari sekian perempuan bakal lebih mewek, karena tidak bersatu dengan orang yang dicintai. Daripada cemburu karena hal sepele, seperti orang yang kucintai lebih sering menyebut perempuan lain. Mulai dari memuji. Atau niat awalnya sih menegurku. Ingat, perempuan sepertiku cukup dibilangi dengan cara halus tanpa menyebut nama perempuan di depanku. Setiap perempuan memiliki kelebihan dan kekurangan. Dan inilah salah satu kekurangan dari berjuta kekurangan yang melekat dalam diriku.
Naluri seorang perempuan wajar mengagumi seorang laki-laki. Entah tertarik dari segi ilmu. Atau seringnya bersama. Tumbuh benih-benih yang tidak dirasakan di awal. Seiringnya waktu menyadarkan kedua pihak, bahwa rasa itu ada di hati. Entah dimulai sejak kapan. Keduanya tidak menyadari. Tanpa direncanakan. Sama sekali.
Meski waktu belum berpihak untuk bersama. Namun kenangan itu tidak bisa dihapus. Masih sangat terekam di memori kepala. Keduanya saling mengikhlaskan. Mungkin mereka lebih baik bersama orang lain. Masing-masing memiliki pasangan terbaik. Namun masih sama-sama tersimpan rapi dalam takdir Sang Sutradara.
Hampir sebulan aku sulit tidur malam. Hatiku resah memikirkan sesuatu yang telah pasti. Tapi aku rapuh dan lelah akan kisahku yang berulang kali seperti ini. Aku tidak ingin sedikitpun menyakiti hati laki-laki. Ataupun merasa tersakiti. Karena rasa yang timbul bukan atas dasar hubungan yang dihalalkan. Aku harus p**ang, mengeluarkan isi hatiku kepada orangtuaku. Meski tidak pasti. Setidaknya resah di hati telah kubagi dengan orang yang paham akan diriku.
*****
Menanti sesuatu yang belum pasti sama halnya membuang waktu. Pilihlah jalan! Lanjutkan atau sudahi saja, membuka hati untuk orang lain. Yang siap menerima dirimu apa adanya.
"Ada seorang laki-laki yang ilmunya telah mumpuni sebagai penerus Abah. Namanya Ahmad Mujtaba. Dia berasal dari luar kota, jauh. Dia akan ke rumah jika ia telah khatam mengajar kitab Minhaj Al-Thรขlibin kepada santri-santrinya. Tapi belum pasti kapan ia akan menemui Abah dan Umi. Zanuba belum mengetahui adakah rasa jatuh cinta kepada Gus Taba. Tahu sendirilah anak perempuanmu ini tidak mudah tertarik dengan laki-laki yang bernasab mulia, melainkan akan mudah tertarik dengan laki-laki yang alim akan ilmu agama."
Curahan hatiku kepada umi sesenggukkan, meluapkan air mata ketulusan seorang perempuan yang menanti keseriusan seorang laki-laki kepada keluarga.
"Terus Sampeyan sampai kapan siap menunggu dia khatam? Setahun atau dua tahun lagi? Baru akan menemui orangtuamu ini. Ingat Zanuba, semakin hari orangtuamu ini semakin renta. P**a Sampeyan sebagai perempuan tidak baik menikah pada usia 25 tahun ke atas."
Umi memperingatkanku harus mengambil sikap tegas sebagai perempuan.
"Umi selalu menghargai kriteriamu dalam memilih pasangan Zan, tapi ingatlah bahwa waktu terus berjalan. Tidak membeku. Diam. Berdirilah dan bangkitlah. Tegaskan sekali lagi bagaimana keseriusannya. Jika memang ia jodohmu maka ia akan datang kepadamu."
Pesan Umi memintaku mengambil sikap tegas dan jelas kepada Gus Taba.
"Assalamu'alaikum Gus Taba, Zanuba pengen ngomong. Adakah waktu kosong?"
Tanyaku hati-hati khawatir chatinganku ini menyalahi syariat agama. Meskipun aku tahu, jelas diizinkan dalam agama. Karena masih dalam koridor syariatNya.
