Bima kaffah

Bima kaffah Yuk Ngobrol Pemikiran Islami

KISAH PEMBEBASAN AL QUDS OLEH KHALIFAH UMAR BIN KHATHABSaat pembebasan Syam, teristimewa saat pembebasan Baitul Maqdis d...
02/12/2024

KISAH PEMBEBASAN AL QUDS OLEH KHALIFAH UMAR BIN KHATHAB

Saat pembebasan Syam, teristimewa saat pembebasan Baitul Maqdis dari kekuasaan Romawi Byzantium, Khalifah Umar ra. mengirimkan pasukan-pasukan profesionalnya yang dikomando oleh para panglima perang terbaiknya, seperti Khalid bin Walid, Amru bin Ash, Qa’qa bin Amru at-Tamimy, Abu Ubaidah bin Jarrah dan Muadz bin Jabal ra. Selama masa pembebasan Baitul Maqdis tersebut sepanjang bulan November 636 hingga Desember 637 M. Komando utama para mujahidin ada di tangan Panglima Khalid bin Walid ra.

Ada berita yang mengusik ketidaknyamanan Khalifah Umar ra. bahwa para mujahidin menganggap kemenangan demi kemenangan yang mereka raih karena kepemimpinan Panglima Khalid, bukan karena turunnya nashrulLaah. Tidak hanya itu, Khalifah Umar ra. pun mendengar kabar bahwa sepanjang peperangan yang dikomandoi oleh Panglima Khalid, korban jiwa dari pasukan Romawi luar biasa banyak. Tercatat lebih dari 60.000 jiwa binasa.

Mendengar kabar tersebut, Khalifah Umar ra. sungguh prihatin. Beliau mafhum bahwa jihad di dalam Islam bukanlah untuk membinasakan manusia, tetapi justru sebaliknya. Jihad adalah untuk meninggikan kalimah Allah dengan menjaga jiwa manusia. Khalifah Umar ra. khawatir pasukan Islam dianggap sebagai pasukan pembinasa, kaum Muslim dianggap sebagai penebar teror mengerikan, bukan penegak rahmat bagi semesta. Lebih daripada itu, beliau pun merasa khawatir pemahaman di antara pasukan Islam mulai bergeser dari tauhid yang lurus; mereka menang karena panglima Khalid, bukan karena pertolongan Allah SWT.

Oleh karena itulah, Khalifah Umar ra. segera menggantikan kedudukan Panglima Khalid dengan mengangkat Abu Ubaidah bin Jarrah sebagai panglima perang baru bagi pasukan Islam di Syam.

Keputusan Khalifah Umar ra. pun sungguh tepat. Melalui kepemimpinan panglima baru, Abu Ubaidah bin Jarrah r.a., pasukan Muslim begitu disiplin dengan kesabaran penuh mengepung rapat Baitul Maqdis sejak akhir tahun 637 hingga April 638 M. Mereka tidak langsung menggempur Baitul Maqdis, Yerusalem dengan serangan kilat dan skala massif. Namun, mereka menunggu gerbang Kota Yerusalem dibuka sendiri oleh pemimpin Aelia Capitolina, Patriakh Monofisit Shopronius.

Akhirnya, berkah kesabaran melalui proses yang terus diperjuangkan, visi nubuwwah pembebasan Baitul Maqdis dan pemusakaan kemuliaan Masjid al-Aqsha pun terwujud nyata pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin al-Khaththab dan komando jihad Panglima Abu Ubaidah bin Jarrah. Bahkan peralihan kuasa di Yerusalem pada akhir April 638 M itu diserahterimakan secara langsung dari Patriakh Monofisit Sophronius kepada Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. yang datang langsung dari Kota Madinah ke Yerusalem, Palestina.

Sebelumnya, Sophronius, pemuka Nasrani Bani Israil di Aelia Capitolina itu, hanya akan menyerahkan kota kepada Amirul Mukminin Khalifah Umar bin al-Khaththab ra., bukan kepada panglima perangnya. Monofisit Sophronius beralasan bahwa Aelia Capitolina (Baitul Maqdis) hanya boleh dipusakai kemuliaannya oleh para anbiyaa’ atau pewaris yang menggantikan mereka. Nabi terakhir, Muhammad saw. telah wafat. Pewaris kepemimpinannya, sebagai penggantinya memimpin kaum Muslim saat itu, adalah Khalifah Umar bin al-Khaththab ra.

Dalam pertemuan di Yerusalem itu, tercapai p**a kesepakatan di antara kedua belah pihak bahwa: Baitul Maqdis dengan kemuliaan Masjid al-Aqsha beserta keseluruhan wilayah Palestina, sepenuhnya ada dalam perlindungan dan tanggung jawab Kekhalifahan Islam; kaum Nasrani dipersilakan untuk tetap menjalankan ritual keagaman mereka di Holy of Sepulchure ataupun gereja-gereja lainnya di seluruh wilayah Palestina; keberadaan kaum Yahudi, sebagaimana permohonan Sophronius kepada Khalifah Umar bin al-Khaththab r.a., tidak diperkenankan untuk bermukim barang satu malam pun di Baitul Maqdis karena mereka dinilai sering membuat kerusakan di dalamnya.

