01/05/2020
Masjid Agung Darussalam Temanggung, Saksi Sejarah Perjuangan Pahlawan Bangsa
Kota Temanggung memiliki banyak tempat bersejarah, salah satunya adalah Masjid Agung Darussalam. Letaknya, persis di barat alun-alun dan merupakan salah satu kebanggaan umat muslim di kota Tembakau ini. Dari rentetan sejarahnya tempat ini tidak hanya difungsikan sebagai tempat ibadah semata, tapi pada jaman penjajahan juga kerap dijadikan tempat koordinasi pada pejuang RI.
Ditinjau dari segi bangunan saat ini, memang sepintas tampak seperti masjid moderen, padahal usianya telah lebih dari 185 tahun. Namun sampau saat ini bangunannya tetap berdiri kokoh, bahkan soko guru dan jam yang berada di dalamya masih asli dari sejak awal dibangun sekitar tahun 1830-an.
Berdasarkan catatan sejarah, Masjid Agung Darussalam didirikan oleh bupati pertama Temanggung yakni, Raden Tumenggung Ariyo Joyonegoro pada tahun 1835. Pendirian selang satu tahun setelah ibukota pindah dari sebelumnya di Parakan. Jika di tarik lebih ke belakang lagi memang ada benang merahnya dengan perang Diponegoro.
Kala itu, Parakan merupakan ibu kota dari Kabupaten Menoreh yang dipimpin oleh Bupati Sumodilogo. Namun, karena telah di porak porandakan oleh pasukan Pangeran Diponegoro, maka bupati baru, Ariya Jayanegoro tidak mau menempati Parakan karena dianggap sudah tidak suci. Dia kemudian memilih daerah yang jauhnya 9 kilometer dari parakan dan kemudian di namakan Temangung.
Dari Masjid ini, telah terbangun p**a banyak lika-liku sejarah masyarakat Temanggung. Dahulu selain digunakan untuk kegiatan keagamaan, konon sering juga digunakan sebagai tempat berkumpulnya para pejuang di era perang kemerdekaan. Para pejuang Temanggung yang terkenal dengan pasukan bambu runcingya acap kali melakukan musyawarah serta mengatur strategi di tempat ini.
Ketua Pengurus Masjid Agung Darussalam, SFK Kuntjoro, menuturkan, sekitar tahun 1940-an di depan masjid pernah terjadi perisitiwa memilukan. Waktu itu, secara tak sengaja para pejuang yang jumlahnya tak diketahui secara pasti, belasan atau puluhan tepergok patroli pasukan Belanda.
Sejurus kemudian pertempuran tak seimbang pun terjadi. Belanda memberondong para pejuang dengan senapan mesin, hingga akhirnya diantara mereka banyak yang gugur ditempat kejadian.
“Saya diceritani sama almarhum Pak Amat Tole, dia merupakan pelaku sejarah dalam kejadian di depan masjid itu. Beliau berhasil selamat karena pura-pura mati di dekat teman-temannya yang telah gugur, sehingga dia ditinggalkan oleh serdadu Belanda,” katanya saat ditemui Suara Merdeka, Rabu (29/4).
Demikian masjid ini menjadi saksi sejarah perjuangan pahlawan bangsa. Sejak didirikan dua abad lalu hingga sekarang sebenarnya konstruski masjid tak pernah dirubah. Walaupun telah mengalami beberapa kali pemugaran tetapi secara keseluruhan banguan masih dipertahankan. Terutama, yang mencerminakan kekunoannya.
Dijelaskan, sebanyak empat soko guru yang berketinggian 8 meter terbuat dari kayu jati di masjid ini masih asli dan belum pernah diganti. Begitu p**a dengan mustoko masjid juga masih yang pertama. Sementara, di bagian belakang masjid ada pusara makam Bupati Ariya Joyonegoro dan isterinya.
Penuturan warga sekitar menceritakan dari dahulu sampai sekarang bangunan masjid memang tak banyak berubah. Dahulu ada imam masjid yang sangat kharismatik, yakni Kyai Haji Mandhur. Karena pengetahuannya dibidang agama, beliau menjadi ulama kesohor dan sangat disegani.
Masjid yang dulu bernama Jami atau berarti besar ini memiliki kapasitas untuk lebih dari 2000 orang jamaah. Masjid Agung Darussalam tak hanya megah dalam bentuk bangunannya saja, tetapi makmur dalam kegiatan dan jumlah jamaahnya. Selain untuk salat berjamaah, dan pengajian juga digunakan sebagai taman pendidikan Al Qur’an (TPA). Di papan pengumuman bahkan telah terjadwal pengajian yang telah disusun setiap harinya.
Namun dimasa pandemi korona ini takmir Masjid Agung Darussalam Temanggung memutuskan untuk mematuhi aturan pemerintah dengan meniadakan shalat berjamaah seperti tarawih, shalat Jumat hingga shalat lima waktu. Kegiatan pengajian yang biasanya ada pun untuk sementara ditidakan, hal ini semata untuk memutus mata rantai penyebaran korona dan harapannya badai pandemi ini segera berlalu, agar masyarakat bisa kembali berjamaah mendekatakan diri kepada Sang Khalik di masjid ini.
Raditia Yoni Ariya/suaramerdekakedu.id