06/11/2024
Mbah Panggung is known as an authoritative scholar who spread Islam in the region that is now Tegal City, long before the city was formed. His life story has various versions spread through oral stories of the key holders.
One of the narrated versions mentions that Mbah Stagung lived between the 4th and 6th centuries. His real name is Sheikh Abdurrahman. Like many other scholars who come to Java Island to preach, Mbah Panggung is originally from Jazirah and first arrived on an uninhabited island that is now known as Kalurahan Panggung in the District of Tegal Timur.
Mbah Panggung lives on the island and preaches until the end of his life. His grave is now visited by thousands of people every Syakban Month in haul events and recitations to remember his death. Mbah Stage's name is taken from his residence which is a coral island in the middle of the sea, separate from Java Island. Because the island is above the sea level resembles a stage, it is also called as Mbah who lives on the stage.
The struggle of Mbah Panggung in spreading Islam is not easy. At the beginning, he personally delivered the sermon to everyone. Mbah Panggung also has to row a boat to the coast that is now in the Tegal City area. His preaching even reached Brebes County.
Besides using a personal approach, Mbah Panggung also mingles with the community in everyday activities, such as farming. The strong influence of animism and dynamism at that time does not make Mbah Stage to act harsh. He chooses to preach with gentleness and lead by example.
At the time when many people start to come to study, Mbah Paggung had time to set up a fight. However, there is no remains to indicate the whereabouts. Besides being known as Sheikh Abdurrahman, he is also referred to as Sheikh Malang Sumirang in other versions. Sheikh Malang Sumirang is believed to be from the Sultanate of Demak, before eventually spreading Islam in the Tegal region which was still a dense forest at that time. The name 'Grand Stage' is also considered to come from the presence of trees with large branches known as the terms pang and agung.
Mbah Panggung dikenal sebagai ulama berwibawa yang menyebarkan agama Islam di wilayah yang kini menjadi Kota Tegal, jauh sebelum kota ini terbentuk. Kisah hidupnya memiliki berbagai versi yang tersebar melalui cerita lisan dari para juru kunci.
Salah satu versi yang diceritakan menyebut bahwa Mbah Panggung hidup pada masa antara abad ke-4 dan ke-6. Nama asli beliau adalah Syekh Abdurrahman. Seperti banyak ulama lainnya yang datang ke Pulau Jawa untuk berdakwah, Mbah Panggung berasal dari Jazirah Arab dan pertama kali tiba di sebuah pulau tak berpenghuni yang sekarang dikenal sebagai Kelurahan Panggung di Kecamatan Tegal Timur.
Mbah Panggung tinggal di pulau tersebut dan berdakwah hingga akhir hayatnya. Makamnya kini ramai diziarahi ribuan orang setiap Bulan Syakban dalam acara haul dan pengajian untuk mengenang wafatnya. Nama Mbah Panggung diambil dari tempat tinggalnya yang berupa pulau karang tinggi di tengah laut, terpisah dari Pulau Jawa. Karena pulau ini berada di atas permukaan laut menyerupai panggung, beliau pun dijuluki sebagai Mbah yang tinggal di panggung.
Perjuangan Mbah Panggung dalam menyebarkan Islam tidaklah mudah. Pada awalnya, beliau menyampaikan dakwah secara personal kepada setiap orang. Mbah Panggung juga harus mendayung perahu ke pesisir yang kini masuk dalam wilayah Kota Tegal. Dakwahnya bahkan sampai ke wilayah Kabupaten Brebes.
Selain menggunakan pendekatan pribadi, Mbah Panggung juga berbaur dengan masyarakat dalam kegiatan sehari-hari, seperti bertani. Kuatnya pengaruh animisme dan dinamisme saat itu tidak membuat Mbah Panggung bersikap keras. Beliau memilih berdakwah dengan kelembutan dan memberi teladan.
Pada masa ketika banyak orang mulai datang untuk belajar, Mbah Panggung sempat mendirikan sebuah padepokan. Namun, tidak ada peninggalan yang menunjukkan keberadaan padepokan tersebut.
Selain dikenal sebagai Syekh Abdurrahman, beliau juga disebut dengan nama Syekh Malang Sumirang dalam versi lain. Syekh Malang Sumirang dipercaya berasal dari Kesultanan Demak, sebelum akhirnya menyebarkan Islam di wilayah Tegal yang pada waktu itu masih berupa hutan lebat. Nama ‘Mbah Panggung’ juga dianggap berasal dari keberadaan pohon-pohon dengan ranting besar yang dikenal dengan istilah pang dan agung.