PPWI International

  • Home
  • PPWI International

PPWI International Global Media Support
(8)

Lagu untuk Kapolri: Kau yang berjanji, kau yang mengingkari...Pepatah kuno ini penting untuk Kapolri Jenderal Listyo Sig...
21/07/2024

Lagu untuk Kapolri: Kau yang berjanji, kau yang mengingkari...

Pepatah kuno ini penting untuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo: Kerbau dipegang talinya, manusia dipegang janjinya. Kerbau tanpa tali masih berguna, bisa dimakan; manusia ingkar janji apa gunanya? Bangkainya tiada lain hanya untuk makanan cacing belaka.

Pepatah kuno ini penting untuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo: Kerbau dipegang talinya, manusia dipegang janjinya. Kerbau tanpa tali masih berguna, bi...

INFORMASI - PPPWI akan mengadakan acara Peresmian dan Pelantikan Dewan Pengurus Cabang Persatuan Pewarta Warga Indonesia...
20/07/2024

INFORMASI - PPPWI akan mengadakan acara Peresmian dan Pelantikan Dewan Pengurus Cabang Persatuan Pewarta Warga Indonesia (DPC PPWI) Ogan Ilir, Sumatera Selatan, yang dirangkai dengan Seminar dan Diklat Jurnalistik Warga, pada:

Hari/tanggal: Senin, 22 Juli 2024
Pukul: 08.00 wib - selesai
Tempat: Jimbaran Ballroom, Hotel Sunlake Waterfront & Convention, Jl. Danau Permai Raya Block C-1 Sunter, Jakarta Utara, DKI Jakarta.

Selain Ketum PPWI dan para Ketua PPWI Nasional, narasumber yang akan hadir antara lain Penasehat dan Dewan Pakar PPWI, Irjenpol (Purn) Dr. Abdul Gofur, S.I.K., S.H., M.H. dan Brigjenpol (Purn) Drs. Hilman Mandagi, serta beberapa tokoh PPWI lainnya.

Tidak ketinggalan tentunya rekan-rekan pengurus DPC PPWI Ogan Ilir, Sumatera Selatan, yang akan dilantik dipastikan hadir di acara ini.

Demikian sekadar informasi bagi pemirsa media (sosial) ini. Terima kasih.

20/07/2024

Pesan untuk Polisi, Pencari Keadilan, dan Pengacara

Tulisan singkat ini ditujukan kepada rekan dan sahabat semua dimanapun berada, terutama bagi mereka yang sering meminta tanggapan saya atas persoalan atau kasus yang sedang ditangani dan atau viral, yang dipandang butuh dukungan semua pihak di negeri ini, termasuk dari saya. Anda dapat menambahkan dan atau boleh saja menterjemahkan dalam bahasa atau kalimat versi pemahaman masing-masing.

POLISI sebagai pelayan rakyat, pengayom rakyat, pelindung rakyat, penolong rakyat, dan penengah bagi para pihak yang bertikai di masyarakat, serta penegak peraturan yang berlaku di negara ini, harus bekerja sebaik-baiknya, menjalankan tugas dan fungsi-fungsinya sebagaimana disebutkan ini. Polisi harus segera memproses setiap laporan yang masuk, jangan dibiarkan menumpuk, jangan dipilah-pilih mana yang ada uangnya diproses cepat, mana yang tidak ada setorannya diabaikan. Jangan membeda-bedakan laporan yang disertai ‘dekengan pusat’ dan yang hanya ‘dekengan malaekat’. Semua laporan yang masuk harus segera diproses. Metode penyelesaian kasus dapat ditempuh dengan ribuan cara, bukan harus berlanjut ke persidangan dan menghukum orang. Para pihak bisa diajak bermusyawarah, mencari solusi terbaik bagi semua pihak agar mendekat kepada kondisi adil yang diharapkan.

PENCARI KEADILAN dan atau para pihak yang bertikai juga harus saling memberi ruang kepada masing-masing lawan bertikai, jangan mau menang sendiri saja, perlu mengedepankan rasa kasih-sayang sesama manusia dan saling memberi kehidupan bagi semua pihak. Jangan hanya mementingkan diri sendiri, keluarga, dan atau kelompoknya saja, dan membiarkan yang lain dalam keadaan terzolimi. Persoalan paling berat dan maha rumit sekalipun hakekatnya hadir di tengah-tengah masyarakat bersama solusi dan jalan keluar yang terbaik dan memanusiakan semua orang. Sifat rakus dan egoisme duniawi membuat dunia ini seperti neraka.

