17/03/2024
Di dalam musik, aku selalu mencari DEDIKASI terhadap musiknya itu sendiri; dan DEDIKASI apakah musik itu diniatkan untuk perjuangan. Di dalam dedikasi terkandung militansi kesetiaan terhadap perjuangan untuk seni dan rakyat. Sampai sekarang, setelah tahun 1965, yang kulihat sekadar kesenangan bermain-main dengan musik berpangkat musik aktivis, yang kwalitas musiknya sangat sangat jauh lebih rendah dari musik borjuis. Memalukan.
Tahun 60-an, bersamaan dengan revolusi kebudayaan anak-anak muda di Eropa, yang kemudian menyebar ke Amerika dan dunia, band-band yang kemudian menjadi super star, kebanyakan berlatar belakang anak-anak miskin yang dedikasinya tinggi. Militansi dedikasinya sampai menemukan keunikan, ciri khas musiknya, atau juga modifikasi musik, memberikan sumbangan pada kemajuan gubahan nada. Militansi dedikasinya sederhana: belajar (di sekolah formal atau informal berdiskusi dan berlatih dengan seksama bersama kawan-kawannya. Dalam konsep kebudayaan baru Victor Jara, ada sekolah-sekolah musik dengan kurikulumnya di basis-basis perjuangan).
Perdebatan bentuk dan isi adalah salah kaprah. Yang diperdebatakan seharusnya kenapa rakyat tidak paham yang mendakik-dakik (kompleks). Itu karena kelas, kelas lah yang membuat strata perbedaan dalam apresiasi musik/seni. Jadi, kelas lah yang harus diperdebatkan dan dibebaskan. Kita harus mendorong kemajuan apresiasi rakyat terhadap musik/seni. Jangan lah kita justru mengakomodir kesadaran musik rakyat tertindas (yang dengan kwalitasnya rendah dan dekaden) dengan alasan populisme, atau membiarkan kelas menengah ngehek terus menerus disuapin dan terbuai oleh senin/musik "kwalitas tinggi" dan dekaden. Tidak, seni/musik kerakyatan yang sejati adalah seni/musik yang memberikan sumbangan pada kemajuan seni/musik (sampai ke taraf unik, berciri khas) dan membebaskan dirinya dari penindasan (kelas, si biang kerok). Bagaimana caranya? Bangun basis materialnya—SANGGAR—lalu belajar seni/musik dengan militan bersama rakyat—menemukan apa yang bisa disumbangkan pada kemajuan seni/musik—lalu mencari siasat agar bisa menyebar seluas-luasnya, agar bisa bicara dan saling-menyadarkan rakyat, seluas-luasnya, sebagai strategi atas.
Coba sayangi sumbangan musik terhadap penyadaran anti-feodalisme, anti-fasisme, anti-kolonialisme/imperialisme, dan membangun kepribadian mandiri. Di Indonesia perjuangan pembebasannya menurun kadarnya, dan s**a dijadikan alasan penyederhanaan nada—padahal para penciptanya di sono setengah mampus menemukannya. Artinya: setengah mampus itu sama dengan DEDIKASI. Atau kita cuma tinggal melahapnya saja, tanpa modifikasi atau menemukan yang baru sebagai sumbangan kita pada kemajuan dunia musik?
DEDIKASI: membangun sanggar, atau apa lah namanya (beserta isinya: hasil dilektika penghimpunan massa dengan melengkapi peralatannya); belajar musik dan ekonomi-politik secara ilmiah; menemukan keunikan musiknya; mencari siasat untuk menyebarluaskan seluas-luasnya musik uniknya (tentu saja dengan isian pembebasanya) sebagai strategi atas (yang akan memudahkan strategi bawah—penghimpunan dan mobilisasi perlawanan massa).
_Daniel Indrakusuma