Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokaatuh
بِسْــــــــــــــــــــــم اللّهِ
🍂" KEKELIRUAN DALAM MENYAMBUT AWAL TAHUN BARU HIJRIYAH
Sebentar lagi kita akan memasuki tanggal 1 Muharram. Seperti kita ketahui bahwa perhitungan awal tahun hijriyah dimulai dari hijrahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Lalu bagaimanakah pandangan Islam mengenai awal tahun yang dimulai dengan bulan Muharram? Ketahuilah bulan Muharram adalah bulan yang teramat mulia, yang mungkin banyak di antara kita tidak mengetahuinya. Namun banyak di antara kaum muslimin yang salah kaprah dalam menyambut bulan Muharram atau awal tahun.
*Menyambut Tahun Baru Hijriyah*
Dalam menghadapi tahun baru hijriyah atau bulan Muharram, sebagian kaum muslimin salah dalam menyikapinya. Bila tahun baru Masehi disambut begitu megah dan meriah, maka mengapa kita selaku umat Islam tidak menyambut tahun baru Islam semeriah tahun baru masehi dengan perayaan atau pun amalan?
Satu hal yang mesti diingat bahwa sudah semestinya kita mencukupkan diri dengan ajaran Nabi dan para sahabatnya. Jika mereka tidak melakukan amalan tertentu dalam menyambut tahun baru Hijriyah, maka sudah seharusnya kita pun mengikuti mereka dalam hal ini. Bukankah para ulama Ahlus Sunnah seringkali menguatarakan sebuah kalimat,
لَوْ كَانَ خَيرْاً لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ
“Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita melakukannya.”[9] Inilah perkataan para ulama pada setiap amalan atau perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. Mereka menggolongkan perbuatan semacam ini sebagai bid’ah. Karena para sahabat tidaklah melihat suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya.[10]
Sejauh yang kami tahu, tidak ada amalan tertentu yang dikhususkan untuk menyambut tahun baru hijriyah. Dan kadang amalan yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin dalam menyambut tahun baru Hijriyah adalah amalan yang tidak ada tu
Terima kasih banyak untuk penggemar berat baru saya! 💎 Suyoko Yoko
السَّلاَم علیکم ْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكـَـاتُهْ
بِسْــــــــــــــــــــــم اللّهِ
🍂"AIBMU ADALAH AIBKU DUHAI PASANGANKU
Tak ada gading yang tak retak, begitulah kata pepatah. Semua orang pasti punya aib. Baik pada fisik, maupun kisah hidup yang pernah dilalui. Tak terkecuali pada diri dan pasangan kita. Untuk yang satu ini, kita harus ekstra hati-hati dalam menutupnya.
Layaknya roda yang berputar, kehidupan suami istri tak selalu di atas. Ada saatnya berada di bawa hingga terasa cinta pun menyurut. Saat-saat seperti itu, kesal dan benci kepada pasangan seakan memenuhi dada. Kalau sudah seperti ini, kejelekan pasangan begitu mudah keluar melalui lisan. Tersampaikan kepada teman curhat, keluarga, atau tetangga.
Ya, tabiat manusia memang demikian. Saat hubungan kurang harmonis, seakan lupa kepada kebaikan pasangan. Begitu ringan mengumbar nya kepada orang-orang seakan dirinya adalah manusia paling sempurna yang suci dari kesalahan.
Lebih parah lagi ini, dalam hubungan pernikahan, satu sama lain pasti sangat paham terhadap kelemahan dan kekurangan masing-masing. Apabila semua itu terungkapkan kepada orang lain, apa jadinya? Tentu hal ini sangat mengancam pa keutuhan rumah tangga.
Karena itu tunggu dulu, jangan terburu nafsu. Cobalah berpikir tenang supaya sesal kemudian tidak datang. Ingatlah apabila pasangan kita punya aib, maka kita pun punya aib. Apabila kita tahu kelemahannya, demikian pula dia paham kekurangan kita.
Seberapa kesal terhadapnya, jangan sampai membuat kita mengumbar rahasianya kepada orang ketiga. Karena, hal itu pasti akan berakibat buruk. Terkecuali apabila kita bermaksud mencari solusi.
Kita ceritakan kepada orang yang kita percaya bisa menjaga rahasia dan mampu memecahkan masalah. Untuk tujuan yang satu ini tidak mengapa kita katakan seperlunya saja, tidak berlebih- lebihan-lebihan.
