13/05/2020
Orang Miskin Kelewat Dapat Bansos
Berbeda saat Pemilu Orang Gila Saja Terdata.
Banyaknya orang miskin tak terdata sebagai penerima bansos terkait corona jadi bahan gunjingan warganet. Mereka heran, saat pemilu, orang gila saja bisa terdata. Kenapa sekarang orang miskin bisa kelewat...
Data penerima bansos yang dimiliki daerah kerap berbeda dengan pusat. Sementara koordinasi antar pemegang kekuasaan masih kurang.
Persoalan data bansos juga sempat disinggung Komisi Pemberantasan Korupsi. Hasil temuan komisi antirasuah itu, banyak data ngawur yang dipakai untuk memberikan bansos. KPK lantas menyarankan agar kepala daerah lebih banyak terjun ke lapangan untuk update data.
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil sempat mengeluhkan soal akurasi data. Kata dia, kalau tiap kementerian memiliki survei data sendiri sendiri, akibatnya data yang dimiliki pemerintah pusat dengan pemda tidak sinkron. “Itu jadi salah satu masalah di Indonesia, ketidaksinkronan data pusat dan daerah,” ungkap mantan Wali Kota Bandung itu.
Jenis bantuan yang beragam juga dinilai berpotensi menimbulkan kekacauan dalam penyaluran bansos di masyarakat. Emil menyebut ada sembilan jenis bantuan yang dibagikan. Antara lain bansos Presiden, bansos provinsi, bansos kabupaten/kota, hingga dana desa. “Karena itu membuat masyarakat bingung apalagi turunnya tidak secara bersamaan,” cetus Emil, Kamis (7/5).
Persoalan pendataan juga pernah disampaikan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Mantan Menteri Sosial itu menyatakan pemerintah semestinya memperbarui kualifikasi penerima bansos. Sebab, kualifikasi penerima bansos saat ini hanya berpegang pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial, yang verifikasi data terakhirnya dilakukan pada 2015 silam.
Padahal seiring berjalannya waktu, kata Khofifah, banyak orang yang terdaftar sebagai penerima kala itu, kini kondisinya berubah. Misal, yang dulu PNS saat ini sudah pensiun atau yang dulu miskin dan saat ini sudah sukses. “Apalagi kemudian ada orang yang seharusnya tidak miskin tapi tiba-tiba terdampak Covid sehingga menjadi miskin,” ujarnya.
Padahal seiring berjalannya waktu, kata Khofifah, banyak orang yang terdaftar sebagai penerima kala itu, kini kondisinya berubah. Misal, yang dulu PNS saat ini sudah pensiun atau yang dulu miskin dan saat ini sudah sukses. “Apalagi kemudian ada orang yang seharusnya tidak miskin tapi tiba-tiba terdampak Covid sehingga menjadi miskin,” ujarnya.
Seharusnya pemerintah terlebih dulu meminta data kepada pejabat terkecil di daerah seperti kepala desa, RT dan RW. Pasalnya mereka langsung berhubungan dengan keluarga terdampak Covid-19 atau orang miskin. “Jadi jangan main kirim data terus kirim bantuan, tapi faktanya tidak tepat sasaran,” sesal politisi PAN itu.
Carut-marutnya data bansos ini juga menjadi sorotan warga dunia maya. Para warganet kemudian membandingkan data bansos saat ini dengan daftar pemilih di Pemilu 2019. “Pada saat pilpres semua data valid sampai orang gila dimasukan dlm DPT & diberikan hak utk memilih tapi ketika rezim ini memberikan bansos kpd rkyt pd saat pandemi corona katanya datanya amburadul. Ujung2nya menteri salahkan kepala daerah akhirnya rakyatt lambat tertangani. Rezim ruwet,” tulis akun twitter .
Akun ikut menyinggung DPT Pemilu 2019. “Saat orang gila masuk DPT, Gak ada tuh pejabat yang protes. Bahkan orang mati pun namanya ikut terdaftar. Giliran data bansos bermasalah.. Eh. ada pejabat udah kek cacing kepanasan,” sindirnya. “Jaman pemilu orang gila dimasukin data. Giliran bansos gak bisa sedetail pemilu. Behahahhahaha,” timpal akun . “Buat urusan Pemilu, orang gila saja bisa terdata.Buat urusan Bansos, data tumpang tindih. nggatheli,” sambung .
Sumber : rmco.id
Jangan lupa Like, Coment & Share Seputar Kita