02/12/2024
KISAH PEMBEBASAN AL QUDS OLEH KHALIFAH UMAR BIN KHATHAB
Saat pembebasan Syam, teristimewa saat pembebasan Baitul Maqdis dari kekuasaan Romawi Byzantium, Khalifah Umar ra. mengirimkan pasukan-pasukan profesionalnya yang dikomando oleh para panglima perang terbaiknya, seperti Khalid bin Walid, Amru bin Ash, Qa’qa bin Amru at-Tamimy, Abu Ubaidah bin Jarrah dan Muadz bin Jabal ra. Selama masa pembebasan Baitul Maqdis tersebut sepanjang bulan November 636 hingga Desember 637 M. Komando utama para mujahidin ada di tangan Panglima Khalid bin Walid ra.
Ada berita yang mengusik ketidaknyamanan Khalifah Umar ra. bahwa para mujahidin menganggap kemenangan demi kemenangan yang mereka raih karena kepemimpinan Panglima Khalid, bukan karena turunnya nashrulLaah. Tidak hanya itu, Khalifah Umar ra. pun mendengar kabar bahwa sepanjang peperangan yang dikomandoi oleh Panglima Khalid, korban jiwa dari pasukan Romawi luar biasa banyak. Tercatat lebih dari 60.000 jiwa binasa.
Mendengar kabar tersebut, Khalifah Umar ra. sungguh prihatin. Beliau mafhum bahwa jihad di dalam Islam bukanlah untuk membinasakan manusia, tetapi justru sebaliknya. Jihad adalah untuk meninggikan kalimah Allah dengan menjaga jiwa manusia. Khalifah Umar ra. khawatir pasukan Islam dianggap sebagai pasukan pembinasa, kaum Muslim dianggap sebagai penebar teror mengerikan, bukan penegak rahmat bagi semesta. Lebih daripada itu, beliau pun merasa khawatir pemahaman di antara pasukan Islam mulai bergeser dari tauhid yang lurus; mereka menang karena panglima Khalid, bukan karena pertolongan Allah SWT.
Oleh karena itulah, Khalifah Umar ra. segera menggantikan kedudukan Panglima Khalid dengan mengangkat Abu Ubaidah bin Jarrah sebagai panglima perang baru bagi pasukan Islam di Syam.
Keputusan Khalifah Umar ra. pun sungguh tepat. Melalui kepemimpinan panglima baru, Abu Ubaidah bin Jarrah r.a., pasukan Muslim begitu disiplin dengan kesabaran penuh mengepung rapat Baitul Maqdis sejak akhir tahun 637 hingga April 638 M. Mereka tidak langsung menggempur Baitul Maqdis, Yerusalem dengan serangan kilat dan skala massif. Namun, mereka menunggu gerbang Kota Yerusalem dibuka sendiri oleh pemimpin Aelia Capitolina, Patriakh Monofisit Shopronius.
Akhirnya, berkah kesabaran melalui proses yang terus diperjuangkan, visi nubuwwah pembebasan Baitul Maqdis dan pemusakaan kemuliaan Masjid al-Aqsha pun terwujud nyata pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin al-Khaththab dan komando jihad Panglima Abu Ubaidah bin Jarrah. Bahkan peralihan kuasa di Yerusalem pada akhir April 638 M itu diserahterimakan secara langsung dari Patriakh Monofisit Sophronius kepada Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. yang datang langsung dari Kota Madinah ke Yerusalem, Palestina.
Sebelumnya, Sophronius, pemuka Nasrani Bani Israil di Aelia Capitolina itu, hanya akan menyerahkan kota kepada Amirul Mukminin Khalifah Umar bin al-Khaththab ra., bukan kepada panglima perangnya. Monofisit Sophronius beralasan bahwa Aelia Capitolina (Baitul Maqdis) hanya boleh dipusakai kemuliaannya oleh para anbiyaa’ atau pewaris yang menggantikan mereka. Nabi terakhir, Muhammad saw. telah wafat. Pewaris kepemimpinannya, sebagai penggantinya memimpin kaum Muslim saat itu, adalah Khalifah Umar bin al-Khaththab ra.
Dalam pertemuan di Yerusalem itu, tercapai p**a kesepakatan di antara kedua belah pihak bahwa: Baitul Maqdis dengan kemuliaan Masjid al-Aqsha beserta keseluruhan wilayah Palestina, sepenuhnya ada dalam perlindungan dan tanggung jawab Kekhalifahan Islam; kaum Nasrani dipersilakan untuk tetap menjalankan ritual keagaman mereka di Holy of Sepulchure ataupun gereja-gereja lainnya di seluruh wilayah Palestina; keberadaan kaum Yahudi, sebagaimana permohonan Sophronius kepada Khalifah Umar bin al-Khaththab r.a., tidak diperkenankan untuk bermukim barang satu malam pun di Baitul Maqdis karena mereka dinilai sering membuat kerusakan di dalamnya.
Khalifah Umar pun menetapkan kebijakan bahwa kaum Yahudi boleh berziarah dan beribadah di Baitul Maqdis. Namun, mereka tidak akan pernah diizinkan bermalam di kota suci tersebut, apalagi berani bermukim di Baitul Maqdis. Kesepakatan ini ditanda tangani oleh kedua belah pihak dan dinamakan sebagai ‘Ahda Umariyah.
Setelah ‘Ahda Umariyah disepakati dan ditandatangani, Khalifah Umar menunaikan shalat di satu tanah lapang dekat dengan Gereja Makam Suci (The Holy Sepulchure). Kelak di tempat itu dibangun Masjid Jami’ al-Aqsha atau kini disebut sebagai Masjid Qibli. Masjid ini paling dekat dengan arah kiblat shalat kaum Muslim.
Berikutnya, Khalifah Umar dan Panglima Abu Ubaidah beserta pasukan kaum Muslim membersihkan area tengah komplek. Komplek ini diyakini sebagai tempat berpijak Baginda Nabi saw. sebelum mengangkasa dalam peristiwa Mi’raj ke Sidratul Muntaha sekira bulan Rajab tahun ke-10 kenabian atau 620 M.
Sumber: al waie
(Foto Aksi Solidaritas Bela Palestina kota Bima Ahad 01/12/24)