Suami istri mestinya punya perasaan bahwa
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokaatuh
🍂" MAKNA “ANAK TERGADAIKAN DENGAN AQIQAHNYA
Apa makna hadis, setiap anak tergadai dengan aqiqahnya? Dan apakah hadis ini shahih? Terima kasih.
___________
𝗝𝗮𝘄𝗮𝗯 :
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Hadis yang Anda sebutkan statusnya shahih, dari sahabat Samurah bin Jundub radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ غُلاَمٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ وَيُسَمَّى
“Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya. Disembelih pada hari ketujuh, dicukur gundul rambutnya, dan diberi nama.”
(📚HR. Ahmad 20722, at-Turmudzi 1605, dan dishahihkan al-Albani).
Ulama berbeda pendapat tentang makna kalimat ‘Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya’.
Berikut rincian perbedaan keterangan ulama tentang makna hadis,
➡️Pendapat Pertama, syafaat yang diberikan anak kepada orang tua tergadaikan dengan aqiqahnya. Artinya, jika anak tersebut meninggal sebelum baligh dan belum diaqiqahi maka orang tua tidak mendapatkan syafaat anaknya di hari kiamat.
Pendapat ini diriwayatkan dari Atha al-Khurasani – ulama tabi’in – dan Imam Ahmad. Al-Khithabi menyebutkan keterangan Imam Ahmad.
قال أحمد : هذا في الشفاعة يريد أنه إن لم يعق عنه فمات طفلاً لم يُشفع في والديه
Menurut Imam Ahmad, hadis ini berbicara mengenai syafaat. Yang beliau maksudkan, bahwa ketika anak tidak diaqiqahi, kemudian dia meninggal masih bayi, tidak bisa memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya.
(📚Ma’alim as-Sunan, 4/285)
Semetara keterangan dari Atha’ al-Khurasani diriwayatkan al-Baihaqi dari jalur Yahya bin Hamzah, bahwa beliau pernah bertanya kepada Atha’, tentang makna ‘Anak tergadaikan dengan aqiqahnya.’ Jawab Atha’,
يحرم شفاعة ولد
السَّلاَم علیکم ْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكـَـاتُهْ
بِسْــــــــــــــــــــــم اللّهِ
🍂" DUDUK TAHIYAT TERAKHIR, POSISINYA BAGAIMANA YA..?
Pertanyaan:
Bagaimanakah posisi duduk tasyahud akhir pada shalat subuh, shalat jumat, dan shalat sunnah? Apakah iftirasy atau tawaruk?
Jawaban:
Biasanya, dalam shalat yang lebih dari dua rakaat ada dua tahiyat. Yang pertama dinamakan tahiyat awal, dan ini dilakukan dengan duduk iftirasy. Yang kedua dinamakan tahiyat akhir, dan ini dilakukan dengan duduk tawaruk. Namun, dalam shalat subuh, shalat jumat, dan shalat sunnah dua rakaat hanya ada satu tahiyat, sehingga timbul masalah, apakah dilakukan dengan iftirasy atau dengan tawaruk.
Para ulama berselisih dalam dua pendapat tentang manakah yang lebih utama dalam duduk tasyahud pada shalat dua rakaat yang hanya memiliki satu tahiyat. Ada yang berpendapat bahwa yang lebih utama adalah duduk tawaruk, ada pula yang menyatakan bahwa yang lebih utama adalah duduk iftirasy.
Pendapat yang rajih (kuat), wallahu a’lam bish shawab, adalah tahiyat tersebut dilakukan dengan iftirasy. Berdasarkan hadits Aisyah radhiallahu ‘anha yang mengisahkan tata cara shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَسْتَفْتِحُ الصَّلاَةَ بِالتَّكْبِيرِ وَالْقِرَاءَةَ بِ (الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ) وَكَانَ إِذَا رَكَعَ لَمْ يُشْخِصْ رَأْسَهُ وَلَمْ يُصَوِّبْهُ وَلِكَنْ بَيْنَ ذَلِكَ وَكَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ لَمْ يَسْجُدْ حَتَّى يَسْتَوِىَ قَائِمًا وَكَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ السَّجْدَةِ لَمْ يَسْجُدْ حَتَّى يَسْ
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokaatuh
بِسْــــــــــــــــــــــم اللّهِ
🍂" MISTERI USIA 60 TAHUN
Benarkah manusia diberi uzur sampai usia 60 tahun? Lalu uzur yg dimaksud itu seperti apa?