PENGACARA sebagai pembantu masyarakat pencari keadilan juga perlu mengedepankan solusi solutif, bukan justru memperkeruh suasana dan menjadi provokator yang memperparah persoalan. Pengetahuan dan ketrampilan hukum sesungguhnya berfungsi untuk menghadirkan kondisi adil di antara semua pihak yang bertikai, bukan digunakan untuk tujuan bisnis hukum. Jadilah juru damai yang didasari kasih-sayang bagi semua pihak, baik yang dibela maupun lawan bertikai pihak yang dibela.

Demikian, semoga bermanfaat dan semua mahluk berbahagia. Terima kasih.

Jakarta, 20 Juli 2024
Wilson Lalengke

SALAM SUKSES UNTUK ANDA SEMUAHal sederhana yang bisa dilakukan dalam memperkenalkan seseorang atau sesuatu produk adalah...
18/07/2024

SALAM SUKSES UNTUK ANDA SEMUA

Hal sederhana yang bisa dilakukan dalam memperkenalkan seseorang atau sesuatu produk adalah dengan membagikan tautan berita/informasi tentang seseorang atau sesuatu produk tersebut ke semua orang di jejaring masing-masing. Makin sering, walaupun materinya sama, makin bagus.

Dalam dunia 'social engineering', salah satu cara terbaik untuk 'memaksa' seseorang atau sekelompok orang untuk mengikuti jalan pikiran kita adalah dengan mengulang-ulang pesan yang sama kepada orang yang ditarget. Pesan itu boleh sama setiap saat/hari, boleh juga dalam bentuk dan pola serta kemasan yang berbeda/dimodifikasi.

Pesan yang diulang-ulang secara terus-menerus, awalnya bisa menimbulkan ketidak-sukaan, tapi lama-lama akan bergeser menjadi sebuah kecintaan setelah melalui penyesuaian di dalam pikiran seseorang. Banyak orang dan produk yang awalnya tidak disukai, bahkan dibenci dengan berbagai alasan, namun pada akhirnya menjadi idola.

Terkait JMW-DM misalnya, berita-berita tentang kedua tokoh ini harus terus-menerus dikirimkan ke setiap orang yang ada di jaringan perteman masing-masing, baik melalui WA, SMS, medsos, dan lain-lain. Jika setiap anggota di GWA ini melakukannya setiap hari, katakanlah membagikan informasi dalam bentuk artikel, video, foto, karikatur, berita, kutipan pendek, dan lain sebagainya ke 10 orang setiap hari, maka setidaknya teamses Jayapura Emas akan jadi perhatian dari 2500 orang setiap hari.

Mari kita berexperimen, kirimkan (tersukan/forward) pesan ini ke semua orang di jaringan Anda setiap hari. Selanjutnya, kita bisa lihat hasilnya dalam 10 hari ke depan. Terima kasih dan salam sukses untuk Anda semua.

Jangan lupa, tonton video yang amat fenomenal dan kontroversial ini.

Dia dijuluki Dokter Orang Papua. Nama lengkapnya dr. Yohannis Manangsang Wally, M.Kes. Lelaki ini lahir di Sentani, Papua, 60 tahun lalu, dan mengabdikan dir...

Jabatan dubes yang sudah di ambang mata hilang melayang entah kemana, hahaha. Dasar dedengkot koruptor tengik kelas teri...
17/07/2024

Jabatan dubes yang sudah di ambang mata hilang melayang entah kemana, hahaha. Dasar dedengkot koruptor tengik kelas teri. Masih level maling kampung mau coba naik kelas jadi pencuri uang rakyat. Yaayayaaaiii, dilindas habis dengan cara yang paling memalukan. Makan tuh upah atas perbuatan bejatmu terhadap sesamamu, bajingan tolol..!!!

Hendry dinilai salahgunakan jabatan

13/07/2024

Saya mencari desainer sampul buku berjudul "POLISI, Sahabat Penjahat Musuh Rakyat". Inbox yaa.

Tentang Pabrik Fraud di TrunojoyoOleh: Wilson LalengkeJakarta – Dalam sebuah acara di Mabes Polri, saya diminta jadi nar...
23/06/2024

Tentang Pabrik Fraud di Trunojoyo

Oleh: Wilson Lalengke

Jakarta – Dalam sebuah acara di Mabes Polri, saya diminta jadi narasumber terkait pentingnya peran media dalam mendukung pelaksanaan tugas dan peningkatan citra Polri. Acara itu diselenggarakan oleh Divisi Humas Polri yang berkantor di Jl. Trunojoyo No. 3 Jakarta Selatan, DKI Jakarta. Seingat saya, kegiatan yang dilaksanakan pada Februari 2014 tersebut adalah Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Divhumas Polri dengan tema besar persiapan menghadapi pelaksanaan Pilpres pada tahun itu.

