16/07/2022
Uskup John Philip Saklil Pr Tegaskan Pesan Perdamaian Almahrum Pastor Nato Gobay, Pr.
Saudara-saudari terkasih dalam Yesus Kristus!
Hidup adalah perjalanan yang harus ditempuh, tantangan yang harus dihadapi kesulitan yang harus jalani, s**a dan duka yang harus dilalui. Manusia tidak tahu, apa semuanya akan berakhir? Tetapi yang pasti bagi kita umat beriman, adalah Allah membentuk dan mengukir setiap orang, melalui semua peristiwa yang dilalui Maka itu dalam Kitab penghotbah mengatakan semuanya itu akan menjadi indah pada waktunya. Ada waktu kita bersama, ada waktu kita berpisah. Ada waktu kita sehat, ada waktu kita sakit. Ada waktu kita hidup dan ada waktu kita mati. Manusia hidup dalam ruang dan batas, manusia tidak bisa menemukan dan memaksakan kehendak Allah. Dan untuk menanggapi kuasa dari Allah penting bagi kita, adalah bagaimana menjalani hidup ini, supaya hidup ini bisa indah pada waktunya.
Kuasa itu terukir dalam sejarah kehidupan manusia, dan terungkap dalam pengalaman kehidupan setiap orang. Keinginan itu masih terbentuk dalam tantangan di tengah kekuatan dunia ini. Maka itu Allah menciptakan pertentangan supaya manusia belajar hidup berdamai, Allah menciptakan perbedaan supaya manusia belajar bagaimana hidup bersatu, supaya manusia belajar bagaimana hidup rendah hati. Allah menciptakan kerendahan supaya manusia belajar bagaimana hidup berkhotbah. Rencana Allah itu terpenuhi dalam diri PutraNya yang diutus datang ke dunia. Pengalaman penderitaan Yesus memberikan satu pola hidup, paradigma baru bagaimana manusia bisa hidup, supaya dapat menjalani hidup ini, sebagaimana Tuhan sendiri berpesan kepada kita, dalam Injil Lukas, Pasal 4; 18-19 dikatakan, supaya hidup ini indah, maka setiap orang dengan Roh pembaptisan, dia dapat memberitakan kabar baik kepada orang miskin.
Pembebasan bagi tawanan, penglihatan bagi yang buta, membebaskan yang tertindas, memberitakan tahun rahmat tuhan telah datang. Yesus sejak lahir, hidup sampai wafat di Kayu Salib, memberi kesan bagi kita bahwa, ukuran Tuhan bukan ukuran manusia. Bagi Allah bukan keberhasilan dan kegagalan. Tapi jaminan bagi Allah adalah, setiap orang menyatakan kesetiaan, bersedia menjalani segala rencana Allah.
Saudara-saudari terkasih, seorang imam adalah seorang yang menyatakan ketaatan dalam gereja, sebagai ungkapan ketaatan kehendak Bapa di Surga. Seorang yang ditahbiskan sebagai Imam, melepaskan dirinya dari ikatan dunia, dari ikatan keluarga, hidup selibat tanpa ikatan perkawinan, untuk mengorbankan dirinya melalui hidup dari kehidupannya demi keselamatan banyak orang. Kehidupan imamat sebagai bentuk pilihan, dengan ... merelakan hidupnya untuk menjawab panggilan Tuhan dan melaksanakan rencana Allah bagi umat manusia. Seorang Imam melalui janji ketaatan kepada Uskup dan gereja mengorbankan hidupnya demi gereja sampai maut menjemputnya.
Saudara-saudari terkasih, Natalis Gobay sebagai Imam dan melalui Imamatnya telah menyatakan janji setia. Dan seorang Nato telah membuktikan kesetiaan hidup selama 27 tahun. Kehidupannya sebagai Imam yang menjalankan dalam tugas perutusan umat Allah, Nato Gobay sebagai Imam bagi umat melalui perayaan sakramen, memimpin perayaan-perayaan kekudusan sebagai doa, ibadah dan perayaan ekaristi. Menjadi contoh dan teladan hidup kudus di tengah kehancuran orang, mendoakan mereka yang hidup dalam kerinduan.
