Info Lokal

Info Lokal Solusi tanam menanam

Terima kasih banyak untuk penggemar berat baru saya! ๐Ÿ’Ž Fiza Nur Hafiza, Irwan
11/05/2024

Terima kasih banyak untuk penggemar berat baru saya! ๐Ÿ’Ž Fiza Nur Hafiza, Irwan

Terima kasih kepada pengikut terbaru saya! Senang Anda bergabung! Syafira Az-Zahra, Renaldi Rama, Iswan Susanto Cakweh, ...
07/05/2024

Terima kasih kepada pengikut terbaru saya! Senang Anda bergabung! Syafira Az-Zahra, Renaldi Rama, Iswan Susanto Cakweh, Mey Lakburlawal, Ririss Kayeem, Riko Rahmadani, Nurfdlh, Febrianti, Rohani La, Imelda, Hardi Hardi, Thomaz Pulaz, Aleng Tan, Ngurah, Pvce Peranakan, Hosana Flower, Ibid Zuu, Adnan Khan, Wulan Zabiet, Yhulia Chabyy, Nugroho Cahyo, Ketut Kiki Suadnyana, Putri Melayu Deli, Herlen M Herlen, Nur Syakiera

Terima kasih sudah menjadi orang yang paling banyak berinteraksi dan masuk ke daftar interaksi mingguan saya! ๐ŸŽ‰ Imelda, ...
06/05/2024

Terima kasih sudah menjadi orang yang paling banyak berinteraksi dan masuk ke daftar interaksi mingguan saya! ๐ŸŽ‰ Imelda, Mey Lakburlawal, Febrianti, Herlen M Herlen, Chita Ananda Reza, Amo Durii

01/05/2024

Butuh Pengikut

23/04/2024
Penyegaran berandaSemua Orang  Pengikut  Dini Gadis Dayak PBD  Sorotan Gadisdesa Danira
23/04/2024

Penyegaran beranda

Semua Orang Pengikut Dini Gadis Dayak PBD Sorotan Gadisdesa Danira

Skuad timnas Garuda kualifikasi Piala Dunia 1986 Meksiko. Beberpa diantaranya jadi legenda sepak bola Indonesia seperti ...
23/04/2024

Skuad timnas Garuda kualifikasi Piala Dunia 1986 Meksiko. Beberpa diantaranya jadi legenda sepak bola Indonesia seperti Hermansyah( penjaga gawang) Ruli nere Heri kiswanto, Aun Hara-hara dll.

Nama-nama ini sering disebut-sebut dan jadi idola waktu bocil, jaman main bola di sawah yang mengering. Kalau ada kiper bagus s**a di panggil Hermansyah

Masih ingat bolanya dari buah jeruk bali yang dibakar biar lentur. Atau sedikit modern pakai bola karet mentah yang berat.

Jamanya Ruli Nere ini adalah capaian prestasi Timnas terbaik, nyaris tembus putaran final Piala dunia 1986 Meksiko, hanya saja dipenentuan dikalahkan Korea selatan 1-6. Kalau saja Indonesia menang lawan Korea selatan Indonesia sukses masuk Piala dunia untuk ke dua kalinya sejak tahun 1933.

Piala Dunia 1986 sukses melahirkan legenda sepak bola dunia Maradona yang berhasil membawa Argentina sebagai Juara. Tapi menorehkan sejarah kelam saat "Gol Tangan Tuhan" Maradona ke gawang Inggris di syahkan wasit. Inggris terpaksa angkat koper lebih dulu.
Dendam politis pun terbalaskan! Saat Argentina diklahkan Inggris pada Perang Malvinas.

Poto Pinterest.

Sorotan Pengikut JADUL DOT KOM Timnas Indonesia Timnas sepak bola Indonesia Timnas Semua Orang

KUA jaman dulu namanya "TEMPAT KAWIN" ๐Ÿคฃ๐Ÿ˜ญ๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜ŽCerita Jejak Langkah  Sorotan  Pengikut  Cerita akhir jaman  Semua Orang
17/04/2024

KUA jaman dulu namanya "TEMPAT KAWIN" ๐Ÿคฃ๐Ÿ˜ญ๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜Ž

Cerita Jejak Langkah Sorotan Pengikut Cerita akhir jaman Semua Orang

POTONG4N TUBU*H MANUSIA DI DALAM KARUNGPenulis Eri Setiani "Bau busuk apa ini?" Naura  yang pertama kali ikut bapaknya m...
17/04/2024

POTONG4N TUBU*H MANUSIA DI DALAM KARUNG

Penulis Eri Setiani

"Bau busuk apa ini?" Naura yang pertama kali ikut bapaknya memulung sampah, menutup hidungnya ketika berada di tumpukan sampah yang menggunung.