Khalifah Umar pun menetapkan kebijakan bahwa kaum Yahudi boleh berziarah dan beribadah di Baitul Maqdis. Namun, mereka tidak akan pernah diizinkan bermalam di kota suci tersebut, apalagi berani bermukim di Baitul Maqdis. Kesepakatan ini ditanda tangani oleh kedua belah pihak dan dinamakan sebagai ‘Ahda Umariyah.

Setelah ‘Ahda Umariyah disepakati dan ditandatangani, Khalifah Umar menunaikan shalat di satu tanah lapang dekat dengan Gereja Makam Suci (The Holy Sepulchure). Kelak di tempat itu dibangun Masjid Jami’ al-Aqsha atau kini disebut sebagai Masjid Qibli. Masjid ini paling dekat dengan arah kiblat shalat kaum Muslim.

Berikutnya, Khalifah Umar dan Panglima Abu Ubaidah beserta pasukan kaum Muslim membersihkan area tengah komplek. Komplek ini diyakini sebagai tempat berpijak Baginda Nabi saw. sebelum mengangkasa dalam peristiwa Mi’raj ke Sidratul Muntaha sekira bulan Rajab tahun ke-10 kenabian atau 620 M.

Sumber: al waie

(Foto Aksi Solidaritas Bela Palestina kota Bima Ahad 01/12/24)


02/12/2024

BAITUL MAQDIS DALAM NAUNGAN KHILAFAH ISLAM

Sejak masa Khalifah Umar bin al-Khaththab ra., Baitul Maqdis, bahkan termasuk seluruh wilayah Syam, berhasil dibebaskan dari kekuasaan imperium Romawi Byzantium. Sejak itu p**a Kekhalifahan Islam menaungi Baitul Maqdis dengan segala kemuliaannya. Visi Nubuwwah Muhammad saw. untuk mempusakai Baitul Maqdis dengan menjaga kemuliaan Masjid al-Aqsha, sebagaimana amanah di antara para ‘anbiyaa, benar-benar dijalankan oleh para khalifah. Mereka adalah para pemimpin Islam yang mewarisi kepemimpinan Baginda Nabi di tengah-tengah umatnya.

Pada saat berakhirnya kepemimpinan era Khulafaur Rasyidin, para khalifah Bani Umawiyah (662-750) pun memenuhi amanah, tanggung jawab dan kewajibannya mempusakai Baitul Maqdis dengan menjaga kemuliaan Masjid al-Aqsha. Di antaranya, Khalifah Abdul Malik bin Marwan bin Hakam al-Umawi. Pada 691-692 beliau membangun Masjid Kubah ash-Sakhrah di atas bebatuan yang diyakini sebagai tempat Mikraj Nabi Muhammad saw. Pembangunan berikutnya disempurnakan oleh putranya, Khalifah Walid bin Abdul Malik. Beliau membangun Masjid Qibli dan Mushala Marwani pada 694.

Para khalifah Bani Umawiyah pun tak hanya memperkokoh dan memperindah Komplek Masjidil Aqsha. Mereka pun membangun sarana dan prasarana penunjang bagi kepentingan para peziarah ke Baytul Maqdis. Mereka juga membangun berbagai istana dan fasilitas umum di sekeliling Baitul Maqdis dan Palestina saat dampak wabah Amwas kembali mengemuka pada 724-743.

Pada saat Khilafah Abbasiyah berkuasa sepanjang kurun 750-1258 di Baghdad, para khalifah mereka pun tetap bertanggung jawab penuh terkait pemusakaan atas Baitul Maqdis tersebut melalui para emir, atabegh, malik dan sultanat yang ada dalam kekuasaan Kekhalifahan. Para penguasa bawahan Khalifah Abbasiyah mendapat delegasi dari Khalifah untuk menjaga dan melindungi keamanan Baitul Maqdis, sekaligus kenyamanan para peziarah di tanah suci, baik saat era Buwaihi maupun era Salajiqah.

Saat Daulah Salajiqah dipimpin oleh Sultan Alp Arselan, melalui Nizhamul Muluk, Abul Ali Hasan bin Ali ath-Thusi, Kekhalifahan Islam membangun madrasah ilmu di beberapa kota besar di dunia Islam, yakni Madrasah Nizhamiyah. Satu di antaranya adalah di Baitul Maqdis, Yerusalem. Madrasah Nizhamiyah di Baitul Maqdis inilah yang melahirkan sosok Hujjatul Islam terkemuka hingga kini, yakni Imam Muhammad Abu Hamid al-Ghazali. Bahkan menariknya, beliau mengkhatamkan penyusunan kitab masterpiece-nya, Ihyaa’ ‘Uluum ad-Diin di salah satu bilik Masjid al-Aqsha. Masya Allah.

