25/05/2013
(KRIMINALISASI LHI OLEH KPK)
Wawancara Eksklusif Pakar Hukum Prof.Romli tentang Kriminalisasi LHI oleh KPK
Islamedia - Adanya kejanggalan proses penahanan Ustadz Lutfi Hasan Ishak (LHI) yang dilakukan KPK yang terlalu terburu-buru dan sangat terlihat memaksakan membuat berbagai kalangan meragukan Profesionalisme KPK, bahkan ada yang mengungkapkan KPK sengaja melakukan krimininalisasi ke LHI dengan tuduhan yang mengada-ada dan tidak jelas.
Salah seorang Pakar Hukum Profesor Romli Atmasasmita bahkan mengatakan bahwa KPK terlalu dini/terburu buru dan ceroboh dengan melakukan penahanan LHI.
Stasiun televisi Beritasatu berhasil mewancarai Profesor Romli yang dilaksanakan pada hari Jum'at (24/5/2013).
Berikut isi wawancaranya :
Beritasatu : Prof, Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dahsyatnya seperti apa sih sebenarnya?
Prof Romli : Jadi begini, salah satu strategi membangun pemerintahan yang bersih , yang baik , bisa juga yang fair dan kompetitif kita memerlukan sesuatu ketentuan-ketentuan yang tidak ada di UU Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR). UU TIPIKOR hanya pada orang dan bagaimana mengembalikan kerugian Negara, tapi persoalan hasil dari tindak pidana korupsi tidak diatur disana. Jadi ini ada lobang, kita masukkanlah Undang Undang Pencucian Uang yang sudah 2 kali perubahan dan ini yang ke-3, maksudnya untuk mempertajam kukunya supaya lebih keras.
Siapapun penyidik baik pidana korupsi maupun yang lainya (terutama KPK), penyidik tidak bisa langsung menyidik cuci uang walaupun ada indikasi. Bahkan dalam UU pencucian uang yang sebelumnya tahun 2002, penyidik asal tidak dapat menyidik cuci uang, kecuali polisi. Setelah ada perubahan tahun 2003 juga demikian, belum ada pembuktian terbalik. Kemudian disempurnakan tahun 2010 bahwa penyidik asal boleh melakukan penyidikan cuci uang sekaligus dan pembuktian terbalik.
Beritasatu : Jadi persoalanya adalah pembuktian ya Prof, kalau yang menjerat Ahmad Fathanah bagaimana? Pasal yang menjerat Ahmad Fathanah adalah : PASAL 3 ATAU PASAL 4 ATAU PASAL 5 UU PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TPPU JO. PASAL 55 AYAT 1 KE-1 KUHP. Pasti anda lebih hafal yah Prof? hahaha. Bagaimana komentar anda?
Prof Romli : Ini data dari mana ini?
Beritasatu : Ini dari sumber informasi yang disampaikan oleh juru bicara KPK Johan Budi.
Prof Romli : Ooo, saya kira terlalu pagi, Johan Budi berbicara itu. Terlalu paginya begini : kita lihat Tipikor itu sasaranya yang utama adalah penyelenggara Negara, bisa orang maupun korporasi. Kita lihat dari lahirnya, jauh sebeluma ada UU tipikor ada UU No.28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas KKN, disitulah sasaran tindak tipikor kalau kita ingin membersihan Negara ini. Maka dari itu, penyelenggara Negara baik dari presiden sampai turun sampai level bawah, tidak ada swasta. Kecuali kalau swasta berkolaborasi dengan pejabat Negara, itu jelas.
Jadi pertama siapa orang itu, walaupun dia banyak uang namun dia swasta, tidak ada tindak pidana lain selain selain memang dia berbisnis itu juga belum tentu.
Beritasatu : Dalam kasus Ahmad Fathanah itukan harus dibuktikan itu dulu kan Prof? Dari kacamata anda bagaimana?
Prof Romli : Dari kacamata saya, secara keilmuan : inikan tertangkap tangan, yang tertangkap tangan siapa? Ahmad Fathanah. Kemudian dia itu swasta bukan, kalau diliat dia itu broker/calo/makelar. Memang makelar belum pernah diatur dalam Undang Undang Tipikor, kecuali kalau makelar itu ikut membantu, membujuk, maka pakailah pasal 55 itu, bukan pasal cuci uang.
