12/03/2018
The Melody of Branding: 8 Tren Marketing di Indonesia
Ajang WOW Brand Festive Day 2018 yang diselenggarakan MarkPlus, Inc., kali ini memang istimewa. Bukan hanya karena memaparkan materi yang berbobot, tapi juga kemasannya sangat berbeda dari sebelum-sebelumnya. Bisa jadi, bahkan kemasan tersebut merupakan yang pertama di negara ini. Dikemas bak panggung musikal dengan penampilan dari para pakar marketing yang mempresentasikan materi dengan melibatkan instrument musik.
Setidaknya, ada dua pakar yang menggunakan musik sebagai media presentasi, yakni Salvador Lopez, profesor marketing dari ESADE Business School, Barcelona, Spanyol dan Jacky Mussry, Deputy CEO MarkPlus, Inc. Namun, ada sedikit perbedaan di antara keduanya. Bila Lopez tampil secara solo dengan gitar, maka Jacky hadir lengkap bersama grup band-nya.
Kali ini, yang akan kita kupas adalah pemaparan Jacky Mussry. Judul pemaparannya adalah The Melody of Branding. Menurutnya, di era Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity (VUCA) brand equity susah dikontrol. Untuk itu, merek harus memiliki senjata untuk tetap bertahan.
“Apa itu senjatanya? Jawabannya adalah Discovery, Adventure, Momentum, dan Outlook (DAMO). Ditambah dengan mengetahui tren marketing yang terjadi di tahun 2018 ini,” katanya di acara WOW Brand Festive Day.
Ia melanjutkan, ada 8 tren marketing di Indonesia dan dampaknya pada merek. Pertama, adalah Digital technology and ioT on marketing practices. Sudah tidak disangsikan lagi digital teknologi dan ioT akan semakin diterapkan di dunia pemasaran. Lihat saja, komputasi awan sudah jamak digunakan. Termasuk p**a Artificial Intellegence yang sudah dipakai di mana-mana.
Dan, semua teknologi tersebut akan terhubung dengan komunitas online. Namun, komunitas offline tetap penting. Keduanya saling melengkapi karena sekarang ini customer journey melewati online dan offline. Sehingga, brand harus mampu beradaptasi dengan dua lingkungan tersebut, offline dan online dan selaras dengan customer journey,” tambahnya.
Tren kedua, adalah customer experience (CX) is here to stay. Sekedar produk saja tidak cukup, tapi Now Experience adalah bagian dari produk. Ketika konsumen melakukan pencarian, pembelian, hingga membagikan pengalamannya dengan suatu produk adalah bagian dari produk itu sendiri. Sebagai jawaban adalah menggelar omnichannel agar tercipta CX.
Generasi sekarang boleh disebut sebagai Generation CX yang menuntut right here, right now, dan personalized. Sehinnga, omnichannel itu bisa diartikan sebagai kemudahan diakses kapan saja dan dari mana saja. “Untuk itu brand butuh CX manajemen berbasis digital dan dibangun berdasarkan pemetaan pada customer journey,” jelasnya.
Kemudian, tren ketiga, adalah cashless society keeps on growing. Era cashless ini telah membuat banyak perubahan dalam dunia pemasaran. Sebabnya, ketika brand hidup dengan mengandalkan produk yang lebih baik dari yang lain saja menjadi tidak cukup. Butuh bisnis model baru yang selaras dengan perubahan akibat pesat teknologi.
Bisnis model yang baru ini akan membuat konsumen Anda jatuh cinta untuk kedua kalinya pada merek Anda. Dan, dalam bisnis model baru ini, teknologi menjadi tulang punggungnya. Para startup technology menjadi pemain yang langsung dengan cepat menerapkan metode cashless dalam bisnisnya. Didorong p**a oleh munculnya financial technology (finctech) startup yang menggoyang kehidupan para pemain finansial konvensional.
Berikutnya, keempat, adalah social media influencer younger generation fiercely. Generasi muda dengan media sosial bisa disebut dengan ‘tak terkontrol’ dan ‘tak terhentikan’. Seperti kita ketahui, media sosial telah menjadi salah satu platform marketing. Sehingga, kompetisi pun menjadi tiada batas, di seluruh jagat media sosial.
Bagaimana menghadapinya? Brand harus bisa beradaptasi dengan dunia media sosial yang melahirkan selebgram, key opinion leader (KOL) hingga influencer. Brand perlu menggandeng mereka untuk memenangkan hati para generasi muda karena mereka juga bagian dari generasi tersebut.
Kelima, adalah Increasing number of young entrepreneurs. Mengapa ini berpengaruh dalam pemasaran? Sebab jumlah para entrepreneur muda ini semakin membesar dan bisa menjadi potensi pasar bila bisa menggaetnya. Para entrepreneur muda ini lahir atau terbentuk dalam inkubasi-inkubasi bisnis yang juga kian menjamur di berbagai wilayah.
Hanya saja perlu dicatat, para entrepreneur muda ini memiliki idealisme. Mereka tidak sekadar berbisnis, tapi juga berupaya sebisa mungkin bisnisnya memiliki dampak sosial. Untuk bisa menggandeng mereka, brand harus semakin transparan dan otentik. Selain itu, para entrepreneur muda ini memiliki semangat nasionalisme yang tinggi. Mereka bekerja dalam senyap untuk memajukan negara.
Tren selanjutnya, keenam adalah halal market is getting bigger. Indonesia adalah negara dengan penduduk beragama Islam terbesar dan jumlahnya terus berkembang. Kelas menengah dari masyarakat Islam pun terus meningkat. Artinya, daya beli umat Islam pun semakin besar. Hal ini membuat pasar halal bisa sangat berkembang.
Lihat saja, belakangan ini sudah muncul produk-produk dan merek yang menyasar langsung umat Islam. Mulai dari makanan, pakaian, hingga perjalanan wisata. Bahkan, kosmetik halal pun sudah ada di negara ini. Dan, di negara-negara lain yang masyarakatnya mayoritas non-Islam sudah banyak yang menggarap pasar halal ini. Contohnya, Jepang, Singapura, dan lainnya.
Kemudian, ketujuh, adalah tourism and culinary sectoes will continue to progess. Saat ini, destinasi yang diminati bukan saja sebatas indah atau unik, tapi memberikan pengalaman baru. Indonesia mencanangkan kehadiran wisatawan mancanegara hingga 20 juta orang di tahun 2020. Ini bisa menjadi peluang dan tantangan bagi para merek di sini untuk terlibat dalam pengembangan pariwisata.
Terakhir, tak bisa dilewatkan adalah years of political marketing with higher kevel of sophistication. Tahun ini dan tahun depan adalah tahun politik. Belajar dari pengalaman tahun pilkada DKI ketika masyarakat terbelah dalam dua kubu besar. Tentunya, itu adalah hal yang tidak kita inginkan.
source: marketeers