Pendelegasian sebagian kewenangan Khalifah kepada para gubernur wilayah yang memiliki otoritas penuh mengendalikan wilayahnya masing-masing pada akhirnya membuat kontrol dan kuasa Khalifah melemah. Apalagi kelemahan internal itu diperparah dengan adanya disintegrasi di antara para gubernur wilayah, bahkan memicu terjadinya konflik internal! Disintegrasi tersebut meluas di Timur dan Barat Dunia Islam, dari Hindia hingga Andalusia. Para mu’aarikh menuliskan hal itu sebagai Muluuk ath-Thawaa’if atau masa para penguasa wilayah berdasarkan thaa’ifah (kabilah). Sejarahwan Barat menuliskan hal itu sebagai Reyes The Thaifa.

Dunia Islam dalam keadaan terbelah. Wilayah Khilafah terpecah. Akhirnya, Batul Maqdis pun diambil-alih secara paksa oleh Imamah Syiah Fathimiyah dari pengawasan Daulah Salajiqah.

Penguasaan Fathimiyah atas Baitul Maqdis pun tak berlangsung lama. Mereka hanya menempatkan sekira 10.000 pasukan penjaga di teritorial Palestina. Mereka tak kuasa melindungi Baitul Maqdis saat gelombang Pasukan Salib berdatangan ke wilayah Palestina untuk merebut Yerusalem dari kekuasaan kaum Muslim pada 15 Juli 1099.

Sejak merampas Palestina, Pasukan Salib melakukan pembantaian terhadap penduduk Muslim. Tercatat lebih dari 70.000 jiwa dieksekusi di Yerusalem saja. Berikutnya, Pasukan Salib membentuk kerajaan-kerajaan latin (Christendom) di Palestina dan sekitarnya, yaitu Jerusalem Kingdom, County of Tripoli, County of Edessa dan Principality of Antioch.

Kuasa Zanki dan Ayyubi Membebaskan Palestina

Pasca kejatuhan Baitul Maqdis, Yerusalem, ke tangan Pasukan Salib, visi nubuwwah terkait pemusakaan Baitul Maqdis dengan kemuliaan Masjid al-Aqsha pun terjeda, bahkan nyaris hilang saat kaum Yahudi yang menyaru sebagai Pasukan Salib. Ini seperti The Knight of Templar (para ksatria biara) dalam Ordo Sion (baca: biara zion) berwacana mendirikan (kembali) The Third Temples of Solomon di Bukit Batu (Bukit Zion) Yerusalem.

Para ulama mu’tabar, seperti Imam al-Ghazali, Imam Abdul Qadir al-Jilani dan Imam Ja’far al-Barzanji menyuarakan keutamaan jihad membebaskan Yerusalem, Palestina. Mereka menunjukkan pembelaannya terhadap Baitul Maqdis melalui lisan dan tulisan mereka; dari satu mimbar ke mimbar lainnya; dari satu majelis ke majelis berikutnya; dari kota satu ke kota lainnya. Seruan para ulama mu’tabar ini pun disambut antusias oleh para ksatria Islam yang kekuasaan mereka paling dekat dengan kerajaan-kerajaan latin yang dibangun Pasukan Salib di sekitar Palestina.

Para ksatria Islam itu adalah Sultan Imaduddin Zanki dan putranya, Nuruddin Mahmud Zanki. Mereka berdua adalah para atabegh Daulah Zankiyah di bawah naungan The Great Seljuk Empire (Kesultanan Seljuk Raya), penopang kuasa Kekhalifahan Abbasiyah saat itu.

Selain itu, ada Assaduddin Syirqatu yang menjadi panglima perang Daulah Zankiyah dan adik sepupunya, Emir Najmuddin Ayyub, penguasa Moshul dari kabilah Kurdistan. Mereka berjuang untuk mengusir Pasukan Salib dari wilayah Syam, sekaligus merebut kembali Palestina, membebaskan Baitul Maqdis dan memuliakan kembali Masjid al-Aqsha dari najis kekuasaan Salibis Eropa.

Langkah perjuangan para ksatria Zankiyah itu diawali dengan merebut Edessa dari Pasukan Salib pada tahun 1144. Pasukan Imaduddin Zanki berhasil merebut benteng-benteng pertahanan Pasukan Salib di County of Edessa tersebut, membinasakan pasukan Frank dan mengusir para penghuninya keluar Edessa.

Penerus Imaduddin Zanki, yakni Sultan Nuruddin Mahmud Zanki pun mengikuti jejak juang ayahandanya dalam upaya pembebasan Baytul Maqdis dengan merebut kota-kota sepanjang Edessa hingga Aleppo, termasuk Damsyiq, Syria pada 1154. Bahkan di bawah komandonya p**a Assadudin Syirqatu dan keponakannya, Shalahuddin Yusuf Ayyub bin Najmuddin Ayyub, merencanakan sublimasi al-Qahirah, Mesir, dari kekuasaan Imamah Syi’ah Fathimiyah. Dengan itu kaum Muslim dapat dipersatukan seluruhnya dalam kesatuan komando jihad dari Damsyiq, Suriah, hingga al-Qahirah, Mesir bagi keberhasilan perjuangan pembebasan Baytul Maqdis.