Salah satu peserta forum, Kombespol Rikwanto (kini telah pensiun dengan pangkat terakhir Irjenpol, mengajukan pertanyaan menarik. “Apakah cukup dengan memainkan media agar terlihat bahwa Polri baik, ataukah harus didukung oleh perilaku anggota Polri yang baik juga?” tanya Kombespol Rikwanto yang saat itu menjabat sebagai Kabidhumas Polda Metro Jaya.

Ini tentu saja bukan sebuah pertanyaan yang perlu jawaban dari saya. Tapi hanya sekadar untuk meminta penegasan tentang bagaimana sebaiknya unit Humas Polri menjalankan perannya dengan baik agar citra Polri dipandang baik oleh publik. Pertanyaan itu juga mencerminkan sebuah kegalauan di hati penanya terhadap perilaku sejumlah anggota Polri yang secara faktual buruk di lapangan.

Kita menyadari bahwa tidaklah mungkin semua anggota Polri yang adalah manusia biasa dapat diharapkan baik seluruhnya seratus persen. Pasti ada saja oknum yang terlibat dalam tindak kejahatan yang kemudian menjadi perusak citra institusi pelaksana hukum itu. Terutama mereka yang bertugas di dua satuan kerja khusus Polri, yakni Diretktorat Lalulintas dan Reserse Kriminal, yang rawan penyalahgunaan kewenangan karena terkait penegakan hukum dan mereka bersentuhan langsung dengan warga pencari keadilan.

Menjawab pertanyaan Kabidhumas Rikwanto saat itu, saya menggarisbawahi dua hal penting. Pertama: Humas bukan perlu ‘memainkan media’, tetapi mesti ‘menggunakan media’. Diksi memainkan media merujuk kepada pemanfaatan media semata-mata untuk membagus-baguskan sesuatu yang faktanya bertentangan dengan apa yang dimediakan. Sementara, menggunakan media adalah sebuah upaya memanfaatkan media untuk menyampaikan informasi kepada publik tentang apa yang dikerjakan Polri dan berbagai peristiwa sesuai fakta lapangan.

Kedua, pemanfaatan media oleh Humas Polri bertujuan untuk menyampaikan informasi tentang kinerja Polri kepada masyarakat umum, terutama tentang pelayanan, pengayoman, dan perlindungan yang menjadi tugas pokok Polri. Upaya itu juga dimaksudkan sebagai penyeimbang, bahkan diharapkan lebih dominan, terhadap pemberitaan negatif tentang perilaku oknum-oknum anggota Polri yang terlibat kejahatan atau tindak pidana. Dengan demikian, citra Polri tetap terjaga baik di mata publik.

Ini berarti, Polri harus mengakui bahwa benar ada oknum-oknum anggotanya yang buruk laku, namun secara umum masih ada anggota Polri yang bekerja dengan sungguh-sungguh dalam melaksanakan tugasnya. Polri tidak perlu alergi untuk menyampaikan kepada masyarakat bahwa ada oknum, bahkan mungkin jumlahnya sangat masif – dari tingkat kepangkatan terendah hingga mereka yang berbintang lima – yang bermental korup, hedonis, arogan, menyalahgunakan kewenangan, pembunuh, perampok, pemain judi, mafia hukum, herder mafia tambang, bandar narkoba, dan berbagai perilaku kriminal lainnya.

Satuan kerja (Satker) Humas Polri, dari tingkatan teratas yakni Kapori, Divhumas, Bidhumas, Baghumas, hingga unit-unit penerangan masyarakat di tataran paling bawah, semestinya ‘menggunakan media’ dalam rangka menyampaikan sekaligus mengedukasi publik terkait segala sesuatu yang diprogramkan, sedang dikerjakan, dan akan dilakukan Polri bersama jajarannya sesuai tuntutan masyarakat yang membutuhkan pelayanan, pengayoman, dan perlindungan. Satker Humas Polri dilarang keras ‘memainkan media’ untuk mengelabui publik melalui penyebaran informasi fraud (tipuan), apalagi bluffing (mengintimidasi/menggertak) yang tujuannya agar Polri terlihat bagus, baik, tegas, dan telah menjalankan tugasnya dengan benar.

Satker Humas Polri menempati posisi yang amat strategis dalam pengembangan bangsa ke masa depan. Perannya sebagai gerbang penegakan hukum menjadikannya sebagai pusat perhatian seluruh rakyat di negeri ini. Setiap informasi kepolisian yang digaungkan ke masyarakat melalui Humas Polri akan menjadi asupan nutrisi bagi otak-nya rakyat yang menghuni nusantara ini.