"Wajar, Nduk. Namanya juga tempat pembuangan sampah, pasti baunya ndak sedap."

"Tapi, apa sebau ini, Pak? Baunya seperti bangkai," tukas Naura.

"Pakai, ini. Bapak selalu memakainya ketika memulung sampah, apalagi ini di tempat pembuangan sampah, wajarlah bau." Pak Nono memberikan masker kepada Naura, ia juga memakai masker berlapis, sehingga bau yang ia cium tidak terlalu menggangunya.

Naura memakai masker pemberian Pak Nono dan melanjutkan memulung sampah. Walau sudah memakai masker, Naura tetap saja mencium bau yang sangat busuk.

Naura membuka maskernya, rasanya ia mau muntah mencium bau busuk itu. Bau busuk itu lebih menyengat dari sebelumnya.

Dug..Naura menyandung sebuah karung.

"Apa isinya ya? Mungkin bisa dijual!" Naura sudah mau membuka karung itu, namun ia urungkan, melihat banyak lalat mengerubungi karung itu.

"Kok banyak lalatnya? Bau busuk itu juga berasal dari sini!"

"Pak, ini karung apa ya? Kok banyak lalatnya?" Naura sedikit berteriak memanggil Pak Nono.

"Mungkin orang hajatan membuang sampah bekas makanan," jawab Pak Nono tanpa menoleh. Pria itu sibuk memilah sampah yang bisa dijual atau pun di daur ulang.

"Dar*h?" Naura melihat dar*h yang sudah mengering di karung tersebut.

"Sepertinya ini bukan sampah bekas orang hajatan!" Naura mendekati karung itu. Karena curiga dan sangat penasaran dengan karung itu, Naura membuka karung itu.

"Astagfirullahhaladzim." Naura menutup mulutnya begitu membuka karung diantara tumpukan sampah, jantungnya seakan terlepas dari tempatnya melihat isi di dalam karung.

"Ada apa, Ra?" Pak Nono yang sedang memungut kardus-kardus bekas menoleh ke Naura.

"Ini, pak. Ada-," Naura menghentikan ucapanya, tanganya gemetar, lidahnya terasa kelu.

"Ada apa? Ngomong yang jelas!"

"I-, ini, pak."

Pak Nono mendekati Naura, terlihat Naura gemetar dan wajahnya pucat pasi.

"Ada apa , Ra?" Pak Nono menaikkan satu alis.

Naura tidak menjawab pertanyaan bapaknya, ia menunjuk karung yang berada di hadapannya.

Pak Nono membuka karung yang berada di hadapanya.

"Astagfirullah," Pak Nono sama terkejutnya seperti Naura, detak jantungnya pun berdetak lebih cepat, napasnya tidak beraturan.

Anak dan Bapak itu syok dengan apa yang mereka temukan. Mereka tidak menyangka akan menemukan sesuatu yang sangat mengerikan

"Kamu tunggu di sini, Bapak mau lapor ke Kepala Desa!" Ucap Pak Nono, setelah napas dan detak jantungnya kembali normal.

"Iya, Pak."

Pak Nono meninggalkan Naura di tempat pembuangan sampah dan pergi ke rumah Kepala desa.

"Assalamualaikum, Pak Darso! Pak Darso!" Teriak Pak Nono, di depan pintu rumah Pak Darso, Kepala Desa .

"Walaikumsalam." Seorang prempuan berusia sekitar empat puluh tahun keluar dari dalam rumah.

"Pak Darso ada, Bu?"

"Ada, kenapa Pak Nono panik gitu? Ada apa, Pak?,"

"Ada potong*n tub*h manusia di dekat tempat pembuangan sampah, Bu."

"Inalilahi, sebentar saya panggilkan Bapak." Bu Rahmi gegas masuk ke dalam, tak berapa lama Bu Rahmi keluar bersama Pak Darso.