Rencana strategis politis Zankiyah Ayyubiyah tersebut didukung sepenuhnya oleh Khalifah al-Muqtadi Biamrillah di Baghdad. Akhirnya, Pasukan Assaduddin Syirqatu dan Shalahuddin Yusuf Ayyub pun dapat menguasai al-Qahirah pada 1164. Bahkan pada 1169, Shalahuddin diangkat menjadi wazir (perdana menteri) dan pada 1171 menjadi sultan al-Mishr, penguasa seutuhnya di al-Qahirah, Mesir, dengan meruntuhkan kekuasaan Syi’ah Fathimiyah. Sultan Shalahuddin pun akhirnya mempersatukan Damsyiq hingga al-Qahirah di bawah kekuasaannya pada 1174 dalam wujud Kesultanan Ayyubiyah pasca wafatnya Sultan Nuruddin Mahmud Zanki. Kekuasaan Daulah Abbasiyah pun semakin kokoh dengan sublimasi pantai utara Afrika kedalam kekuasaan Sultan Shalahuddin pada 1183.

Kekuasaan Sultan Shalahuddin al-Ayyubi dan kekuatan angkatan bersenjata Daulah Ayyubiyah inilah yang pada akhirnya berhasil menumbangkan satu demi satu kerajaan latin di Timur Tengah. Bahkan Jerusalem Kingdom pun dipaksa untuk menyerah dalam perang penentuan di Lembah Hattin, Palestina pada 4 Juli 1187. Berikutnya, Pasukan Shalahuddin mengepung rapat Yerussalem hingga ksatria Pasukan Salib terakhir, Balian de Ibelin, terpaksa mengibarkan bendera putih pada 2 Oktober 1187. Sejak itulah Sultan Shalahuddin Yusuf Ayyub mendapatkan gelar kehormatan sebagai Malik an-Nashir (Sang Penguasa Penolong), pembebas Baytul Maqdis

sumber: majalah al waie

(Foto: Aksi solidaritas Bela Palestina Kota Bima Ahad 01/12/24)


TOLAK SOLUSI DUA NEGARA UNTUK PALESTINA(Seruan Aksi Bela Palestina Kota Bima Ahad 01/12/24) Pembicaraan terkait two-stat...
02/12/2024

TOLAK SOLUSI DUA NEGARA UNTUK PALESTINA

(Seruan Aksi Bela Palestina Kota Bima Ahad 01/12/24)

Pembicaraan terkait two-state solution banyak disebut sebagai jalan terbaik untuk menyudahi konflik panjang antara Israel-Palestina. Selain itu sikap mayoritas negara-negara PBB umumnya mendukung “two-state solution”. Hal ini sebagaimana juga sempat ditegaskan oleh negara-negara Arab dan Uni Eropa (UE) pada Union for The Mediterranean Regional Forum ke-8 pada 10 November 2023 lalu yang menyepakati untuk mewujudkan “solusi dua negara”.

Masalahnya, benarkah konsep two-state solution akan ampuh menyolusi problem Palestina sebagai salah satu pusaran problem dunia ciptaan Barat di kawasan?

Sebagaimana diketahui, konsep “solusi dua negara” sendiri mengacu pada gagasan bahwa solusi paling praktis untuk masalah Palestina dan entitas Yahudi adalah dengan membagi tanah Palestina menjadi dua negara untuk kedua warga. Usulan solusi ini pertama kali digagas 1937 oleh Komisi Peel yang dikirim Inggris ke Palestina untuk menyelidiki motif meningkatnya ketegangan dan kekerasan antara dua komunitas. Ketika itu Palestina berada di bawah kekuasaan Inggris.

Dalam skema solusi ini wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza diberikan kepada warga Arab Palestina, sedangkan wilayah lainnya, yakni sebagian besar garis pantai dan beberapa tanah pertanian paling subur di Galilea diberikan kepada entitas Yahudi. Adapun Kota Yerusalem dalam proposal ini ditetapkan tidak masuk dalam wilayah yang dibagi, tetapi akan ditangani secara terpisah oleh pihak internasional.

Melihat sejarah kehadiran Yahudi dan berdirinya negara Zion*s di Palestina, bisa dipastikan bahwa solusi ini sejatinya merupakan solusi palsu yang terus ditawarkan Barat, terutama Amerika sebagai pemegang kepemimpinan global. Tujuannya adalah demi memperpanjang umur penjajahan, sekaligus agar instabilitas kawasan terus berlanjut hingga bisa membantu Barat (AS) untuk mendikte dan menekan negara-negara Arab melalui isu perbatasan.

Betapa tidak? Bukankah faktanya keberadaan entitas Yahudi di Palestina benar-benar merupakan penjajahan? Bukankah p**a faktanya Zion*s terus berusaha menguasai tanah Palestina secara keseluruhan, bahkan hingga sekarang?

