23/08/2016
Dalam karya terkemukanya yang berjudul Commentary on the Poetics of Aristotle, Rushd merumuskan pandangan sastranya ke dalam tiga tesis: pertama, definisi sastra sebagai seni pujian atau celaan yang didasarkan pada representasi moral; kedua, tujuan sastra untuk menghasilkan efek kekaguman pada audiens melalui keunggulan teknik peniruan dan unsur-unsur performatif; dan ketiga, kedudukan sastra sebagai cabang dari logika. Kita tak bisa menghindari bahwa Aristoteles adalah pemikir yang kerap dikutip sebagai pemegang otoritas untuk ketiga pandangan tersebut, dan Ibn Rushd mengembangkan wawasan yang sering kali secara kebetulan terkait dengan argumen utama Aristoteles. Sehingga membaca Rushd sangat mungkin membuat kita berpikir bahwa Rushd seolah hanya sedang melakukan pengulangan atas segala gagasan Aristoteles. Maka pertanyaan sederhananya adalah: apa sumbangsih Rushd dalam memperkaya gagasan sastra Aristotelian, khususnya dalam bidang sastra?
Dalam berbagai perbincangan seputar sastra dan agama (Islam, Katolik, dan Kristen), kita mungkin sering mendengar ungkapan bahwa sebaik-baik karya sastra di sepanjang sejarah dunia ini tak lain adalah kitab suci. Bagi para frater atau santri, ungkapan ini pastilah bukan hal baru, meskipun sering kal...