"Ayo, Pak Nono kita ke tempat pembuangan sampah, istri saya sudah cerita tadi,"

"Iya, Pak." Pak Nono dan Pak Darso pergi ke tempat kejadian di temukannya pot*ngan tub*h manusia. Di tengah jalan mereka memberitahu orang-orang yang lewat tentang potong*n tub*h manusia dalam karung. Berbondong-bondong warga pergi ke tempat pembuangan sampah.

"Gus, ada apa itu rame-rame?" Rangga menunjuk tempat pembuangan sampah.

"Ada pembagian sembako gratis, mungkin," jawab Bagus asal.

"Ngawur, mana ada pembagian sembako gratis di tempat seperti itu. Yuk, lihat ada apa di sana!" Rangga menarik Bagus mendekati krumunan warga.

"Malas aku, Ga. Aku capek, mau langsung p**ang saja," tolak Bagus.

"Sebentar saja." Rangga menarik Bagus ke kerumunan orang.

Bagus dan Rangga menutup hidung karena bau busuk yang sangat menyengat.

"Ada apa Pak Nono?" Rangga menghampiri Pak Nano dan orang-orang yang berkumpul di tempat pembuangan sampah.

"Ada potong*n tub*h manusia di dalam karung, Ga"

"Apa? Jadi yang bau busuk itu bangk*i manusia?" Rangga bertanya dengan hidung yang ia tutup dengan baju miliknya.

"Iya, tadi Bapak dan Naura yang nemuin waktu mulung sampah."

"May*t siapa, Pak?"

"Enggak tau, enggak ada yang boleh nyentuh karung itu sama Pak Kades, sebelum polisi datang, takutnya malah menganggu penyelidikan, tapi tadi aku sempat melihat isi karung itu, sebelum lapor Pak Kades, kayaknya itu m*yat prempuan," jelas Pak Nono.

"Apa, Pak Nano yakin itu may*t prempuan?" Tanya Bagus penuh selidik.

"Iya, may*t itu pasti prempuan, dari potong*n tanganya, itu tangan prempuan."

"Lalu apa lagi yang Pak Nano lihat dari potong*n tubuh itu?" Bagus mencecar Pak Nano.

"Ndak ada, Gus. Setelah Bapak lihat itu potong*n may*t, Bapak langsung ke rumah Pak Kades, memberitahukan apa yang Naura dan Bapak temukan," jelas Pak Nono.

"Tega banget, orang yang menghab*sinya. Sudah dihab*si, dimutil*si juga. Bakalan jadi hantu ini, terus gentayangan, hii...serem," celetuk Rangga.

"Huh, sembarangan kalau ngomong." Bagus menoyor kepala Rangga.

"Loh, itu kan may*t korban pembun*han. Jelas dia menuntut balas kepada pelakunya."

Bulu kuduk Bagus meremang mendengar ucapan Rangga. Hembusan angin dingin menyapu tubuhnya ditengah cuaca panas dan terik.

Baca selengkapnya di aplikasi KBM App. Klik link di bawah:
https://read.kbm.id/book/detail/62ee4191-aa24-48d3-b60d-e57f593d808e

HOROR Pengikut Sorotan Novelas Las Estrellas Ceria tahoror ,

BABY SITTER ANAKKUPART 2Tiba-tiba aku merasa ada di sebuah ruangan yang gelap. Ketika berjalan, kakiku basah. Ada genang...
16/04/2024

BABY SITTER ANAKKU
PART 2

Tiba-tiba aku merasa ada di sebuah ruangan yang gelap. Ketika berjalan, kakiku basah. Ada genangan air sampai ke betis. Belum lagi ada percikan api dari kabel listrik yang terputus.

Aku berjalan dengan begitu hati-hati, terdengar suara kotak musik. Entah, mengapa di saat seperti ini alunannya begitu mengganggu, justru membuat semakin takut.

Terlihat tempat tidur bayiku berayun pelan dengan sendirinya. Lalu, terdengar suara seorang wanita bergumam menirukan suara lantunan kotak musik itu.

"Wu--lan?"

Ia terus saja bernyanyi dan tempat tidur b4yiku yang kosong diayun lebih cepat.

Sambil waspada, aku mengedarkan pandangan ke sekeliling. Lalu mataku menangkap sesuatu. Seseorang yang duduk di dekat tempat tidur b4yiku. Ia duduk membelakangi sambil terus bergumam menirukan lantunan suara dari kotak musik yang bunyi dan berputar-putar di atas meja.