Oleh karenanya, berpikir bahwa “solusi dua negara” bisa diterima rakyat Palestina dan entitas Yahudi Zion*s, hanyalah ilusi yang diada-adakan. Terlebih bagi rakyat Palestina dan umat Islam yang memahami hakikat persoalan, mengamini keberadaan negara bagi entitas Yahudi sama halnya dengan mengakui penjajahan dan kezaliman. Hal ini selain tidak masuk akal, juga menyalahi tuntunan syariat Islam.

sumber: Muslimahnews


02/12/2024

TRAGEDI PALESTINA, KONSPIRASI BARAT DAN KEBANGKITAN ISLAM

(SERUAN AKSI BELA PALESTINA KOTA BIMA 01/12/24)

Tragedi di Palestina saat ini menegaskan kebohongan HAM dan PBB

Pembelaan HAM yang mereka gembar-gemborkan tidak terealisasi di Palestina. HAM yang mengangankan penghormatan terhadap nilai-nilai asasi dari kemanusiaan justru dikangkangi sedemikian rupa dengan tindakan entitas Yahudi terhadap Palestina. Kelakuan entitas Yahudi ini pun mendapatkan support yang membabi buta dari negara-negara Barat tanpa malu. Dengan demikian standar ganda nilai-nilai HAM ini sangat nyata terungkap. HAM hanya berlaku demi kepentingan Barat. HAM tidak berlaku ketika mereka memiliki kepentingan. Ini seperti apa yang terjadi di Palestina.

Tragedi di Palestina juga menunjukkan pengkhianatan penguasa Muslim

Ya. Sangat kentara. Dengan diamnya mereka. Tidak sejalannya apa yang disuarakan umat dengan apa yang dilakukan oleh para penguasa Muslim. Ini menunjukkan adanya kepentingan lain yang menjadikan para penguasa tersebut diam. Sudah sangat jelas berbagai pengkhianatan yang mereka lakukan. Bahkan secara tersang-terangan. Tidak malu lagi. Melakukan normalisasi hubungan diplomatik dengan entitas Yahudi. Melakukan hubungan dagang dengan mereka. Melakukan pembiaran terhadap genosida terhadap bangsa Palestina adalah bukti yang sangat nyata. Ada p**a yang bermuka dua. Mereka seolah menunjukan simpati dan pembelaan, memberikan bantuan kemanusiaan sekedarnya. Namun, mereka tidak memerikan bantuan yang nyata, yang dapat menghentikan penjajahan entitas Yahudi terhadap bangsa Palestina. Padahal mereka memiliki kemampuan dan kekuatan untuk melakukan itu. Ini semua adalah bentuk pengkhianatan yang menjijikan dari para penguasa negeri Muslim.


Semakin terkuaknya kehancuran sistem dunia di bawah Kapitalisme

Sedari awal munculnya, Kapitalisme adalah sistem rusak dan merusak. Penerapannya dengan paksa telah menimbulkan berbagai kerusakan di berbagai belahan penjuru bumi. Termasuk di Dunia Islam. Penerapan sistem Kapitalisme tidak memberikan dampak positif bagi kemajuan peradaban umat manusia. Yang ada, manusia semakin terjerumus ke dalam jurang kerusakan. Baik kerusakan material. Apalagi spiritual. Apa yang terjadi di bumi Palestina belakangan ini menunjukkan dengan nyata kerusakan tersebut. Nilai-nilai yang mereka angankan nyatanya dirusak oleh mereka sendiri tanpa rasa malu.

Solusi Dua Negara: Racun dari Barat

Solusi dua negara adalah pengokohan terhadap penjajahan entitas Yahudi atas Palestina. Solusi dua negara artinya tetap mengakui eksistensi entitas Yahudi yang nyata-nyata telah menjajah dan merampas bumi Palestina, milik umat Islam.

Solusi dua negara juga merupakan solusi pragmatis yang ada dalam benak Amerika Serikat dan negara-negara Barat yang merasakan ada kebuntuan untuk bisa mendapatkan solusi terhadap persoalan Palestina. Namun demikian, tawaran solusi ini adalah tawaran yang absurd yang pastinya tidak sesuai dengan realitas yang ada. Bagi yang berpikiran normal, tentunya tidak bisa menerima solusi bahwa penjajah dan yang dijajah dapat hidup berdampingan secara damai.


Solusi Palestina adalah Pengiriman Pasukan Jihad

Solusi untuk membebaskan Palestina adalah dengan mengusir Zionis Yahudi untuk hengkang dari bumi mulia tempat para nabi ini. Mengusir penjajah hanya dapat dilakukan dengan kekuatan militer. Kekuatan militerlah yang dapat mengalahkan pasukan entitas Yahudi dan para supporternya, negara-negara Barat.

Rakyat Palestina jelas tidak dapat melakukan perlawanan seorang diri. Mereka membutuhkan bantuan pasukan militer dari negeri-negeri Muslim lainnya. Tentu agar kekuatannya sepadan dan memiliki kemampuan untuk mengusir Penjajahan entitas Yahudi.

Dengan demikian pengiriman pasukan militer untuk membantu rakyat Palestina sangatlah urgen.



Palestina dan umat memang membutuhkan Khilafah!

