“Kucing itu tidaklah najis. Sesungguhnya kucing merupakan hewan yang sering kita jumpai dan berada di sekeliling kita.” (HR. Bukhari)
Muharram adalah awal bulan dalam perhitungan kalender hijriah. Penentuan awal bulan ini dicetuskan oleh sahabat Umar bin Khattab ra. Selain menjadi bulan awal dalam kalender hijriah, di bulan Muharram banyak peristiwa sejarah yang dapat diambil ibrahnya. Karena bulan Muharram menjadi bulan pengampunan, keistimewaan dan mukjizat bagi hamba-hamba Allah yang bertaubat kepada-Nya.
Peristiwa pada bulan Muharram, tersimpan rapi pada kitab klasik umat Islam, Kitab I’anah at-Thalibin, II/267, yang didalamnya merangkum beberapa peristiwa bersejarah, diantaranya adalah:
Diterimanya taubat Nabi Adam as setelah diturunkan dari surga.
Diangkatnya Nabi Idris as ke tempat yang tinggi.
Diturunkannya Nabi Nuh as dari kapal, setelah baniir bandang.
Diselamatkannya Nabi Ibrahim as dari bakaran apinya raja Namrud.
Diturunkannya kitab Taurat pada Nabi Musa as.
Dikeluarkannya Nabi Yusuf as dari penjara.
Disembuhkannya kebutaan Nabi Ya’qub as dari wasilah pakaiannya Nabi Yusuf as.
Disembuhkannya Nabi Ayyub as dari sakit kulit yang berkepanjangan.
Dikeluarkannya Nabi Yunus as dari perut ikan Nun.
Disibakkannya lautan bagi Bani Israil yang melarikan diri dari kejaran raja Fir’aun Mesir yang kejam.
Diampuninya Nabi Dawud as dari kesalahannya.
Diberinya Nabi Sulaiman as kekuasaan berupa kerajaan.
Diangkatnya Nabi Isa as ke langit setelah dikepung bangsa Romawi.
Diampuninya kesalahan yang telah lewat dan yang akan datang dari Nabi Muhammad saw.
Dari kisah-kisah di atas, mengajarkan bahwa bulan Muharram menjadikan bulan yang mulia dan istimewa. Saking mulianya bahkan Allah swt menjadikan Muharram sebagai salah satu dari empat bulan haram dalam Islam. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah 12 bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36)
Sesungguhnya di dalam surga itu terdapat seratus derajat yang dipersiapkan oleh Allah bagi orangorang yang berjihad di jalan Allah, dan jarak antara tingkat yang satu dengan yang lainnya sama seperti jarak antara langit dan bumi, dan jika kalian meminta kepada Allah maka mintalah surga firdaus, sebab dia adalah surga yang paling tengah dan tingkat surga yang paling tinggi. Aku melihatnya beliau bersabda: dan di atasnya adalah Arsyi Allah yang Maha Pengasih dan darinya terpancar sungai-sungai surga”
Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai manusia dengan akhlak paling mulia. Beliau memainkan banyak peran dalam perkembangan Islam waktu itu. Selain punya misi berdakwah dan memimpin umat Muslim, beliau juga berperan sebagai panglima perang yang gagah dan berani.
Dalam sejarah Islam, ada beberapa pasukan dan panglima Muslim yang tersohor hebat dalam peperangan, salah satunya Khalid bin Walid, Ali bin Abi Thalib, Umar bin Khatab, Hamzah bin Abdul-Muthalib, dan masih banyak lagi. Tapi jika dibandingkan dengan Rasulullah, kemampuan mereka dalam bertarung dan menyusun strategi di medan perang masih kalah jauh.
Mungkin banyak yang bertanya seberapa hebat Nabi Muhammad dalam bertarung di medan peperangan? Bisa dibilang kalau Rasulullah adalah panglima terkuat sepanjang sejarah umat Muslim. Dalam mengatur strategi perang dan duel, tidak ada yang bisa menandingi beliau.
Dikisahkan suatu ketika pasukan Muslim sedang menjalani latihan di bawah pengawasan Rasulullah. Saat itu Ali bin Abi Thalib sedang melakukan latihan duel satu lawan satu dengan pasukan Muslim lainnya.
