Mbah Lul

20/08/2024

Mari kita tipu rakyat miskin dan bod** itu!

01/07/2024

Semoga cucu Mbah L*l di seluruh dunia sehat dan bahahahahahahagia.

21/06/2024

Setelah lama istirahat, malam ini saya akan menghitung jumlah cucuku. Semoga saja enggak salah.

25/05/2024

Istirahat dulu. Biar apalah apalah.

18/05/2024

09/02/2024

Ayo keeeekkkkkkk!

30/01/2024

Kalo tiap hari para bocil main seperti ini, para petani bisa gagal panen.

30/01/2024

Kalau antriannya sebanyak ini, kapan dapatnya?

28/01/2024

Saatnya bagi-bagi susu dan hasil kebun. Biar semua orang bisa mimik cucu. Juga bisa bakar jagung dan singkong.

27/01/2024

+ Ayo kita p**ang!
- Nanti dulu pak. Saya mau beli telul cicak, telul katak, dan telul sapi!

27/01/2024

Nggak ada telul cicak ya kek? Kalo telul katak ada nggak kek?

26/01/2024

Jangan lupa beli telul ya pah...

18/01/2024

Pertanyaan Cucu

10/01/2024

Suara burung terbang malam hari

30/12/2023

Cucuku, sebaiknya jangan tanya sedekah atau mani fulitik

26/12/2023

Puisi Ngapak Karya Pak Guru Uswadin

24/12/2023

Dimaki Bahlul, saya sih santai saja

22/12/2023

Prabu Blekethusunu

16/12/2023

Hidup sudah sulit. Jangan dibikin sulit.

15/12/2023

Dirkrimum Polda Lampung Kombes Reynold Hutagalung soal labeling begal

15/12/2023

Banyak orang heran soal labeling "daerah begal' untuk Lampung

14/12/2023

Ceritanya saya itu sedang memvideokan para pembicara acara sosialisasi MoU Dewan Pers dengan Polri di Hotel Radisson Bandar Lampung. Eh, pak moderator malahan motret saya.

Acara ini dihadiri para petinggi Polda dan Polres/Polresta se Lampung. Undangan yang bukan polisi cuma saya dan kawan yan berbaju hijau ini. Kami berdua diundang karena "pura-puranya" kami itu ahli pers.

13/12/2023

Cinta yang terlalu Mbak Mawar untuk Den Mas Kadrunesia

10/12/2023

Sebelum heboh kasus anak muda bernama Bima vs Gubernur Lampung soal jalan rusak, saya pernah menulis tentang jalan dan pemimpin miskin.

Dulu ketika Pak Harto masih jadi presiden, saya juga pernah menulis tentang presiden yang miskin. Tulisan tersebut dipicu oleh ajakan Pak Harto agar rakyat Indonesia tidak malu makan tiwul. Dalam berita yang ditulis banyak koran kala itu, disebutkan Pak Harto memberi contoh makan tiwul. Namun, sehari kemudian Pak Harto diberitakan kena diare.

Ini tulisan saya tentang pemimpin miskin. Sengaja tidak saya sertakan tautan agar tidak bermasalah dengan dobel konten.

--

PEMIMPIN MISKIN, PEMIMPIN KAYA

Karena memiliki pemimpin miskin, kawan saya yang lulusan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dan bercita-cita menjadi guru SD akhirnya depresi berat. Ia selalu gagal menjadi PNS karena tidak mampu menyediakan upeti. Padahal, ia sudah puluhan tahun mengabdi menjadi guru SD negeri. Ya, mengabdi benar-benar mengabdi: mengajar dan mendidik murid-murid dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan ilmu kependidikan yang pernah diperolehnya di bangku sekolah.

Karena pemimpinnya miskin, warga beberapa kampung di Lampung harus berjibaku melintasi jalan rusak selama bertahun-tahun. Desa tak pernah mendapat sentuhan pembangunan meskipun dana desa dari pusat menggelontor begitu deras. Pemimpin miskin p**a yang menjadi musabab orang miskin tidak menerima bantuan dana Program Keluarga Harapan (PKH).

Karena punya pemimpin miskin, ribuan guru di sebuah pojok wilayah di Indonesia merasa diteror istri, adik ipar, dan keluarga kepala daerah. Para guru stres karena harus mengikuti kemauan keluarga kepala daerah baik terkait uang setoran maupun permintaan bantuan yang bukan menjadi tugasnya.

Karena pemimpin miskin, tablig akbar yang dihadiri ribuan orang dan mendatangkan dai bertarif puluhan hingga ratusan juta digelar hampir tiap bulan di sebuah pojok Indonesia. Sang pemimpin menebar senyum manis di atas panggung. Wajahnya seolah tanpa dosa. Namun, tak lama kemudian baru ketahuan ia terlibat korupsi: menerima banyak uang setoran proyek, rajin berbagi uang pengamanan dalam jumlah besar, dan membayar sangat murah orang-orang yang membantunya.

Karena pemimpin miskin, banjir selalu datang setiap musim hujan. Pemimpin miskin itu akan datang, mungkin berkeliling tiap hari di kampung-kampung yang kebanjiran. Sesekali ia tersenyum kecut atau pura-pura senyum manis untuk mengobati kesedihan warga. Dikiranya kesusahan warga bisa diobat dengan senyum.

Karena pemimpin miskin, rakyat merana melata dan termehek-mehek ditindas pungutan paksaan berkedok baik budi bin amal jariyah (baca: BPJS). Rakyat makin termehek-mehek karena dilibas kebijakan kenaikan harga aneka kebutuhan pokok. Rakyat makin miskin dan makin ombyokan jumlahnya, tapi disodori data kemiskinan berkurang banyak. Data disodorkan untuk membuat pemimpin bahagia karena dikira berhasil. Padahal tidak.

Setiap musim pilpres, pemilu, dan pilkada tiba sejatinya yang dibutuhkan rakyat bukanlah pemimpin miskin. Rakyat butuh pemimpin kaya. Ialah pemimpin yang satu ucapan dengan tindakan. Pemimpin yang bisa mendengar detak nadi rakyat seperti mendengar detak nadi dan kata hatinya sendiri…