18/11/2024
-SEJARAH BENTENG VAN DEN BOSCH NGAWI-
Pada abad 19 Ngawi menjadi salah satu pusat perdagangan dan pelayaran di Kabupaten Ngawi dan dijadikan pusat pertahanan Belanda di wilayah Ngawi dan sekitarnya dalam Perang Diponegoro (1825-1830). Perlawanan melawan Belanda yang berkobar di daerah Ngawi dipimpin oleh Adipati Judodiningrat dan Raden Tumenggung Surodirjo, serta salah satu pengikut Pangeran Diponegoro bernama Wirotani. Pada tahun 1825 Kabupaten Ngawi dan Kecamatan Ngawi berhasil direbut dan diduduki oleh Belanda. Untuk mempertahankan kedudukan dan fungsi strategis Ngawi serta menguasai jalur perdagangan, Pemerintah Hindia Belanda membangun sebuah benteng yang selesai pada tahun 1845 yaitu Benteng Van Den Bosch. Benteng ini dihuni tentara Belanda 250 orang bersenjatakan bedil, 6 meriam api dan 60 orang kavaleri dipimpin oleh Johannes van den Bosch.
Dipilihnya lokasi itu untuk pembangunan Benteng Van Den Bosch karena Sungai Bengawan Solo dan Bengawan Madiun kala itu merupakan jalur perdagangan strategis, dimana jalur lalu lintas sungai yang dapat dilayari oleh perahu-perahu yang cukup besar sampai ke bagian hulu. Kala itu perahu-perahu tersebut memuat berbagai macam hasil bumi berupa rempah-rempah dan palawija dari Surakarta-Ngawi menuju Gresik, demikian juga Madiun-Ngawi dengan tujuan yang sama.
Lokasi Benteng Van Den Bosch sengaja dibuat rendah dari tanah sekitarnya yang lebih tinggi agar tersembunyi dan memenuhi unsur ideal bagi suatu benteng pertahanan. Namun, dengan hebatnya arsitek Belanda saat itu dalam mendesain saluran drainase, walaupun berposisi lebih rendah dari tanah sekitarnya, lokasi Benteng mampu terhindar dari banjir. Oleh karena itu, Benteng Van Den Bosch ini juga dikenal dengan sebutan benteng pendem oleh masyarakat sekitar.
Melihat usaha Belanda dalam menguasai wilayah Ngawi, Pangeran Diponegoro tidak tinggal diam, bersama salah satu pengikut setianya yaitu Kyai Haji Muhammad Nursalim, dia melakukan perlawanan terhadap Belanda serta mengajarkan Agama Islam dan memotivasi perlawanan terhadap Belanda kepada Masyarakat Ngawi. Konon Kyai Haji Muhammad Nursalim memiliki kekuatan kebal terhadap peluru dan senjata sehingga membuat pasukan Belanda merasa terdesak saat utusan Pangeran Diponegoro tersebut melakukan perlawanan bersama pasukannya. Maka Belanda membuat siasat untuk menangkap dan kemudian mengubur Kyai Haji Muhammad Nursalim hidup-hidup di sekitar zona inti Benteng Van Den Bosch.
Source: Wikipedia