Kehebatan Ali tak terkalahkan, tidak ada pasukan Muslim yang mampu mengalahkannya dalam duel. Bahkan sampai 10 pasukan Muslim semuanya kalah saat menjalani latihan duel satu lawan satu dengan Ali.
Hal itu membuat Ali sedikit tinggi hati dan sampai berkata apakah ada yang lain yang bisa mengalahkanku? Perkataanya tentu terdengar oleh Rasulullah.
Kemudian Nabi Muhammad berkata: “Ali nanti sore pergilah ke belakang bukit itu, nanti di sana ada orang yang akan menantang kamu berduel.”
Ali pun menjawab siap dengan perasaan percaya diri bisa mengalahkan orang tersebut. Ketika sore hari tiba, Ali langsung pergi ke belakang bukit itu. Di sana ia bertemu dengan seorang pria yang wajahnya ditutupi oleh sorban.
Pria tersebut mengatakan kepada Ali apakah ia sudah siap berduel? Ali pun menjawab iya. Kemudian mereka pun berduel. Di putaran pertama, hebatnya pria misterius tersebut bisa menjatuhkan Ali dalam satu kali p
Sebelum Lahir ke Dunia, Ini Janji Manusia kepada Allah
Sebagian manusia lupa akan janjinya sendiri di hadapan tuhannya.
Tahukah Anda bahwa jauh-jauh hari sebelum terlahir ke dunia manusia sudah terikat perjanjian dengan Allah? Dan tidak ada satu rasul pun kecuali mengingatkan janji itu, sebagaimana dibenarkan dalam Al-Quran, Dan mengapa kamu tidak beriman kepada Allah padahal Rasul menyerumu supaya kamu beriman kepada Tuhanmu. Dan sesungguhnya Dia (Allah) telah mengambil perjanjianmu, jika kamu adalah orang yang beriman, (QS. Al Hadid [57]:8).
Kapan perjanjian itu dilakukan? Setelah kakek moyang manusia Nabi Adam ‘alaihissalam diciptakan. Demikian yang tersurat dalam hadis riwayat Abu Hurairah.
لَمَّا خَلَقَ اللَّهُ آدَمَ مَسَحَ ظَهْرَهُ، فَسَقَطَ مِنْ ظَهْرِهِ كُلُّ نَسَمَةٍ هُوَ خَالِقُهَا مِنْ ذُرِّيَّتِهِ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ، وَجَعَلَ بَيْنَ عَيْنَيْ كُلِّ إِنْسَانٍ مِنْهُمْ وَبِيصًا مِنْ نُورٍ، ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى آدَمَ فَقَالَ: أَيْ رَبِّ، مَنْ هَؤُلَاءِ؟ قَالَ: هَؤُلَاءِ ذُرِّيَّتُكَ
Sewaktu menciptakan Nabi Adam, Allah mengusap punggungnya. Maka berjatuhanlah dari punggungnya setiap jiwa keturunan yang akan diciptakan Allah dari Adam hingga hari Kiamat. Kemudian, di antara kedua mata setiap manusia dari keturunannya Allah menjadikan cahaya yang bersinar. Selanjutnya, mereka disodorkan kepadanya. Adam pun bertanya, “Wahai Tuhan, siapakah mereka?” Allah menjawab, “Mereka adalah keturunanmu,” (HR. Al-Tirmidzi).
Pada saat seluruh calon keturunan Adam ‘alaihissalam dikeluarkan dari punggungnya Allah mengambil janji dan sumpah setia mereka:
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُم
Tangis dan Air Mata itu Benar-Benar Mengubah Jalannya Takdir
Ini adalah kisah nyata yang tercecer dari pelaksanaan haji tahun lalu.
Seorang perempuan tua dari Aljazair menangis di ruang tunggu bandara.
Nenek itu benar-benar ketinggalan pesawat yang akan membawanya menunaikan ibadah haji.
Ia terus menangis karena keinginannya untuk melaksanakan ibadah haji, kerinduannya pada Allah SWT dan keinginan untuk menjawab seruan Allah-Nya waktu itu ternyata batal karena ketinggalan pesawat. Nenek itu terus menerus menangis.
Ia tidak mau meninggalkan ruang tunggu di bandara itu sambil terus memegang ticket pesawat yang bernomor kursi pesawat itu...
