Lautan Tauhid

  • Home
  • Lautan Tauhid

Lautan Tauhid Lautan Tauhid - Tasawuf dalam Al Quran, Hadis, Ijma', Qiyas dan Kitab Hikam, Kitab Ihya Ulumuddin, dan Kitab Lainnya.

Kisah Teladan Para Sahabat, Kisah Para Wali Allah, Sufi dan Arifbillah

04/06/2020

Pertemuan Imam Syafi’i dengan Para Ulama Irak.

Sumber: "Alla Madzhabiyyah Akhtharu Bid’atin Tuhaddid al-Syari’ah al-Islamiyyah" DR. Muhammad Sa’id Ramadlan al-Buthi.

Pertemuan Imam Syafi’i dengan Para Ulama Irak – Selama berada di Baghdad, seringkali Imam Asy-Syafi’i ra mendatangi pertemuan para ulama. Pada pertemuan itu, beliau mengadakan munadharah (tukar pikiran) tentang berbagai masalah agama, terutama dengan para ahli fiqih, murid Imam Abu Hanifah ra.

Imam Asy-Syafi’i ra pun mempelajari Fiqih Iraqi. Beliau membaca kitab-kitab Imam Muhammad Ibnul Hasan. Dengan demikian, berkumpullah pada diri beliau Fiqih Hijazi dan Fiqih Iraqi, atau fiqih yang berpegang pada dirayah.

Beliau telah belajar pada guru-guru yang terkenal keluasan ilmunya pada masa itu. Walaupun Imam Asy-Syafi’i menghadiri majelis-majelis Ibnul Hasan, beliau memandang dirinya sebagai salah seorang pengikut Malik dan salah seorang ahli fiqih dalam madzhabnya, yang juga seorang penghafal Al-Muwaththa’.

Asy-Syafi’i membela Fiqih Madinah, sehingga beliau sering mendebat sahabat-sahabat Muhammad Ibnul Hasan untuk mempertahankan Fiqih Hijazi. Pada awalnya Imam Asy-Syafi’i tidak mendebat Imam Muhammad Ibnul Hasan karena menghormatinya sebagai guru. Akan tetapi, pada suatu hari Asy-Syafi’i berdebat juga dengannya atas permintaan Ibnul Hasan sendiri.

Selama berada di Baghdad, Imam Asy-Syafi’i selalu menghadiri majelis ulama-ulama lainnya, seperti Imam Waki’ bin Jarrah, Imam Abu Usamah, dan lain-lain. Dalam setiap pertemuan, terjadilah munadharah antara beliau dengan para ulama Irak, tetapi Imam Asy-Syafi’i selalu mengungguli mereka. Akibatnya, banyak di antara mereka yang tidak senang terhadap heliau, terutama mereka yang s**a mendekatkan diri kepada khalifah.

Diriwayatkan, pada suatu hari mereka yang tidak senang bersepakat untuk mencari beberapa masalah yang sulit untuk diputuskan, kemudian mengemukakannya kepada Imam Asy-Syafi’i di hadapan Khalifah Harun Ar-Rasyid, yaitu dalam majelis munadharah, dengan tujuan untuk menjatuhkan Imam Syafi’i.

Akan tetapi, pertanyaan tersebut dijawab semuanya oleh Imam Asy-Syafi’i dengan jawaban yang tepat. Hal itu membuat Ar-Rasyid sangat tertarik atas kecerdasan Asy-Syafi’i dalam menjawab masalah-masalah yang dikemukakan oleh para ulama. Harun Ar-Rasyid berkehendak mengangkat Imam Asv-Syafi mnjadi qadhi negeri Yaman, namun permintaan itu ditolak oleh beliau.

Nama Imam. Asy-Syafil. semakin harum dan beliau pun sangat dihormati oleh khalifah, para ulama, para pembesar negara, dan masyarakat banyak. Pengajarannya selalu disambut oleh orang ramai dari segenap penjuru Kota Baghdad yang datang berduyun-duyun ke tempat pengajarannya. Tidak ada seorang ulama pun yang lebih banyak dikerumuni orang di waktu memberi pengajaran, selain beliau.

Imam Asy-Syafri ra mulai mengarang kitab. Salah satunya dikenal orang dengan Al-Qadim. Karena kemahirannya dalam urusan mengarang, apabila melihat keadaan yang kurang atau tercela, seketika itu juga beliau menyusunnya menjadi suatu karangan.

Beliau mengupasnya sekaligus membahasnya dalam karangannya. Karena kemahirannya Yusuf berkata kepada beliau, “Engkau adalah semulia-mulianya pengarang masa ini, wahai Asy-Syafi’i.”

Pada saat itu pun, Imam Asy-Syafi’i mengarang kitab yang di-namakan Az-Za’faran. Kitab ini adalah satu-satunya kitab karangannva sewaktu neliau berada di Irak dan menjadi hujjah. Selama berada sana, beliau telah mengajarkannya kepada para muridnya di kala itu.