Keberanikan diri untuk mendekatinya. Namun, tiba-tiba saja alunan kotak musik itu berhenti. Sontak, langkahku juga turut berhenti.

Suara nyanyian Wulan berubah menjadi isak tangis. Memilukan dan menyedihkan.

Aku menghela napas panjang. Sampai akhirnya kuputuskan untuk mendekatinya.

Sekarang, jarak di antara kami hanya sejengkal. Tanganku gemetaran ketika hendak menyentuh pundaknya.

Sontak terkejut, ketika Wulan menoleh cepat dengan wajah mengerikan. Setelahnya, ia menghilang, tapi tidak dengan suara tangisnya.

Suara itu masih menggema ke seluruh penjuru ruangan.

Sontak aku terbangun, keringat bercucuran deras. Mimpi, hanya mimpi. Di sela napas yang masih terengah-engah, langsung beristighfar sebanyak-banyaknya.

Sejak mimpi buruk itu, entah mengapa aku tak bisa tidur lagi. Seperti merasa bahwa Wulan hendak menunjukkan sesuatu padaku. Bukan hanya itu, suara tangisnya seolah masih terdengar berulang-ulang di telingaku.

Aku mencoba menenangkan hati. Sesekali melihat ke arah bayiku yang masih terlelap.

Merasa sudah tenang, aku turun dari tempat tidur. Namun, merasakan sesuatu yang aneh, piyamaku basah hingga ke batas betis. Padahal ingat betul bahwa sebelum tidur aku sudah mengganti pakaianku.

Entah mengapa saking takutnya langsung berteriak histeris, juga membuat b4yiku terbangun.

Dari luar, tergopoh-gopoh suamiku masuk, disusul dengan beberapa temannya yang memang berjaga di luar.

"Ada apa?"

Aku hanya bisa terisak. Sambil menjinjing sedikit cel*naku.

Suamiku seolah paham, ia langsung mem3lukku.

"Tolong segera temukan pelakunya, kasihan Wulan. Kasihan dia," lirihku.

***

Di pagi hari, keluarga Wulan, Supri dan keluarga Pak Man datang menemui kami.

Kubiarkan suamiku menjelaskan, karena memang kasusnya masih dalam proses penyelidikan, bahkan kami belum melakukan proses aut*psi, karena tidak etis jika belum mendapatkan persetujuan dari keluarga mereka.

Dengan cepat, keluarga Supri dan Pak Man langsung setuju, mereka menyampaikan, bahwa ingin segera menemukan semua pelakunya, agar bisa mendapatkan hukuman seberat-beratnya.

Berbeda dengan keluarga Wulan. Kami sangat terkejut, ketika mereka meminta u4ng persetujuan dengan nominal yang sangat fantastis.

"Saya setuju jen*zah putri saya di aut*psi, jika ada uang ganti rugi minimal 1 M. Tapi, jika tidak setuju, maka kami akan segera membawa jenazah Wulan ke kampung dan memak*mkannya."

Aku dan Mas Lukman saling berpandangan. Benar-benar tidak habis pikir. Dari awal, kami memang sudah berniat untuk memberikan u4ng ganti rugi kepada keluarga yang ditinggalkan. Sempat p**a ada pembahasan bahwa kami akan membantu biaya pendidikan keluarga mereka, termasuk adik-adik Wulan.

Mas Lukman hanya diam, justru meminta waktu untuk berpikir.

Setelah mereka semua pergi. Aku langsung memarahinya. Menurutku, akan lebih baik jika ia menyetujui kesepakatan itu.

"Bukan begitu, Ma. Ada banyak pertimbangan. Pertama kita belum tau jelas siapa pelakunya. Kedua, jika kita mengiyakan, kita akan diperas, karena otomatis keluarga almarhum Pak Man dan Supri juga aman menuntut hal yang sama kepada kita."

Pikiranku kalut, tak bisa berkata apa-apa. Padahal, sangat paham, jika terlalu lama mengulur waktu, akan bertambah p**a rentetan masalah yang datang.

Di hari itu juga, aku mengambil cuti selama seminggu. Ingin menenangkan diri. Setelah, kondisi an4kku benar-benar membaik, aku langsung membawanya ke rumah orang tuaku

Di sana, Mas Lukman mendapat banyak sekali wejangan dari Papa. Memintanya untuk menyetujui permintaan keluarga Wulan. Lalu, melakukan hal yang sama, kepada keluarga Pak Man dan Supri. Mengenai biaya, Papa juga bersedia membantu.