"Wa alaikum salam Ning Zanuba Al-Fihri, nggeh niki nembe longgar. Mantun ngisi kitab Ushul Fiqhi kelas XII IPK banin."
Penjelasan Gus Taba detail. Dia mengetahui kebiasaanku akan tanya beruntun jika tidak memberi kejelasan ngisi kelas banin atau banat. Bahkan pernah suatu ketika Ning Zanuba jealous ketika mengetahui Gus Taba diminta badali ustadz Yusri Al-Azizi ngisi kelas XII IPK Banat.
"Kulo mantun mantuk kaleh matur teng Umi tentang njenengan."
Sekelumit prolog dariku membuka pembahasan chatingan. Pembahasan kali ini terlalu serius. Sampai hatiku berdegup kencang. Berdebar. Antara senang dan sedih. Khawatir. Terlalu dini membuka chatingan serius dengan Gus Taba.
Gus Taba dan aku adalah teman lomba karya tulis ilmiah. Kita berdua saling mengenal ketika masing-masing mewakili pesantrennya. Aku nyantri di salah satu pesantren Jawa Timur, Mambaus Sholihin Suci Manyar Gresik. Gus Taba nyantri di salah satu pesantren ternama di Aceh, Dayah Mudi Mesra.
Kita tidak saling akrab sebelumnya. Hanya dua kali pertemuan dalam persaingan lomba karya tulis ilmiah. Kita kenal karena saling mengagumi pribadi satu sama lain. Kita berdua bertukar nomor dari grup WhatsApp peserta Lomba Karya Tulis Ilmiah Bahasa Arab.
*****
Gus Taba pertama kali ngechat aku setelah 2 bulan Lomba Karya Tulis Ilmiah Bahasa Arab. Rasa dalam hatinya semakin mengakar kuat, sampai tibalah ia tidak bisa membendung rasa itu.
"Sudah adakah rojul yang mengisi hati Ning Zanuba?" tanya Gus Taba kepadaku.
Kaget. Tidak sekalipun aku menyangka. Segala apa yang sempat terlintas di hati, ternyata Tuhan sungguh Maha Mendengar. Mengenalkan seseorang yang kukagumi dalam diam. Nomer yang sudah lama ingin aku chat, ternyata malam itu dichat terlebih dahulu oleh Gus Taba. Apalagi dengan pertanyaan terlalu berani. Dan to the point. Aku pun tidak langsung membuka pesan. Bukan karena aku tidak ingin membalas chat seketika. Namun, aku menata hati, "apakah selama ini Gus Taba juga memiliki perasaan sama denganku." Atau hanya sekedar rasa kepedeanku.
"Saat ini belum. Namun ada nama seseorang yang membuatku penasaran selama akhir-akhir ini."
Balasku ambigu. Padahal yang kumaksud ialah Gus Taba sendiri.
"Apa boleh saya ta'arufan dengan Anti? Ana mulai tertarik dengan sedikit apa yang kuketahui dari diri anti Ning Zanuba Al-Fihri."
Sejak pertama kali ketemu di awal presentasi ilmiah, Gus Taba terpincut oleh dara dari Jawa Timur. Ning Zanuba Al-Fihri. Yaitu aku sendiri. Sebuah nama yang dikagumi oleh Gus Taba bulan-bulan ini. Sudah ia rendam rasa kagum dan tertarik dengan memfokuskan diri dalam kegiatan belajar dan mengajar santri. Tapi pikiran dan hati selalu mengingat nama Ning Zanuba. Parasnya. Presentasinya. Akhlaknya. Dan terutama pengetahuan tentang bagaimana seharusnya perempuan zaman millennial menghadapi tantangan zaman. Literatur Ning Zanuba sangat lengkap dan detail, dari klasik hingga kontemporer. Presentasi pertama kali yang sempurna menurut penilaian Gus Taba.
"Jika tujuan jelas dan tidak ada unsur yang menyalahi. Tafadlol."
Balasku singkat dan cuek.