Diriwayatkan bahwa pada suatu hari Imam Asy-Syafi’i menjenguk salah seorang murid utamanya yang sedang sakit, yaitu Imam Ahmad bin Hanbal ra, yang juga seorang alim besar Baghdad. Sesampainya di rumah muridnya itu, Imam Ahmad turun dari pembaringannya lalu menyambut dan mempersilakan Imam Asy-Syafi’i, gurunya yang mulia itu, duduk di tempat duduk yang biasa dipakai oleh dirinya, dan ia sendiri duduk lantai sambil mengemukakan beberapa pertanyaan.

Ketika imam Asy-Syafi’i berpamitan hendak p**ang, Imam Ahmad memberikan kudanya untuk kendaraan bagi beliau, sedangkan ia sendiri berjalan kaki mengiringi beliau menempuh jalan raya Kota Baghdad, padahal Imam Ahmad masih dalam keadaan sakit.

Demikianlah, salah satu penghormatan yang diperoleh Imam Asy-Syafi’i ketika berada di Baghdad. Jelaslah bahwa kedudukan Imam Asy-Syafi’i di Baghdad sangat berpengaruh dan sangat dihormati oleh segenap lapisan, baik oleh para ulama, pemhesar negara, penduduk, terutama oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid sendiri.

Walaupun demikian, Imam Asy-Syafi’i tidak terperdaya dan silau oleh kedudukan yang telah diperolehnya. Gerak-gerik beliau tetaplah seperti biasa. Kemudian Imam Asy-Syafi’i ra pun berkehendak untuk kembali ke Kota Mekah yang telah lama ditinggalkannya.

Demikianlah tentang Pertemuan Imam Syafi’i dengan Para Ulama Irak, semoga tulisan berjudul Pertemuan Imam Syafi’i dengan Para Ulama Irak ini bermanfaat.

Sumber: "Alla Madzhabiyyah Akhtharu Bid’atin Tuhaddid al-Syari’ah al-Islamiyyah" DR. Muhammad Sa’id Ramadlan al-Buthi.

Berapa Jumlah Sahabat Nabi Muhammad saw?Jumlah sahabat Nabi Muhammad saw itu banyak sekali. ibnu Al-Shalah meriwayatkan ...
17/04/2020

Berapa Jumlah Sahabat Nabi Muhammad saw?

Jumlah sahabat Nabi Muhammad saw itu banyak sekali. ibnu Al-Shalah meriwayatkan dari Abu Zar’ah, di mana dia ditanya mengenai jumlah sahabat yang meriwayatkan hadis dari Nabi saw. Dia menjawab sambil balik bertanya, “Siapa yang bisa menentukan dengan pasti berapa jumlahnya? Sahabat yang bersama Nabi saw mengikuti hajji wada’ berjumlah 40.000. Yang mengikuti Nabi saw dalam perang Tabuk sebanyak 70.000.”

Ada satu riwayat dari Zar’ah, bahwa dia ditanya, “Apakah dengan menggunakan perhitungan kasar tidak bisa dikatakan hadis Nabi saw itu sebanyak 4.000? Dia menjawab, “Siapa yang menentukan bilangan itu? Mudah-mudahan Allah SWT menggilasnya. Itu adalah ucapan seorang zindiq. Dan siapa orangnya yang bisa menghitung hadis Rasulullah saw dengan lengkap dari orang yang meriwayatkan dan yang mendengarkan daripadanya? Kemudian, ditanyakan kepadanya, “Wahai Abu Zar’ah, sahabat-sahabat itu berada di mana, dan di mana mereka mendengar dari Rasulullah saw? Dia menjawab, “Mereka itu orang-orang Madinah, orang-orang Mekkah, orang-orang Badui, dan orang-orang yang bersama Nabi saw pada haji wada’. Mereka itu semuanya telah melihat Nabi saw dan mendengar darinya di Arafah.”

Dari uraian tersebut di atas, maka untuk menghitung jumlah dan menentukan bilangan sahabat itu sulit dan tidak mungkin, karena mereka terpencar-pencar di berbagai kota dan desa. Imam Al-Bukhari meriwayatkan dalam kitab shahihnya, bahwa Ka’ab bin Malik menceritakan ketertinggalan dirinya dalam perang Tabuk, dia mengatakan, bahwa sahabat-sahabat Rasulullah saw itu banyak, tidak mungkin bisa dihitung dan sebutkan secara lengkap oleh pengarang-pengarang kitab yang hafidz.

Abdullah bin Mas’ud, Abdullah ke-11 Pahlawan Perang Badar – Inilah Abdullah bin Mas’ud, Abdullah ke-11 dari 25 nama Abdu...
30/01/2020

Abdullah bin Mas’ud, Abdullah ke-11 Pahlawan Perang Badar – Inilah Abdullah bin Mas’ud, Abdullah ke-11 dari 25 nama Abdullah dalam jajaran Pahlawan Badar. Abdullah bin Mas’ud populer dengan nama Ibnu Mas’ud. Ia adalah seorang Muhajir dari keluarga Bani Zahrah.