Oleh sebab itu, ketika Humas Polri memproduksi berita bohong, dusta, hoax, fraud, bluffing, dan sejenisnya, ini artinya Polri sedang memberi asupan informasi sampah beracun jenis B3 bagi rakyat. Dapat dibayangkan, dengan tingkat pendidikan masyarakat Indonesia yang relatif masih belum memadai (62,1 persen lulusan SMP, tertinggi di dunia menurut UNESCO 2023), maka informasi dan pemberitaan sampah beracun dari institusi Polri menjadi penghancur dasyat bagi bangsa dan negara Indonesia. Jika akhirnya Indonesia hancur, baik dari sisi perdaban, moralitas, perilaku, serta persatuan dan kesatuannya, Polri merupakan salah satu pihak yang harus bertanggung jawab atas kehancuran negeri ini.

Satker Humas Polri yang terindikasi telah berkolusi hanya dengan para pekerja media konstituen Dewan Pers, seperti PWI peternak koruptor dan beberapa organisasi wartawan yang dianggap ‘resmi’ karena terdaftar di Dewan Pers, dapat dipandang sebagai sebuah unit di lembaga Polri yang jauh dari tujuan pembentukan satuan kerja tersebut. Pola kerja diskriminatif semacam itu membuka ruang yang sangat besar bagi perkembangan informasi fraud, hoax, dan bluffing yang mempercepat kerusakan bangsa. Instruksi Dewan Pers untuk hanya mengutip ‘informasi resmi’ dari Polri dalam kasus pembunuhan Brigadir Josua oleh Irjenpol Ferdy Sambo beberapa waktu lalu adalah contoh nyata dari sekian banyak kasus kolusif Polri dengan media-media tertentu binaan Dewan Pers.

Kasus informasi bohong Kabidhumas Polda Lampung, Kombespol Umi Fadhilah, terkait penanganan dugaan tindak pidana pengeroyokan terhadap wartawan Lampung Timur, Sopyanto, yang terkesan dipeti-eskan hanyalah satu contoh lainnya dari sekian ribu informasi fraud alias hoax jahat yang dilakukan unit humas di lingkungan Polri. Kebohongan demi kebohongan yang diproduksi oleh humas-humas kepolisian di Polda, Polres, Polsek, dan unit-unit kerja Polri di berbagai sudut negeri, terus saja bertebaran di beragam media massa. Tujuannya hanya satu: agar Polri terlihat kerja bagus di mata publik, jauh dari tujuan untuk menyajikan fakta lapangan demi membangun peradaban, moralitas, dan perilaku yang baik di bangsa ini.

Fenomena kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon 8 tahun lalu menjadi batu ujian bagi Polri. Apakah carut-marut penanganan kasus yang disinyalir dipicu oleh perdagangan narkotika skala mafia Pablo Escobar itu dapat diselesaikan dengan benar dan adil sesuai peraturan dan koridor hukum yang berlaku? Semua mata rakyat, juga dunia internasional sedang memelototi Polri terkait tragedi mengenaskan tahun 2016 itu.

Jika menilik dari gelagat Divisi Humas Polri, akhir dari kasus tersebut bakal selesai sesuai keinginan Polri semata untuk tetap dianggap sebagai institusi yang berisi para malaekat suci yang tidak pernah salah. Kita tidak dapat berharap banyak dari Polri menghadirkan fakta yang benar sebagai basis melahirkan keadilan bagi para korban dan keluarganya.

Lihat saja pernyataan Kadivhumas Irjenpol Sandi Nugroho baru-baru ini yang dengan pongahnya mengatakan bahwa kuli bangunan Pegi Setiawan sebagai otak pembunuhan dengan modal alat bukti foto Pegi diapit 2 wanita, tanpa menjelaskan dengan pasti hubungan foto itu dengan peristiwa pembunuhan Vina dan Eky. Kadivhumas Polri mencoba menutup mata dengan fakta-fakta lapangan yang didapatkan dan diviralkan oleh para jurnalis waga alias pewarta warga dan netizen yang bertolak-belakang dengan pernyataan dari internal Polri selama ini. Kadivhumas Polri juga terkesan tidak punya hati nurani terhadap para terpidana yang disiksa hancur-hancuran oleh gerombolan oknum polisi Cirebon dan Jawa Barat walaupun sang Kadivhumas bergelar Master Humaniora.