Mas Lukman memang selalu tak berkutik di depan Papa. Namun, ia juga mengatakan bahwa akan menyelidiki semua tentang keluarga korban. Sebab, kami pun tak paham musuh yang sebenarnya dari mana.

Selama ini, kami merasa tak memiliki musvh, tapi itu bukanlah jaminan.

"Lukman, kasus apa yang akhir-akhir ini sedang sibuk kau tangani?" tanya Papa.

"Gembong m*fia, Pa. Mereka bahkan memiliki jaringan luas hingga ke mancanegara, sudah terbukti menjadi akar peredaran nark*ba. Bukan hanya itu, mereka juga tak segan untuk melakukan tindakan pemb vnu han."

Hal itu baru saja kuketahui. Sebelumnya, Mas Lukman tak pernah membahasnya.

Semua itu membuatku banyak berspekulasi, membuat kepala ini terasa pecah.

"Mungkin ini adalah kasus besar, Lukman. Lakukan dengan tenang dan hati-hati."

Belum sempat menjawab perkataan Papa, handphone suamiku berbunyi. Ia segera mengangkatnya.

"Walaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Hah?! Apa katamu?! Baiklah, saya akan segera ke sana."

"Ada apa?" tanyaku sambil berlari keluar menyusul Mas Lukman.

"Dua pelaku yang kami temukan kemarin mencoba mengigit lidahnya sendiri, sampai hampir putus," jawabnya sambil buru-buru memasuki mobil.

Seketika aku langsung terdiam. Dadaku terasa sesak. Kenapa begitu rumit? Sebenarnya siapa pelaku yang sebenarnya? Apa motif mereka?

Banyak sekali pertanyaan yang belum terungkap. Membuatku semakin ketakutan dan tidak tenang.

***

Aku masih mondar-mandir di dekat jendela ruang tamu. Sudah tengah malam Mas Lukman belum p**ang, bahkan tak memberikan kabar.

Aku masih terus menunggu, tapi belum ada tanda-tanda keberadaannya. Beberapa saat kemudian, bayiku terdengar menangis kencang.

Aku bergegas menaiki tangga. Namun, tiba-tiba saja suara tangisnya berubah menjadi suara tawa diselingi dengan suara ocehannya.

Ketika hendak memasuki pintu kamar, entah mengapa begitu merinding. Dengan cepat aku membuka pintu, tak ada siapa-siapa. Bayiku terlihat tertawa sambil melihat ke arah atas.

Cepat-cepat aku ingin mengambilnya dari tempat tidur, tetapi terasa ada sesuatu yang mendorong tubuhku hingga terhuyung ke belakang.

Aku berusaha mendekati bayiku lagi, tetapi tiba-tiba terdengar suara alunan kotak musik itu lagi. Kali ini bukan mimpi.

B4yiku juga terus saja terkekeh, seperti ada yang sedang mengajaknya becanda. Lalu, dengan cepat aku menggendongnya sambil mengelus sedikit dahinya ke bawah agar tidak terus melihat ke atas.

Saat berbalik hendak berjalan menuju pintu, aku melihat kehadiran Mas Lukman yang begitu tiba-tiba.

Lebih terkejut lagi saat melihat ada sosok wanita yang di gendongan belakangnya. Sosok itu tersenyum menyeringai. Kedua matanya melotot dengan kepala teleng ke kanan-kiri.

Aku gemetaran melihatnya. Namun, sepertinya Mas Lukman tak menyadarinya.

Sudah tamat di aplikasi KBM App (hanya 32 bab) dengan judul yang sama BABY SITTER ANAKKU, atau bisa langsung klik link di bawah ini

https://read.kbm.id/book/detail/ec2155b8-a4a3-46cb-ac97-54eb8df2b0df?af=89541ab2-f6b2-dd84-57e0-ddc195116156

JANGAN BIARKAN JEMURAN DI LUAR (6)Penulis: Sarasvati Tunggadewi Waktu yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Rasanya begitu...
11/04/2024

JANGAN BIARKAN JEMURAN DI LUAR (6)

Penulis: Sarasvati Tunggadewi

Waktu yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Rasanya begitu lama. Jito sudah tidak sabar menunggu malam tiba. Segalanya sudah ia persiapkan sejak siang. Kali ini lebih lengkap dengan dua benda berupa rambut dan gambar.