Abdullah bin Mas’ud, Abdullah ke-11 Pahlawan Perang Badar
Postur tubuh Abdullah bin Mas’ud adalah pendek, kecil dan kurus. Tingginya nyaris sama dengan orang yang sedang duduk, padahal ia berdiri. Namun rambutnya tak pernah memutih.

Meskipun Abdullah bin Mas’ud memiliki tubuh yang pendek dan fisiknya tampak lemah, tapi jangan ditanya tentang kegigihan, keberanian dan ilmunya, terutama dalam bidang ulumul Qur’an, tafsir dan hadis.

Abdullah bin Mas’ud sering menjadi rujukan para sahabat dalam mengkaji ilmu Al-Qur’an dan hadis. Karena Abdullah bin Mas’ud adalah termasuk orang yang selalu berdekatan dengan Rasulullah saw, maka banyak hadis yang diriwayatkan olehnya.

Selain itu, Abdullah bin Mas’ud juga memiliki suara yang merdu, maka tidak jarang Rasulullah saw menyuruh Abdullah bin Mas’ud untuk membacakan ayat-ayat Al-Qur’an.

Abdullah bin Mas’ud termasuk As-Sabiqunal Awwalun (orang-orang yang pertama-tama masuk islam). Ia berkata: “Akulah orang keenam dari orang-orang yang pertama masuk islam. Waktu itu di bumi ini belum ada yang masuk islam selain kami berenam.”

Sebelum berhijrah ke Madinah, Abdullah bin Mas’ud ra turut berhijrah ke Habasyah. Abdullah bin Mas’ud turut shalat dengan dua kiblat, turut menghadiri perjanjian Hudaibiyah, dan aktif berjihad mulai dari medan Badar dan semua pertempuran bersama Rasulullah saw.

Kehidupan sehari-harinya, Ibnu Mas’ud banyak melazimi Rasulullah saw. Ia sering menjaga Rasulullah saw. Ketika tidur dan bahkan saking dekatnya, pernah kedua sepatunya (sandalnya) dipakai oleh Rasulullah saw.

Keistimewaan-Keistimewaan Abdullah bin Mas’ud
Di antara keistimewaan Abdullah bin Mas’ud adalah dijanjikan oleh Rasulullah saw sebagai ahli surga bersama sembilan sahabat lainnya. Sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadis. Dalam sebuah hadis diriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda:

“Ambillah (berpeganglah pada) empat orang (Qari’) dalam membaca Al-Qur’an, yakni 1). Abdullah bin Mas’ud, niscaya lebih meyakinkan, 2). Mu’adz bin Jabal, 3). Ubai bin Ka’ab, dan 4). Salim Maula Abi Khudzayfah!” (Al-Hadis).

Diriwayatkan p**a bahwa Abdullah bin Mas’ud pernah berkata: “Demi Allah, tidaklah turun satu ayat Al-Qur’an pun kecuali aku mengetahui sebab-sebab turunnya (Asbabun nuzul-nya) dan tampaknya tidak seorang pun yang mengetahui tentang (tafsir) kitab Allah melebihi diriku. Namun sebenarnya aku malu untuk mengatakan bahwa aku adalah sebaik-baik kalian.“

Syaqiq berkata: “Tidak ada seorang sahabat pun yang dapat membantah atau mengingkari apa yang didengar dari Ibnu Mas’ud (tentang tafsir Al-Qur’an).”

Membunuh Abu Jahal dalam Perang Badar
Dalam pertempuran Badar, Abdullah bin Mas’ud ini termasuk orang yang turut membunuh Abu Jahal. Ia berkata: “Di tengah pertempuran Badar, aku menghadap Rasulullah saw dan berkata: ‘Ya Rasulullah, sungguh aku telah membunuh Abu Jahal.’

Rasulullah saw bersabda: ‘Tiada Tuhan selain Dia, benarkah engaku telah membunuh Abu Jahal wahai Ibnu Mas’ud?’

Abdullah bin Mas’ud: ‘Benar, ya Rasulullah.’

Rasulullah saw: ‘Jika benar, cobalah perlihatkan kepadaku.’

‘Kemudian aku mengajak Rasulullah saw untuk mendekati bangkai Abu Jahal, lalu aku angkat kepalanya (bangkai Abu Jahal), maka beliau saw bersabda:

‘Segala puji bagi Allah yang telah menyirnakan Fir’aunnya umat ini, yang sama-sama telah membalikkan (menyimpangkan) kebenaran (bagi umat manusia).'”

Abdullah bin Mas’ud ra wafat di Madinah pada tahun 32 H. Jenazahnya dishalatkan Sayyidina Utsman bin Affan ra. Tetapi menurut sebagian pendapat, ia dishalatkan oleh Ammar, dan menurut pendapat yang lain lagi oleh Zubair. Adapun jenazahnya dimakamkan di pemakaman Baqi’.

23/01/2020

Namanya adalah Bilal bin Rabah, Muazin Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, memiliki kisah menarik tentang sebuah perjuangan mempertahankan aqidah. Sebuah kisah yang tidak akan pernah membosankan, walaupun terus diulang-ulang sepanjang zaman. Kekuatan alurnya akan membuat setiap orang tetap penasaran untuk mendengarnya.