Saya sebagai salah satu rakyat pemilik negara Indonesia merasa sangat dirugikan karena harus membiayai hidup seseorang Kepala Divisi Humas Polri yang kerjanya memproduksi fraud, hoax, dan bluffing, informasi sampah beracun bagi bangsa ini. Apalagi, dia menggunakan peralatan press conference dan publikasi menggunakan anggaran negara untuk menyebarkan produk fraud-nya itu. Sebaiknya Kapolri memecat dia segera sebelum terlambat. (*)

Penulis adalah Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI)

*SILET BAYI DI TANGAN DOKTER ORANG PAPUA*Dia dijuluki Dokter Orang Papua. Nama lengkapnya dr. Yohannis Manangsang Wally,...
17/06/2024

*SILET BAYI DI TANGAN DOKTER ORANG PAPUA*

Dia dijuluki Dokter Orang Papua. Nama lengkapnya dr. Yohannis Manangsang Wally, M.Kes. Lelaki ini lahir di Sentani, Papua, 60 tahun lalu, dan mengabdikan diri sebagai dokter di berbagai tempat di Tanah Papua selama lebih dari 35 tahun. Dokter Orang Papua yang di tempat kerjanya sehari-hari disapa Dokter John, menceritakan pengalaman fenomenalnya saat bertugas di Puskesmas Tanah Merah, Boven Digul, Papua, tempat pengasingan para tahanan politik di masa penjajahan Belanda.

Atas izin Dokter John, video ini saya bagikan kepada Anda semua. Saya jamin seru, menegangkan, dan sangat mungkin di luar nalar bagi banyak orang. Inilah Silet Bayi di Tangan Dokter Orang Papua (Judul asli: Silet di Belantara Digoel Papua).

Dia dijuluki Dokter Orang Papua. Nama lengkapnya dr. Yohannis Manangsang Wally, M.Kes. Lelaki ini lahir di Sentani, Papua, 60 tahun lalu, dan mengabdikan dir...

Menakar Integritas Kapolri LSP Soal Ikan Busuk Mulai dari KepalanyaOleh: Wilson LalengkeJakarta – Kepala Kepolisian Repu...
13/06/2024

Menakar Integritas Kapolri LSP Soal Ikan Busuk Mulai dari Kepalanya

Oleh: Wilson Lalengke

Jakarta – Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Listyo Sigit Prabowo (Kapolri LSP), di depan para pimpinan Polri pernah berujar bahwa ‘ikan busuk mulai dari kepalanya’. Pengandaian itu disampaikannya sebagai ilustrasi bahwa jika anak buah dari para pimpinan Polri tidak becus, tidak profesional, bahkan berperilaku bejat, maka itu pertanda pimpinannya yang terlebih dahulu berperilaku demikian. Buruknya perilaku pimpinan menjadi penyebab memburuknya organisasi yang dipimpinnya. Untuk mengatasi agar ikan tidak membusuk seluruh badan, maka kepalanya harus diamputasi, dipotong, dan dibuang. Lebih cepat lebih baik, meminjam ucapan populer Jusuf Kalla.

“Ada pepatah, ikan busuk mulai dari kepala, kalau pimpinannya bermasalah, bawahannya akan bermasalah juga. Pimpinan harus jadi teladan sehingga bawahannya akan meneladani. Karena kita tidak mungkin diikuti kalau kita tidak memulai yang baik, kita tidak mungkin menegur kalau tidak jadi teladan, harus mulai dari pemimpin atau diri sendiri,” ujar Kapolri LSP waktu itu.

Berita terkait di sini: Kapolri: Ikan Busuk Mulai dari Kepala, Maksudnya Begini (https://www.kompas.tv/nasional/226558/kapolri-ikan-busuk-mulai-dari-kepala-maksudnya-begini)

Pernyataan Kapolri tersebut cukup bagus. Setidaknya, hal itu akan mengingatkan para pimpinan Polri untuk melakukan tugasnya dengan baik, professional, dan lebih daripada itu mereka juga harus bermoral, berahlak, dan berkelakuan baik. Jika tidak, maka para pimpinan di satuan-satuan dan unit-unit kerja Polri akan mendapatkan sanksi pembebasan dari tugasnya sebagai pimpinan, bahkan dapat saja diberhentikan dari institusi Polri.

Namun demikian, peribahasa ‘ikan busuk mulai dari kepalanya’ sesungguhnya merupakan pedang yang semestinya juga, bahkan lebih, mengarah kepada sang Kapolri sendiri. Ketika lembaga yang dipimpinnya dipenuhi para gangster mafia hukum, mafia narkoba, mafia judi online, mafia BBM, mafia tambang illegal, mafia barang selundupan, dan berbagai perangai mafioso bejat lainnya, maka seharusnya Kapolri LSP sadar diri bahwa lembaganya busuk dimulai dari kepalanya, yakni Kepala Polri alias Kapolri a.k.a dirinya sendiri.

Berbagai kasus yang melibatkan para jenderal polisi semestinya cukup menjadi indikator bahwa Polri sudah sangat buruk dan tidak layak dipertahankan. Bayangkan saja, jenderal bintang 3, yang artinya hanya satu level di bawah Kapolri yang bintang 4, diduga terlibat dalam kasus kejahatan tambang illegal di Kalimantan Timur dan di berbagai wilayah pertambangan lainnya. Parahnya lagi, untuk menyelamatkan sang bintang 3 itu, anak buahnya bernama Ismail Bolong bersama anak-istrinya dijadikan tumbal atas kasus tersebut. Kebejatan jenis apa yang pantas dilabelkan ke para oknum jenderal polisi macam itu?