Sementara itu di udara,
Pilot pesawat yang mengangkut jamaah haji dari Aljazair menuju Saudi Arabia itu, di udara saat terbang itu mendengar suara gemeretak pada mesin pesawatnya yang dianggapnya mengalami kerusakan di mesin.
Hal itu memaksanya untuk memutar pesawat itu kembali ke Aljazair, kembali mendarat di airport yang beberapa menit lalu ditinggalkannya.
Di bandara, seluruh penumpang diturunkan, dan diminta untuk menunggu lagi di Ruang Tunggu. Tapi petugas bandara tidak menemukan ruangan tunggu yang kosong, kecuali ruangan tempat di mana perempuan tua itu sedang menangis.
Bisa dibayangkan bagaimana takjubnya perempuan tua itu, karena melihat teman-temannya sesama jamaah haji datang kembali. Ia merasa seperti bermimpi.
Dari mulutnya tidak henti-hentinya ia mengucapkan kata syukur.
Ajaibnya lagi, setelah diperiksa dengan seksama, ternyata keadaan pesawat itu baik -baik saja dan tidak ada kerusakan sama sekali.
Pemeriksaan mesin pesawat tidak memakan waktu lama, Pesawat bisa kembali segera terbang. Sang nenek pun kini bisa ikut, melaksanakan ibadah hajinya.
Subhanallah. Ini ekspresi dosis tinggi dari the power of Imtaq-In ahsantum ahsantum li anfusikum.
Pesawat dengan 200 penumpang itu ternyata harus kembali ke bandara hanya untuk menjemput seorang perempuan tua yang rindu ingin menjawab seruan Tuhan-Nya.
Air mata a
Pada suatu hari Rasulullah Saw tawaf mengelilingi ka'bah, lalu dilihatnya ada seorang lelaki badui duduk berdzikir di samping pojok ka'bah dengan mngucapkan "Ya Karim .... Ya Karim". Ketika itu Rasulullah Saw memperhatikannya dan menirukan kata yang diucapkan".
Lelaki badui itu merasa terusik dan menoleh ke belakang seraya berkata "engkau akan aku laporkan kepada nabiku Muhammad Rasulullah saw". Lalu Rasulullah saw bertanya kepadanya "Apakah kamu belum pernah melihat nabimu Muhammad Rasulullah?".
"Saya telah memantapkan iman atas kenabiannya meski saya belum pernah melihatnya, dan saya pun membenarkan atas kerasulannya sekalipun saya belum pernah bertemu dengannya", jawab lelaki badui untuk meyakinkan.
Beruntunglah orang-orang yang bertemu dengan Rasulullah Saw lalu mengimani kerasulannya dan lebih beruntunglah orang-orang yang tidak pernah bertemu Rasulullah Saw tapi mengimani kenabian dan kerasulannya.
Hadits nabi:
عن ابي امامة ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: طوبى لمن راني وامن بي وطوبى سبع مرات لمن لم يرني وامن بي (رواه احمد)
Artinya:
Dari Abu Umamah berkata, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Beruntunglah bagi orang yang melihatku dan beriman kepadaku. Dan beruntunglah ~ Rasulullah mengucapkannya sebanyak tujuh kali ~ bagi orang yang belum melihatku dan beriman kepadaku. (HR Ahmad)
Suatu hari ketika Ali bin Abi Thalib sedang berada dalam pertempuran, pedang musuhnya patah dan orangnya terjatuh. Ali berdiri di atas musuhnya itu, meletakkan pedangnya ke arah dada orang itu.
Ali bin Abi Thalib berkata, "Jika pedangmu berada di tanganmu, maka aku akan lanjutkan pertempuran ini, tetapi karena pedangmu patah, maka aku tidak boleh menyerangmu."
"Kalau aku punya pedang saat ini, aku akan memutuskan tangan-tanganmu dan kaki-kakimu," teriak orang itu kepada Ali bin Abi Thalib.
"Baiklah kalau begitu," jawab Ali, dan dia menyerahkan pedangnya ke tangan orang itu. Lantas, orang yang menjadi musuh Ali itu kebingungan.
Ali memandang tepat di matanya dan berkata, "Kamu bersumpah kalau memiliki sebuah pedang di tanganmu, maka kamu akan membunuhku. Sekarang kamu telah memiliki pedangku, karena itu majulah dan seranglah aku".