Bilal lahir di daerah as-Sarah sekitar 43 tahun sebelum hijrah. Ayahnya bernama Rabah, sedangkan ibunya bernama Hamamah, seorang budak wanita berkulit hitam yang tinggal di Mekah. Karena ibunya itu, sebagian orang memanggil Bilal dengan sebutan ibnus-Sauda’ (putra wanita hitam).

Bilal dibesarkan di kota Ummul Qura (Mekah) sebagai seorang budak milik keluarga bani Abduddar. Saat ayah mereka meninggal, Bilal diwariskan kepada Umayyah bin Khalaf, seorang tokoh penting kaum kafir.

Ketika Mekah diterangi cahaya agama baru dan Rasul yang agung Shalallahu ‘alaihi wasallam mulai mengumandangkan seruan kalimat tauhid, Bilal adalah termasuk orang-orang pertama yang memeluk Islam. Saat Bilal masuk Islam, di bumi ini hanya ada beberapa orang yang telah mendahuluinya memeluk agama baru itu, seperti Ummul Mu’minin Khadijah binti Khuwailid, Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abu Thalib, ‘Ammar bin Yasir bersama ibunya, Sumayyah, Shuhaib ar-Rumi, dan al-Miqdad bin al-Aswad.

Bilal merasakan penganiayaan orang-orang musyrik yang lebih berat dari siapa pun. Berbagai macam kekerasan, siksaan, dan kekejaman mendera tubuhnya. Namun ia, sebagaimana kaum muslimin yang lemah lainnya, tetap sabar menghadapi ujian di jalan Allah itu dengan kesabaran yang jarang sanggup ditunjukkan oleh siapa pun.

Orang-orang Islam seperti Abu Bakar dan Ali bin Abu Thalib masih memiliki keluarga dan suku yang membela mereka. Akan tetapi, orang-orang yang tertindas (mustadh’afun) dari kalangan hamba sahaya dan budak itu, tidak memiliki siapa pun, sehingga orang-orang Quraisy menyiksanya tanpa belas kasihan. Quraisy ingin menjadikan penyiksaan atas mereka sebagai contoh dan pelajaran bagi setiap orang yang ingin mengikuti ajaran Muhammad.

Kaum yang tertindas itu disiksa oleh orang-orang kafir Quraisy yang berhati sangat kejam dan tak mengenal kasih sayang, seperti Abu Jahal yang telah menodai dirinya dengan membunuh Sumayyah. Ia sempat menghina dan mencaci maki, kemudian menghunjamkan tombaknya pada perut Sumayyah hingga menembus punggung, dan gugurlah syuhada pertama dalam sejarah Islam.

Sementara itu, saudara-saudara seperjuangan Sumayyah, terutama Bilal bin Rabah, terus disiksa oleh Quraisy tanpa henti. Biasanya, apabila matahari tepat di atas ubun-ubun dan padang pasir Mekah berubah menjadi perapian yang begitu menyengat, orang-orang Quraisy itu mulai membuka pakaian orang-orang Islam yang tertindas itu, lalu memakaikan baju besi pada mereka dan membiarkan mereka terbakar oleh sengatan matahari yang terasa semakin terik. Tidak cukup sampai di sana, orang-orang Quraisy itu mencambuk tubuh mereka sambil memaksa mereka mencaci maki Muhammad.

Adakalanya, saat siksaan terasa begitu berat dan kekuatan tubuh orang-orang Islam yang tertindas itu semakin lemah untuk menahannya, mereka mengikuti kemauan orang-orang Quraisy yang menyiksa mereka secara lahir, sementara hatinya tetap pasrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kecuali Bilal, semoga Allah meridhainya. Baginya, penderitaan itu masih terasa terlalu ringan jika dibandingkan dengan kecintaannya kepada Allah dan perjuangan di jalan-Nya.

Orang Quraisy yang paling banyak menyiksa Bilal adalah Umayyah bin Khalaf bersama para algojonya. Mereka menghantam punggung telanjang Bilal dengan cambuk, namun Bilal hanya berkata, “Ahad, Ahad … (Allah Maha Esa).” Mereka menindih dada telanjang Bilal dengan batu besar yang panas, Bilal pun hanya berkata, “Ahad, Ahad ….“ Mereka semakin meningkatkan penyiksaannya, namun Bilal tetap mengatakan, “Ahad, Ahad….”

Mereka memaksa Bilal agar memuji Latta dan ‘Uzza, tapi Bilal justru memuji nama Allah dan Rasul-Nya. Mereka terus memaksanya, “Ikutilah yang kami katakan!”

Bilal menjawab, “Lidahku tidak bisa mengatakannya.” Jawaban ini membuat siksaan mereka semakin hebat dan keras.