Seorang Nato membangun hidupnya 27 tahun, sebagai gembala bagi umat yang percaya, dan dengan rela bersedia melindungi domba-dombaNya.
Perannya sebagai Imam, dengan status Pastor Paroki, dengan tugas teratas, Vikaris Jendral (Vikjen) –wakil Uskup- dan segala macam tugas yang lain, Nato Gobay bersama lembaga gerejawi menyatukan umat berdasarkan iman dan tugas perutusan yang dipercayakan Tuhan kepadanya. Sekalipun Imam dan gembala bagi umat Allah, seorang Nato tenggelam dan mendoakan atas kebenaran. Mewartakan kehidupan bagi mereka yang hidup dalam budaya kebangkitan. Seorang Nato melibatkan diri dalam tugas kebangkitan, bahkan terlibat secara terus sampai mati dalam urusan-urusan hak dan kewajiban hidup sebagai seorang manusia sejati di hadapan Allah.
Seorang Nato selalu berani menyuarakan lingkungan, bagi harkat hidup seorang manusia dengan cara menentang segala bentuk peraturan yang tidak adil, pemerkosaan hak kehidupan, bahkan tindakan pembunuhan semena-mena. Dalam sambutannya tahbisan 10 imam (di Nabire, 6 Januari 2015), Nato dengan tegas mengutuk segala bentuk pembunuhan dengan cara apa saja, oleh siapa saja, dan kepada siapa saja tanpa kecuali. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang tertinggi, tidak bisa diperkosa dan ditindas oleh tuan, dan oleh siapa saja dengan alasan apapun.
Pada masa-masa senjang usianya, seorang Nato menghabiskan sisa waktunya, dengan cara terlibat dalam pihak pendidikan dan kesehatan. Manusia harus membangun budaya kehidupan, bukan budaya kematian. Proses pembudayaan kehidupan sebagai proses penyelamatan manusia Papua, hanya bisa dijalankan melalui pembangunan iman dan jiwa. Pembangunan pendidikan yang berkualitas dan pembangunan kehidupan yang sehat.
Krisis iman dan moral yang mengakibatkan kehancuran peradaban manusia. Kehancuran pendidikan, menjadikan generasi Papua tertindas, diperalat dalam arus globalisasi. Kehidupan yang tidak sehat, membatasi ruang kehidupan manusia yang Tuhan berikan. Nato selalu menghabiskan waktunya dengan rencana dan rencana tentang pendidikan. Karena Beliau menganggap/menyadari bahwa seorang yang peduli, akan mampu menjawab kebutuhan kehidupannya. Seorang yang terdidik akan mampu memberi kontribusi bagi kehidupan banyak orang. Dengan keterbatasan fisiknya, seorang Nato terus bermimpi tentang anak Papua yang tahu membaca, tahu menulis dan tahu menghitung.
Kesempatannya dalam tugas sebagai delegatus pendidikan (dari Keuskupan Jayapura sampai Keuskupan Timika), Nato tak henti-hentinya memberi nasehat kepada para penyelenggara sekolah, dan berbagai pihak untuk membangun hati dan cinta pada dunia pendidikan, khususnya tingkat usia dini anak Papua. Seorang Nato tidak berhenti begitu saja. Di tengah keterbatasan fisiknya yang semakin termakan usia, Nato menyuarakan budaya kehidupan. Dengan memberantas serta berperan melawan penyakit HIV/AIDS dan pemberantasan tentang Miras (Minuman keras, beralkohol) yang mematikan banyak manusia di tanah Papua ini. Mubes (Musyawarah bersama) HIV/AIDS di Nabire, seorang Nato mengundang 500-an orang (baca http://majalahselangkah.com/content/pembukaan-mubes-miras-dan-hiv-6-kabupaten-mee-pago). Para tokoh agama, para tokoh pemerintah untuk secara bersama memberantas penyakit HIV/AIDS dan miras yang telah membunuh banyak orang Papua.
Krisis moral, krisis pendidikan dan krisis kehidupan menjadi penyakit ganas yang membunuh masyarakat, bangsa Papua. Kehidupan yang dimulai dari kematian adalah kehidupan yang tidak dihargai dalam kehidupan dirinya sendiri, dan kehidupan orang lain.
