
04/09/2024
KEJUTAN SAAT AKU PULANG KAMPUNG
Part 2
"Ke Semarang? Abang ngeledek? Punya uang juga nggak." Aku menepuk dahi, lupa jika belum memberitahu kalau aku sudah pulang.
Setelah memberi alamat pada Kamila, aku mendekati Ibu. Pokoknya, aku akan mendapat kejelasan dari ini semua.
--
"Jadi, kalian tak pernah mengunjungi Ibu?" tanyaku setengah tak percaya saat mendengar ucapan Kamila serta Fikri.
"Bagaimana mau mengunjungi, Bang? Kami baru datang ke depan pintu saja sudah diusir. Terakhir ketemu, pas Ibu jatuh di kamar mandi dan akhirnya stroke itu."
Aku mengelus dada. Tak menyangka kelakuan istri sebegini keterlaluannya. Apa kurangnya perlakuanku padanya? Uang kukasih hampir 80% pendapatan dan lemburanku. Belum lagi jika ada bonus karena memenangkan proyek.
Untuk keluarganya, aku pun tak pernah lupa menyisihkan untuk mereka. Jadi, aku tak habis pikir. Kenapa ia bisa tega berbuat begini?
"Bu, tolong jujur sama Abang. Ibu tak mau kan, hidup dengan menantu seperti itu terus?" cecar Mila.
"I-ibu..."
Aku menghela napas, sepertinya Ibu belum bisa kutanyai lebih banyak. Kusuruh beliau untuk istirahat, sementara aku, Kamila dan juga Fikri pergi ke cafe bawah.
"Sebenarnya, beberapa hari lalu, aku melihat Mbak Zahra dibonceng laki-laki, Mas. Masih muda, kayaknya seumuran sama aku. Masuknya berond**g bukan, sih? Secara aku aja usianya dua puluh lima, Mbak Zahra dua puluh delapan tahun."
Aku menghela napas. Zahra memang keterlaluan. Selain memperlakukan ibuku dengan buruk, ia juga diam-diam mengkhianatiku.
"Jadi, ini alasan kalian tak pernah bisa kuhubungi? Karena Abang pernah menyuruh kalian untuk tak menghubungi lagi, sehingga kalian memblokir Abang?" tanyaku pada Fikri, juga Kamila.
"Iya, aku masih simpan chat abang enam bulan yang lalu."
Fikri menyerahkan ponselnya, lalu kubaca perlahan. Aku tak pernah mengirimkan pesan seperti ini, namun kenapa bisa ada? Pikiranku langsung tertuju pada Zahra, apakah dia dalang dari semua ini?
Lamunanku tersadar saat sebuah panggilan masuk ke ponselku. Dari Zahra. Kenapa dia? Bukankah ia tengah bersenang-senang dengan brond**g simpanannya?
"Halo," ucapku, setelah memberi kode pada dua adikku untuk diam.
"Halo, Bang? Aku minta uang d**g, Bang. Ibu nih, pengen beli mukena baru. Adek dah nanya ke teman, ada yang kualitasnya bagus banget. Tapi ya gitu, harganya delapan ratus ribu," ucapnya.
"Bukankah minggu lalu Abang sudah mengirimkan uang, Dek? Kenapa sudah habis? Abang kirim lima juta, loh," ucapku dengan amarah yang tertahan.
"Ih, Abang kok perhitungan?"
"Ya sudah, mana Ibu? Abang mau ngobrol."
"Ng ... A-anu, Bang. I-ibu lagi tidur. Kayaknya kecapekan karena habis nonton tivi tadi."
"Nonton tivi bisa capek juga? Emang Ibu nonton tivinya sambil apa? Olahraga?" tanyaku ketus.
"Kok Abang ketus gitu? Abang nggak percaya sama Adek?" tanyanya dengan suara manja dibuat-buat.
Selama ini, aku paham. Aku yang lalai terhadap Ibu. Jika aku menelepon dan berkata ingin berbicara dengan Ibu, Zahra selalu bilang Ibu sedang capek, tidur, ataupun makan. Apakah ini hanya alasannya saja, supaya aku tak bisa melihat keadaan Ibu?
"Oh, ya sudah. Nanti Abang kirim."
Panggilan pun terputus. Mila melotot padaku, mungkin ia mengira aku akan benar-benar mengirimkan uang lagi untuk wanita itu.
"Tenang saja, Abang nggak akan kirim. Kayaknya, dia belum tahu kalau Ibu gak ada di rumah."
"Kenapa, Bang?" tanya Kamila.
"Karena tadi pas kami naik taksi online, Zahra pulang sama lelaki muda, seperti yang kamu ucapkan."
"Nah, betul kan, Bang? Aku tak bohong," ucap Mila.
"Bang, coba suruh Ibu untuk jujur, aku cemas sendiri," pinta adik bungsuku itu.
"Iya, Abang pun sudah penasaran banget."
Kami memutuskan untuk naik ke atas. Melihat Ibu yang tengah tertidur pulas, membuatku tak tega untuk membangunkannya.
Mila mendekat ke arah Ibu, lalu memeluknya. Aku bisa melihat, anak perempuan satu-satunya itu begitu merindukan Ibu. Saat Mila tak sengaja membuka baju Ibu, mataku membeliak melihat sesuatu di sana. Aku pun mendekat, untuk memastikan.
Luka memar apa ini?
Di KBM APP sudah TAMAT, yuk baca di sana!