Apabila merasa lelah dan bosan menyiksa, sang tiran, Umayyah bin Khalaf, mengikat leher Bilal dengan tali yang kasar lalu menyerahkannya kepada sejumlah orang tak berbudi dan anak-anak agar menariknya di jalanan dan menyeretnya di sepanjang Abthah Mekah. Sementara itu, Bilal menikmati siksaan yang diterimanya karena membela ajaran Allah dan Rasul-Nya. Ia terus mengumandangkan pernyataan agungnya, “Ahad…, Ahad…, Ahad…, Ahad….” Ia terus mengulang-ulangnya tanpa merasa bosan dan lelah.

Suatu ketika, Abu Bakar Rodhiallahu ‘anhu mengajukan penawaran kepada Umayyah bin Khalaf untuk membeli Bilal darinya. Umayyah menaikkan harga berlipat ganda. Ia mengira Abu Bakar tidak akan mau membayarnya. Tapi ternyata, Abu Bakar setuju, walaupun harus mengeluarkan sembilan uqiyah emas.

Seusai transaksi, Umayyah berkata kepada Abu Bakar, “Sebenarnya, kalau engkau menawar sampai satu uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk menjualnya.”

Abu Bakar membalas, “Seandainya engkau memberi tawaran sampai seratus uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk membelinya.”

Ketika Abu Bakar memberi tahu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa ia telah membeli sekaligus menyelamatkan Bilal dari cengkeraman para penyiksanya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Abu Bakar, “Kalau begitu, biarkan aku bersekutu denganmu untuk membayarnya, wahai Abu Bakar.”

Ash-Shiddiq Rodhiallahu ‘anhu menjawab, “Aku telah memerdekakannya, wahai Rasulullah.”

Setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengizinkan sahabat-sahabatnya untuk hijrah ke Madinah, mereka segera berhijrah, termasuk Bilal Rodhiallahu ‘anhu. Setibanya di Madinah, Bilal tinggal satu rumah dengan Abu Bakar dan ‘Amir bin Fihr. Malangnya, mereka terkena penyakit demam. Apabila demamnya agak reda, Bilal melantunkan gurindam kerinduan dengan suaranya yang jernih :

Duhai malangnya aku, akankah suatu malam nanti
Aku bermalam di Fakh dikelilingi pohon idzkhir dan jalil
Akankah suatu hari nanti aku minum air Mijannah
Akankah aku melihat lagi pegunungan Syamah dan Thafil

Tidak perlu heran, mengapa Bilal begitu mendambakan Mekah dan perkampungannya; merindukan lembah dan pegunungannya, karena di sanalah ia merasakan nikmatnya iman. Di sanalah ia menikmati segala bentuk siksaan untuk mendapatkan keridhaan Allah. Di sanalah ia berhasil melawan nafsu dan godaan setan.

Bilal tinggal di Madinah dengan tenang dan jauh dari jangkauan orang-orang Quraisy yang kerap menyiksanya. Kini, ia mencurahkan segenap perhatiannya untuk menyertai Nabi sekaligus kekasihnya, Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam. Bilal selalu mengikuti Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam ke mana pun beliau pergi.

Selalu bersamanya saat shalat maupun ketika pergi untuk berjihad. Kebersamaannya dengan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam ibarat bayangan yang tidak pernah lepas dari pemiliknya.

Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam selesai membangun Masjid Nabawi di Madinah dan menetapkan azan, maka Bilal ditunjuk sebagai orang pertama yang mengumandangkan azan (muazin) dalam sejarah Islam.

Biasanya, setelah mengumandangkan azan, Bilal berdiri di depan pintu rumah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam seraya berseru, “Hayya ‘alashsholaati hayya ‘alalfalaahi…(Mari melaksanakan shalat, mari meraih keuntungan….)” Lalu, ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam keluar dari rumah dan Bilal melihat beliau, Bilal segera melantunkan iqamat.

Suatu ketika, Najasyi, Raja Habasyah, menghadiahkan tiga tombak pendek yang termasuk barang-barang paling istimewa miliknya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengambil satu tombak, sementara sisanya diberikan kepada Ali bin Abu Thalib dan Umar ibnul Khaththab, tapi tidak lama kemudian, beliau memberikan tombak itu kepada Bilal. Sejak saat itu, selama Nabi hidup, Bilal selalu membawa tombak pendek itu ke mana-mana. Ia membawanya dalam kesempatan dua shalat ‘id (Idul Fitri dan Idul Adha), dan shalat istisqa’ (mohon turun hujan), dan menancapkannya di hadapan beliau saat melakukan shalat di luar masjid.

Bilal menyertai Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam dalam Perang Badar. Ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah memenuhi janji-Nya dan menolong tentara-Nya. Ia juga melihat langsung tewasnya para pembesar Quraisy yang pernah menyiksanya dengan hebat. Ia melihat Abu Jahal dan Umayyah bin Khalaf tersungkur berkalang tanah ditembus pedang kaum muslimin dan darahnya mengalir deras karena tus**an tombak orang-orang yang mereka siksa dahulu.

Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menaklukkan kota Mekah, beliau berjalan di depan pas**an hijaunya bersama ’sang pengumandang panggilan langit’, Bilal bin Rabah. Saat masuk ke Ka’bah, beliau hanya ditemani oleh tiga orang, yaitu Utsman bin Thalhah, pembawa kunci Ka’bah, Usamah bin Zaid, yang dikenal sebagai kekasih Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan putra dari kekasihnya, dan Bilal bin Rabah, Muazin Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.