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Pada hari kiamat kelak, penghuni neraka meminta kepada Allah agar mereka dikeluarkan dari neraka dan dikembalikan ke dunia agar bisa beramal baik, tidak seperti amal kekufuranya yang dulu. Allah berfirman,
وَهُمْ يَصْطَرِخُونَ فِيهَا رَبَّنَا أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ
Mereka berteriak di dalam neraka itu: “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal saleh tidak seperti amalan yg telah kami kerjakan (kekufuran).”
Allah menjawab permintaan mereka,
أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ فَذُوقُوا
Bukankah Aku telah memanjangkan usia kalian dalam masa yg cukup untuk berfikir bagi orang yg mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu an-Nadzir (pemberi peringatan)?, maka rasakanlah. (QS. Fathir: 37).
Ayat ini menjelaskan bahwa usia yg Allah berikan kepada umat manusia menjadi hujjah dan alasan Allah untuk mengadili manusia, disamping adanya an-Nadzir yg datang kepada kita.
Ulama berbeda pendapat tentang makna an-Nadzir dalam ayat di atas. Diantaranya,
1. Uban di rambut. Ini merupakan pendapat Ibnu Umar, Ikrimah dan Sufyan bin Uyaiah
2. An-Nadzir (Sang Pemberi Peringatan) adalah Nabi ﷺ. Ini merupakan pendapat Qatadah, Ibn Zaid, dan Ibn Saib.
(Zadul Masir, 5/182)
Sehingga di sana ada dua peringatan yg Allah berikan, yg menjadi alasan Allah menuntut manusia, usia dan para utusan.
Peringatan Bagi Yang Berusia 60 Tahun
Dalam hadis shahih, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokaatuh
Terima kasih kepada seluruh penggemar Khazanah
Salam sehat dan sejahtera selalu
Semoga apa yang khazanah share dapat bermanfaat bagi pemirsa setia
Tidak semua hasil copas. Tapi juga tidak semua tulisan khazanah.
Saran dan kritik sangat khazanah harapkan.
بِسْــــــــــــــــــــــم اللّهِ
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokaatuh
🍂" Al-Lajnah ad-Da’imah lil Ifta’ (Komite Tetap Urusan Fatwa) KSA, ditanya pertanyaan berikut :
Apakah boleh bagi wanita yang sedang haid memandikan dan mengkafani mayit?
Mereka menjawab :
Boleh bagi wanita meskipun haid memandikan mayit wanita dan mengkafaninya, atau boleh bagi mayat pria selama itu suaminya. Tidak ada larangan bagi wanita yang sedang haid untuk memandikan jenazah.
____________________
Ustadz Syahrul Fatwa حفظه الله تعالى
Sumber artikel: https://abusalma.net/2016/09/19/bolehkah-wanita-haidh-memandikan-mayat/
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokaatuh
بِسْــــــــــــــــــــــم اللّهِ
🍂" Nabi ﷺ juga bersabda:
كفى بًالمرء إثما أن يضيع من يقوت
“Cukuplah seseorang dikatakan berdosa jika ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya” (HR. Abu Daud 1692, Ibnu Hibban 4240, dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih Abi Daud).
Namun, benarkah pendapat yang mengatakan bahwa nafkah bagi istri itu adalah uang jajan, sedangkan uang belanja bukanlah nafkah..??
Ustadz Ammi Nur Baits.حفظه الله تعالى
جزاكم الله خيراوبارك الله فيكم
السَّلاَم علیکم ْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكـَـاتُهْ
بِسْــــــــــــــــــــــم اللّهِ
🍂" BILA ALLAH TIDAK MENGHENDAKI KITA LAGI
Allah akan sibukkan kita dengan urusan dunia.
Allah akan sibukkan kita dengan urusan anak-anak
Allah akan sibukkan kita dengan urusan menjalankan perniagaan dan harta.
Allah akan sibukkan kita dengan urusan mengejar karir, pangkat dan jabatan.
Alangkah ruginya karena kesemuanya itu akan kita tinggalkan.
Sekiranya kita mampu bertanya pada orang-orang yang telah pergi terlebih dulu menemui Allah Subhana Wa Ta'alla dan jika mereka diberi peluang untuk hidup sekali lagi,
Tentu mereka akan memilih untuk memperbanyak amal ibadah.
Sudah semestinya mereka memilih tidak lagi akan bertarung mati-matian untuk merebut dunia, yang sudah jelas-jelas tidak bisa dibawa mati.