Beritasatu : Artinya terlalu dini pasal itu dikeluarkan? Tapi kalau tidak dilakukan seperti itu, apa tidak khawatir nanti tidak bisa dijerat?
Prof Romli : Begini, strateginya kalau UU tipikor itu disebut juga, kalau penyidik yang mempunyai dugaan tindak pidana korupsi sebanyak pasal 2 ayat 1, 26 pidana asal predicate offence, maka dia boleh meneruskan apalagi kalau sudah ada hasilnya, dugaan hasil tindak pidana dinikmati, maka bisa langsung ke cuci uang. Jadi paling tidak harus mempunyai 2 alat bukti untuk mengatakan ada tindak pidana korupsi.
Beritasatu : Prof, kalau bicara soal alat bukti, sebenarnya jangan-jangan KPK juga sedang meraba-raba dan mencari-cari alat bukti sambil meraba-raba pasal juga yang paling cocok nih. Hehe?
Prof. Romli : Tadi kan sudah diberi tahu, hehe
Beritasatu : Tadi anda katakana terlalu dini, jadi yang benar yang mana Prof?
Prof. Romli : Tadi kan kelihatan , kalau itu betul yah pasal-pasalnya, itu Pasal UU Tipikornya tidak ada, yang ada pasal cuci uangnya kan. Dikaitkan dengan pasal 55 KUHP, berartikan kejahatan asalnya belum jelas. Jadi bukti-bukti permulaan tipikornya belum jelas.
Beritasatu : Apakah tidak bisa dikembangkan ke pasal lain dari situ?
Prof. Romli : Tidak boleh
Beritasatu : Kenapa tidak boleh?
Prof. Romli : Tidak boleh, justru menurut pasal 2 ayat 1, sangkaan awal harus jelas. Pasal 2 menyatakan bahwa tindak pidana sampai 26, ada suap,korupsi dll. Tapi ingat, dari 26 jenis itu tidak ada tindak pidana dibidang pertanian. Kehutanan ada, perikanan ada, pertanian tidak ada. Kalau KPK menggunakan tuduhan korupsi, korupsi yang mana? Korupsi kan banyak, ada pasal 2, pasal 3 , pasal 5, pasal 11.
Beritasatu : Tapi, kenapa itu yang dipakai KPK Prof? Pasal-pasal tadi, tentang cuci uang.
Prof Romli : Berarti kalau KPK hanya bisa menyampaikan tuduhan pasal cuci uang, pasal tindak pidana asalnya masih dicari.
Beritasatu : Kalau masih dicari asalnya, tidak bisa dikembangkan ke yang lain?
Prof. Romli : Tidak bisa
Beritasatu : Lalu bagaimana kasus ini bisa diungkap dengan menjerat orang-orang yang menjerat tindak pidana korupsi itu?
Prof. Romli : Jadi begini, saya juga prihatin. Prihatinya begini, tindak pidana asalnya, kelihatanya KPK masih mencari, belum ada bukti yang kuat mengatakan apa korupsi , korupsi pasal berapa itu juga belum jelas, kalau misalnya tindak pidana penyuapan juga belum jelas pasal penyuapan yang mana pasal berapa, semua belum jelas tiba-tiba pasal cuci uang nya.
Terlalu dini juga diungkap kepada public aliran dana Fathanah kemana-mana, karena begini: untuk mengatakan bahwa seseorang menerima tindak pidana, harus jelas tindak pidananya apa dulu. Harus jelas, bukan harus dibuktikan. Kalau sudah jelas, aliran kemana-mananya baru boleh diungkap. Masalahnya alat bukti KPK bahwa ada unsur pidana belum kelihatan. Kalau dari 7 kasus pencucian uang seperti Waode, itu pelaku. Baru kali ini KPK berani menyeret orang yang menerima. Apalagi Presiden PKS, itu masih jauh lah, apalagi menteri Pertanian Suswono masih sangat jauh.
Berita satu : Prof , kalau kita kaitkan dengan UU 31 tentang korupsi pasalnya sudah tepat belum? Pasal 12 , pasal 5 ?
Prof. Romli : Pasal 12 bisa saja, tapi kan tidak muncul sampai sekarang, karena sasaranya penyelenggara Negara. Lutfi Hasan ishak itu memang penyelenggara Negara, namun dia itu anggota DPR , tugas DPR apa itu : menyusun UU, pengawasan, APBN. Dia tidak mengeluarkan Quota, ga punya kebijakan kearah sana.