"Jika memang diizinkan. Aku ingin memperjelas segala isi hatiku. Pertama, namaku Ahmad Mujtaba. Santri di Mudi Mesra Aceh. Fisikku, anti telah mengetahui selama dua hari kemarin, saat lomba karya ilmiah kemarin. Memang tidak cukup dekat posisiku dengan anti. Tapi sudah bisa melihat dengan jelas ketika momen terakhir kita sempat duduk berdampingan di kursi nomor peserta, saya juara 1, dan anti juara 2. Saat itulah saya tidak bisa mengendalikan hati. Mungkin itu juga disebut jatuh hati pada pandangan pertama. Setelah dua bulan ini. Inginku lupakan. Dengan fokus pada KBM santri. Tapi, semakin bersikeras untuk melupakan tambah semakin kuat rasaku ini. Mungkin ini pertama kalinya aku menaruh hati kepada perempuan. Antilah orangnya. Maaf saya mengungkapkan rasa ini. Jika anti tidak mengizinkan rasaku ini bersemayam di hati. Maka saat itulah saya akan melupakan anti."
Pesan Gus Taba mengungkapkan rasanya padaku.
"Gadis yang berakal itu mengimani cinta dengan pernikahan bukan dengan pacaran, berkata Pujangga Arab :
ุงููุชุงุฉ ุงูุนุงููุฉ ูุง ุชุคู
ู ุจุงูุญุจ ููุญุจ ูููููุง ุชุคู
ู ุจุงูุญุจ ููุฒูุงุฌ
Seorang gadis yang berakal itu tidak percaya kepada cinta karena cinta, tetapi ia percaya kepada cinta karena pernikahan.
Tiga Lelaki dalam hidup wanita, berkata Pujangga Arab :
ูู ุญูุงุฉ ุงูู
ุฑุฃุฉ ุซูุงุซ ุฑุฌุงู : ุงูุฃุจ ููู ุงูุฑุฌู ุงูุฐู ุชุญุชุฑู
ู, ูุงูุฃุฎ ููู ุงูุฑุฌู ุงูุฐู ุชุฎุงููุ ูุงูุฒูุฌ ููู ุงูุฑุฌู ุงูุฐู ูุญุจูุง ูุชุญุจู
Di dalam hidup wanita itu ada tiga lelaki :
1. Bapak, dia adalah seorang lelaki yang wanita menghormatinya
2. Saudara lelaki, dia adalah lelaki yang wanita takut kepadanya
3. Suami, dia adalah seorang lelaki yang mencintainya dan diapun mencintai lelaki tersebut."
Jawabanku mempertegas ungkapan hati Gus Taba.
Gus Taba membuka dan membaca pesan dengan teliti.
Dialah perempuan yang selama ini kucari. Semoga dialah perempuan yang akan menjadi bidadariku di dunia dan akhirat. Harap Gus Taba dengan tulus.
"Jika anti adalah takdirku. Dalam waktu yang telah diizinkan, insya Allah ana akan menemui anti dan keluarga di Jawa. Ana tidak boleh ke Jawa dengan lepas tangan dari tanggung jawab jadwal ngajarku, dengan syarat harus khatam terlebih dahulu. Memang tidak bisa diprediksi. Namun pasrahkan segalanya kepada pemilik skenario. Jika anti telah digariskan sebagai pelengkap tulang rusukku. Anti akan menemani hidupku."
Penjelasan Gus Taba menengahi rasa di dalam hatinya. Padahal sangat kuat rasa di hati Gus Taba ingin memiliki Ning Zanuba Al-Fihri.
Gus Taba lega, tidak ditolak Ning Zanuba. Gus Taba merasa beruntung, perempuan yang ia taksir masih belum memiliki calon. Namun, sedikit gelisah menyelimuti hati. Seorang laki-laki manakah yang dikagumi Ning Zanuba. Apakah dia saingan Gus Taba untuk memperoleh hati Ning Zanuba. Syukur alhamdulillah, ucap Gus Taba. Dia lebih awal mengungkapkan rasanya.
Nihil, Gus Taba belum menjadi zauj Ning Zanuba. Jadi keliru jika Gus Taba berani tenang. Dia harus segera melangkah, melihat usianya sudah 29 tahun, sebentar lagi kepala tiga. Melihat teman-temannya sudah memiliki keturunan. Apalagi Buya dan Umi juga sudah merindukan cucu dari Gus Taba. Ini hal pertama ia jatuh hati kepada perempuan. Semakin hari semakin ia rasa betul, bahwa ia sedang menaruh hati kepada dara Jawa Timur. Meski jarak yang ditempuh tidak dekat. Gus Taba tetap akan berusaha untuk memperjuangkan hatinya. Mutakhir, masalah hasil dan takdir. Setidaknya pernah berjuang dan memperjuangkan isi hati yang semakin menjadi ini.