Tetapi orang itu tidak mampu. "Itulah kebodohanmu dan kesombongan berkata-kata," jelas Sayyidina Ali.
"Di dalam agama Allah tidak ada perkelahian atau permusuhan antara kamu dan aku. Kita bersaudara. Perang yang sebenarnya adalah antara kebenaran dan kekurangan kebijakanmu. Yaitu antara kebenaran dan dusta. Engkau dan aku sedang menyaksikan pertempuran itu. Engkau adalah saudaraku. Jika aku menyakitimu dalam keadaan seperti ini, maka aku harus mempertanggungjawabkannya pada hari kiamat. Allah akan mempertanyakan hal ini kepadaku."
"Inikah cara Islam?" Orang itu bertanya. "Ya, ini adalah firman Allah, yang Mahakuasa, dan Sang Unik," jawab Sayyidina Ali.
Dengan segera, orang itu bersujud di kaki Sayyidina Ali dan memohon untuk diajarkan syahadat. Sayyidina Ali pun mengajarkannya, "Tiada tuhan melainkan Allah. Tiada yang ada selain Engkau, ya Allah."
Baca Juga: TNI AL Gagalkan Penyelundupan Narkoba 36 Kg Jenis Sabu di Perairan Lhokseumawe, Nilainya Ditaksir Capai Rp36 M
Dalam buku "Tasawuf Mendamaikan Dunia" karya Bawa Muhayyaddin disebutkan bahwa hal yang sama terjadi pada pertempuran berikutnya.
Saat Ali bin Abi Thalib berhasil me
Buraq merupakan hewan istimewa yang berasal dari surga, dengan badan warnanya putih, serta lebih tinggi dari keledai dan lebih kecil dari baghal, serta langkahnya sejauh mata memandang serta memiliki dua telinga yang panjang.
Ada beberapa sumber mengatakan bahwa hewan buraq tersebut seperti kuda kilat berwarna putih. Buraq dianggap sebagai kendaraan para Anbiya sebelum Nabi Muhammad.
Ada satu kisah Buraq yang sedang menangis karena merindukan dan ingin sekali bertemu Nabi Muhammad.
Kisah Buraq kemudian telah diceritakan pada Kitab Tanbihul Ghafilin pada karya Imam Abu Laits As-Samarqandi.
Dikisahkan bahwa pada malam 27 Rajab, Malaikat Jibril dan Izrail mendapat perintah dari Allah agar bertasbih dan tidak mencabut nyawa manusia pada malam itu.
Jibril kemudian menjelaskan,
"Ya Allah, apakah Hari Kiamat telah tiba?"
"Tidak, wahai Jibril. Tetapi pergilah engkau ke Surga dan ambillah Buraq dan kemudian temui Nabi Muhammad bersama Buraq itu"
Kemudian Jibril melihat ada 40.000 Buraq sedang bersenang-senang di taman Surga serta diwajah Buraq terdapat nama Muhammad.
Di antara 40.000 Buraq itu, ternyata Jibril tengah melihat seekor Buraq yang sedang menangis.
Jibril menghampiri Buraq
"Mengapa engkau menangis wahai Buraq?"
Buraq itu berkata: "Ya Jibril, sesungguhnya aku telah mendengar nama Muhammad sejak 40 tahun. Maka pemilik nama itu telah tertanam dalam hatiku dan aku menjadi rindu kepadanya sehingga tidak mau makan dan minum lagi"
"Aku akan menyampaikankepada orang yang engkau rindukan itu"
Kemudian Jibril memakaikan pelana dan kekang kepada Buraq itu dan membawanya kepada Bagina Nabi.