Faktanya hanya Khilafahlah yang telah terbukti mampu membebaskan dan mempertahankan Palestina. Sejarah mencatat, pada masa Khulafaur Rasyidin, masa Khalifah Umar bin al-Khaththab, bumi Palestina berhasil dibebaskan dari cengkeraman Romawi. Oleh Panglima Salahuddin al-Ayyubi, Al-Quds berhasil kembali dibebaskan dari cengkeraman kaum Salibis.

Kekhilafahan Utsmaniyah pernah mengalami krisis keuangan. Saat itu Khalifah Abdul Hamid II ditawari sejumlah besar uang untuk menutupi defisit keuangan Khilafah oleh Herzl dengan imbalan pemberian tanah untuk kaum Yahudi di Palestina. Khalifah Abdul Hamid menanggapi Herzl dengan jawaban yang tegas dan bijaksana, “Aku tidak mampu melepaskan sejengkal saja dari tanah Palestina. Sebabnya, tanah Palestina bukan milikku, melainkan milik umat Islam. Bangsaku telah berperang di jalan memperjuangkan tanah ini dan menyirami tanah tersebut dengan darah mereka. Jadi biarlah orang-orang Yahudi menyimpan jutaan uang mereka. Jika suatu saat Khilafah terpecah-belah, ketika itu mereka dapat mengambil Palestina tanpa harus membayar harganya (gratis). Namun, selama saya masih hidup, hal itu tidak akan terjadi.”

Sungguh Khalifah memiliki mata dan penglihatan yang tajam. Setelah selang beberspa waktu, pasca Khilafah lenyap, Palestina benar-benar dikuasai oleh Yahudi tanpa harus mengeluarkan uang sedikit pun (gratis)!

Begitulah awal mula kisah perampasan Palestina serta pengusiran warganya dan pembunuhan mereka. Apa yang diprediksi oleh Khalifah Abdul Hamid rahimahulLâh akhirnya terjadi. Khilafah (1342 H-1924 M) dihapuskan. Barat dengan kepemimpinan Inggris ketika itu, bersama dengan pengkhianat dari orang Arab dan Turki, ada;ah aktor penghapusan Khilafah. Penghapusan Khilafah itu merupakan pendahuluan riil untuk mengadakan entitas Yahudi monster di Palestina.

Dari sini sangat jelas bahwa hanya Khilafahlah yang benar-benar mampu membebaskan dan membela tanah mulia Palestina.


Sumber:Majalah AlWa'ie


02/12/2024

SERUAN AKSI BELA PALESTINA KOTA BIMA (01/12/24)

*BUTUH TENTARA DAN KEKUATAN POLITIK ISLAM GLOBAL*

Kaum muslim semestinya memahami hakikat persoalan Palestina dengan kacamata Islam. Dalam pandangan syariat, perampasan tanah hak milik umat, meskipun hanya sejengkal, tidak bisa dibiarkan. Terlebih status tanah Palestina adalah tanah wakaf yang pemiliknya adalah umat Islam dunia, terutama sejak perjanjian Umariyah ditetapkan hingga akhir zaman. Merebutnya kembali dari penjajah merupakan perjuangan yang disyariatkan.

Masalahnya, kita tidak bisa berharap umat Islam Palestina akan mampu melawan penjajahan sendirian. Kita juga tidak bisa berharap, para pemimpin Arab dan dunia, bahkan lembaga-lembaga internasional mau dan mampu menekan Zion*s dan mengusir mereka dari kawasan.

Para pemimpin Arab, atas arahan Amerika, justru satu per satu menormalisasi hubungan dengan entitas Zion*s di balik nama Perjanjian Damai Abraham Accord. Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko sudah memilih bergandengan tangan dengan Zion*s. Mereka benar-benar rela melumuri tangan mereka dengan darah umat Islam hanya demi sokongan kekuasaan.

Sesungguhnya, tanpa sokongan AS dan sekutunya, baik dari bangsa-bangsa Barat maupun para pemimpin Arab, entitas Zion*s tidak memiliki kekuatan apa pun. Merekalah yang menyokong kekuatan militer Zion*s sehingga terus-menerus berlaku jemawa atas umat Islam. Alhasil, satu-satunya cara menghadapi mereka adalah dengan mengonsolidasi para pemilik kekuatan militer di negeri-negeri Islam, dan menyerukan jihad global.

Seruan ini memang tampak mustahil muncul dari para pemimpin Islam yang hidup dalam sistem sekuler hari ini. Mereka terlalu sibuk dengan agenda melanggengkan kekuasaan dan perburuan berbagai proyek bancakan demi mengumpulkan materi hingga cukup untuk tujuh turunan. Mereka sama sekali tidak bisa diandalkan untuk menjadi penolong muslim Palestina dan semua korban kezaliman.