Malam ini, hujan tak turun. Langit di atas sana tampak terang dihiasi bintang.

Burung-burung malam sedang bertengger di dahan pohon. Sesekali mengeluarkan bunyi, menunjukkan eksistensi. Mata hewan berbulu itu mengikuti gerak-gerik manusia yang tengah sibuk di bawah mereka.

Jito sudah memulai ritualnya. Duduk bersila di depan rumah, ditemani sebuah lampu minyak yang menyala.

Sepoi angin berhembus menggoyangkan api. Membuat bayangan Jito di belakangnya tampak bergoyang. Seperti raksasa di kegelapan.

Mulanya angin berhembus normal. Seiring bibir Jito berkomat-kamit cepat merapal mantra, angin datang lebih sering dan bertiup kencang. Lampu minyak milik Jito bahkan hampir padam.

Namun, pemuda itu sama sekali tak menghiraukan. Dia tetap fokus pada ritualnya. Membaca mantra dalam bahasa jawa. Dia tidak mau kalau harus mengalami kegagalan yang kedua kalinya. Tak ingin merasakan kekecewaan yang sama.

Malam ini adalah pembuktian. Jito bertekad, dia harus berhasil bagaimanapun caranya.

Pria itu mengulang semuanya dari awal. Celana dalam hasil curiannya sudah berlumuran dar4h dan disatukan dengan miliknya. Digunakan untuk melilit boneka, dimana boneka itu sudah ditempeli foto gadis incarannya.

Lalu, rambut milik Asih dililitkan di bagian kepala boneka. Boneka itu diletakkan di atas kain mori bekas pembungkus rambut milik Asih.

Mulut pria itu semakin sering berkomat-kamit. Tak segan menyebut nama Asih berulang kali. Meneriakkan dengan lantang. Seolah ingin alam semesta mendengarkan keinginannya. Berharap hewan-hewan yang menyaksikan turut mengaminkan niatnya.

Selesai. Suasana mendadak hening. Bahkan angin seolah enggan berembus.

Jito mengalihkan perhatian dari boneka ritualnya. Dia mencari keberadaan belati yang tadi digunakan untuk menyembelih ayam. Belati itu akan dia gunakan kembali.

Setelah sekian detik meraba, akhirnya dia menemukannya. Pria itu kembali ke posisi semula. Tangan kirinya dia angkat tinggi. tepat di atas boneka ritualnya.

Sementara tangan kanannya memegang belati. Posisinya lebih rendah. Dia letakkan belati itu di atas telapak tangan kirinya. Telapak tangan kasar yang dipenuhi dengan kapal karena seringnya dia melakukan kegiatan berat.

Belati itu Jito tekan dengan bertenaga. Lalu dalam waktu singkat, ia tarik ke bawah.

Srettt!

โ€œArrggghhh!โ€

Seperti seekor harimau jantan yang baru saja selesai membuahi betinanya. Jito mengaum, menggeram keras, menahan rasa sakitnya.

Belati itu berhasil menya-yat telapak tangannya. Membentuk luka memanjang, berukuran sepuluh sekitar sentimeter. Dari luka itu muncul cairan merah setengah kental. Menetes jatuh, mengenai tepat di wajah di foto Asih. Menutup potret wajah ayu dari gadis itu.

Jito meratakan dar4hnya ke semua permukaan foto Asih. Bersamaan dengan itu, sudut bibir kanannya terangkat. Menyeringai penuh kepuasan.

Tiba-tiba tubuh pria itu bergetar tak bisa dikendalikan. Belati yang masih dipegang, jatuh begitu saja, Jito menggigil kesakitan. Kepalanya mendongak. Matanya membeliak. Kedua tangannya mengepal. Giginya saling beradu, menimbulkan bunyi gemeretak.

Jito tiba-tiba merasakan sakit teramat sangat. Seluruh tubuhnya seperti ditusuki ribuan jarum. Serasa ada yang akan menyusup lewat pori-pori kulitnya. Saking sakitnya, urat-urat di tubuh Jito menonjol keluar.