Rangkaian kasus narkotika yang melibatkan para perwira Polri marak terjadi selama bertahun-tahun dan terkesan dipelihara oleh lembaga penegak hukum ini. Dari data yang mulai terungkap dalam 2-3 tahun terakhir, para wereng coklat yang terlibat mafia narkotika mulai dari oknum mantan kapolri, kapolda, kapolres, dan bahkan kadivporpam. Belum terbilang para kasat dan kanit narkoba yang tersebar di seantero nusantara. Berkaca dari kasus Tedy Minahasa, anggota Polri tidak lagi hanya sekadar sebagai pengguna dan backing para bandar, tetapi mereka adalah bandar itu sendiri. Level internasional p**a. Sebagaimana juga pernah disuarakan oleh anggota DPR RI yang mengatakan ‘dari sepuluh bandar narkoba, delapan adalah aparat’.

Korban-korban dari masyarakat berjatuhan setiap saat, baik mati overdosis dan ketergantungan maupun tewas terbunuh oleh para geng mafia narkotika. Para korban barang haram tersebut yang masih hidup terpenjara dan menjalani rehabilitasi tak terkira banyaknya. Mereka adalah obyek penderita yang menjadi korban langsung dari perilaku bejat para mafia narkoba berbaju aparat. Tragedi Vina Cirebon hanyalah titik kecil dari gunung es kasus serupa yang tidak terdeteksi oleh publik.

Kebejatan dalam bentuk kekerasan domestik di kalangan anggota Polri juga ibarat bintang bertaburan di langit. Tidak terhitung banyaknya. Kasus Polwan Rusmini yang dizalimi suaminya yang adalah polisi hingga hari ini tidak diselesaikan dengan benar sesuai hukum yang berlaku. Bahkan, dari data yang ada ternyata gaji yang bersangkutan selama 8 tahun tidak dibayarkan, hilang dimakan hantu. Tragedi Polwan Rusmini juga hanyalah satu titik kecil dari sekian banyak kebejatan anggota Polri terhadap keluarganya. UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) nyaris tak berlaku di kalangan anggota Polri. Akhirnya Polwan Mojokerto, Briptu Fadhilatun Nikmah, muncul dengan caranya sendiri menghukum polisi yang adalah suaminya sendiri dengan caranya sendiri.

Belum lagi jika kita menyoroti soal kriminalisasi rakyat yang sungguh sangat sangat sangat banyak. Delapan orang yang ditumbalkan dalam kasus Vina Cirebon, sekali lagi, hanyalah setitik dari sekian tiada terhitung korban kriminalisasi aparat Polri. Jika Anda memiliki waktu senggang, silahkan berkunjung ke Lapas dan Rutan terdekat di wilayah masing-masing. Anda mungkin tercengang dengan fakta bahwa maksimum hanya 20 persen penghuni penjara-penjara itu yang layak dipidana. Selebihnya adalah orang baik-baik yang sedang mengalami ‘nasib baik’ berpindah domisili saja. Semua itu boleh terjadi karena kebobrokan penerapan hukum di negeri ini yang diawali dari bobroknya mentalitas aparat Polri.

Uniknya, para kriminal sejati berkeliaran bebas di luar penjara. Jumlahnya sangat banyak. Minimal lebih dari 70 persen dari para pejabat dan aparat di negara ini adalah pelaku tindak kriminal yang mesti dipidana. Mereka tidak tersentuh hukum. Uang dan kekuasaan menyelamatkan para penjahat itu dari jeratan hukum. Contoh kecil saja, laporan polisi tentang dugaan korupsi dan atau penggelapan dana hibah BUMN yang melibatkan Kementerian BUMN dan para dedengkot koruptor pengurus pusat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Hendry Ch Bangun cs, hingga hari ini masih mangkrak di Bareskrim Polri.

Kejahatan yang dilakukan para anggota Kepolisian Indonesia sudah sangat masif dan merata, di semua wilayah di semua level. Lelaku jahat tersebut tidak lagi dapat diklasifikasikan sebagai perilaku oknum per oknum anggota Polri. Pasalnya, di hampir semua kasus yang melibatkan anggota Polri, baik dalam penanganan kasus maupun jaringan mafioso yang dilakukan, umumnya terjadi dalam sebuah sistem yang terstruktur rapi dan koordinasi kuat, baik secara vertikal antar bawahan-atasan, maupun horizontal antar unit dan sub-unit. Saling mendukung, memback-up, dan melindungi adalah SOP tak tertulis di antara mereka.