Satu-satunya harapan adalah pada kepemimpinan seorang khalifah yang keberadaannya harus diperjuangkan secara bersama dan serius oleh umat Islam. Khalifah dengan sistem negaranya (Khilafah) akan menyatukan seluruh umat Islam dunia dengan landasan akidah Islam. Khilafah akan memobilisasi seluruh potensi umat Islam, termasuk tentaranya untuk membangun kekuatan global. Dengan itulah Khilafah akan mampu mengalahkan entitas Zion*s beserta negara-negara kafir yang membekinginya. Dengan izin Allah, tentara-tentara muslim di bawah komando khalifah akan menghancurkan kekuatan kufur dengan mudah.

Kehadiran Khilafah inilah yang sejatinya sangat ditakuti Amerika dan sekutu-sekutunya. Mereka terus berupaya mencegah kemunculannya dengan melancarkan berbagai proyek, mulai perang global melawan teror, hingga proyek penyesatan politik dan budaya di kalangan umat Islam. Termasuk di antaranya, proyek-proyek deradikalisasi dan penyebaran paham moderasi Islam.

Tentu saja semua upaya mereka akan berakhir sia-sia. Allah Swt. telah menjanjikan bahwa era ini adalah era kembalinya Khilafah Islam. Terlebih pada kenyataannya, perjuangan menegakkan Khilafah sedang terus berjalan, terutama yang dipimpin partai politik Islam ideologis yang tanpa kenal lelah menapaki jalan perjuangan Rasulullah saw., yakni membina umat dengan Islam kafah.

Terbukti, seruan-seruan Khilafah makin menggema di berbagai penjuru dunia tanpa bisa dicegah. Mereka terus berjuang, mengajak umat Islam lainnya untuk berada di jalan yang sama. Mereka adalah cahaya akhir zaman yang siap menyongsong kemenangan, berupa datangnya Khilafah Rasyidah yang tegak di atas minhaj kenabian.

Khilafah inilah yang kelak akan memimpin pasukan membebaskan Palestina dan mengembalikan tanahnya ke pangkuan umat Islam. Bahkan, bukan hanya Palestina, pasukan Khilafah akan menolong kaum muslim tertindas lainnya, seperti Uighur dan Rohingya, dan mengganti kesedihan mereka, serta mengembalikan kemuliaan mereka dan umat Islam sedunia. Sungguh, masa itu sudah dekat sedekat-dekatnya. [MNews/SNA]


Aksi Solidaritas Bela Palestina oleh Aliansi Muslim Bima Peduli PalestinaBima, 1 Desember 2024 – Aliansi Muslim Bima Ped...
02/12/2024

Aksi Solidaritas Bela Palestina oleh Aliansi Muslim Bima Peduli Palestina

Bima, 1 Desember 2024 – Aliansi Muslim Bima Peduli Palestina menggelar aksi solidaritas sebagai bentuk dukungan terhadap perjuangan rakyat Palestina. Acara yang dihadiri oleh sekitar 300 peserta ini menggunakan konsep longmarch, dimulai dari Masjid Sultan Salahuddin Kota Bima hingga Masjid Terapung Kota Bima.

Selama aksi berlangsung, para peserta membawa spanduk, poster dan bendera Tauhid sebagai simbol solidaritas terhadap Palestina. Beberapa orator menyampaikan pandangan kritis terkait tragedi kemanusiaan yang terus berlangsung di sana.

Sebelum memasuki acara inti, host mengajak seluruh peserta untuk meneriakkan yel-yel "Free Palestine" dan "Al Ummah Turid Khilafah Islamiyah." Teriakan penuh semangat ini menggema sepanjang perjalanan, menandakan solidaritas yang kuat terhadap rakyat Palestina.

Di sepanjang aksi, para orator menyampaikan berbagai pandangan terkait tragedi kemanusiaan yang terus terjadi di Palestina. Orator pertama menyoroti sikap negara-negara Muslim di sekitar Palestina yang dianggap "tutup mata" karena terjebak dalam paham nasionalisme yang memecah belah persatuan umat Islam.

Orator kedua mengkritik penguasa negeri Muslim yang hanya memberikan kecaman tanpa langkah nyata. Menurutnya, tindakan tersebut tidak membawa perubahan berarti, padahal mereka memiliki kekuatan militer yang dapat digunakan untuk membela rakyat Palestina.

Poin utama yang disampaikan oleh orator ketiga adalah seruan bahwa khilafah merupakan satu-satunya solusi untuk membebaskan Palestina. Dengan jihad fisabilillah yang dipimpin oleh seorang khalifah, mereka yakin bahwa keadilan dan kemerdekaan Palestina dapat terwujud.

Acara solidaritas ini diakhiri dengan doa bersama, memohon perlindungan dan kekuatan bagi rakyat Palestina, serta persatuan umat Islam di seluruh dunia. Para peserta berharap aksi ini dapat membangkitkan kesadaran umat Muslim untuk terus mendukung perjuangan rakyat Palestina dan mendorong terwujudnya solusi yang lebih nyata. [ Ahmad Kana ]

Nilai manusia, kata Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, ditentukan oleh apa yang dia cari. Karena itu, apa yang kita cari mencer...
17/02/2024

Nilai manusia, kata Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, ditentukan oleh apa yang dia cari. Karena itu, apa yang kita cari mencerminkan siapa kita, dan kedudukan kita.