โ€œHuuargghhh โ€ฆ!โ€

Malam yang biasanya sepi hanya berhias suara jangkrik. Kali ini ramai oleh suara kepakan burung yang mendadak terbang keluar dari sarang.

Akhirnya Jito berteriak kencang. Rasa sakitnya sudah tidak tertahan. Tubuhnya ambruk ke belakang. Masih dalam kondisi setengah duduk, kaki bersila.

Perut tipis pria tampak kembang kempis. Nafasnya memburu. Seiring dengan debar jantungnya yang menggila. Rasa yang diderita, lambat laun mereda.

Pemuda itu masih terdiam untuk beberapa saat. Belum ada niatan melanjutkan ritual ke tahap selanjutnya. Jito sama sekali tak mengira, ritual kali ini begitu menguras tenaganya.

Masih dengan mata yang rapat terpejam. Tiba-tiba telinganya mendengar suara kikik tawa yang menggema. Arahnya berlarian seperti terbawa angin. Suara tawa itu saling bersahutan dengan suara geraman. Disusul p**a suara ramai gumaman. Jito merasa seperti sedang berada di tengah sebuah pasar malam.

Pria kurus itu membuka matanya. Pemandangan gelap ranting-ranting pohon menyambutnya. Tak ia dapati siapa pun di sekitarnya. Padahal suara tawa itu masih menghiasi telinganya.

Bukannya takut, Jito justru mengumbar senyuman. Dia mengumpulkan tenaga, berusaha bangkit, kembali duduk bersila. Melanjutkan ritualnya yang sempat tertunda. Dia hanya perlu merampungkan. Membungkus boneka kayu serta โ€˜ubo rampeโ€™ lainnya, menyatukan semuanya dalam sebuah kain kafan. Kemudian mengikat dan menggantungnya.

dar4h merembes ke kain mori. Bungkusan boneka itu ternoda warna merah. Diikat sebanyak lima kali, di bagian atas kepala, leher, perut, lutut dan bawah telapak kaki. Persis seperti manusia.

Jito berdiri. Menggantung boneka itu di atap pojok rumahnya. Dia kemudian mundur, menjauh beberapa meter. Berdiri memperhatikan gantungan boneka itu sembari mulut membaca mantra tambahan.

Beberapa detik setelahnya, angin kembali bertiup kencang. Menggoyangkan pepohonan. Riuh ranting saling bergesekan. Lampu penerangan milik Jito bahkan sampai padam.

Mata Jito mendelik sempurna. Pandangannya lurus ke depan. Mengarah ke boneka ritualnya. Seolah kedua matanya bisa menembus kegelapan.

Aroma anyir menguar. Menusuk penciuman. Tanpa aba-aba, pria itu tiba-tiba tertawa. Tawa yang begitu membahana. Dia merasakan kehadiran sosok yang ditunggunya. Sosok pria tua berkulit keriput tampak melayang-layang di udara.

Sosok hitam itu mendekat ke arah boneka ritual. Lidahnya yang panjang, menjulur dan menjilat. Menyesap dar4h yang melumuri foto dan boneka ritual.

********

Asih sudah tidur di kamarnya. Darto ada di sebelahnya. Rumahnya tak cukup besar. Membuat mereka mau tak mau tidur berbagi ranjang sekaligus kamar.

Angin berhembus kecil, melewati ventilasi udara. Seperti tangan, angin itu menyingkirkan anak rambut Asih yang menutup wajah. Gadis itu tak sadar, bibirnya mengulas senyum yang begitu lebar.

Dalam mimpi, Asih melihat seorang pria berparas rupawan mendatanginya. Pria yang sama sekali tidak ia kenal. Bahkan Asih baru pertama kali melihatnya. Namun, seperti memiliki magnet kuat, Asih tetap mendekat.

Pria itu beberapa kali membelai wajah Asih. Memberikan sentuhan mesra. Aneh. Gadis itu hanya diam saja. Pasrah, sama sekali tak memberikan penolakan. Asih justru menikmatinya.

Tubuh gadis itu bergetar menahan nikmat. Terkadang menggeliat dengan kepala yang mendongak. Tangannya yang masih terluka bahkan tak segan mengepal, mencengkeram sprei dan pinggiran ranjang. Tiap kali pria di mimpinya melakukan adegan mesra, tubuh Asih pun beraksi di dunia nyata.

Address

Surabaya

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Info Lokal posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Videos

Share