Shalat Zhuhur tiba. Ribuan orang berkumpul di sekitar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, termasuk orang-orang Quraisy yang baru masuk Islam saat itu, baik dengan s**a hati maupun terpaksa. Semuanya menyaksikan pemandangan yang agung itu. Pada saat-saat yang sangat bersejarah itu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memanggil Bilal bin Rabah agar naik ke atap Ka’bah untuk mengumandangkan kalimat tauhid dari sana. Bilal melaksanakan perintah Rasul Shalallahu ‘alaihi wasallam dengan senang hati, lalu mengumandangkan azan dengan suaranya yang bersih dan jelas.

Ribuan pasang mata memandang ke arahnya dan ribuan lidah mengikuti kalimat azan yang dikumandangkannya. Tetapi di sisi lain, orang-orang yang tidak beriman dengan sepenuh hatinya, tak kuasa memendam hasad di dalam dada. Mereka merasa kedengkian telah merobek-robek hati mereka.

Saat azan yang dikumandangkan Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rasuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”.

Juwairiyah binti Abu Jahal bergumam, “Sungguh, Allah telah mengangkat kedudukanmu. Memang, kami tetap akan shalat, tapi demi Allah, kami tidak menyukai orang yang telah membunuh orang-orang yang kami sayangi.” Maksudnya, adalah ayahnya yang tewas dalam Perang Badar.

Khalid bin Usaid berkata, “Aku bersyukur kepada Allah yang telah memuliakan ayahku dengan tidak menyaksikan peristiwa hari ini.” Kebetulan ayahnya meninggal sehari sebelum Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam masuk ke kota Mekah..

Sementara al-Harits bin Hisyam berkata, “Sungguh malang nasibku, mengapa aku tidak mati saja sebelum melihat Bilal naik ke atas Ka’bah.”

AI-Hakam bin Abu al-’Ash berkata, “Demi Allah, ini musibah yang sangat besar. Seorang budak bani Jumah bersuara di atas bangunan ini (Ka’bah).”

Sementara Abu Sufyan yang berada dekat mereka hanya berkata, “Aku tidak mengatakan apa pun, karena kalau aku membuat pernyataan, walau hanya satu kalimat, maka pasti akan sampai kepada Muhammad bin Abdullah.”

Bilal menjadi muazin tetap selama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam hidup. Selama itu p**a, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam sangat menyukai suara yang saat disiksa dengan siksaan yang begitu berat di masa lalu, ia melantunkan kata, “Ahad…, Ahad… (Allah Maha Esa).”

Sesaat setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengembuskan napas terakhir, waktu shalat tiba. Bilal berdiri untuk mengumandangkan azan, sementara jasad Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam masih terbungkus kain kafan dan belum dikebumikan. Saat Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rasuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”, tiba-tiba suaranya terhenti. Ia tidak sanggup mengangkat suaranya lagi. Kaum muslimin yang hadir di sana tak kuasa menahan tangis, maka meledaklah suara isak tangis yang membuat suasana semakin mengharu biru.

Sejak kepergian Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, Bilal hanya sanggup mengumandangkan azan selama tiga hari. Setiap sampai kepada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rasuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”, ia langsung menangis tersedu-sedu. Begitu p**a kaum muslimin yang mendengarnya, larut dalam tangisan pilu.

Kisah Hamzah bin Abdul MuthalibImam ath-Thabarani meriwayatkan dari al-Harits at-Taimi, katanya: Pada perang Badr, Hamza...
21/01/2020

Kisah Hamzah bin Abdul Muthalib

Imam ath-Thabarani meriwayatkan dari al-Harits at-Taimi, katanya: Pada perang Badr, Hamzah bin ‘Abdul Muththalib ra memakai tanda berupa bulu burung unta. Seorang lelaki musyrik berkata, “Siapakah orang yang memakai tanda dengan bulu burung unta itu?” Dijawab, “Hamzah bin ‘Abdul Muththalib ra.” Lelaki itu berkata, “Dialah orang yang melakukan tindakan kepahlawanan yang menakjubkan terhadap kami.”

Al-Haitsami berkata (juz 6, hal. 81): Sanadnya munqathi’. Dalam riwayat Imam al-Bazzar, dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf ra, katanya: Umayyah bin Khalaf berkata padaku, “Hai ‘Abdullah! Siapakah laki-laki yang mengenakan tanda dengan bulu burung unta di dadanya pada perang Badr?” Kujawab, “Itu adalah paman Rasulullah saw, Hamzah bin ‘Abdul Muththalib ra.” Kata Umayyah, “Orang itulah yang telah melakukan tindakan kepahlawanan yang menakjubkan terhadap kami.”

Selanjutnya dalam kisah Hamzah bin Abdul Muthalib, Al-Haitsami berkata (juz 6, hal. 81): Diriwayatkan oleh al-Bazzar melalui dua jalur. Dalam salah satu jalur terdapat gurunya, Ali bin al-Fadhl al-Karabisi , dan aku tidak mengenalinya. Sedang para rawi lainnya adalah rawi-rawi sahih. Jalur lainnya adalah lemah. Selesai.