Karena tujuan kita diciptakan adalah untuk menyembah Allah, beramal dan beribadah kepada Allah.
Kita mungkin cemburu apabila melihat orang lain lebih dari kita, dari segi gaji, pangkat, harta, jabatan, rumah besar, mobil mewah.
Kenapa kita tidak pernah cemburu melihat ilmu agama orang lain lebih dari kita.
Kita tidak pernah cemburu melihat orang lain lebih banyak amalan dari kita.
Kita tidak pernah cemburu apabila melihat orang lain bangun di sepertiga malam, sholat tahajud dan bermunajat kepada Allah.
Kita tidak pernah cemburu apabila melihat orang lain setiap hari sholat subuh berjamaah di masjid dekat rumah kita.
Kita hanya cemburu apabila melihat orang lain ganti kendaraan dengan yang lebih mewah.
Kita cemburu apabila melihat orang lain bisa setiap tahun liburan.
Kita hanya cemburu apabila melihat orang lain bergelimang harta, tahta dan Wanita.
Cemburu karena dia bisa jadi gubernur, bupati ataupun Walikota.
Tetapi jarang kita cemburu apabila melihat orang lain yang bisa khatam Al'Quran sebulan dua kali.
Kita jarang cemburu apabila melihat mu'alaf yang Faham isi AlQur'an.
Kita jar
السَّلاَم علیکم ْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكـَـاتُهْ
بِسْــــــــــــــــــــــم اللّهِ
🍂" QURBAN DENGAN KAMBING BETINA
Pertanyaan, ‘Assalamu alaikum, maaf mau tanya, apakah hewan kurban harus jantan? Boleh tidak berkurban dengan kambing betina?
Jazaakumullah khairan
Wa alaikumus salam…
Tidak ada ketentuan jenis kelamin hewan kurban. Sehingga boleh berkurban dengan hewan jantan maupun betina. Dalilnya, hadis dari Umu Kurzin radliallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عن الغلام شاتان وعن الجارية شاة لا يضركم ذكرانا كن أو إناثا
“Akikah untuk anak laki-laki dua kambing dan anak perempuan satu kambing. Tidak jadi masalah jantan maupun betina.” (H.r. Ahmad 27900 dan An Nasa’i 4218 dan dishahihkan Syaikh Al Albani).
Berdasarkan hadis ini, As Sayrazi As Syafi’i mengatakan, “Jika dibolehkan menggunakan hewan betina ketika akikah berdasarkan hadis ini, menunjukkan bahwa hal ini juga boleh untuk berkurban.” (Al Muhadzab 1/74).
Hanya saja, bagi Anda yang mampu membeli hewan jantan, sebaiknya tidak berkurban dengan betina. Mengingat hewan jantan umumnya lebih mahal dan lebih bagus dari pada betina. Sementara kita disyariatkan agar memilih hewan sebaik mungkin untuk kurban. Sehingga pahalanya lebih besar. Allah berfirman:
وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
“Siapa yang mengagungkan syiar Allah maka itu menunjukkan ketakwaan hati.” (Q.s. Al-Haj: 32)
Ibn Abbas mengatakan, “Mengagungkan syiar Allah (dalam berkurban) adalah dengan mencari yang paling gemuk dan paling bagus.” (Tafsir Ibn Katsir, 5/421)
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokaatuh
🍂" Mahar dalam pernikahan sepenuhnya menjadi hak mempelai wanita. Siapa pun orangnya, termasuk orang tua pengantin wanita, tidak memiliki hak sedikit pun untuk mengambil mahar anaknya.
Ibn Hazm mengatakan,
Tidak halal bagi ayah seorang gadis, baik masih kecil maupun sudah besar, juga ayah seorang janda dan anggota keluarga lainnya, menggunakan sedikit pun dari mahar putri atau keluarganya. Dan tidak sorang pun yang kami sebutkan di atas, berhak untuk
memberikan sebagian mahar itu, tidak kepada suami baik yang telah menceraikan ataupun belum (menceraikan), tidak pula kepada yang lainnya. Siapa yang melakukan demikian, maka itu adalah perbuatan yang salah dan tertolak selamanya.” (al-Muhalla, 9/115)
Namun jika mempelai wanita mengizinkan kepada suaminya atau orang tuanya dengan penuh kerelaan hatinya maka dibolehkan bagi suami atau orang tua untuk mengambilnya. (Simak Tafsir Ibn Katsir, 2/150)
Allahu a’lam.
Ustadz Ammi Nur Baits.حفظه الله تعالى