Buraq berkata:
"Ketika Allah menciptakan Buraq dan memberi tahu kami, bahwa salah satu dari kami akan membawa Nabi Muhammad, maka semenjak hari itu aku menangis tak pernah berhenti"
"Aku pun berdoa kepada Allah agar bisa dipilih" jelas buraq
Jibril kemudian menjawab:
"Kalau begitu kaulah, yang aku pilih untuk membawa Nabi Muhammad***
Buraq itu kemudian membawa Nabi Muham
Nabi Syam'un al-Ghazi, atau yang dikenal juga sebagai Samson dalam tradisi Alkitab, adalah tokoh yang mempesona dalam sejarah keagamaan. Kisahnya penuh dengan kekuatan, keberanian, dan pengorbanan. Meneladani kisah Nabi Syam'un al-Ghazi membawa kita pada perjalanan menggali nilai-nilai luhur yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
1. Kekuatan yang Diberikan Tuhan:
Nabi Syam'un dilahirkan dengan berkah dan janji Tuhan yang memberikan kepadanya kekuatan luar biasa. Dia mewakili kekuatan rohaniah yang datang dari kepercayaan dan ketaatan kepada Tuhan. Meneladani kisah ini mengajarkan kita untuk mengandalkan kekuatan batin dan iman saat menghadapi tantangan.
2. Keberanian dalam Melawan Kekuatan Jahat:
Kisah Nabi Syam'un mencatat aksi-aksi heroiknya melawan musuh dan penindasan. Dalam menghadapi kezaliman bangsa Filistin, dia menunjukkan keberanian yang luar biasa. Meneladani keberanian ini mengajarkan kita untuk tidak takut berdiri teguh di hadapan ketidakadilan dan kezaliman di dunia.
3. Pengorbanan untuk Kebenaran:
Nabi Syam'un mengalami pengkhianatan dan kesalahan yang merugikan dirinya sendiri. Namun, pada akhirnya, dia melakukan pengorbanan besar untuk kebenaran dan kehormatan Tuhan. Meneladani kisah ini mengajarkan arti pengorbanan pribadi demi kebenaran yang lebih besar.
4. Belajar dari Kesalahan dan Kehendak Tuhan:
Meskipun memiliki kelemahan pribadi, seperti kelemahannya terhadap pesona wanita, Nabi Syam'un belajar dari kesalahannya. Meneladani sikap belajar ini mengajarkan kita untuk merenung atas tindakan kita, mengakui kelemahan, dan terus berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
5. Taat kepada Tuhan:
Kisah Nabi Syam'un adalah cermin taatnya kepada Tuhan. Meskipun terlibat dalam kehidupan dunia yang penuh tantangan, dia tidak pernah kehilangan fokus pada ketakwaan kepada Tuhan. Meneladani kesetiaan ini mengajarkan kita pentingnya menjaga hubungan spiritual dan moral dalam kehidupan sehari-hari.
6. Kepemimpinan yang Berbasis Moral:
dialah Amr bin Al-Ash bin Rabi’ atau biasa dikenal Abul Ash bin Rabi’. Suami dari putri tertua Rasulullah, Sayyidah Zainab. Abul Ash merupakan seorang bangsawan Quraish. Ia memiliki nasab dan status sosial yang baik dan terhormat. Sebetulnya, Abu Ash masih kerabat dengan Rasulullah. Dia adalah anak dari Halah binti Khuwailid, saudara perempuan dari istri Rasulullah, Sayyidah Khadijah binti Khuwailid.
Abul Ash juga seorang dengan tampang yang rupawan dan harta yang bergelimangan. Dia ahli dalam dunia perdagangan. Ia berdagang ke luar Makkah pada musim dingin dan musim panas. Kafilahnya mencapai 200 orang dan 100 ekor unta. Semua dagangan yang dibawanya selalu habis terjual dan banyak laba yang didapatkannya.
Abul Ash dan Sayyidah Zainab menikah sebelum Rasulullah diangkat menjadi seorang nabi dan rasul. Keduanya saling mencintai. Setelah Rasulullah menerima risalah kenabian, Sayyidah Zainab menyatakan diri untuk memeluk Islam. Sementara Abul Ash tidak. Merujuk buku Bilik-bilik Cinta Muhammad: Kisah Sehari-hari Rumah Tangga Nabi (Nizar Abazah, 2018), Abul Ash masih setia dengan agama lamanya, menyembah pagan.
Meski demikian, kehidupan keduanya masih berjalan baik-baik saja karena pada saat itu belum ada larangan Muslim menikah dengan non-Muslim. Sayyidah Zainab selalu berdoa agar suaminya itu mendapatkan hidayah dari Allah untuk masuk Islam. Hidayah yang diiinginkan Sayyidah Zainab itu tak kunjung datang, butuh proses dan waktu yang panjang.