Maka, orang yang berjiwa besar dan mulia akan bercita-cita dan mencari hal-hal besar dan mulia p**a. Orang yang berjiwa kerdil, akan bercita-cita dan mencari hal-hal kecil.

KH. Hafidz Abdurrahman, MA

Atas dasar apa kita hanya mau taat kepada syariat Allah yang mengatur tentang ibadah, sementara kita menyelisihi, mengin...
15/02/2024

Atas dasar apa kita hanya mau taat kepada syariat Allah yang mengatur tentang ibadah, sementara kita menyelisihi, mengingkari, bahkan memusuhi syariat Allah perkara negara? padahal syariat Islam yang mengatur tentang ibadah itu [asalnya] dari Allah. Demikian juga syariat Allah tentang kenegaraan, politik, ekonomi, dan kekuasaan juga dari Allah.

KH. Rokhmat S Labib
Ulama Aswaja



Tidak pernah perjuangan itu mudah. Kita akan tetap pegang agama kita apapun kondisinya. Yang paling penting, kita harus ...
15/02/2024

Tidak pernah perjuangan itu mudah. Kita akan tetap pegang agama kita apapun kondisinya. Yang paling penting, kita harus tetap istiqamah

Ustadz Ismail Yusanto

.. ini sebuah kompetisi yang dirancang tidak untuk kita ! Ini sebuah kompetisi untuk mengokohkan hegemoni penguasa Dunia...
15/02/2024

.. ini sebuah kompetisi yang dirancang tidak untuk kita !

Ini sebuah kompetisi untuk mengokohkan hegemoni penguasa Dunia !

Prof. Dr. Ing. Fahmi Amhar

Ngobrol rutinBedah kaffahHalaman Museum Asi Mbojo Kota BimaSabtu 11/11/3/2023
11/11/2023

Ngobrol rutin
Bedah kaffah
Halaman Museum Asi Mbojo Kota Bima
Sabtu 11/11/3/2023

07/11/2023


Nestapa Dunia.. Palestina merana.. Tanpa harapan.. Selain kepada Allah  Yang Maha Perkasa..
28/10/2023

Nestapa Dunia.. Palestina merana.. Tanpa harapan.. Selain kepada Allah Yang Maha Perkasa..

Disket vs flashdisk
28/10/2023

Disket vs flashdisk

Bebaskan Palestina=Wujudkan Persatuan Hakiki
27/10/2023

Bebaskan Palestina=Wujudkan Persatuan Hakiki

KAROMAH PENGEMBAN DAKWAHOleh: KH Hafidz Abdurrahman, MAAl-Hafidz Ib Rajab al-Hanbali, dalam Lathaif al-Ma’arif berkata, ...
27/10/2023

KAROMAH PENGEMBAN DAKWAH

Oleh: KH Hafidz Abdurrahman, MA

Al-Hafidz Ib Rajab al-Hanbali, dalam Lathaif al-Ma’arif berkata, “Ahli Dzikir itu ada dua. Pertama, ada yang kembali kepada hawa nafsunya, setelah meninggalkan majlis dzikir. Kedua, ada yang mendapatkan manfaat dari majlis dzikir. Ini ada banyak macamnya

Dalam Shahih Muslim, ada kisah yang masyhur, seorang sahabat Nabi, yang bernama Handzalah, yang diberi gelar al-Ghasil (orang yang dimandikan Malaikat). Dia berkata jujur kepada Nabi, bahwa setelah meninggalkan majlis Nabi, banyak yang lupa karena kesibukan dunia. Jawab Nabi, “Jika hatimu tetap seperti saat kamu dzikir, maka para Malaikat akan menyalamimu, bahkan ketika kalian di jalan-jalan.”

Yang menarik, kata al-Hafidz Ibn Rajab al-Hanbali, ada orang yang hatinya terus menghadirkan dzikir sepanjang harinya. Ini ada dua:

Pertama, orang yang sibuk dengan dzikir, sehingga meninggalkan urusan dunia yang mubah. Dia terasing dari makhluk.

Kedua, orang yang hatinya dipenuhi dzikir kepada Allah, tetapi fisiknya berinteraksi dengan dunia dan makhluk. Mereka ini seperti orang yang mengajar ilmu agama, berjihad, beramar makruf dan nahi munkar, berdakwah, mereka ini adalah orang yang paling mulai di antara dua kategori di atas.

Mereka inilah yang disebut Sayyidina Ali Radhiya-Llahu anhu

صحبوا الدنيا بأبدان وأرواحها معلقة بالمحل الأعلى

Mereka membersamai dunia dengan fisik (raga) mereka, sementara ruh-ruh mereka diikat dengan posisi yang tertinggi

Begitulah karomah dan kedudukan pengemban dakwah. Al-Hafidz Ibn Rajab menyebut mereka sebagai para pengganti Rasul (khulafa’ ar-Rasul), karena tugas mengemban risalah itu mereka emban






Address

Bima

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Bima kaffah posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Bima kaffah:

Videos

Share