Kondisi Polri sebagaimana diutarakan di atas semestinya menjadi bukti faktual bahwa ikan paus peliharaan Pemerintah Indonesia, yang bernama Kepolisian Republik Indonesia itu sudah membusuk parah. Ibarat kanker, penyakit yang diidap institusi yang dibiayai ratusan triliun uang rakyat setiap tahunnya ini sudah pada stadium level 5, sekarat, dan hampir mustahil bisa diobati dengan terapi apapun juga.

Bagi saya, jika Kapolri LSP menghayati apa yang dia sampaikan di depan jajarannya kala itu, maka sang pengucap ‘ikan busuk mulai dari kepalanya’ ini semestinya sudah harakiri alias bunuh diri. Minimal dia secara gentlemen mengakui bahwa dirinya gagal menjadi kepala ikan yang baik, sehat, dan berizi untuk bangsa ini. Selanjutnya dia meminta maaf kepada rakyat Indonesia dan mengudurkan diri secara terhormat.

Tatkala Kapolri LSP tidak mampu melakukannya, berarti integritas sang jenderal bintang 4 itu amat rendah. Sebab integritas menuntut seseorang memiliki sifat jujur dan mempunyai prinsip moral yang kuat, konsisten terhadap apa yang diucapkan. Integritas harus menyiratkan bukan saja sifat dapat dipercaya, tapi mesti berada pada level karakter di mana seseorang tidak mampu berbohong terhadap suatu amanah, tanggung jawab, atau janji. Genaplah kata Gusdur, ‘hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia: polisi tidur, patung polisi, dan Jenderal Hoegeng’.(*)

Penulis adalah Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012, lulusan pasca sarjana bidang studi Global Ethics dari Birmingham University, England, dan bidang studi Applied Ethics dari konsorsium Utrecht University, The Netherlands, dengan Linkoping University, Swedia.

Polisi yang Bakar Polisi di Mojokerjo Itu Pahlawan!Oleh: Wilson LalengkeJakarta – Sekira seminggu silam, seorang rekan s...
12/06/2024

Polisi yang Bakar Polisi di Mojokerjo Itu Pahlawan!

Oleh: Wilson Lalengke

Jakarta – Sekira seminggu silam, seorang rekan sesama penerima beasiswa Ford Foundation menghubungi saya. Dia telepon beberapa kali. Saya tidak sempat merespon karena sedang di perjalanan bersama ‘orang rumah’. Dia kemudian mengirim pesan, “Bro, jika sudah ada waktu saya mau telepon.”

Tiba di rumah saya baca pesan tersebut, sebut saja dari Bang Budiman. Saya berguman. Tumben kawan ini menghubungi saya. Soalnya sudah lama kami tidak berkomunikasi. Berbilang tahun sudah. Tentu ini ada hal penting sehingga mendadak teringat untuk menghubungi saya.

Saya kemudian merespon dengan menghubungi balik kawan saya yang tinggal di perbatasan Bogor dan Kabupaten Sukabumi itu. “Halo Bang Budiman, tumben menghubungi saya, adakah yang bisa saya bantu?” Saya menyapa dan menanyakan apa hajat gerangan tuan?

Rupanya, dia mau minta tolong. Mungkin karena mengira saya orang media dan banyak sahabat Polisi, sehingga dianggapnya saya bisa membantunya. Perkaranya terkait keponakannya yang ditahan Polres Jakarta Barat. Kasusnya berkenaan dengan judi online. Ponakannya itu digeledah Polisi di jalanan dan memeriksa handphone si ponakan.

Na’as, dalam hape tersebut masih tersimpan history chat tentang permainan judi online. Menurut Bang Budiman, sebenarnya history chat itu sudah lama. Ponakannya tidak lagi terlibat dalam permainan tersebut. Namun, sang oknum aparat Polres Jakarta Barat bersih-keras memproses dan menggiring sang ponakan ke Polres. Ditahanlah dia.

Saat di Polres, cerita kawan saya itu, orang tua si keponakannya ini dimintai uang tebusan. Nominal 50 juta rupiah. Karena tidak ada uang sebanyak itu, keluarga kawan saya menawar 10 juta. Polisi bertahan di angka 25 juta. Untuk menyelesaikan urusan itulah, si kawan ini meminta bantuan saya menegosiasikan ke oknum Polres Jakarta Barat agar bersedia menerima tebusan 10 juta rupiah dan melepaskan keponakannya.