Tuhan menyapa, hak-hak bagi setiap orang untuk hidup dan menghidupi dirinya. Setiap orang bertugas untuk melindungi, dan membangun hidup sebagai anugerah luar biasa dari Allah. Karena Tuhan merencanakan dan menentukan kematian seseorang. Maka itu, jangan biarkan diri kita mati dari kebangkitan oleh manusia yang serakah atas kepentingan duniawi. Ada kewajiban hidup seseorang, makhluk ciptaan Tuhan di atas segala kepentingan pribadi dan kelompok, diatas kepentingan politik dan keamanan, hak kehidupan diatas kepentingan ekonomi dan budaya, hak kepentingan ... diatas segala-galanya. Budaya demikian dapat diberantas melalui pembangunan budaya kehidupan yaitu melalui iman dan moral yang kuat, dan pendidikan yang berkualitas, serta pola hidup yang sehat.
Apapun seorang Nato dengan segala kelebihan dan kelemahannya, Ia dapat disebut sebagai pejuang budaya kehidupan, di mana Papua ini. Budaya kehidupan harus menjadi budaya masyarakat, budaya kehidupan harus menjadi masyarakat merdeka, dan budaya kehidupan harus menjadi masyarakat .… Jangan membiarkan segala bentuk tindakan yang membatasi kehidupan. Dan jangan membiarkan budaya kematian menjadi milik bangsa Papua, dengan cara membiarkan (…) menjadi budaya bangsa, karena kebodohan tidak akan menjamin perlindungan hidup, hak hidup damai dan sejahtera. Jangan membiarkan segala bentuk konflik dan kekerasan, yang merenggut nyawa dengan alasan apapun. Dan jangan membiarkan perilaku hidup yang tidak sehat, dengan minuman keras, dengan segala penyakit, termasuk seks bebas yang merusak generasi bangsa Papua.
Saudara-saudari terkasih! Setiap orang hidup dalam ruang dan waktu, Seorang Nato kita persembahkan kepada Tuhan, dan kita muliakan dihadapan Tuhan. Bukan karena keberhasilan dan kegagalan, bukan karena kelebihan dan kelemahannya. Tetapi karena kesetiaan sebagai seorang Imam, untuk mendekatkan supaya kita ini melalui berbagai program yang dihidupkan. Sebagai seorang Imam, yang menjalankan tugas gereja, saya sebagai Uskup merasa sedih dan kehilangan, seorang hidup yang selalu menguatkan dan menjadi inspirasi dalam segala pelayanan uskup. Namun saya percaya bahwa, Tuhanlah yang punya rencana terbaik bagi mereka yang percaya kepadaNya.
Saudara-saudari terkasih. Marilah kita melepaskan seorang hamba Tuhan, dengan pujian bersyukur kepada Allah, yang sudah mewujudnyatakan segala sesuatu bagi seorang Nato Gobay. Dan di dalam hati kita masing-masing, untuk menemukan dan menjalani kehidupan ini, agar hidup kita masing-masing menjadi berkat bagi kehidupan orang lain.
Semoga segala kehidupan menjadi milik kita, harus kita perjuangkan, sebagaimana semangat dan amanat pengalaman yang ditunjukkan oleh saudara kita, Natalis Gobay. Amin.
Pesan ini disalin dari rekaman Khotbah Uskup Keuskupan Timika, Mgr. John Philip Saklil, Pr di mimbar Gereja Katolik Katedral Tiga raja Timika, Kamis 5 Februari 2015 siang menjelang sore.
Uskup John Saklil berkhotbah dalam misa pelepasan jenasah Pastor Nato Gobay, Pr atau sebelum jenasah diberangkatkan dari gereja Katolik Katedral Tiga Raja Timika menuju tempat peristirahatan terakhir di tempat pemakaman para pastor projo Keuskupan Timika Kompleks Perumahan Transit Bobaigo, Timika Papua, Kamis (5/2/2015). Tentu saja rekaman ini tak utuh, ada beberapa kata dan kalimat terrekam kurang jelas, sehingga kemungkinan salah dalam menyadur isi khotbah, kami juga mohon maaf bila ada pesan, kata dan kalimat yang terlewati atau kosong sesuai teks asli Khotbah Uskup John Philip Saklil, Pr.