Sayyidah Zainab masih tinggal di Makkah ketika Rasulullah dan umat Islam hijrah ke Madinah. Dia masih menjaga dan merawat suaminya dengan penuh cinta. Begitu pun dengan Abul Ash. Bahkan, Abul Ash juga tidak pernah mengusik dan mengganggu keislaman istrinya. Dia baik-baik saja dengan hal itu.
Saat Perang Badar meletus, Abul Ash berada di barisan kafir Quraisy Makkah. Keadaan ini membuat Sayyidah Zainab dilema. Di satu sisi, ia mengkhawatirkan ayahandanya, Rasulullah. Di sisi lain, ia cemas apabila terjadi suatu hal yang
Contoh teladan dari para istri nabi lainnya, datang dari dua istri Nabi Ibrahim Alaihissalam. Yang pertama adalah Sarah atau Siti Sarah. Istri pertama Nabi Ibrahim ini, contoh muslimah yang selamat dari godaan nafsu Firaun. Sarah dikenal sebagai wanita terbaik pada zamannya. Selain cantik, ia juga cerdas dan memesona. Nabi Ibrahim Alaihissalam sangat mencintainya. Ia juga sangat mematuhi Sang Abul Anbiya.
Ibnu Asakir Rahimahullah meriwayatkan hadis dengan sanadnya dari Anas bin Malik Radhiyallahu'anhu yang berkata bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda : "Yusuf dan ibunya (Sarah) diberi separo keindahan (Ketampanan dan kecantikan".
Ibnu Asakir juga meriwayatkan hadis dengan sanadnya dari Rabi'ah Al-Jurasyi yang berkata,"
"Keindahan (Ketampanan dan kecantikan) dibagi menjadi dua, satu bagian untuk Sarah dan Yusuf, satu bagian lagi untuk seluruh manusia".
Riwayat lain diceritakan Ibnu Abbas Radhiyallahu'anhu yang berkata:
"Allah Azza wa Jalla membagi keindahan (Ketampanan dan kecantikan) ke dalam sepuluh bagian, tiga bagian untuk Hawwa, tiga bagian untuk Sarah, tuga bagian untuk Yusuf dan satu bagian untuk seluruh manusia".
Dari hadis tersebut tergambarkan bahwa Sarah adalah wanita tercantik di dunia dan wanita paling besar cemburunya kepada suaminya Nabi Ibrahim Alaihissalam.
Cobaan terbesar yang menimpa Sarah, taktala harus ikut dengan Nabi Ibrahim menjalankan dakwahnya. Suatu ketika, karena dakwahnya tak diterima di negeri Babilonia, Nabi Ibrahim Alaihissalam dan Sarah pindah menuju Syam. Saat itu Syam dilanda paceklik. Mereka pindah lagi menuju Mesir. Di tempat ini, kesetiaan Sarah diuji.
Pada suatu hari, seorang pejabat istana mendatangi Ibrahim dan Sarah. Melihat kecantikan parasnya, sang pejabat menyukainya. Ia segera menuju istana dan mengabarkannya pada Fir'aun . "Telah datang di negeri baginda seorang pria asing. Ia datang bersama wanita yang sangat menarik. Kecantikannya tak ada yang menandingi. Wanita seperti itu layak menjadi pendam
Perkara khusyukan dalam sholat memang bukanlah hal yang mudah. Hal ini dibuktikan dari salah satu kisah Ali bin Abi Thalib RA yang pernah gagal dalam memenuhi tantangan untuk sholat khusyuk dengan sempurna dari Rasulullah SAW.
Kisah ini diceritakan Ustaz Muksin Matheer yang kemudian diterjemahkan A.R. Shohibul Ulum dalam buku Ali bin Abi Thalib. Sholat khusyuk yang dimaksud ini adalah khusyuk yang sempurna dimulai dari niat hingga salam tanpa terganggu dengan apapun.
Cerita bermula saat Rasulullah SAW tengah duduk-duduk di teras Masjid Nabawi bersama para sahabat sembari menanti waktu sholat tiba. Di tengah hangatnya diskusi, datangnya seorang suku Badui dan hendak bertanya pada Rasulullah SAW.
Perkara yang ditanyakan oleh orang suku Badui tersebut adalah soal sholat yang tidak khusyuk karena mencampuradukkan ibadah dengan pikiran soal dunia. Kemudian dia pun bertanya pada Rasulullah SAW mengenai cara supaya sholat dengan khusyuk.