Saya tentu saja tidak mungkin bantu. Saya katakan kepada rekan saya yang menyelesaikan studi S-2-nya atas sponsor Ford Foundation di Inggris itu, bahwa saya tidak bisa bantu. Karena jika saya melakukannya, maka tentu saja saya tidak mungkin lagi bisa mengkritisi kinerja institusi Polri yang dipenuhi para perompak berbaju aparat itu. Dia setuju. Namun saya berikan nama seseorang kepada teman saya agar dihubungi untuk bantu ke Polres Jakarta Barat. Setelah itu, saya tidak tahu lagi akhir ceritanya.

Penggalan pengalaman di atas saya utarakan sebagai pembuka tulisan ini, yang judulnya mungkin agak ganjil bagi banyak orang. Secara singkat saya ingin mengatakan bahwa pembunuh orang-orang bejat, terutama aparat hukum yang sewajibnya menegakkan hukum, adalah pahlawan! Di saat kepercayaan terhadap institusi penegak hukum sudah di bawah nol derajat Celsius, maka penegakan hukum ala film Death Wish yang tayang baru-baru ini di sebuah televisi swasta merupakan pilihan masyarakat.

Death Wish merupakan film Amerika yang terinsipirasi dari novel karya Brian Garfield. Dirilis pertama kali tahun 2018. Film tersebut bercerita tentang aksi seorang dokter bedah yang menempuh jalannya sendiri menghabisi para penjahat yang telah menewaskan istrinya.

Dikisahkan Paul Kersey, seorang dokter bedah yang bekerja di salah satu rumah sakit di Chicago. Dia memiliki seorang istri bernama Joanna dan seorang putri bernama Jordan. Keluarga kecil itu sangat bahagia. Apalagi ketika putrinya berhasil diterima di salah satu universitas terbaik di New York, mereka merayakannya.

Akan tetapi, kebahagiaan keluarga ini tidak berlangsung lama. Peristiwa tragis merenggut suasana indah kehidupan Paul bersama keluarga kecilnya. Tepat di malam ulang tahunnya, rumah mereka disatroni sekelompok penjahat. Istrinya, Lucy, tewas dalam serangan itu. Jordan putrinya, mengalami koma akibat geger otak terkena peluru para perampok.

Kejadian memilukan ini menghancurkan kehidupan Paul dan meninggalkan rasa sedih amat mendalam. Istrinya telah tiada, anak satu-satunya sedang koma entah kapan bisa siuman dan sembuh. Paul berusaha mencari keadilan melalui jalur hukum. Namun harapannya berujung kecewa. Kasus kematian Lucy ditangani seadanya oleh pihak kepolisian.

Rasa kecewanya semakin meningkat tatkala melihat betapa banyaknya kejahatan terjadi di kotanya tanpa penanganan efektif dari pihak berwenang. Menyaksikan kenyataan itu, Paul kemudian sadar bahwa dia tidak mungkin tinggal diam, menunggu hasil kerja aparat hukum yang entah apa kerjanya. Diapun berkesimp**an bahwa dirinya harus bertindak sendiri tanpa mengandalkan pihak kepolisian lagi.

Singkat cerita, ketika satu per satu anggota kelompok penjahat yang membunuh istrinya dihabisi oleh Paul, polisi yang ditugaskan menangani kasus kematian Lucy, menaruh curiga terhadap Paul atas tewasnya para penjahat itu. Mereka menduga Paul berada di balik terbunuhnya anggota-anggota geng penjahat.

Bagi masyarakat, Paul justru menjadi pahlawan karena merasa terlindungi dari para penjahat yang terlihat kebal hukum. Paul Kersey bahkan diberi julukan sebagai malaikat penjaga di tengah maraknya kejahatan yang terjadi. Dia jadi simbol penyelamat di kala aparat hukum tidak berdaya melaksanakan tugasnya sebagaimana mestinya.

Jika Polri tidak segera berbenah, membina anggotanya dengan moralitas dan ahlak yang baik, yang selama ini malah terkesan melakukan pembiaran terhadap kejahatan yang makin marak di tubuh lembaga wereng coklat itu, maka jangan salahkan Briptu Fadhilatun Nikmah yang dengan tegas menghukum dengan caranya sendiri. Sesungguhnya, Polwan Fadhilatun Nikmah adalah pahlawan, minimal bagi harga dirinya sebagai istri dan anak-anaknya yang diperlakukan tidak adil oleh seorang polisi bermoral bejat, suaminya sendiri. Bravo Briptu Fadhilatun Nikmah..!

Penulis adalah mantan dosen Filsafat dan Logika Ilmu pada Fakultas Psikologi Universitas Bina Nusantara Jakarta

Address


Alerts

Be the first to know and let us send you an email when PPWI International posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to PPWI International:

Videos

Shortcuts

  • Address
  • Telephone
  • Alerts
  • Contact The Business
  • Videos
  • Claim ownership or report listing
  • Want your business to be the top-listed Media Company?

Share