Beritasatu : Tapi kan Lutfi bisa mempengaruhi?
Prof. Romli : Bisa mempengaruhi ia, namun kalau hanya mempengaruhi, cek dulu di UU tipikor ada ngga tidak pidana mempengaruhi? Yang sering disebut oleh Bambang Widjjoyanto tentang Trading in Influence. Belum ada itu. Sudah diratifikasi, belum diundangkan, belum sah menurut system hukum kita .
Berita satu : Jadi tidak bisa dipakai KPK menjerat Lutfi Hasan Ishak yah Prof?
Prof . Romli : Tidak bisa.
Beritasatu : Prof, jangan-jangan ini ada upaya pembalikan fakta terkait dengan kasus yang sedang diusut oleh KPK ini. Kalau demikian apakah KPK masih bisa dipercaya kalau pasal-pasal yang diajukan KPK sendiri , anda masih meragukan ?
Prof Romli : Terus terang saya masih ragu ,
Beritasatu : Ragu ke pasal nya atau ragu ke KPK nya ? hehe
Prof. Romli : Ragu ke cara kerja KPK nya.
Beritasatu : Ataukah ini strategi prof?
Prof. Romli : Wallahu a’lam. Yang jelas selama ini KPK selalu berhasil untuk tipikor lho. Tapi untuk cuci uang kan yang terbukti karena sebelumnya itu pelaku, bukan penerima. Yang pelaku kan otomatis dia umpetin, tapi kalau yang menerima? Nah kasus Pa Lutfi Hasan Ishak ini baru pertama nih KPK menuduh sebagai penerima.
Jadi begini : yang menerima itu ada pasal 5 ayat 1 UU Pencucian Uang berbeda dengan pasal 3 dan 4, itu aktifkan. Tapi kalau dikenakan ke LHI itu Pasif kan. Kemudian pertanyaanya, apa penjelasanya. Penjelasanya begini : setiap orang yang bisa diduga menerima uang haram secara pasif, tapi dia itu harus mengetahui ada transaksi yang melanggar hukum, dia harus punya keinginan untuk menikmati uang, dia punya tujuan untuk mendapatkan.
Kemudian yang perlu dicermati juga, dalam pasal 11 dalam UU TPPU , pejabat PPATK, penyidik, penuntut, tidak boleh memberikan keterangan mengenai segala sesuatu dalam proses penyidikan cuci uang sampai semuanya terbukti. Namun dalam kasus LHI ini, belum apa-apa sudah dibuka lebar. Dan ancaman pidana bagi pihak yang membocorkan itu 4 tahun penjara.
Beritasatu : sekali lagi prof, kalau ini semua digunakan KPK untuk mengungkap kasus?
Prof. Romli : tidak bisa, bukan itu caranya.
Beritasatu : Apakah KPK tertalu gegabah?
Prof. Romli : Menurut saya tanda petik yah, ceroboh. Yang menjadi pertanyaan, ada apa tergesa-gesa?
Untuk LHI, sebagai penyelenggara Negara, dalam UU 28 dan 29 diatur bahwa mengatakan sejak dia diangkat sebagai penyelenggara Negara , harta kekayaanya itulah yang harus diklarifikasi kedepan, bukan kebelakang.
Beritasatu : Prof. Saya ingin mengakhiri diskusi kita dengan satu pertanyaan untuk menjawab tanda besar tadi apakah menurut anda dari kacamata anda, dari perspektif anda, jangan-jangan sebenarnya kasus ini hanya membuat momentum situasi saja sampai 2014 selesai, dimana kasus ini memang sudah jelas ujungnya kemana atau buat mabok-mabok saja.?
Prof.Romli : Begini, pertanyaan itu bisa dijawab oleh perkembangan hasil KPK, output KPK nanti.
Berita satu : Nantinya itu kapan?
Prof. Romli : Ya Wallahu a’lam, Tanya KPK.
Beritasatu : bisa lebih cepat atau selesai pemilu?
Prof. Romli : kalau orang itu ditahan, KPK terbatas oleh batas waktu penahanan 20 hari, 30 hari, nah itu. Kita lihat saja nanti.
Barikut video wawancaranya :
http://www.youtube.com/watch?feature=player_embedded&v=cikxLwLvgBw