11/12/2022
Dauh imam syafi'i
إصبر على مر الجفا من معلم
فإنّ رسوب العلم في نفراتهِ
Bersabarlah atas didikan keras seorang guru, karna kegagalan seorang Tholib terletak pada ketidak sanggupan menghadapi hal itu.”
diKisahkan seorang santri mondok di Syaikh Abdul Qadir Jailani
Waktu itu, ada seseorang yg benci pada Syaikh Abdul Qadir (panggil saja, Mbah Yai), saking bencinya, dia ingin memfitnah mbah yai, dengan mencari-cari cela.
Karna orang itu tau bahwa Mbah yai senang makan bersama dgn santri nya, rumah mbah yai dilubangi untuk mengintip aktivitasnya.
Kebetulan mbah yai senang dengan lauk ayam, dibagilah sebagian ayam itu kepada santrinya.
Namun apa yang dilakukan itu dijadikan bahan fitnah oleh orang tersebut.
Orang itu kemudian menemui wali santri dari si murid dan mengadu dengan membalikkan fakta.
“Benarkah kamu wali santri si A yang mondok di Syaikh Abdul Qadir ?”
“Iya benar,” jawab ayah itu.
“Tahukah engkau, Mbah yai memperlakukan anakmu seperti seekor kucing,” kata si orang jahat.
Ayah murid yang terpancing emosi lantas bergegas menuju Syaikh Abdul Qadir untuk meminta kembali anaknya.
“Permisi Mbah yai, saya memondokkan anak ke anda untuk belajar ilmu, bukan untuk menjadi budak darimu, kalau begitu saya ingin memboyong anak saya”
“Iya boleh, silahkan” Jawab halus Syaikh Abdul Qadir
Dalam perjalanan p**ang, sang ayah mencoba menanyakan ilmu apa saja yang telah didapatkan anaknya dari Syaikh Abdul Qadir Jaelani.
Tak disangka, sang anak justru bisa menjawab pertanyaan ayahnya dengan cermat dan tepat
Atas hal itu, sang ayah lalu menyesal dan mencoba menyerahkannya kembali kepada Syaikh Abdul Qadir Jaelani.
Namun sayang, Syaikh Abdul Qadir Jaelani enggan menerima kembali muridnya tersebut.
“Bukannya aku tak mau menerimanya lagi, tetapi Allah telah menutup pintu hatinya untuk menerima ilmu. Allah sudah menutup futuhnya untuk mendapat ilmu sebab ayahnya tak memiliki adab kepada guru. Oleh sebab itu, anak lah yang menjadi korban," jawab Syaikh Abdul Qadir Jaelani.
[ Pesan Bagi wali santri ]
“Kalau memondokkan anaknya, hati wali santri juga harus ikut mondok, terutama hati sang ibu.”
KH. Mahrus Aly, Lirboyo
Namun dewasa ini tak jarang santri / wali santri mengeluh karna ketidak selarasan hati/pikiran akan metode pendidikan di pondok, akhirnya terjadi gesekan yang mengakibatkan keberkahan dan keberhasilan tholabul 'ilm adalah santri tersebut.
Sekarang menyakiti hati guru itu mudah, santri males ngaji tapi seliweran dihadapan gurunya.
Dauh syaikuna KH. USULUDDIN EMHA
mon sampek atenah gurunah derih senneng buruh tak senneng deri ikhlas buruh tak ikhlas deri senneng buru becik
maka balak se paling mateh su'ul khotimah
Na'uzdu billah
( kalau sampai hati gurunya dari senang menjadi tidak senang dari ikhlas menjadi tidak dari senang menjadi benci maka balak yang paling adalah mati dalam keadaan su'ul khotimah )
Sesuai dengan sabda rosulullah SAW.
وروي عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال من استخف بأستاذه ابتلاه الله تعالى بثلاثة أشياء نسي ما حفظ وكلّ لسانه وافتقر في آخره
Diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW, ia bersabda, ‘Siapa saja yang meremehkan ustadznya, niscaya Allah turunkan bala pada tiga hal. Pertama, ia menjadi lupa terhadap hafalannya. Kedua, terkelu lidahnya. Ketiga, hidup faqir diakhir hayatnya.( su'ul khotimag )
(Syekh M Nawawi Banten, Salalimul Fudhala, [, halaman 84).
وأخلاق الوليد تقاس حُسنا * بأخلاق النسـاء الوالدات
"Akhlak seorang Anak akan terukir indah sebab akhlak perempuan yang melahirkanya".
معروف الرصافي
Biasanya model jenis santri ini karna dzauq (rasa empati/simpati) ke pondok atau ke kiainya minim.
Contoh kecil : ada santri yg menata sandal, menata suguhan kepada tamu gurunya, ada juga yg cuek, ia berpikir bukan urusannya.
• Pentingnya melatih dzauq anak.
من أراد الفلاح فليصر ترابا تحت أقدام الشيوخ
“Barang siapa yg mengharap kebahagiaan dunia-akhirat, maka jadikanlah dirinya sebagai debu di bawah kaki para guru.”
Syaikh Abdul Qadir al-Jailani
أنا عبد من علمنى حرفا واحدا إن شاء باع، وإن شاء استرق
Aku menjadi seorang hamba bagi seorang yg mengajariku satu huruf, terserah padanya mau dijual atau dimerdekakan.”
Sayyidina Ali
Semuga bermanfaat