Tanglsan Nabi Muhammad saw ketika Hamzah Terbunuh

Selanjutnya, dalam kisah Hamzah bin Abdul Muthalib, Imam al-Hakim meriwayatkan (juz 3, hal. 199) dari Jabir bin ‘Abdullah ra, katanya: Pada perang Uhud Rasulullah saw kehilangan Hamzah ra, di saat orang-orang kembali dari perang. Maka seorang laki-laki berkata, “Aku melihat Hamzah di dekat pohon itu sedang berkata: ‘Aku adalah singa Allah dan Rasul-Nya: Ya Allah, sesungguhnya aku berlepas diri dari-Mu dari apa yang dilakukan mereka itu,” -yakni Abu Sufyan dan teman-temannya- “dan aku memohon kelonggaran-Mu terhadap apa yang dilakukan mereka itu.” yaitu tercerai berainya kaum Muslimin. Kemudian Rasulullah saw. berjalan ke arahnya. Tatkala melihat dahinya, beliau menangis. Dan ketika melihat mayatnya yang dicincang orang musyrik, beliau sesenggukan lalu bersabda,

“ADAKAH KAIN KAFAN?”

SEORANG LELAKI ANSHAR BERDIRI DAN MEMBERIKAN SELEMBAR KAIN. JABIR RA BERKATA, RASULULLAH SAW BERSABDA,

“PEMIMPIN PARA SYUHADA’ DI HARI KIAMAT DI HADAPAN ALLAH SWT ADALAH HAMZAH.”

Kisah Terhunuhnya Hamzah dan Penyincangan Mayatnya
Selanjutnya dalam kisah Hamzah bin Abdul Muthalib, diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq, sebagaimana tersebut dalam al-Bidayah (juz 4, hal. 18), dari Ja’far bin ‘Amr bin Umayyah adh-Dhamri, katanya: Aku dan Ubaidullah bin ‘Adi bin al-Khiyar keluar pada masa Mu’awiyah ra -lalu dia ceritakan hadis tersebut sampai kami duduk berhadapan dengannya -yaitu Wahsyi-, lalu kami berkata, “Kami datang pada-mu agar kamu mau menceritakan pada karni mengenai kisah pembunuhan Hamzah ra. Bagaimanakah kisah pembunuhannya?” Kata Wahsyi, “Ketahuilah, aku akan bercerita kepada kalian berdua sebagaimana aku pemah bercerita kepada Rasulullah saw, Ketika beliau bertanya kepadaku mengenai hal itu. Dulu aku adalah seorang budak Jubair bin Muth’im. Pamannya, Thu’aimah bin ‘Adi, telah terbunuh pada perang Badr.

Ketika pas**an Quraisy berjalan menuju Uhud, Jubair berkata padaku, “Jika kamu bisa membunuh Hamzah, paman Muhammad, sebagai balas dendam atas pamanku, maka kamu merdeka.” Kemudian aku berangkat bersama orang-orang Quraisy. Aku adalah orang yang berasal dari Habasyah dan terbiasa melempar tombak pendek dengan keahlian orang-orang Habasyah.

Amat jarang lemparanku meleset. Ketika kaum muslimin dan orang – orang quraisy bertemu aku mengamati dan melihat Hamzah ra dengan teliti, sampai aku melihatnya berada di tengah sekelompok orang, seolah dia unta berwarna abu – abu. Dia membasmi orang – orang dengan pedangnya dengan kekuatan yang tidak sanggup dihadapi oleh siapapun.



Selengkapnya:

https://www.lautantauhid.com/kisah-hamzah-bin-abdul-muthalib-pemimpin-para-syuhada/

Kisah Hamzah bin Abdul Muthalib - Imam ath-Thabarani meriwayatkan dari al-Harits at-Taimi, katanya: Pada perang Badr, Hamzah bin 'Abdul Muththalib

Tasawuf Syekh Junaid Al-BaghdadiAl-Junаіd bаrkаtа, “Tаѕаwuf аdаlаh bеrѕаmа dеngаn Allah tаnра реrtаlіаn dеngаn арарun.” ...
21/01/2020

Tasawuf Syekh Junaid Al-Baghdadi

Al-Junаіd bаrkаtа, “Tаѕаwuf аdаlаh bеrѕаmа dеngаn Allah tаnра реrtаlіаn dеngаn арарun.” Mеlаluі dеfіnіѕі іnі, ѕеbеnаrnуа Al-Junаіd іngіn mеnуаtаkаn bаhwа sufisme mеruраkаn саrа аtаu ѕаrаnа mеnuјu Allah dаn bеrѕаtu dеngаn kеhеndаk-Nуа. Sеdаngkаn реngеrtіаn уаng dеmіkіаn іnі, dіhаѕіlkаn dаrі kеѕаdаrаn аkаn аdаnуа ѕuаtu јurаng уаng ѕаngаt lеbаr mеmіѕаhkаn manusia dаrі Allah. Sеhіnggа sufisme, dіmаkѕudkаnnуа untuk mеnјеmbаtаnі јurаng tеrѕеbut.

