16/12/2024
Sejarah Suku Ogan
Suku Ogan (bahasa Ogan: Hang Ugan, Jeme Ugan; Surat Ulu (aksara Ogan): ꤺꤸ ꥆꥈ ꤱꥐ) adalah salah satu kelompok etnis yang mayoritas bermukim di Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Lampung. Masyarakat suku Ogan tersebar di Kabupaten Ogan Komering Ulu (Baturaja, Ulu Ogan, Semidang Aji, Lubuk Batang, Peninjauan, Pengandonan), Kabupaten Ogan Komering Ilir (Muara Baru, Anyar dan Banding Anyar), Kabupaten Ogan Ilir (Kecamatan Muara Kuang) di sepanjang aliran Sungai Ogan (Ayakh Ugan) dan juga terdapat kantong populasi kecil di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (Tugu Harum Belitang, Mendah dan Martapura). Selain di Sumatera Selatan, Suku Ogan dapat dijumpai dalam jumlah yang sangat besar di Lampung meliputi Kabupaten Way Kanan (Way Tuba, Banjit dan Kasui), Lampung Utara (Kotabumi, Bukit Kemuning dan Ogan Lima), Pesawaran (Tegineneng), Lampung Barat (Sukau), Lampung Selatan, Kota Metro dan Lampung Timur. Jumlah populasi suku Ogan pada sensus terakhir (tahun 2010) diperkirakan sebanyak 720.000 orang.
Asal-usul
Berdasarkan buku De Palembangsche Marga oleh Van Royen (1927), Eenige Bijzonderheden Omtrent Palembang oleh C.F.G. Praetorius (1843), Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië vol. 20 oleh Achtste Jaargang (1846) serta Bermukim di Tepian Sungai Ogan : Etnografi Masyarakat dan Budaya Ogan di Pengandonan oleh Zainal Arifin dkk. (2019). Gelombang masyarakat suku Ogan pertama dan tertua berasal dari wilayah Gunung Seminung-Pesagi pada abad ke-14 dengan pemukiman pertama berada di Ulu Tenggayak yang kini berada di wilayah administrasi Desa Mendingin, Kecamatan Ulu Ogan, Kabupaten Ogan Komering Ulu. Dari wilayah ini masyarakat Ogan pertama melakukan pembukaan rimba untuk pemukiman (nyusuk). Dari keturunan ini melahirkan orang-orang Ogan klasik/pertama yang meliputi kemargaan Temenggungan (Ulu Ogan), Samikerian (Pengandonan), dan Aji (Semidang Aji). Dari keturunan inilah juga mereka mempelopori keadatan Ogan dan masih memelihara kesenian asal mereka yaitu kesenian Nyambai, Ngigal, dan Kulintangan. Di masa ini terjadi perubahan kultural yang sangat signifikan terutama dalam bahasa dan budaya generik, yaitu masyarakat Ogan menganut bahasa Melayu Tengah sehubungan dengan permasalahan wilayah mereka dengan orang-orang Besemah.
Gelombang selanjutnya datang dari rombongan orang-orang Bangkahulu/Sungai Serut/Bengkulu yang melalui wilayah Ulu Tenggayak dan berakhir bermukim di wilayah Ogan Tengah yang menjadi marga Semidang Alun II Suku III, kini menjadi wilayah Semidang Aji. Berdasarkan silsilah dan hikayat marga ini, mereka adalah keturunan dari Raden Cili Mangkusa atau R. Kasegeni, anak penguasa Bangkahulu yaitu Ratu Agung. Marga ini tersebar dari desa Ulak Pandan sampai ke Pandan Dulang.
Setelah itu, orang-orang Ogan pertama ini melakukan penyebaran hingga ke wilayah Muara Kuang (Ulakan) seiring dengan padatnya wilayah Ogan Ulu. Dalam perjalanan waktu, wilayah Ogan Ulakan mengalami kedatangan baru baik dari wilayah Rambang, Palembang, dan Jawa. Contohnya, Desa Lubuk Rukam yang leluhurnya berasal dari Demak (Jawa), Desa Saung Naga Peninjauan dari Rambang Niru, Kelampadu dan Lubuk Batang dari Palembang. Beberapa desa di Ogan ada yang datang dari wilayah Besemah seperti desa Panggal-panggal namun kedatangan mereka jauh lebih belakangan dan tidak sebanyak pemukim awal. Seiring waktu, mereka berasimilasi dengan pemukim awal dan mengadopsi adat, kesenian, dan budaya Ogan
Merunut kepada temuan arkeologis di Gua Harimau, salah satu peninggalan zaman purba di wilayah Sumatera Selatan, menunjukkan bahwa peradaban disekitar Sungai Ogan sudah berumur puluhan ribu tahun, bahkan diperkirakan telah ada sejak masa zaman es. Penghuni gua-gua purba ini, awalnya merupakan komunitas Ras Australomelanesoid. Berdasarkan Buku Gua Harimau dan Perjalanan Panjang Peradaban OKU (2015), hubungan masyarakat di Gua Harimau dan pemukim-pemukim Ogan modern seperti Marga Aji masih belum ditemukan kaitan keturunan yang pasti mengingat rentang waktu di antaranya kedua peradaban sangatlah jauh