18/12/2023
Bagian 1
Daffa dengan kesal, menghentak gelas kosong ke atas meja. "Jihan, kenapa kau selalu mendesak aku untuk nikah lagi?" tanya lelaki berkumis tipis itu dengan emosi. “Jujur aku muak!”
Jihan, istrinya yang duduk di sampingnya itu tertawa miris mendengarnya. "Kalo saja aku sehat walafiat, aku gak akan mendesak kamu untuk segera menikah lagi, Daff. Kalau saja aku tidak mengidap penyakit ini, aku tidak akan terus menyuruh kamu menikah lagi! Tapi, aku ini wanita yang mengidap kanker pankreas. Yang mempersingkat hidupku Daff,"
Daffa hanya bisa mengembuskan napasnya dengan berat mendengarkan perkataan istrinya. “Daff, alasan aku mendesak kamu segera nikah lagi itu yah karena Zahra,” tambah Jihan lagi dengan suara bergetar menahan tangisnya.
“Aku akan mengurus Zahra!” Jihan berdecih mendengar ucapan Daffa. Membuat Daffa sedikit tersinggung. "Kenapa begitu respon kau? Kau tidak percaya? Kalau aku bisa mengurusin Zahra?"
Jihan langsung menggelengkan kepalanya. “Kamu ingat saat aku masuk rumah sakit? Rumah berantakan, Zahra gak keurusan, sampai pintu rumah aja tak terkunci,” Daffa mengusap wajahnya dengan telapak tangannya. "Daffa, kamu tidak bisa melakoni dua peran sekaligus. Kamu tidak bisa jadi Ayah sekaligus Ibu. Kamu harus punya istri lagi," Jihan terdiam sesaat. “Segeralah menikah lagi, sebelum penyakit ini merebut nyawaku!” Jihan berhenti sejenak, mengambil napas. “Kasihanilah Zahra, Daf. Jika kamu sudah menikah, dan aku meninggal, Zahra tidak akan merasakan kehilangan sosok Ibu di dalam hidupnya. Karena dia masih punya Ibu lagi.”
Daffa terdiam. Tak merespon ucapan istrinya. Lelaki itu sedang mencerna setiap perkataan Jihan. Dan Jihan hanya bisa menatap suaminya dengan hati merapalkan do'a agar suaminya itu mau menikah lagi.
“Baiklah, aku akan menikah lagi. Tapi dengan wanita yang aku cintai!”
Kedua mata Jihan terbelalak. "Wanita yang kamu temui di halte bis itu?"
Daffa tanpa ragu-ragu menganggukkan kepalanya. Membuat Jihan meremas taplak mejanya.