Dеngаn реrаntаrааn sufisme, manusia dараt mеndеkаtі-Nуа, bаhkаn dараt bеrѕаtu dі dаlаm-Nуа. Agаr dараt mеnсараі реrѕаtuаn tеrѕеbut, manusia hаruѕ mаmрu mеmіѕаhkаn ruhnуа dаrі ѕеmuа ѕіfаt kеmаkhlukаn уаng mеlеkаt раdа dіrіnуа. Jіkа hаl іnі dараt dіlаkѕаnаkаn, nіѕсауа tuјuаn untuk mеndеkаtі Tuhаn dаn bеrѕаtu dі dаlаm-Nуа аkаn tеrсараі.

8 Sifat yang Harus Dimiliki Kaum Sufi

Dаlаm ajaran Sufi, dеlараn ѕіfаt hаruѕ dіlаtіh. Kаum Sufi mеmіlіkі:

1. Kеmurаhаn hаtі ѕереrtі Ibrаhіm а.ѕ.;
2. Pеnеrіmааn уаng tаk bеrѕіѕа ѕеdіkіt рun dаrі Iѕmаіl а.ѕ.;
3. Kеѕаbаrаn, ѕеbаgаіmаnа dіmіlіkі Yа’kub а.ѕ.;
4. Kеmаmрuаn bеrkоmunіkаѕі dеngаn ѕіmbоlіѕmе, ѕереrtі
hаlnуа Zаkаrіа а.ѕ.;
5. Pеmіѕаhаn dаrі раrа реndukungnуа ѕеndіrі, ѕеbаgаіmаnа
hаlnуа Yаhуа а.ѕ.;
6. Jubаh wооl ѕереrtі mаntеl gеmbаlа Muѕа а.ѕ.;
7. Pеngеmbаrааn, ѕереrtі реrјаlаnаn Iѕа а.ѕ.;
8. Kеrеndаhаn-hаtі, ѕереrtі јіwа dаrі kеrеndаhаn hаtі
Muhammad ѕаw.



https://www.lautantauhid.com/tasawuf-syekh-junaid-al-baghdadi/

Tasawuf Syekh Junaid Al-Baghdadi. Syekh Junaid Al-Baghdadi adalah Imam para sufi. Tasawuf Al-Junaid merupakan ajaran yang sesuai Al-Qur'an dan Hadits

Kisah Syekh Abdul Qadir Al Jailani – Bayi yang Berpuasa Ramadhan – Syekh Ja’ far Hasan Al-Barjanzi dalam karyanya, Lujai...
19/01/2020

Kisah Syekh Abdul Qadir Al Jailani – Bayi yang Berpuasa Ramadhan – Syekh Ja’ far Hasan Al-Barjanzi dalam karyanya, Lujainu Al-Dani fi Manaqib Al-Quthbi Ar-Rabbani Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, dan Abdullah bin As’ ad Al-Yafi’i Al-Syafi’i dalam karyanya, Khulasah Al-Mafakhir fi Manaqib As-Syaikh Abdul Qadir wa Jama ‘ah Min Al-Suyukh Al-Akbar mengisahkan bahwa Syekh Abdul Qadir, sejak dirinya masih bayi sudah ikut berpuasa Ramadan. Ini juga salah keajaiban beliau. Syekh Abdul Qadir lahir di bulan Ramadan. Namun, ketika Ibundanya, Ummu Al-Khoir, hendak menyusui dirinya yang masih bayi itu, dirinya selalu tidak mau. Baru setelah Maghrib tiba, baru bayi tersebut mau disusui. Yang berkisah ini adalah Ayah dan Ibunda Syekh Abdul Qadir sendiri.

Seperti dikisahkan oleh Al-Syafi’i dalam bukunya di atas, bahwa Ayah Syekh Abdul Qadir, Abu Said bin Sulaiman dan istrinya, Ummu Al-Khoir, pernah mengatakan, “Ketika aku (Ummu Al-Khoir—pen), melahirkan putraku, Syekh Abdul Qadir Jaelani, ia tidak menyusu pada siang bulan Ramadan.” Karena ketidakmauannya menyusu di siang hari saat Ramadan itulah, maka Abdul Qadir kecil juga menjadi penanda masuknya bulan Ramadan.

https://www.lautantauhid.com/kisah-syekh-abdul-qadir-al-jailani-bayi-yang-berpuasa-ramadhan/

Kisah Syekh Abdul Qadir Al Jailani - Bayi yang Berpuasa Ramadhan - Syekh Ja' far Hasan Al-Barjanzi dalam karyanya, Lujainu Al-Dani fi Manaqib Al-Quthbi

Address


Telephone

+6285229322271

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Lautan Tauhid posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Lautan Tauhid:

Shortcuts

  • Address
  • Telephone
  • Alerts
  • Contact The Business
  • Claim ownership or report listing
  • Want your business to be the top-listed Media Company?

Share