๐๐๐
Ketika naluri bathin terjaga, hiruplah nafas dengan lembut. Tahan 10 menit. Rasakan dan bayangkan kita mampu mendengarkan nada-nada pujian seluruh isi semesta. Gemerisik suara rintikan air hujan berjatuhan di atas dedaunan. Sunyi, nan pekatnya malam membuat beban hati sedikit berkurang. Suara lembut lambaian daun yang tertiup angin dan ketakziman bumi serta bebatuan yang diam.
Hmmm.... Hmmm... Hmmm....
Tarik nafas, tahan 10 detik, sambil membayangkan mampu mendengar gema tasbih seluruh isi semesta. Indahnya. Meskipun hanya membayangkan. Nyaman dan lega di hati.
Kebiasaanku sebelum nderes (kitab atau Al-Qur'an) di tengah malam tidak sekalipun lupa ritual ini.
Hanya pada tengah malam, sebagai waktu favoritku. Selain ketenangan dan kenyamanan. Ada hawa dan aura positif yang aku hirup. Beban di hati sedikit berkurang. Juga di fikiran.
Setelah 2 jam bermesraan dengan kalamNya, bisa membaca 8 juz dalam sekali duduk. Memang jika hati terlanjur mengenal cintaNya, tak sedikit pun lelah aku rasa.
Sebelum benar-benar memejamkan mata, aku sedikit membuat catatan kecil pada hari ini. Aku membuka aplikasi dayri di handphone. Di halaman pertama tercatat dengan huruf kapital semua yang tertulis;
"JANGAN MENJADI MANUSIA YANG TIDAK BERUNTUNG, YAITU TIDAK BISA MENJADI LEBIH BAIK DARI PADA HARI KEMARIN."
Aku selalu ingat pesan tersebut, tapi apalah daya manusia hanya bisa berusaha yang terbaik. Selama syethan masih dilegalkan sebagai pengganggu dan penguji nyali keimanan manusia, sepertinya manusia akan selalu berkesempatan untuk khilaf dan dosa. Tanpa kecuali, terma aku.
Aku selalu menyempatkan diri berintropeksi dengan membuat catatan kecil sebelum berlabuh dalam dunia alam mimpi.
18 November 2019
Kejadian berulang lagi. Karena diri belum pandai bersyukur. Seharusnya belajar dari pengalaman tahun kemarin. Ingat Zanuba harus pandai mengucap rasa syukur di segala situasi dan keadaan hati, ucapkan terimakasih atas rahmat yang belum kita ketahui mendatang. Selain kasih sayang dan kesadaran, rasa syukur adalah kunci yang tersedia bagi kita untuk membuka misteri alam semesta. Kepada siapa hati akan berlabuh adalah takdir pasti dariNya, diri ini hanya diminta membuka hati sebagai bentuk ikhtiar menjemput seorang sebagai teman mengarungi samudera kehidupan di dunia. Bahkan harapan juga tetap bersama di hari akhir nanti.
Al-Haqirah Zan
Tepat pukul 02:00 ia berangsur tidur, mengingat besok ada jadwal KBM 6 jam.
*****
Warning!!!
Heyy... Readers!
Utamakan baca Al-Qur'an yes! ๐๐๐
Taulah pada nih, wattpad kagak bisa memberi Syafaร t di Yaumil Akhir
โโโ
*****
Kisah ini hanya fiktif belaka. ๐
Kalau ada nama atau setting yang sama hanya bersifat kebetulan. ๐คญ
Nih, tulisan pertamaku di aplikasi wattpad, selain itu hobi nulis di dayri berbentuk dokumen file.
Selamat membaca, jangan lupa saya mengharap komentar konstruktif dari njenengan sekalian.
Temui saya di ๐
FB | IG : Ida Rofiatul Millah
WP : https://my.w.tt/CYFaQqpyM5