Pertanyaan orang Badui ini bisa jadi mewakili sebagian besar muslim lain yang berada jauh di 'lingkaran' Rasulullah SAW karena tinggal di pedalaman. Bukan dari kalangan sahabat Muhajirin maupun Anshar.
Belum sempat Rasulullah SAW menjawab pertanyaan tersebut, Ali bin Abi Thalib yang juga hadir di sana berkata dengan tegas, "Sholat yang seperti itu tidak akan diterima Allah, dan Allah tidak akan memandang sholat seperti itu,"
Mendengar itu, Rasulullah SAW pun kembali bertanya pada Ali. Pertanyaannya lebih kepada membuktikan perkataan yang disebutkan oleh Ali sebelumnya.
"Wahai Ali, apakah engkau mampu mengerjakan sholat 2 rakaat karena Allah semata tanpa terganggu dengan segala kesusahan, kesibukan, dan bisikan-bisikan yang melalaikan?"
"Aku mampu melakukannya, Ya Rasulullah," jawab Ali dengan yakin.
Tentunya, Rasulullah SAW sudah yakin bahwa sahabat-sahabat terdekatnya dari kaum Muhajirin ataupun Anshar bisa melakukan sholat khusyuk karena Allah SWT semata. Mengingat, sehari-harinya mereka sudah melihat dan mengikuti contoh nyata d
Kisah biji kurma Rasulullah ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, pada suatu hari Rasulullah duduk bersama dengan Sayyidana Ali memakan kurma. Kebiasaan orang zaman dahulu adalah ketika makan kurma, maka biji kurmanya akan di letakkan tidak jauh dari tempat duduknya.
Ketika itu Rasulullah dan Sayyidan Ali sedang bersantai sambil memakan kurma. Pada saat itu Rasullah hanya memakan satu biji kurma dan Sayyidina Ali memakan banyak kurma. Terlihat jelas bahwa biji kurma Rasulullah hanya ada satu sedangkan biji kurma milik Sayyidina Ali sampai tidak terhitung.
Kemudian, muncul keisengan Sayyidina Ali dengan memindahkan biji kurmanya di dekat Rasulullah. Sehingga biji kurma milik Ali tidak terlihat satupun dan seolah-olah Rasullah yang telah memakan kurma lebih banyak.
Kemudian, Sayyidina Ali bertanya kepada Rasulullah “Ya Nabi, engkau memakan kurma banyak sekali. Lihatlah biji-biji kurma itu banyak ada di samping engkau. Sedang aku belum memakannya sama sekali.”
Lantar, Rasulullah menjawab Sayyidina Ali sambil tertawa “Wahai Ali, kamulah yang telah memakan kurma lebih banyak dariku. Kamu makan kurma bersama biji-bijinya, sedangkan aku hanya memakan kurmanya saja.” Sungguh jawaban yang tidak bisa dibantah oleh Sayyidina Ali. Begitulah gaya candaan Rasullah yang dengan cerdas mampu membuat orang tidak bisa bertanya lagi.
Akhirnya Rasulullah dan Sayyidina Ali pun tertawa setelah peristiwa itu terjadi. Mereka bercanda sebagaimana manusia lain bercanda. Tentu, bercanda yang dilakukan Rasulullah ataupun sahabatnya tidak sampai menimbulkan ketawa yang terbahak-bahak, sehingga menimbulkan gangguan bagi orang lain.
Hikmah yang bisa kita ambil dari kisah ini adalah boleh bercanda asal tidak melewati batas, dan tidak dilakukan ketika datang waktu ibadah. Inilah kisah biji kurma antara Rasulullah dengan Ali bin Abi Thalib
Dalam Al Qur’an Surat Yunus ayat 62 dijelaskan bahwa para wali Allah memiliki hati yang teguh sehingga tidak memiliki rasa khawatir dan bersedih hati.
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Artinya: “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ
Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.”
Berangkat dari hal tersebut, maka Allah memberikan kebahagian baik di dunia maupun di akherat sebagaimana janji Allah Swt yang tertera dalam Surat Yunus ayat 64.
لَهُمُ الْبُشْرَىٰ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ ۚ لَا تَبْدِيلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Artinya: “Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.”